Rabu, 25 Februari 2015

Sejarah Jombang

Tahun 929, Raja Mpu Sindokmemindahkan pusat Kerajaan Mataramdari Jawa Tengah ke Jawa Timur, diduga karena letusan Gunung Merapi atau serangan Kerajaan Sriwijaya. Beberapa literatur menyebutkan pusat kerajaan yang baru ini terletak di Watugaluh. Suksesor Mpu Sindok adalah Sri Isyana Tunggawijaya (947-985) dan Dharmawangsa (985-1006). Tahun 1006, sekutu Sriwijaya menghancurkan ibukota kerajaan Mataram dan menewaskan Raja Dharmawangsa. Airlangga, putera mahkota yang ketika itu masih muda, berhasil meloloskan diri dari serbuan Sriwijaya, dan ia menghimpun kekuatan untuk mendirikan kembali kerajaan yang telah runtuh. 

Bukti petilasan sejarah Airlangga sewaktu menghimpun kekuatan kini dapat dijumpai di Sendang Made, Kecamatan Kudu. Tahun 1019, Airlangga mendirikan Kerajaan Kahuripan, yang kelak wilayahnya meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali; serta mengadakan perdamaian dengan Sriwijaya.

Pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah yang kini Kabupaten Jombang merupakan gerbang Majapahit. Gapura barat adalah Desa Tunggorono, Kecamatan Jombang, sedang gapura selatan adalah DesaNgrimbi, Kecamatan Bareng. Hingga ini banyak dijumpai nama-nama desa/kecamatan yang diawali dengan prefiks mojo-, di antaranya Mojoagung,Mojowarno, Mojojejer, Mojotengah,Mojotrisno, Mojongapit, dan sebagainya. Salah satu peninggalan Majapahit di Jombang adalah Candi Arimbi di Kecamatan Bareng.

Menyusul runtuhnya Majapahit, agamaIslam mulai berkembang di kawasan, yang penyebarannya dari pesisir pantai utara Jawa Timur. Jombang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Seiring dengan melemahnya pengaruh Mataram, Kolonialisasi Belandamenjadikan Jombang sebagai bagian dari wilayah VOC pada akhir abad ke-17, yang kemudian sebagai bagian dari Hindia Belanda pada awal abad ke 18, dan juga seperti di daerah lain juga pernah diduduki oleh Bala Tentara Dai Nippon (Jepang) pada tahun 1942 sampai Indonesia merdeka di tahun 1945.

Jombang juga menjadi bagian dari wilayah gerakan revolusi kemerdekaan Indonesia. Etnis Tionghoa juga berkembang dengan adanya tiga kelenteng di wilayah Jombang dan sampai sekarang masih berfungsi. Etnis Arab juga cukup signifikan berkembang. Hingga kini pun masih ditemukan sejumlah kawasan yang mayoritasnya adalah etnis Tionghoa dan Arab, terutama di kawasan perkotaan.

Tahun 1811, didirikan Kabupaten Mojokerto, di mana meliputi pula wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang. Jombang merupakan salah satu residen di dalam Kabupaten Mojokerto. BahkanTrowulan (di mana merupakan pusat Kerajaan Majapahit), adalah masuk dalamkawedanan (onderdistrict afdeeling) Jombang.

Alfred Russel Wallace (1823-1913), naturalis asal Inggris yang memformulasikan Teori Evolusi dan terkenal akan Garis Wallace, pernah mengunjungi dan bermalam di Jombang ketika mengeksplorasi keanekaragaman hayati Indonesia.

Tahun 1910, Jombang memperoleh status Kabupaten, yang memisahkan diri dari Kabupaten Mojokerto, dengan Raden Adipati Arya Soeroadiningrat sebagai Bupati Jombang pertama. Masa pergerakan nasional, wilayah Kabupaten Jombang memiliki peran penting dalam menentang kolonialisme. Beberapa putera Jombang merupakan tokoh perintis kemerdekaan Indonesia, seperti KH Hasyim Asy'ari (salah satu pendiri NU dan pernah menjabat ketua Masyumi) dan KH Wachid Hasyim (salah satu anggotaBPUPKI termuda, serta Menteri Agama RI pertama).

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur mengukuhkan Jombang sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur.

Asal usul terjadinya Kabupaten Jombang tidak terlepas dari legenda pertarungan Kebo Kicak dan Surontanu. Wilayah pertarungan dua manusia sakti tersebut dipercaya sebagai daerah yang sekarang kita kenal sebagai Kabupaten Jombang.

SEJARAH KEBO KICAK
Siapakah Kebo Kicak? Mengapa namanya menjadi demikian aneh?

Terdapat banyak versi legenda yang beredar di masyarakat yang menceritakan kisah Kebo Kicak. Salah satu legenda yang beredar di kalangan cerita dari mulut ke mulut menyatakan bahwa karena sifatnya yang durhaka kepada orang tua, maka Kebo Kicak dikutuk oleh orang tuanya sehingga memiliki kepala kebo (kerbau). Dengan demikian muncul sebutan Kebo Kicak.

Setelah dikutuk memiliki kepala kerbau dengan tetap berbadan manusia, Kebo Kicak berguru kepada seorang kyai yang sakti mandraguna. Setelah bertahun-tahun belajar pada kyai tersebut, akhirnya Kebo Kicak pun menjadi orang yang sholeh dan sadar akan kesalahannya di masa lalu. Kebo Kicak memiliki kemampuan yang luar biasa, baik dari segi agama maupun kesaktian.

SEJARAH SURONTANU
Siapa pula Surontanu? Apakah hubungannya dengan Kebo Kicak?

Pada masa itu, di sebuah kadipaten Kerajaan Majapahit yang kelak disebut Kabupaten Jombang, terdapat seorang perampok yang sakti bernama Surontanu. Surontanu adalah penjahat nomor satu dan paling ditakuti oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Jombang. Tidak ada satu pun orang yang mampu menangkap Surontanu.

Alkisah, Kebo Kicak mendengar terjadinya huru-hara di masyarakat kemudian diperintahkan oleh gurunya untuk membasmi angkara murka. Kebo Kicak turun gunung untuk menghentikan kejahatan Kebo Kicak. Setelah petualangan beberapa hari, Kebo Kicak berhasil menemukan Surontanu dan keduanya beradu ilmu kesaktian.

Pertarungan tersebut berlangsung lama sekali sehingga Surontanu terdesak dan akhirnya melarikan diri. Dan sampailah pelarian Surontanu ke sebuah rawa yang terdapat banyak sekali tanaman tebu. Akhirnya Surontanu dengan kesaktiannya berhasil masuk ke dalam rawa tebu. Kebo Kicak pun menyusul dan masuk ke dalam rawa yang terletak di wilayah Jombang sekarang.

Baik Surontanu maupun Kebo Kicak yang masuk ke dalam rawa tebu tidak pernah kembali lagi hingga sekarang. Entah apa yang terjadi dengan mereka berdua, hingga sekarang jasad maupun makam mereka berdua tidak pernah ditemukan oleh masyarakat.

VERSI LAIN ASAL USUL TERJADINYA KABUPATEN JOMBANG

Dari beberapa cerita tentang Kebo Kicak memang masih banyak versi lain yang mengungkapkannya. Salah satu versi mengisahkan bahwa Kebo Kicak adalah sosok ksatria dan berani mengobrak-abrik Kerajaan Majapahit untuk mencari ayah kandungnya yang bernama Patih Pangulang Jagad.

Setelah Kebo Kicak bertemu Patih Pangulang Jagad, sang ayah mengajukan syarat agar Kebo Kicak menunjukkan bukti bahwa dia benar-benar anaknya. Pembuktian dilakukan dengan mengangkat batu hitam di sungai Brantas sehingga Kebo Kicak harus berkelahi dengan Bajul Ijo. Sesudah berhasil membuktikan bahwa dirinya anak kandung Patih Pangulang Jagad, maka Kebo Kicak diberi wewenang menjadi penguasa wilayah Barat.

Namun sepak terjang Kebo Kicak tidak sampai disitu. Ambisi kekuasaannya yang tinggi membuat dia rela bertarung dengan saudara seperguruannya, Surantanu. Kebo Kicak berkelahi dengan Surantanu karena memperebutkan pusaka banteng yang sudah diakui sebagai milik Surantanu.

Lokasi pertarungan Kebo Kicak dan Surantanu berpindah-pindah. Sebagian besar wilayah pertarungan mereka kemudian diabadikan menjadi nama daerah. Konon ceritanya, pertempuran dua saudara tersebut berlangsung dengan dahsyat. Keduanya saling beradu kesaktian hingga memunculkan cahaya ijo (hijau) dan abang (merah). Dari penggabungan kata ijo dan abang inilah muncul sebutan wilayah Jombang.

Dari dua versi asal usul terjadinya Kabupaten Jombang di atas, masyarakat lebih banyak yang percaya kepada versi kedua, yaitu pertarungan Kebo Kicak dan Surantanu yang menghasilkan cahaya ijo dan abang. Akronim kata ijo dan abang melahirkan sebutan jombang. Demikian cerita asal usul kabupaten Jombang. Semoga bisa memperkaya wawasan Anda dalam mempelajari kebudayaan Indonesia.

Situs Gua Made atau disebut juga Situs Kedung Watu terletak di Dukuh Kedung Watu, Desa Made, Kecamatan Ngusikan. Dulunya Desa Made termasuk dalam wilayah Kecamatan Kudu, namun semenjak ada pengembangan kecamatan di Kabupaten Jombang pada tahun 2008, Desa Made kini masuk dalam wilayah Kecamatan Ngusikan. Situs Kedung Watu berada di kawasan Petak 16 D, BKPH Tapen, Bagian Hutan Mantup, KPH Mojokerto, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Lokasinya terletak pada 07°24’07,3” LS dan 112°19’05,7” BT.

Penemuan Situs Gua Made berawal dari kegiatan penambangan emas liar yang dilakukan oleh penduduk pada tahun 1982. Mereka tidak sengaja menemukan ruangan bawah tanah yang kemudian disebut dengan gua bawah tanah. Pada tahun 1992/1993, lokasi ini ditinjau oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur (menjadi BP3 dan kini menjadi BPCB). Pada tahun 2001, peneliti asal Italia melakukan pendataan (dokumentasi foto) yang didampingi oleh petugas dari Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur. Kegiatan ini mencatat adanya temuan struktur bata di 3 lubang dan beberapa temuan lepas seperti fragmen gerabah, keramik asing, kerang, dan kerak perunggu. Tim Puslitarkenas dan BP3 Jatim pada tahun 2006 melakukan survei permukaan dan menemukan fragmen gerabah, keramik, celupak, gandik, bandul jala, dan fosil kerang.

Berdasarkan Mitos yang berkembang, Situs Gua Made dipercaya sebagai tempat persembunyian Maling Cluring. Maling Cluring adalah pencuri yang mencuri harta orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin.

Prasasti Tengaran disebut juga Prasasti Geweg secara administratif terletak di Desa Tengaran, Kecamatan Peterongan, Jombang. Letak prasasti ini masih insitu (berada pada posisinya semula). Saat ini wilayah di sekitar prasasti ini berada merupakan areal persawahan. Rute untuk menuju Prasati Tengaran sebagai berikut: Jombang – Jl. Gus Dur – Jl. Soekarno Hatta – belok ke arah Terminal Jombang – perempatan terminal lurus ke utara mentok belok kiri – pertigaan belok kanan lurus ikuti jalan – Desa Tengaran.

Prasasti Tengaran terbuat dari batu andesit dengan tinggi 124 cm dan lebar 78 cm. Ditulis dengan aksara Jawa kuno dalam bahasa Jawa kuno. Tersusun menjadi 7 baris pada sisi A dan 16 baris pada sisi B.


Prasasti Tengaran disebut juga Prasasti Geweg karena prasasti ini memuat tentang penetapan Desa Geweg sebagai sima. Desa Geweg merupakan desa kuno, sekarang masuk dalam wilayah Desa Tengaran. Penetapan sima dilakukan pada tanggal 6 Paropeteng bulan Srawana tahun 857 Saka (14 Agustus 935M) oleh Mahamantri pu Sindok san srisanotunggadewa bersamarakyan sri parameswari sri wardhani Kbi umisori. Pu Sindok merupakan raja Medang (Mataram Kuno) periode Jawa Timur, sedangakan Kbi diduga merupakan permaisurinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar