Sabtu, 07 Maret 2015

Sejarah Sragen dan Tumenggung Alap-alap

Hari Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor 4 Tahun 1987, yaitu pada hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746 Tangal dan waktu tersebut adalah dari hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, ketika Pangeran Mangkubumi yang kemudian hari menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono ke I , menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu pemerintahan lokal di  Desa Pandak Karangnongko masuk tlatah Sukowati.

Proses & Kronologi

Kerajaan Mataram di Kartasura terjadi kekacauan. Suasana pada saat itu sangat ricuh. Raden Mas Garendi, putra Pangeran Tepasana menentang kebijaksanaan para narapraja Mataram, terutama kepada Patih Pringgalaya yang lengket sekali dengan Kompeni Belanda. Raden Mas Garendi ingin membalas dendam karena ayahnya Pangeran Tepasana dihukum mati tanpa jelas kesalahannya. Suatu hari Kanjeng Susuhunan Paku Buwana II berbincang-bincang dengan Tumenggung Alap-alap di Dalem Ageng.

“Hai, Tumenggung Alap-alap !”, sabda Kanjeng Sunan mengawali pembicaraan.
“Daulat Gusti”, jawab Tumenggung Alap-alap sambil menyembah.
“Coba, katakanlah yang sebenarnya, apa yang telah terjadi pada para narapraja di Kartasura ?”

“Ampun Gusti, hamba mendengar kabar, bahwa ananda Raden Mas Garendi melakukan pemberontakan menentang kompeni.”

“Bila demikian keadaannya, yang repot kan saya. Hai Alap-alap, menghadapi keadaan ini aku jadi bingung. Mana yang harus saya dukung ?”
“Ampun Gusti, ananda Garendi menentang kompeni, itu merupakan usaha untuk mengembalikan kemuliaan nama dan kewibawaan Paduka Kanjeng Sinuhun”, sembah Tumenggung Alap-alap.

“Lho, kalau begitu, kamu menyetujui tindakan si Garendi. Benarkah itu ?”
“Ampun, beribu ampun Gusti, Begitulah nyatanya.”
“Oooo…..Alap-alap, sadarlah keadaanmu, keadaan kita sekarang ini. Mampukah kita melawan kekuatan kompeni ? Kompeni memiliki senapan dan meriam, sedangkan kita…. Orang jawa, hanya memiliki senjata tombak. Saya tidak berani menentang kompeni. Kasihan para prajurit yang menjadi korban sia-sia.” 

Mendengar sabda Kanjeng Sunan, Tumenggung Alap-alap hanya terpaku diam. Dari kata-kata Kanjeng Sunan tersebut, menunjukkan sikap Kanjeng Sunan tidak teguh dan sangat lemah. Sikap demikian itu justru dapat membahayakan kedudukan Tumenggung Alap-alap sebagai narapraja Mataram. Maka dari itu, untuk menghindari segala kemungkinan yang dapat merugikan dirinya, diputuskanlah dia beserta keluarganya harus pergi dari Kartasura. 

Kemudian pergilah Tumenggung Alap-alap beserta seluruh keluarga dan kaum kerabatnya dari Surakarta menuju ke arah timur, ke daerah Sukawati. Dia pergi dengan membawa perasaan benci, kecewa, baik terhadap Sunan Pakubuwono maupun terhadap Patih Pringgalaya. Dalam perjalanannya itu sampailah mereka di desa Kranggan, daerah Sukawati. Di situ Alap-alap menyamar sebagai pendeta dengan nama Kyai Srenggi. 

Sementara itu pasukan pemberontak di bawah pimpinan Raden Mas Garendi dalam hati megharapkan datangnya bantuan dari Kanjeng Sunan Pakubuwono, sesuai dengan janji Sunan sendiri. Namun bantuan itu tak kunjung datang. Bahkan akhirnya diketahui, bahwa Kanjeng Sunan membantu kompeni. 

Menyaksikan sikap Sunan tersebut, Raden Mas Garendi sangat marah. Dia bertekad untuk mengusir kompeni dari bumi Jawa dan menghancurkan Kraton Kartasura yang dijadikan sarang Kompeni Belanda. Maka pecahlah pertempuran yang hebat antara pasukan pemberontak melawan pasukan Sunan yang dibantu oleh Kompeni Belanda.

Dalam suasana yang sangat kacau itu, Sunan lolos meninggalkan kraton. Rombongan mereka itu pergi ke arah timur. Sesampainya di desa Lawean berhenti sejenak untuk melepaskan lelah. Namun di situ dirasa tidak aman, maka perjalanan diteruskan ke Ponorogo. Akhirnya pada tahun 1742, Kraton Kartasura jebol dan diduduki oleh pasukan pemberontak. Kemudian diangkatlah Raden Mas Garendi menjadi Sunan di Kartasura oleh para pendukungnya dengan gelar Sunan Kuning. 

Pada suatu hari Patih Pringgalaya bercakap-cakap dengan Kapten Wilhem, pimpinan Kompeni di benteng Kartasura. Dari hasil pembicaraan yang singkat tersebut, kemudian Kapten Wilhem minta bantuan ke Batavia. Tidak lama kemudian bantuan itu pun datang. Terjadilah pertempuran yang lebih hebat dari sebelumnya. Akhirnya karena perlengkapan dan jumlah serdadu Sunan dan Kompeni lebih lengkap dan lebih banyak, pasukan Sunan Kuning kalah dan diusir dari Kartasura. Setelah Sunan Kuning disingkirkan, Sunan Paku Buwana II yang masih berada di Ponorogo diberi tahu dan dimohon kembali ke Kartasura untuk menduduki tahtanya kembali. 

Kembalilah Kanjeng Sunan Paku Buwana II bersama rombongannya ke Kartasura. Namun Kanjeng Sunan tidak kerasan karena keadaan Kartasura yang porak poranda tidak mungkin dapat diperbaiki lagi. Maka Kanjeng Sunan memutuskan pindah dari Kartasura untuk membangun kraton baru. Kemudian dipilihlah desa Sala, sebagai calon kraton yang baru. Desa Sala dibangun dan diganti namanya menjadi “Surakarta Hadiningrat”. Pada waktu itu keadaan masih sangat kacau, masih banyak pemberontakan menentang Kompeni Belanda. Para pemberontak tersebut sebagian besar masih termasuk anggota keluarga raja ‎sendiri, dan yang paling ditakuti adalah Pangeran Mangkubumi di Sukawati.‎

Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Paku Buwono II di Mataram sangat membenci Kolonialis Belanda. Apalagi setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai Pemerintah yang berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang menyala Bangsawan tersebut lolos dari istana dan menyatakan perang dengan Belanda.

Atas sikap adiknya tersebut Sunan PB II tidak tega kepada adiknya, tapi karena sudah berhutang budi kepada Kompeni, beliau memberi bekal berupa Tombak Pusaka Keraton “Kanjeng Kyai Pleret” dan uang secukupnya.

Dalam sejarah peperangan tersebut disebut perang Mangkubumen (1746-1757).Dalam perjalanan perangnya Pangeran Mangubumi dengan pasukannya sampailah ke desa Pandak Karangnongko masuk tlatah Sukowati. Di desa ini Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak Desa Pandak Karangnongko dijadikan pusat pemerintahan Projo Sukowati dan beliau meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa pejabat pemerintahan.
Karena secara geografis desa Pandak Karangnongko terletak di tepi Jalan Lintas tentara Kompeni Surakarta – Madiun,  pusat pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian dipindah ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko. Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya serta memperkuat pasukannya dengan bahu membahu bersama keponakan nya  (Raden Mas Said) dan Adipati dari Grobogan yaitu KRT Martopuro dan beberapa kerabat yang bersimpati dengan perjuangan Pangeran Mangkubumi.‎

Pusat Pemerintahan Projo Sukowati yang ada di Desa Gcbang ini pun akhirnya tercium oleh Kompeni Belanda yang bekerja sama dengan Kasunanan dan akan mengadakan penyerangan ke desa Gebang. Pasukan Gabungan antara Kompeni dan Pasukan dari Keraton Surakarta tersebut dipimpin oleh Patih Pringgalaya (Patih dari PB II). 
Untung rencana tersebut diketahui oleh Petugas Sandi (Intetegent ) dan Pangeran Sukowati.Dengan berbagai pertimbangan maka Pusat Pemerintahan akan dipindahkan ke Desa Jekawal.
Dalam proses boyongan dari Gebang ke Jekawal tersebut ‎Sampailah mereka di desa Kranggan. Sesampainya di desa Kranggan dia menerima kabar bila di desa tersebut ada padepokan yang di pimpin oleh seorang yang sakti mandraguna bernama “Kyai Srenggi”. Pangeran Mangkubumi singgah di desa Kranggan untuk berkenalan dengan Kyai Srenggi serta mohon petunjuk.

“Eee, mari…mari silakan masuk Pangeran. Hamba tidak mengira akan kedatangan tamu agung. Mari silakan masuk!”, kata Kyai Srenggi ketika kedatangan Pangeran Mangkubumi.

“Ketahuilah Kyai, hamba sekarang bukan lagi seorang Priyagung. Sebab selama pengembaraan ini hamba tanpa pangkat dan derajat. Hamba adalah seorang buruan yang menentang raja dan….Kompeni Belanda..” Jawab Pangeran Mangkubumi dengan hormat.

Kyai Srenggi tersenyum dan berkata , “Apakah Pangeran lupa kepada hamba ? Hamba ini tidak lain adalah Tumenggung Alap-alap, seorang hamba kerajaan yang tidak kerasan tinggal di Kartasura dan menyepi di Kranggan ini.”

Bagaikan disambar petir di siang hari, Pangeran Mangkubumi mendengar pengakuan Kyai Srenggi tersebut. Pageran Mangkubumi sangat terkejut dan kemudian memeluk Tumenggung Alap-alap. 

Begitu awal pertemuan itu kemudian dilanjutkan dengan percakapan yang panjang. Dan akhirnya Alap-alap atau Kyai Srenggi diangkat menjadi senapati perang memimpin para prajurit untuk memusnahkah tindak angkara murka. 

Konon Kyai Srenggi ini adalah salah seorang Panglima Perang dari Sunan Amangkurat di Kartosuro, yang sebetulnya bernama asli Tumenggung Alap-Alap.Untuk menghilangkan jejak beliau berganti nama Kyai Srenggi.

Pada saat Pangeran Sukowati singgah di padepokan tersebut oleh Kyai Srenggi disuguhi Legen dan Polowijo.Pangeran Sukowati merasa sangat puas dan beliau bersabda bahwa tempat tersebut diberi nama“SRAGEN” dari kata “Pasarah Legen” dan Kyai Srenggi diberi sebutan Ki Ageng Srenggi. Setelah pusat Pemerintahan berada di Jekawal maka Raden Mas Said diambil menantu oleh Pangeran Mangkubumi/Pangeran Sukowati dikawinkan dengan putrinya bernama BRA Suminten.‎

Perlawanan Pasukan Pangeran Sukowati semakin kuat dan karena Kompeni merasa terdesak kemudian membuat siasat memecah belah dengan mangadakan Perjanjian Palihan Negeri atau terkenal dengan Perjanjian Giyanti Tahun 1755 dimana Kerajaan Mataram dipecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Jogjakarta dengan mengangkat Pangeran Mangkubumi/Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono I.
Kemudian pada tahun I757 diadakan  Perjanjian  Salatiga dengan memecah Kasultanan Jogjakarta menjadi Kasultanan dan Paku Alaman serta Kasunanan Surakarta menjadi Kasunanan dan Mangkunegaran, dimana Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) ditetapkan menjadi Adipati Mangkunegoro I dengan mendapat sebagian wilayah Kasunan (Wonogiri dan Karanganyar.)‎

Sejak Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengku Buwono daerah sukowati menjadi kurang terurus karena jauh dari pusat Pemerintahan Kasultanan Jogjakarta. Pada saat itu timbullah perlawanan pemberontakan dari Madiun dan Ponorogo yang ingin menguasai wilayah Sukowati dipimpin oleh Pangeran Ronggo Madiun. Untuk menanggulangi pemberontakan itu Raden Tumengung Kartowiryo, salah seorang punggowo pasukan Pangeran Mangkubumi di tugasi untuk menghadapi kraman/pemberontakan tersebut. 

RT Kartowiryo berhasil menumpas pemberontakan Pangeran Ronggo Madiun, dan RT Kartowiryo diangkat sebagai Bupati Penamping (wilayah perbatasan) di wilayah.‎

Pada tangga 17 September 1830, terjadilah perjanjian antara Paku Buwono dengan Hamengku Buwono V, daerah Sukowati masuk wilayah Kasunanan Surakarta dan Gunug Kidul masuk wilayah Kasultanan Jogjakarta.
Dalam Suatu Pisowanan Agung di Keraton Kasunanan Surakarta KRT Kartowiryo dapat menyerahkan pusaka-pusaka keraton yang hilang saat perang pecinan di Kartosuro yang berupa :
~   Satu tombak   “Kanjeng Kyai Lindu Pawon”
~   Satu Keris “Kanjeng Kyai Nogososro” dan satu keris pusaka milik KRT Kartowiryo sendiri.
Karena sangat bergembira mendapatkan kembali pusaka-pusaka yang sudah lama hilang dan sebagai penghargaan atas jasa KRT Kartowiryo, maka sejak saat itu daerah Sukowati diserahkan kepada KRT Kartowiryo sebagai daerah “Perdikan”(daerah bebas pajak).‎

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktobcr 1840 dengan Surat Keputusan Sunan PB VII yaitu Serat Angger-angger Gunung, daerah yang lokasinya strategis ditunjuk menjadi Pos Tundan, yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan lalu lintas barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah satunya adalah Pos Tundan Sragen‎

Setelah KRT Kartowiryo wafat, kedudukannya sebagai Bupati Penamping digantikan oleh putra ke V yang nama kecilnya RM Sulomo. Perkembangan selanjutnya sejak tanggal 5 juni 1847 oleh Sunan Paku Buwono VIII dengan persetujuan Resident Surakarta Baron de geer ditambah kekuasaannya yaitu melakukan tugas kepolisian dan karenanya disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen dan RM Sulomo yang diangkat menjadi Bupati Gunung Pulisi Sragen dengan nama KRT Sastrodipuro.

Sejarah Pemerintahan di Kabupaten Sragen Tahun 1871 – 1861
KRT Sastropuro menjabat sebagai Bupati Sragen Pertama

 Tahun 186I-1903

KRT Wiryoprodjo (cucu KRT Kartowiryo) menjabat sebagat Bupati Sragen kedua

Tahun l903-1933
KMRT Panji Sumonegoro (cucu KRT Wiryodiprodjo) Menjabat Bupati Sragen sejak 1903 s/d 1933  Sunan Paku Buwono ke X dengan Rejkblaad No 23 tahun 1918 Kabupaten Gunung Polisi diubah menjadi Kabupaten Pangreh Projo sebagai daerah otonom yang melaksanakan Hukum dan Pemerintahan.

Tahun 1933-1939
Bupati Sragen dijabat oleh KRMAA Yudonegoro

Tahun 1939-1944
Bupati Sragen dijabat oleh KRMT MR. Wongsinagoro.

Tahun 1939-1944
Bupati Sragen dijabat oleh KRMT Darmonagoro. 

Setelah Proklamasi tahun 1945 di Sragen ada gerakan Masyarakat yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Kasunanan Surakarta dan bergabung dengan Pemerintah Republik Indonesia.keinginan masyarakat itu disalurkan lewat Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Sragen yang terbentuk pada bulan September 1945 dengan susunan sebagai berikut :
Ketua        : KMRTP Mangunagoro
Wakil Ketua    : Suharni Kusumodirjo (cucu KRT Wiryodiprodjo)
Anggota 25 orang amtara lain :
–    S. Mloyo Pranoto
–    Indardjo
–    Tjipto Pranoto

I.    Keputusan KNI Daerah Sragen
1.    Menyampaikan keinginan Rakyat sragen untuk melepaskan diri dari ikatan Swapraja Kepada Bupati Darmonagoro
2.    Bila Darmonagoro bersedia, tetap diminta menjadi Bupati Sragen.
Bupati Darmonagoro tidak bersedia memenuhi permintaan KNI Daerah Sragen dengan alasan :
–    Sebagai Abdi Dalem beliau harus tetap setia kepada raja.
–    Sikap melepaskan diri itu bertentangan dengan Keputusan Pemerintah Kerajaan
–    Maka sebagai jalan  tengah Bupati Darmonagoro lebih baik menyingkir ke Solo
–    Untuk mengisi kekosongan tersebut dibentuklah Dewan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen dan mengusulkan KMRT P Mangunnagoro sebagai Bupati Sragen.
Untuk menyatakan lepas dari ikatan Swapradja diadakan Rapat Umum di Halaman Gedung Kontrolir (  Kantor Pemda sekarang) yang dihadiri oleh masa rakyat,organisasi perjuangan dan Lurah Desa se Kabupeten Sragen pada tanggal 26 April 1946.  dan mulai saat ini Kabupaten Sragen menjadi bagian dari Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia. ‎

15 komentar:

  1. sejarah ini akan lebih lengkap bila jejak dan makam tumenggung alap alap alias ki ageng srenggi yang ada di desa tanggan juga di ungkap. mengingat fakta sejarah akan keberadaan padepokan tumenggung alap alap di desa tanggan yang tidak tertulis di dalam sejarah. padahal di desa tanggan lah bisa jadi desa yang di maksud desa kranggan.

    BalasHapus
  2. Semoga bisa segera di ungkap dan di tulis dengan penulisan khusus Temanggung Alap-Alap

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kami sangat bersyukur jk sejarah Beliau Tumenggung Alap Alap bs terkuak karna tokoh2 spt ini tanpa jasa adalah pengabdi Murni Gusti Sang Murbeng Dumadi..semoga Tuhan memberikan pemikiran dan temuan bg mrk yg ditugasi dan dipilihNya...Rahayy Nusantara Kita...

      Hapus
    2. Saya bin bapak bin kakek bin truno wikromo atau disebut mbah palang yang makomnya di dusun kayang desa bader kecamatan dolopo kabupaten madiun.
      Waktu kecil saya sering dengar tetua cerita kalau kiyai truno wikromo atau kiyai palang adalah salah satu cucu atau putra sunan srenggi..
      Mohon kalau ada yang jauh lebih paham tentang sejarah ini minta pencerahan.

      Hapus
    3. Jika ada saya minta nomor kontak wa nya agar bisa sama sama mencari titik terang dalam Kisah keturunan Ki Ageng Srenggi

      Hapus
  3. Assalamualaikum, sy lahir dari Madiun kata Kakek saya, dan ada orang pintar saya masih ada keturunan dan titisan dari tumenggung alap alap, bagaimana cara nya agar saya tau garis keturunan tumenggung alap alap..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika ada nomor teleponnya bisa kita saling mencari kisah Eyang Ki Ageng srenggi

      Hapus
  4. makam kyai srenggi atau temenggung alap alap dimana ya luur?

    BalasHapus
  5. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    BalasHapus
  6. Nipu jangan berdalil agama tuan apa lagi menggunakan ayat ayat al qur'an..lakhantullah yang akan anda dapat selamanya..sadarlah..!!

    BalasHapus
  7. Silahkan dicek, distu ada makam temenggung alap-alap didesa jogoboyo,kec. Purwodadi, kab. Purworejo

    BalasHapus
  8. Tidak ada makam karena kyai srenggi tdk meninggal dan tdk dimakam
    Kyai srenggi moksa menyatu dengan alam

    BalasHapus
  9. Sanak keturunannya yg perlu kita gali keberadaaannya

    BalasHapus