Senin, 06 April 2015

Manaqib Sayid Abdurrohman Assegaf (Leluhur Bani Alawi)

Segala puji bagi Allah Dzat Yang Maha Bisa, sehingga tampak dialam semesta ini berbagai buah kekuasaannya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kehadirat Imam para Rasul, Imam orang-orang yang bertaqwa, Sayyidina Muhammad SAW berikut para sahabat dan pengikutnya.

Berikut ini, kami persembahkan profil lain dari profil tokoh-tokoh terkemuka yang hidup di bagian negeri Yaman. Tokoh yang satu ini terkenal dikalangan Bani Alawi dengan julukan Al Muqaddam kedua, oleh karena beberapa karunia dan anugerah ilahi yang dimilikinya, beliaulah orang yang telah mensejahterkan hati dan rumah-rumah, dan memperkokoh rel agama dengan landasan ilmu dan amal shaleh, mewariskan kepada kita rambu-rambu untuk melawan syetan dan sekutunya. Barang siapa mengikuti jalannya maka dia akan mendapat target dan tujuannya, berkat karunia Allah.

Silsilah nasab Al-Imam Abdul Rahman Al Seggaf

Nabi Muhammad SAW
Ali bin Abi Tholib dan Fatimah Al Zahra’
Al Husain
Ali Zainal Abidin
Muhammad Al Baqir
Jakfar Al Shadiq
Ali Al Uraidli
Muhammad
Isa Al Naqib
Ahmad Al Muhajir
Ubaidillah
Alawi
Muhammad
Alawi
Ali Khali’ Qasam
Muahammad Shahib Mirbath
Ali
Muahmmad Faqih Al Muqaddam
Alawi Al Ghayur
Muhammad Maula Al Dawilah
Syekh Abdul Rahman Al Seggaf
Ahmad   Muhammad,    Abu Bakar Al Sakran,    Umar Al Muhdhar,    Ali,    Hasan, ‘Aqil, Jakfar, Syekh, Alawi, Abdullah, Ibrahim.

Biografi Abdul Rahman Al Seggaf

Beliau adalah Syekh dari orang-orang yang telah mencapai martabat kearifan, yang mampu mengkomplikasikan antara ilmu, islam, iman, dan ihsan, yang meneladani ucapan, kelakuan, tekad, dan kemauan kakeknya, Nabi Muhammad SAW. Sudah merupakan kesepakatan kalau beliau telah mencapai derajat kewalian. Beliau dilahirkan di Kota Tarim pada tahun 739 H, menghafal Al Quran dibawah bimbingan Syekh Ahmad bin Muhammad Al Khatib, sangat menguasai ilmu Al Quran dan tajwid, dan hafal semua matan ilmu fiqih dan bahasa. Sejak dini beliau terdidik dalam lingkungan yang penuh dengan senandung Al Quran dan ilmu-ilmu syariah dari majelis-majelis ilmu dan zikir, tak pernah lepas dari muthala’ah (membaca buku-buku referensi) dan murajaah di majelis ayahnya dan perpustakaan gurunya. Diceritakan bahwa hampir semua referensi  keagamaan telah terbendaharakan dalam perpustakaan ayah dan sejumlah guru beliau. Beliau hampir hafal Al Wajiz dan Al Muhadzdzab sebab seringnya muthalaah dan hadir di majelis pembahasannya. Beliau gigih berjuang dalam menekuni latihan-latihan pengendalian nafsu yang dilakukan oleh para pendahulunya, dari dzikir, wirid, pola pikir, cara bersyukur, melunakkan hati, dan lain-lain. Sayyid Muhammad bin Ali Khird mensifati beliau dengan:

جنيد التقى و الزهد و الجود و السخا    و بحر الصفا حبر الشيوخ الأمائل

Beliau ibarat prajurit ketakwaan, zuhud, dan dermawan, lautan suci, dan maha guru.

و أستاذ أرباب العلوم أجلهم        و غيث اليتامى و الأيامى الأرامل

Guru bagi para pemilik ilmu, pelindung anak yatim dan janda. 

Seseorang tidak akan disifati sebagaimana diatas kecuali bila orang tersebut telah mencapai martabat khilafah dari orang-orang dizamannya. Demikianlah    karakter Al Imam Abdul Rahman Al Seggaf.

Guru Abdul Rahman Al Seggaf

Perhatian para guru berpengaruh besar terhadap kehidupan Syekh Abdul Rahman Al Saqqaf. Diriwayatkan bahwa orang yang paling banyak memberi manfaat kepada beliau adalah ayahandanya sendiri, Al Imam Muhammad bin Ali Maula Al Dawilah, disamping itu beliau juga belajar dari Syekh Al Allamah Muhammad bin Alawi bin Ahmad bin Al Faqih Al Muqaddam yang terkenal dengan julukan Shahibul Al Ama’im, dan syekh-syekh yang lainnya.

Untuk menambah bobot keilmuannya, beliau hijrah ke Ghail Ba Wazir (sekitar 50 kilo meter dari Kota Mukalla) untuk menimba ilmu dari  Al Allamah Muhammad bin Sa’ad Ba Syukail, disitu beliau mentahqiq kitab Al Ihya, Al Risalah Al Qusyairiyah, dan Al Awarif.

Beliau juga belajar dari Syekh Muhammad bin Abi Bakar Ba Abbad dan menemaninya selama bertahun-tahun. Syekh Ba Abbad saat itu sangat menghormati beliau , lalu hijrah ke Aden untuk belajar ilmu bahasa arab dari Syekh Muhammad bin Said Kabin, di sana beliau mendalami ilmu usul, balaghah, tafsir, hadist. tidak ada satu ilmu pun yang terlewatkan saat itu, meski begitu beliau tetap tawadhu’ (baca: merendahkan diri) dihadapan guru-gurunya, beliau sangat mencintai dan memberikan hak-hak mereka sebagai gurunya.

Perjuangan Abdul Rahman al Seggaf dalam Menjaga Rutinitas Ritual

Hal yang sangat istimewa dari beliau adalah kejeliannya dalam mengatur waktu, memperkecil volume terhadap hal-hal yang mubah, memperbanyak puasa dan  ibadah lainnya, sampai dikatakan beliau setiap malam dua kali menghatamkan bacaan Al Quran pada shalat-shalat beliau, dan pergi ke Syi’b Al Nua’ir  untuk melakukan shalat tahajjud, hal ini dilakukan terus hingga beliau bisa menghatamkan Al Qur’an empat kali di siang hari dan empat kali pada malam hari.

Hal semacam ini sulit untuk diterima di masa kini, karena kondisi di zaman seperti sekarang ini untuk menghatamkan Al Quran dalam satu hari saja susahnya bukan main, namun kondisi yang ada saat itu juga usaha dan perjuangan orang-orang shaleh untuk bisa kontinyu dan konsisten dalam membaca dan mengingat ayat-ayat Al Qur’an  sangatlah berbeda dengan kondisi kita sekarang, usaha dan perjuangan mereka itu menjadikan ayat-ayat Al Quran seakan sambung-menyambung di lidah mereka, hal ini dinamakan dengan istilah thoy dikalangan ulama, yakni Allah SWT menjadikan Al Quran sangat mudah di lidah sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang relative singkat, hal ini pun diriwayatkan dari orang-orang terdahulu seperti Shahabat Usman bin Affan yang menghatamkan Al Quran dalam Thawaf, begitu  juga Al Imam Al Syafi’I dan lain-lain.

Keistimewaan lain yang dimiliki oleh Al Imam Syekh Abdul Rahman Al Seggaf adalah kebiasaan beliau untuk ‘uzlah atau menyendiri dan mengisolir diri dari manusia, beliau memilih Syi’b Nabiyullah Hud sebagai temapt ‘uzlah. Beliau senantiasa berangkat kesana dengan membawa kitab-kitab dan wirid-wiridnya serta sedikit bekal untuk bisa bertahan selama sebulan atau lebih, cara berfikir semacam ini adalah salah satu unsur yang tidak terpisahkan dari metode ilmiyah dan amaliyah madrasah Hadhramaut. Bagi orang-orang yang ingin meneladaninya, Allah SWT berfirman

الذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا

Kami akan menunjukkan jalan kami bagi orang-orang yang berjuang di jalan Kami.

Perjuangan dan usaha Abdul Rahman Al Seggaf untuk mempertebal iman ini banyak berpengaruh pada sikap dan diri beliau dalam hal melaksanakan kewajiban-kewajiban dan kesunnahan-kesunnahan. Diriwayatkan, pada malam pengantin, beliau tidak meninggalkan tahajjud, melepaskan dunia demi Allah, serta mensyukuri nikmat-nikmat-Nya.

Syekh Abdul Rahman Al Seggaf sering mengadakan perjalanan ke Al Mukalla, Syihr, Al Ghail, dan Aden untuk menimba ilmu dari sejumlah ulama, dari sini tampaklah keistimewaan-keistimewaan beliau di mata para ulama.

Kemudian kembali lagi ke daerahnya dengan menyuguhkan pelajaran-pelajaran ilmiah dan majelis-majelis Thariqat, semua kalangan sangat mempercayai beliau, sehingga kehormatan dan kapasitas keilmuannya meningkat di mata masyarakat, perjalanan beliau ke pelbagai negeri memberikan corak warna tersendiri bagi madrasah Hadhrmaut dalam pondasi Thariqat dan kaidah-kaidah Tahqiq, hal ini menggiring para murid untuk siap, disamping memperkuat hubungan mereka dengan ilmu dan amal, dan mengarahkan pola pikir mereka untuk  mendapatkan ilmu baik itu fiqh, hadist, tafsir, dan bahasa sebagaimana mestinya, Syekh Abdulrahman Al Saqqaf mengkompilasi antara ilmu dzahir dan bathin dengan takaran yang sangat seimbang dan sempurna.

Popularitas Abdurrahman Al Seggaf


Syekh Abdurrahman Al Seggaf terkenal dengan ilmu dan amalnya semenjak usia dini. Beliau menjadi tujuan para murid dari seluruh penjuru untuk menimba ilmu pengetahuan, menjadi tujuan surat-surat dari seantero dunia untuk meminta fatwa. Dalam menjawab segala macam permasalahan, beliau menguraikan dan menjawab poin demi poin secara rinci dan teliti, karena beliau memang dikarunia oleh Allah kecerdasan dan kemampuan untuk menguraikan masalah berikut dalil-dalilnya secara mendetail. Semua murid sangat antusias dalam merekam keterangan-keterangan beliau mengenai kitab Al Wasith dan Basith karangan Al Imam Al Ghazali, juga kitab Al Muhadzab karangan Abu Ishaq, dan Al Muharrar.

Diantara hal-hal yang disampaikan beliau kepada para muridnya adalah sebagai berikut :

إن الأوقية من أعمال الباطن تعدل بهارا من أعمال الظاهر
Beberapa uqiah (satuan ukur berat yang paling ringan) dari amalan batin sama beratnya dengan satu bahar (satuan ukur berat yang paling berat) dari amalan dhahir.

من ليس له ورد فهو قرد

Barang siapa tidak memiliki wirid maka dia ibarat kera.

من ليس له أذكار فليس بذكر

Barang siapa tidak memiliki dzikir maka dia bukan orang laki-laki.

من لم يطالع الإحياء ما فيه حياء

Barang siapa tidak pernah belajar ihya’ ulumuddin maka dia tidak punya rasa malu.

من لم يقراء المهذب ما عرف قواعد المذهب

Barang siapa tidak pernah belajar kitab muhadzab maka dia tidak tahu kaidah-kaidah dalam madzhab.

من ليس له أدب فهو دب

Barang siapa tak beradab maka dia ibarat beruang

الناس كلهم فقراء إلى العلم
و العلم فقير إلى العمل
و العمل محتاج إلى العقل
و العقل فقير إلى التوفيق
و كل علم بلا عمل باطل
و كل علم و عمل بلا نية هباء
و كل علم و عمل و نية بلا سنة مردود
و كل علم و عمل و نية و سنة بلا ورع خسران

Semua manusia butuh ilmu.
Ilmu butuh diamalkan
Amal butuh akal.
Akal butuh petunjuk
Setiap ilmu tanpa diamalkan batil.
Setiap perbuatan tanpa niat tak berguna.
Setiap ilmu, amal, dan niat tanpa sunnah (teladan) tidak diterima.
Setiap ilmu, amal, niat, dan sunnah tanpa wara’ tiada hasil.

Dalam kitab Al Musyarri’ dikatakan, Syekh Abdurrahman Assegaf semasa belajar sangat berprestasi dalam ilmu fiqh, lantas putranya Syekh Umar Al Muhdhar ingin menghabiskan umurnya untuk mendalami ilmu fiqih saja, selesai belajar beliau dipanggil oleh ayahnya seraya berkata wahai umar perbanyaklah amalan hati, sebab para ahli fiqih hanya memiliki cabangnya (tangkai) dengan mengambil dalil dari Al Qur’an dan Al Hadits sedangkan Orang Shufi itu memiliki pokoknya (pohon). Satu Uqiyah (ukuran timbangan berat) yang sedikit itu menyamai amalan dzohir satu bahar (ukuran berat) yang banyak.

Dalam kitab Al Gharar disebutkan Syekh Abdurrahman Assegaf mempelajari lima puluh kitab syariah selain kitab-kitab lainnya. Syekh Abdurrahman Assegaf uzlah (menyendiri untuk beribadah) di makamnya Nabi Hud as sekitar enam bulan, dan pada akhir hayatnya dibacakan Al Qur’an dengan suara keras beliau mendengarkan dan membaca awalan surat-surat dari Al Qur’an secara bersama-sama. Dan ketika Syekh Abdurrahman berdiri untuk Sholat maka beliau dapat dilihatnya seperti seorang pemuda. Sebelum waktu sholat fardhu, beliau sudah berada di dalam masjid dan sholat tahajjud di dalam masjid setiap malam.

Syekh Muhammad Ali Al Khatib mengatakan, Syekh Abdurrahman Al Seggaf mengatakan, dalam satu hari aku menghatamkan Al Quran 7 sampai 8 kali, Syekh Abdurrahman menghatamkan jumlah tersebut diwaktu-waktu sebagai berikut, 2 kali hatam setelah shalat shubuh sampai dhuhur, satukali khatam antara dhuhur dan asar, dan satu khataman setelah shalat asar, ini yang siang hari selebihnya pada malam hari, konon beliau seperti tabung tegak pada malam hari karena banyaknya berdiri untuk shalat.

Kezuhudan, kewara’an dan perhatiannya terhadap pertanian dan kerajianan tangan

Syekh Abdurrahman Assegaf terkenal Zuhud dan wara’ menjauhkan dari hatinya bersit-bersit dunia. Diriwayatkan beliau  membedakan antara zakat untuk orang fakir dan zakat untuk orang miskin sehingga tak sebiji kurma pun dari hak mereka yang tersisa di tangan beliau, bahkan senanatiasa mencuci kurma-kurma tersebut dengan air.

Beliau condong untuk menekuni profesi kerajinan tangan dan bertani, beliau memiliki kebun kurma banyak di Tarim, Masilah, dan lain-lain, jika menanam sebiji korma beliau iringi dengan bacaan surat yasin, namun bila di kebun beliau yang dinamai dengan Bahubaisyi setiap selesai tanam beliau mesti mengakhirinya dengan satu hataman Al Quran, lalu  kebun itu disedekahkan kepada anak-anaknya yang ada pada saat itu dengan syarat mereka mau untuk membaca Al Quran, tahlil, dan tasbih setiap malam dengan jumlah tertentu yang mana pahalanya dihadiahkan untuk beliau setelah meninggal nanti. Anak-anak beliau pada saat itu adalah delapan laki-laki dan enam perempuan.

Diantara kebajikan beliau lagi adalah membangun sepuluh masjid di Hadhramaut, dan membekali setiap masjidnya dengan wakaf bangunan dan tanah, sampai sekarang masjid-masjid itu termasuk masjid beliau yang ada di Tarim tetap makmur, di masjid itu setiap minggu diadakan Hadhrah,  dan madrasah tahfidz Al Qur’an di bawah asuhan Sayyid Muhammad bin Alawi Al Idrus yang terkenal dengan nama Syekh Sa’ad .

Derajat, keutamaan dan ihwal 

Komunitas masyarakat pada zamannya sepakat memberikan gelar kepada beliau dengan Assegaf (baca: atap) disebabkan oleh ketinggian tekad dan martabat beliau, sampai-sampai beliau ibarat atap bagi mereka, namun para ahli sejarah berselisih tentang asal penamaan beliau dengan hal itu, sebagian riwayat mengatakan  panamaan itu karena beliau menyembunyikan hakikat dirinya, maka beliau ibarat tertuup di bawah atap kerendahan diri dan jauh dari ketenaran, diriwayatkan pula beliau tidak pernah mengaku terjadinya haal (perubahan kepribadian buah keteguhan dalam mendekatkan diri kepada Allah) pada dirinya ataupun meminta dianggap pada derajat tertentu, bahkan beliau membenci hal tersebut, riwayat lain mengatakan dinamakan demikian sebab beliau mengayomi para wali di zamannya dengan haal  yang terjadi pada diri beliau maka beliau ibarat atap pelindung bagi mereka.

Tampaknya peningkatan derajat dan maqam (derajat kedudukan) beliau merupakan motivator terjadinya penamaan tersebut, sebab dari awal karakter yang tidak mau dikenal dan keistimewaannya kemudian ketika derajatnya diangkat oleh Allah SWT beliau menjadi atap bagi para wali.

Dalam beberapa nasihat beliau mengatakan, saya sudah berusaha namun Allah belum menganugerahkan Fath (pembuka hati) buat saya dengan fath yang besar sampai saya kembali mengkoreksi diri sendiri, lantas berkata Demi Allah hati ku tidak pernah menoleh kepada selain-Nya tidak kepada keluarga, anak, ataupun harta, aku tidak membangun rumah ataupun masjid kecuali aku telah diperintah sebelumnya.

Diantara kata mutiaranya adalah, obat hati adalah meninggalkan segala halangan dan petunjuk untuk mencapai segala kebaikan. Beliau berkomentar seputar popularitas seseorang dalam kewalian, saya mempelajari ihwal Hallaj, saya pikir dalam kacanya terdapat keretakan, namun setelah dipahami betul ternyata mengkilap dan tiada retaknya, saya pelajari ihwal Al Ghith bin Jamil saya dapati haalnya di atas ucapannya, saya pelajari ihwal Said bin Umar Balhaf saya dapati maqamnya sesuai dengan haalnya, saya pelajari ihwal Ahmad bin Abi Al Ja’ad kami dapati ucapannya melebihi haalnya.

Beliau juga mengatakan, jadilah orang zamanmu, jika kamu mendapati komunitas zamanmu itu srigala maka jangan kamu jadi domba sehingga mereka memangsamu,  jika kamu dapati mereka itu domba maka janganlah kamu menjadi srigala lalu memangsa mereka.

Ahli fiqih suatu zaman dan ahli tasawwufnya saling menjatuhkan dalam pelanggaran.

Dalam Al Jauhar Al Syaffaf di sebutkan, Syekh Abdurrahman Assegaf  banyak beristighfar siang dan malam, sehingga meningkat dari satu derajat ke derajat yang lain, setiap kali beliau meningkat ke derajat yang lebih tinggi beliau beristighfar, sebab merasa pada derajat sebelumnya beliau kurang dekat kepada Allah SWT sebab kurangnya usaha beliau, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya saya beristighfar dalam satu hari tujuh puluh kali, para ulama menafsiri hadist ini bahwa Nabi Muhammad setiap hari meningkat kedudukannya di sisi Allah setiap hari sekian derajat sehingga setiap kali meningkat  beliau SAW merasa kurang dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT pada level sebelumnya.

Dikatakan juga tentang beberapa kebiasan sang tokoh yang lainnya yaitu kebiasaan memberikan pakaian kepada orang-orang fakir miskin dan para murid, diakhir usianya bila salah satu diantara kami membeli peci maka peci itu kami berikan kepadanya, lantas beliau memberikan peci yang beliau pakai, hal ini kami lakukan karena mengharapkan barakah darinya.

Diulas juga tentang pengaruh Syekh Abdurrahman Assegaf terhadap murid-muridnya. Sayyid Muhammad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Abu Alawi mengatakan ketika saya dididik oleh Syekh Abdurrahman semua syahwat kepada hal-hal duniawi sirna dan sifat-sifat tercela luntur dari kepribadianku berganti sifat-sifat terpuji, sejak saat itu sampai saat ini selalu bertambah dan bertambah.

Penulis kitab Al Jauhar mengatakan di antara para sholihin ada yang menjuluki Syekh Abdurrahman dengan tukang wenter karena beliau memoles hati dengan sifat-sifat yang mulia, juga dengan berbincang dan duduk dengan beliau akan mendapatkan keberkahan, ilmu robbani dan sifat-sifat yang sesuai dengan sunnah Nabi SAW.

Syekh Abdurrahman suatu hari dengan nikmat, berbincang tentang hawa nafsu berapa panjang dan lebarnya, lantas kami masuk ke dalam perbicangan itu dan kami dapati dia tak berujung, para sholihin menyelaminya dan tampak dari mereka tanda kepenatan, sebagaimana perenang ketika sampai ditepian tampak dari mereka tanda kepenatan, tapi aku tidak pernah menyelaminya dan tak pernah merasakan capek dan beratnya.(Al Jauhar Al Syaffaf).

Beliau mengatakan, jika aku tahu hatiku mencintai selain Allah aku akan ambil batu dan akan ku hukum, dalam Al Jauhar juga disebutkan beliau mengatakan saya adalah guru orang yang tak berguru sampai hari kiamat:

قوم همومهم بالله قد علقت    فما لهم همة تسمو إلى أحد

Suatu komunitas yang himmah (cita-cita) mereka hanya kepada Allah semata, mereka tidak memiliki himmah selain kepada-NYa

فمطلب القوم مولاهم و سيدهم    يا حسن مطلبهم للواحد الصمد
ما إن ينازلهم دنيا و لا شرف        من المطاعم و اللذات و الولد
و لا لباس لثوب فائق أنيق        و لا التزين في الأحوال و العدد

Tujuan komunitas itu adalah tuan mereka, alangkah
baiknya tujuan mereka kepada Dzat Tempat Bertumpu
dari segala macam makanan, kenikmatan, anak, dunia, kemuliaan, perhiasan, dan pakaian yang mewah nan indah

Sekelumit tentang Hadhrah Asseqqaf 

Syekh Abdurrahman Assegaf membangun banyak masjid di Tarim dan sekitarnya, diantara masjid yang selalu dibina secara dzahir dan bathin oleh beliau selama hidup, dan masjid itu termasuk masjid pertama yang dibangun pada 768, beliau mengatakan pembinaan masjid ini diawali oleh empat orang imam mujtahid (imam empat madzhab) tiap-tiap mereka berdiri dipilar-pilarnya dan Nabi SAW berdiri di kiblatnya.

Syekh Abdurrahman beri’tikaf di masjid itu setelah isya’ tiap malam kamis dan senin untuk melaksanakan hadhrah tersebut, dan malam itu dinamakan lailatu alratib (baca : malam rutin), jika salah satu keluarga Abi Alawi meninggal pernah beliau meninggalkan  dua atau tiga kali, lalu beliau diisyarati agar tidak perenah meninggalkan lailatu Al Ratib tersebut.

Syekh Said bin Salim Al Syawwaf,  menyitir dalam bait syairnya,

و النور ذي فيها كان في مسجد الراتب و املا منار الأكوان
أنوار جلاها الله
من نور ذيك الخصره يخصر بها اهل الشهرة فيها من الله نظرة
للأوليا شي لله
يا من حضر فيها شاف نور المشايخ الأشراف و الشيخ ذاك السقاف
يحضر مع أهل الله
حضرة تقع ما أكبرها يا ليت من يحضرها أو ليت من ينظرها
فيها جلالات لله
دائم و هم في الحضرة عند العشي و البكرة عسى تقع لي نظرة
منهم و من جود الله

Hadhrah ini dibuka dengan fatihah, kemudian dengan tahlil lalu tasbih dengan membaca Subhana Rabika Rabbi Al ‘Izzati ‘amma yasifuun…lalu Inna Allaha wa malaikatahu …kemudia fatihah lagi.

Lalu dibuka dengan qasidah para salafu salih menurut susunan qasidah yang biasa dibacakan, dan disebutkan didalamnya kisa-salafu salih, tarim dengan pesantern-pesantren dan asas-asas ruhiahnya, sepeninggal Syekh Abdurrahman Assegaf ditambahkan qasidah-qasidah lain karangan putra-putra beliau dan beberapa pujangga dari salafu salih, Al Allamah Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al Masyhur mengumpulkan susunan qasidah-qasidah ini dalam satu buku dan dinamakan, Al Manhal Al ‘Ajib Al Shaf Fi Fadl Wa Kaifiyat Hadhrah Syekh Abdurrahman Assegaf (Sumber yang jernih tentang keutamaan dan tata cara Hadhrah Syekh Abdurrahman Assegaf).

Hadhrah dalam istilah Tasawwuf adalah ungkapan untuk suatu even dimana para murid dibawa untuk tenggelam dalam dzikir dan ingat kepada Allah SWT sebagai cara untuk merilekskan jiwa. Diantara syarat yang paling penting:
1.    Husnu dzan kepada Allah SWT dan wali-wali Allah.
2.    Menepis segala keraguan dalam jiwa.
3.    Husnu dzan diantara para murid.
4.    Cinta mereka kepada Dzat Allah.
5.    Memenuhi  diri dengan zikir dan syair-syair
6.    Menata niat bahwa Hadhrah ini demi bisa merasa dekat kepada Allah dengan jalan mengingat dan menyebut nama-Nya dan rasul-Nya serta mndengar kisah para solihin untuk bisa mengikut dan memperoleh barakah mereka.

Jika salah satu syarat ini tak terpenuhi maka murid tersebut tidak akan mengambil manfaat dari Hadhrah ini, dalam hadhrah ini pembawaan orang berbeda-beda menurut ahli tasawwuf, diantara mereka ada yang sampai teriak dan pingsan, pada sebagian tharikat pembawaan ini kadang sampai bisa menjadikan murid makan kaca, membakar diri, dan menusuk-nusuk badannya, hal-hal yang berlebihan ini semua muncul sebab keyakinan yang kuat terhadap karamah wali tertentu dan ketulusan mereka kepada Allah juga sebab langkah bungkam telinga mereka dari orang yang mnolak mereka.

Adapun di hadhrah saqqaf hal-hal ini tidak terjadi, mungkin beberapa orang yang tulus terlihat menangis, yang diingkari sbagian orang sekarang dari Hadhrah ini penggunaan sebagian alat musik seperti seruling rebana dan semisalnya juga beberapa ungkapan yang berbau istighathah, tawassul dan meminta Syafaat.

Pengingkaran ini merupakan salah satu gaya pandang kelompok yang kontra dengan kegiatan ini, adapun ulama tasawwuf mereka memiliki dasar mengapa mereka ambil cara ini. Sebab para ulama terdahulu tidak pernah memungkiri hal tawassul dan semisalnya, pengingkaran dengan cara konfrotasi itu terjadi akhir-akhir ini berbarengan dengan terjadinya perubahan global pada umat islam bukan hanya mengenai tasawwuf saja namun lebih umum dari itu mencakup sendi kehidupan seorang muslim secara umum  dan telah keluar dari jangkauan pola piker moderat menuju tikaman-tikaman dengan hokum-hukum bid’ah dqan pemutar balikan fakta agama.

Terjadinya perang dunia pertama dan kedua berpengaruh kepada hilangnya pemerintahan, budaya, peradaban, dan ekonomi islam dalam kancah perpolitikan, maka jika ada ungkapan “perangi tasawwuf yang berlebih-lebihan” atau “mari kita ikuti jalan salafi yang banyak mengurangi” keduanya sebenarnya telah kehilangan pedoman islam yang moderat dalam menghukumi ataupun konsekwen, perang dingin diantara mereka terus berlangsung sebab perkara yang sangat tidak prinsip bagi umat islam tapi hanya perbedaan media belaka.

Anak-anak dan Istri-istrinya

Syekh Abdurrahman Assegaf memiliki empat orang istri, motivasi beliau untuk banyak menikah karena hal itu menjadikan pikiran terbebas dari kebutuhan jasad, sehingga bisa total mencapai tujuan-tujuan rohaniah, istri-istri beliau sebagian dari dalam dan luar tarim. Beliau memiliki tiga belas putra dan tujuh orang putri sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab biografi.

Pendapat tentang kedudukan beliau

Dalam kitab Al Jauhar Al Syaffaf disebutkan,

أيا مسبلي أستار جهل و غفلة
على مقل عن رؤية الخير صدت
لزاما على الأبصار غضا لمنظر
لما في عروس الأوليا الكل ضمت
من الحسن و الفضل و البها
و من مكرمات فاخرات عزيزة
إمام العلى شمس الهدى معدن الندى
مفاتيحه تغني لكل لبوسة
و قطب جميع الأولياء تحت حكمه
و تحت يديه ما أنيلت و زيدت
فكم صادر منهم يعود برفده
و كم وارد يحظى بجرل العطية
و خوف القلا و العزل فالكل منهم
لسطوته هم خاضعون لهيبة
عنيت بذا شيخا شريفا مهذبا
مرادا سخيا وصف واحد أمة
له في المعالى و العوالى علائم
نواهي سناها في عوالي همة
كريم السجايا طيب الجأش فاضل
إلى رفده الركبان من كل بلدة
ألا يا مرحبا بالمقبلينا        و بالشيخ الذي فيهم يضينا

Karamah dan mimpi-mimpi beliau

Segala usaha membuahkan hasil, hasil dari perjuangan melawan hawa nafsu adalah istiqamah (konsisten) dan karamah, sebagian salaf mengatakan istiqamah adalah karamah yang terbesar, para Syekh tersebut telah mencapai derajat cakap dalam pendidikan, adab, sopan santun, dan pergaulan dengan para solihin.

Karamah dan hal-hal yang luar biasa bukanlah target kewalian tapi dia adalah tanda kuatnya hubungan antara hamba dengan penciptanya, biarpun tidak tampak karamah pada seseorang bila dia mampu untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mereka sudah merupakan kemulyaan yang tiada banding.

Dalam  tulisan ini kami tidak akan membeberkan karamah para wali sebab tujuan penulisan ini bukan untuk menyiarkan karamah para wali, tapi untuk mengenalkan kepada para generasi baru methode nenek moyang dalam memeluk syariat islam, dan mengnalkan bagaiamana mereka menjalani pendidikan dimasa mudanya, yang merupakan tujuan utama dari Syariat Nabi Muhammad SAW.

Usaha sebagian orang untuk membutakan generasi muda dari teladan para pendahulunya dengan pemvonisan bahwa keyakinan dan aqidah mereka itu rusak dan tidak benar, sedangkan jalan yang sekarang mereka diktekan kepada generasi baru itulah yang benar.

Sebagai contoh, Syekh Abdurrahman Assegaf memiliki lebih dari seratus karamah disebutkan dalam buku-buku biografi baik yang sudah dicetak maupun yang belum, semua cerita-cerita itu di kumpulkan dari orang-orang awam dan para pecinta Syekh, tidak satupun dari cerita karamah itu diriwayatkan atau didiktekan oleh syekh itu sendiri.

Anak cucu Syekh sekarang mencari kunci sukses yang menyebabkan beliau menjadi imam dalam suluk, ustadz dalam makrifah, dan seorang jago yang berjuluk Al Muqaddam kedua, dari sisi ilmu, amal dan sejarah usaha beliau kedalam dan keluar.

Tanggung jawab kita adalah mengetahui dan  menunjukkan  kepada semua pentingnya mempelajari sejarah ilmiyah waktu demi waktu serta perubahan-perubahan yang terjadi didalamnya, dengan meletakkan semua aliran pada posisinya sesuai dengan Fiqh Tahawwulat (cara memahami perubahan-perubahan) yang digariskan oleh Nabi Muhammad SAW.

Karamah dan celaan-celaan merupakan materi yang mengundang pro kontra para ilmuan, masyarakat pun tidak membutuhkan vonis untuk sejarah ataupun untuk para wali tersebut, semuanya membutuhkan sikap tanggung jawab untuk membangun dan menciptakan komunitas islam yang modern, maka kami sampaikan bagi mereka yang sibuk untuk menjatuhkan para salaf dengan cara ibadah mereka, kita sekarang butuh untuk mengembalikan praktik syariat pada methode yang pas menurut semua golongan, sebenarnya didalam islam batasan-batasan itu sudah ada hanya kebenaran itu saja terbungkam, sekarang tinggal siapa yang mau berjuang untuk menyatukan umat dalam satu kalimat? Baik itu dalam hal cara pandang mereka pada peninggalan para salaf ataupun yang berhubungan dengan batasan peneladanan mereka.

Tutup usia sang tokoh

Syekh Abdurrahman Assegaf ketika semakin lanjut usia, usaha dan perjuangan beliau untuk semakin dekat dengan Allah tak kunjung surut, beliau memanggil seseorang untuk membacakan Al Quran dan beliau mendengarkan dan terkadang dengan system tadarus, beliau dalam kondisi ini tidak satu hari pun tertinggal dari shalat jamaah di masjid.

Beliau juga masih mengarahkan anak-anak dan murid-muruid beliau untuk menggantikan beliau diwaktu-waktu mengajar dan hadhrah beliau, tak lupa beliau tetap dengan gigih menggembleng mereka untuk mempunyai jiwa bertanggung jawab.

Diantara aktivitas beliau di penghujung usia adalam penguatan akar madrasah Hadhramaut, sampai terpupuk ilmu, amal, kebiasaan, dan ibadah dalam jiwa pengikut beliau, konon beliau ingin menampilkan madrasah Hadrmaut seperti cetakan yang disiapkan oleh Al Faqih Al MUqaddam dan Al Imam Al Muhajir.

Beliau meninggal pada tahun 819 hijriah, kabar kematian beliau mengguncangkan lembah Hadhramaut, jenazah beliau diantar kekubur diiringi dengan banjir air mata, dan suasana duka yang mendalam, sementara semua hanya tuduk pada firman Allah,

الذين إذا أصابتهم مصيبة قالوا إن لله و إنا إليه راجعون ألئك عليهم  صلوات من ربهم و رحمة و ألئك هم المهتدون

Orang-orang yang bila tertimpa musibah mereka mengatkan segalanya dari Allah dan kepada-Nya lah semua akan dikembalikan, mereka berhak mendapatkan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Beliau dimakamkan di Zanbal diringi dengan bacaan Al Quran, fatihah, dan tasbih.
Putra beliau Syekh Umar Al Muhdhar menyitir bait syair tentang beliau:

ألا يا عين و يحك لا تنامي        و بثي الدمع و اسقي كل ضامي
على فرق الذي قد صار منه        جميع الجسم باك و العظام

Wahai mata jangan tidur bulirkan air mata dan berilah minum orang-orang yang haus akibat ditinggal orang yang telah mendarah daging dengan nya

و حبه قد تمكن من فؤادي        و مسكنه قليبي باكتتامي

Orang yang cintanya telah menancap dihati dan bersarang di sanubari

أنوح أنا على فرقاه نوحا        يشابه نوحه نوح الحمام

Aku histeris ketika berpisah bak histeris merpati

فغاب النور منا و اعتلانا        بفرقاه ظلام كالقتام

Cahaya telah sirna berganti gulita sebab perpisahan ini

و يبكيه التهجد في الليالي        و تبكيه القراءة في القيام

Tahajjud malam, tilawah dan salat menangisi mendiang

و مسكنه من الجنات عدن        من الرحمن تختم بالسلام

Maqam beliau disurga Aden dan selalu mendapatkan salam dari Penciptanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar