Senin, 02 Februari 2015

Ibnu Qoyim Al Jauziyah bukan Ibnu Jauzi

Selama ini banyak umat yang merujuk pada Seorang Ulama Besar abad 13 sebagai Ulama Wahabi. Hal tersebut sangat lah tidak berdasar. Dikarenakan beda Zaman. Syaikh Ibnu Qoyim Aljauziyah Abad 13 sedang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (pendiri Wahabi) abad 18. Alfaqir sengaja menulis ini untuk penjelasan mengenai hal yang sangat menyesatkan dan bisa menjadi pergolakan di kalangan umat yang fanatik. Dan yang memusuhi kaum Wahabi. 

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Syamsuddin Muhammad Abu Bakr bin Ayyub bin Sad bin Huraiz bin Makk Zainuddin az-Zuri ad-Dimasyqi dan dikenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Dia dilahirkan pada tanggal 7 Shafar tahun 691 H. Dia tumbuh dewasa dalam suasana ilmiah yang kondusif. Ayahnya adalah kepala sekolah al-Jauziyah di Dimasyq (Damaskus) selama beberapa tahun. Karena itulah, sang ayah digelari Qayyim al-Jauziyah. Sebab itu pula sang anak dikenal di kalangan ulama dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah. 

Beliau adalah seorang Imam Sunni, cendekiawan, dan ahli fiqh yang hidup pada abad ke-13. Ia adalah ahli fiqih bermazhab Hambali. Disamping itu juga seorang ahli Tafsir, ahli hadits, penghafal Al-Quran, ahli ilmu nahwu, ahli ushul, ahli ilmu kalam, sekaligus seorang mujtahid.

Ibnu Qayyim berguru ilmu hadits pada Syaikh Syihab an-Nablusi dan Syaikh Qadi Taqiyyuddin bin Sulaiman; berguru tentang fiqh kepada Syekh Safiyyuddin al-Hindi dan Syaikh Isma'il bin Muhammad al-Harrani; berguru tentang ilmu pembahagian waris (fara'idh) kepada bapaknya; dan juga berguru selama 16 tahun kepada Syaikh Syarofuddin  Ibnu Taimiyyah (saudara Syaikhul islam Abu Abdillah Acmad Ibnu Taimiyyah) 

Beliau belajar ilmu faraidh dari bapaknya kerana beliau sangat berbakat dalam ilmu itu. Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca kitab-kitab: (al-Mulakhkhas li Abil Balqa’ kemudian kitab al-Jurjaniyah, kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besar Kitab al-kafiyah was Syafiyah dan sebagian at-Tas-hil). Di samping itu belajar dari syaikh Majduddin at-Tunisi satu bagian dari kitab al-Muqarrib li Ibni Ushfur.

Belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu Fiqih dari Syaikh Syarofuddin  Ibnu Taimiyah dan Syaikh Isma’il bin Muhammad al-Harraniy.

Ibnul Qayyim pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama Syaikhul Islam  Ibnu Taimiyyah sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara. Hal itu disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orang pergi berziarah ke kuburan para wali.

Beliau peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika kaum filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam firqah Islamiyah.

Penguasaannya terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannya terhadap ushuluddin mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenai hadits, makna hadits, pemahaman serta istinbath-istinbath rumitnya, sulit ditemukan tandingannya.

Begitu pula, pengetahuan beliau rahimahullah tentang ilmu suluk dan ilmu kalam-nya Ahli tasawwuf, isyarat-isyarat mereka serta detail-detail mereka. Ia memang amat menguasai terhadap berbagai bidang ilmu ini.

Disiplin ilmu yang didalami dan dikuasainya hampir meliputi semua ilmu syariat dan ilmu alat. Ibnu Rajab, muridnya, mengatakan, "Dia pakar dalam tafsir dan tak tertandingi, ahli dalam bidang ushuluddin dan ilmu ini mencapai puncak di tangannya, ahli dalam fikih dan ushul fikih, ahli dalam bidang bahasa Arab dan memiliki kontribusi besar di dalamnya.


Dia berkata juga, "Saya tidak melihat ada orang yang lebih luas ilmunya dan yang lebih mengetahui makna Al-Quran, Sunnah dan hakekat iman daripada Ibnu Qayyim. Dia tidak makshum tapi memang saya tidak melihat ada orang yang menyamainya."

Ibnu Katsir berkata, "Dia mempelajari hadits dan sibuk dengan ilmu. Dia menguasai berbagai cabang ilmu, utamanya ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushuluddin, dan ushul fikih."


Adz-Dzahabi berkata, "Dia mendalami hadits, matan dan perawinya. Dia menggeluti dan menganalisa ilmu fikih. Dia juga menggeluti dan memperkaya khasanah ilmu nahwu, ilmu ushuluddin, dan ushul fikih."


Ibnu Hajar berkata, "Dia berhati teguh dan berilmu luas. Dia menguasai perbedaan pendapat para ulama dan mazhab-mazhab salaf.


As-Suyuthi berkata, "Dia telah mengarang, berdebat, berijtihad dan menjadi salah satu ulama besar dalam bidang tafsir, hadits, fikih, ushuluddin, ushul fikih, dan bahasa Arab."

Ibnu Tughri Burdi berkata, "Dia menguasai beberapa cabang ilmu, di antaranya tafsir, fikih, sastra dan tatabahasa Arab, hadits, ilmu-ilmu ushul dan furu. Dia telah mendampingi Syaikh Ibnu Taimiyyah sekembalinya dari Kairo tahun 712 H dan menyerap darinya banyak ilmu. Karena itu, dia menjadi salah satu tokoh zamannya dan memberikan manfaat kepada umat manusia."

Karena itulah banyak manusia-manusia pilihan dari kalangan para pemerhati yang menempatkan ilmu sebagai puncak perhatiannya, telah benar-benar menjadi murid beliau. Mereka itu adalah para Ulama terbaik yang telah terbukti keutamaannya, di antaranya ialah :

Anak beliau sendiri bernama Syarafuddin Abdullah
Anaknya yang lain bernama Ibrahim,
Ibnu Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitabal-Bidayah wan Nihayah
Al-Imam al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab Thabaqat al-Hanabilah
Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi
Syamsuddin Muhammad bin Abdil Qadir an-Nablisiy
Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy
Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-Syafi’i
Ali bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky
Taqiyuddin Abu ath-Thahir al-Fairuz asy-Syafi’i

Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembali kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotori oleh ra’yu-ra’yu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa’ wal bida’ (AhliBid’ah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka mempermainkan agama.

Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada madzhab salaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan sebagai ulama waratsatun nabi (pewaris nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya madzhab taqlid.

Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau sering keluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapat baru setelah melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab yang masyhur.

Karya Imam Ibnu Qoyim 

Ijtimā' al-Juyūsy al-Islāmiyyah 'ala al-Mu'aththilah wa al-Jahmiyyah
Ahkām Ahli adz-Dzimmah
I'lān al-Muwaqi'īn 'an Rabb al-'Ālamin
Ighātsatu al-Lahfān min Mashāyidi asy-Syaithān
Ighātsatu al-Lahfan fī Hukmi Thalāqi al-Ghadbān
Badāi' al-Fawā'id
At-Tibyān fī Aqsāmi al-Qur'ān
Tuhfatu al-Maudūd bi Ahkāmi al-Maulūd
Jalāu al-Afhām fī ash-Shālāti wa as-Salāmi 'ala khairi al-Anām
Al-Jawāb al-Kāfi liman sa ala 'an ad-Dawā asy-Syāfi au Ad-Dā wa ad-Dawā'
Hādi al-Arwāh ila bilādi al-Afrāh
Raudhatu al-Muhibīn wa Nuzhatu al-Musytāqqīn
Ar-Rūh
Zādu al-Ma'ād fī Hadyi Khairi al-'Ibād
Syifā'u al-'Alil fi Masā'ili al-Qadhā' wa al-Qadar wa al-Hikmatu wa at-Ta'līl
Ash-Shawā'iq al-Mursilah 'ala al-Jahmiyyah wa al-Mu'aththilah
Ath-Thibb an-Nabawī (Bagian dari Kitab Zādu al-Ma'ād)
Ath-Thuruq al-Hukmiyyah
'Iddatu ash-Shābirīn wa Dzukhriyyaty asy-Syākirīn
Al-Farusiyah
Al-Fawā id
Al-Kāfiyah asy-Syāfiyah fi an-Nahwi
Al-Kāfiyah asy-Syāfiyah fi al-Intishari lilfirqati an-Nājiyah
Al-Kalām 'ala mas'alati as-Simāi
Kitāb ash-Shalāti wa Ahkāmu Tārikuhā
Madāriju as-Sālikīn baina Manāzili Iyyāka Na'budu wa Iyyaka Nasta'īn
Miftāhu Dāri as-Sa'ādah wa Mansyur Wilāyati al-'Ilmi wa al-Irādah
Al-Manār al-Munīf fī ash-Shahīh wa adh-Dha'īf
Hidāyatu al-Hiyāri fī Ajwibati al-Yahūd wa an-Nashāra
Al-Wābil ash-Shayyib min al-Kalimi ath-Thayyib


Sebagian orang tidak mampu membedakan antara Ibnu Qayyim al-Jauziyah dengan Ibnu al-Jauzi karena kemiripan nama. Kesalahan ini telah berakibat pada penisbahan beberapa kitab karya Ibnu al-Jauzi kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Kesalahan seperti itu terjadi karena kelalaian para penulis manuskrip atau karena perbuatan orang-orang yang sentimen terhadap Ibnu Qayyim al-Jauziyah.


Sebagai bukti adalah bahwa Ibnu al-Jauzi adalah Abdurrahman bin Ali al-Qursyi, wafat tahun 597 H. Meskipun dia adalah salah seorang ulama dari golongan Hanbali yang terkemuka dan banyak menulis, tapi dalam kajian masalah nama-nama dan sifat Allah SWT dia tidak mengikuti metode Imam Hanbal karena dia dalam hal ini menempuh metode takwil. Ini jelas bertentangan dengan metodologi Ibnu Qayyim sebab dia menempuh metode ulama salaf.


Di antara buku yang dinisbahkan kepada Ibnu Qayyim, padahal sebenarnya itu adalah karya Ibnu al-Jauzi, adalah kitab Dafu Syubahit-Tasybih bi Akaffit-Tanzih. Yang di jadikan rujukan kaum Wahabi dan Salafi. Kitab ini banyak memuat takwil yang keliru. Karena itu, dia terjerumus dalam tathil guna melepaskan diri dari noda tasybih (penyerupaan).


Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyah sehingga dia mengikuti langkah ulama salaf. Sebab itu, dia selamat dari noda tasybih dan bahaya takwil. Dia menempuh cara ulama salaf di mana dia hanya menetapkan apa yang ditetapkan Allah SWT untuk diri-Nya dan apa yang ditetapkan oleh Rasul-Nya tanpa melakukan penyimpangan, tasybih dan tathil.


Demikian pula kitab Akhbar an-Nisa yang jadi rujukan kaum Wahabi.  Kitab ini dinisbahkan kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyah, padahal kitab ini dikenal sebagai karya Ibnu al-Jauzi.

 
Wafatnya

Kitab-kitab biografi sepakat bahwa Ibnu Qayyim al-Jauziyah wafat pada malam Kamis setelah azan Isya, tanggal 13 Rajab tahun 751H. Dia dishalati setelah shalat Zhuhur keesokan harinya di Mesjid al-Umawi, kemudian di Mesjid Jarah. Dan, dimakamkan di perkuburan al-Bab ash-Shaghir dekat makam ibunya di Damaskus.

Semoga ada Manfaatnya dan bisa diketahui bahwa yang jadi Rujukan Muhammad bin Abdul Wahhab adalah Syekh Ibnu Al Jauzi bukan Syaikh Ibnu Al Qoyyim Al Jauziyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar