Rabu, 15 April 2015

Sejarah Bojonegoro

Kabupaten Bojonegoro terletak Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Dengan Ibu kotanya adalah Bojonegoro. Kabupaten Bojonegoro sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tuban, sebelah timur dengan Kabupaten Lamongan, sebelah selatan dengan Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Ngawi, sebelah barat dengan Kabupaten Blora (provinsi Jawa Tengah). 

Bagian barat Bojonegoro merupakan bagian dari Blok Cepu, yang merupakan salah satu sumber deposit minyak bumi terbesar di Indonesia. Sungai Bengawan Solo mengalir dari selatan, menjadi batas alam dari Provinsi Jawa Tengah, kemudian mengalir ke arah timur, sepanjang wilayah utara Kabupaten Bojonegoro. 

Kota Bojonegoro terletak di jalur Surabaya-Cepu-Semarang, dan dilintasi jalur kereta api jalur Surabaya-Semarang-Jakarta. Kabupaten Bojonegoro terdiri atas 27 kecamatan, dan terbagi atas 419 desa dan 11 kelurahan. Adapun pusat pemerintahan adalah di Kecamatan Bojonegoro.

Sejarah Bojonegoro

Pada  Tahun [ 898-91O ] yang berkuasa atas wilayah Jawa Tengah dan jawa Timur adalah masa Pemerintahan Maha Raja Rakai Balitung, kala itu Bojonegoro belum ada dan hanyalah sebuah hutan rimba yang diberi nama Alas Tua , diapit-apit oleh pegunungan kapur sebelah utara dan pegunungan kapur sebelah selatan,serta dialiri oleh sungai Solo dan  Kali Brantas. Di hutan ini mulai di diami oleh orang-orang dari Kerajaan Medang Kamulan,setelah di diami beberapa orang imigran dari jawa tengah,  maka  timbullah perkampungan-perkampungan misalnya:  perkampungan Gedung,Rahu [ yang sekarang Ngraho ],Esdander /Bedander [ sekarang Dander ],Toja,Adiluwih dll.

Para imigran yang mendirikan perkampungan-perkampungan itu terikat dalam persukuan-persukuan yang  atas dasar  keluarga masing-masing. Dan  setiap persukuan mempunyai  kepala suku, kepala Suku yang paling kuat saat itu bernama Ki Ruhadi  di Dukuh Randu Gempol, karena  ia di anggap mempunyai  kekuatan gaib [ charisma ] yang besar dan lantaran keberaniannya, maka ia di segani oleh para penduduk dan kepala-kepala suku yang lain.

Lama kelamaan karena  pengaruh  kultur Hinduisme  yang makin meresap , maka Ki Ruhadi akhirnya menghindukan daerahnya. Dengan system pemerintahan yang Hinduisme nama Ki Ruhadi di ubah menjadi Rakai Purnawikan dan di angkat menjadi raja yang beraliran syiwa.  Sedangkan Dukuh Randu Gempol di ubah menjadi Kerajaan Hurandu Purwa [ yang letaknya di Ds.Plesungan kapas sekarang ]. Kemudian iapun menaklukan datuk-datuk sekitarnya. Kerajaannyapun di perluas dari gunung pegat di hutan Babatan [ sekarang babat ] hingga ke Purwosari,cepu,Jatirogo [ tuban ] dan hutan wangi [ sekarang ngawi ].

Pegunungan kapur  utara dan pegunungan kapur selatan  di pakainya sebagai benteng pertahanan.Sungai Solo  di pakai sebagai lalu lintas perdagangan,[jl.gajah mada,kartini dan darma bakti hingga jl.jaksa agung suprapto pada waktu masih merupakan sungai solo yang ramai akan lalu lintas ],sedangkan ibu kota kerajaan di pusatkan di Kedaton [ sekarang Ds.kedaton kapas ] yang ± tahun 1.115 menjadi pusat keramain  kerajaan Hurandu Purwa.

 Setelah lenyapnya raja dan kerajaan Hurandu Purwa,pada abad X yakni; tatkala Maharaja Airlangga bertahta di kahuripan [ 1006-1042 ],maka kembali nama kerajaan Hurandu Purwa di liputi misteri. Waktu itu ada seorang raja putri Mahasia dari Wengker memperluas wilayah kekuasaannya ke utara. Kerajaan-kerajaan kecil yang ikut di caploknya adalah; Djulungpudjut, Ketanggapura, Argasoka. Adapun Ketanggapura terletak di Ds.Sumberrejo sekarang. Sedangkan Argasoka terletak di Ds. Prambon kec.Soko sekarang. Dan ini menandakan bahwa pada abad XI itu tidak ada sebuah kerajaan luas yang bersatu,melainkan kerajaan-kerajaan kecil yang bertebaran di berbagai tempat.

Sedangkan kekuasaan Raja Putri Mahasia di kota Gedah [ yang terletak diperbatasan  Nganjuk-Kertosona sekarang ]. Dan ketika Raja Airlangga dengan bantuan Mpu Baradah dapat menaklukan Kerajaan Wengker { Raja Putri Mahasia }, Dengan demikian seluruh wilayah jawa timur menjadi kekuasaan Prabu Airlangga. Dan untuk menyenangakn hati,Prabu Airlangga membuat padang perburuan di Karang Kahuripan,Krapyak dan Bedander ( sekarang Dander ). Dengan demikian hanya ada satu Kabupaten yang diperbolehkan berdiri disini yaitu;Kabupaten Rajekwesi yang terletak di ( desa Senori sekarang ),sebagai Bupatinya Airlangga menunjuk kemenakannya sendiri yaitu Pandaprana. Sedangkan putrinda Airlangga yang bernama Dyah Sangramawijaya Dharma tungga Dewi atau biksumi kilicuci lebih memilih sebagai pertapa dan tidak kawin serta tidak mau mewarisi tahta ayahanda. Ia kemudian mendirikan pertapaan-pertapaan di Mojosari,Glagahwangi dan Sendang Siwalan. Untuk menjalankan tapanya Dyah kilicucipun sering mengunjungi pertapaan-pertapaan dibekas kerajaan Hurandu Purwa ini.

Kemudian dalam masa perkembangan kerajaan Singosari ( 1222-1292 ), Kabupaten Rajekwesi memperluas dirinya ke barat dan ke timur,Bupati-bupati keturunan Pandaprana menganggap dirinya berkuasa penuh sebagai raja. Akibat tindakan absolute bupat-bupati itu maka pecahlah kabupaten Rajekwesi ini,masing-masing menjadi Kabupaten Rajekwesi Wetan,Bahuwerno,Getasan, Kenur ( sekarang kanor ),Asem Kasapta ( sekarang ngasem ),dan Malino ( sekarang Klino ).

Dan masing-masing kabupaten kecil-kecil menganggap punya hak otonomi daerah serta merdeka. Pada masa Pemerintahan Kerta Redjasa Djayawardhana ( Raden Wijaya )tahun( 1293-1309 ) Raja Majapahit yang pertama, kabupaten-kabupaten Rajekwesi wetan, Bahuwerno, Getasan,Kenur dan Asem Kasapta di lebur menjadi satu Kabupaten yaitu;Kabupaten Kahuripan dengan  Perwitasarimenjadi Adipatinya.Dan Adipati ini masih keturunan Pandaprana. Pada masa pemerintahan adipati inilah kali solo di bendung di daerah Gumolong ( sekarang Trucuk ).Dan pada masa itu pelabuhan Tuban terkenal sebagai pelabuhan transito. Hasil-hasil kayu,kelapa,buah-buahan,sayur-mayur dari Kahuripan di ekspor keluar melalui Sungai solo.

Dan candi-candipun di dirikan untuk memuliakan Hyang Wisnu,Brahma dan syiwa di antaranya di gunung pandan,Merak urak dan Plumpang, tapi sayang candi yang di dirikan oleh Prabu Airlangga dan di jaga dan di pelihara dengan baik di jaman Majapahit itu telah di hancurkan oleh tentara Islam dari Demak,ketika ia menyerang Kahuripan dari daerah Bonang Tuban. Sebuah candi yang masih berdiri megah terletak di Ds. Banjararum. Candi ini dirikan oleh adipati Perwitasari,conon candi tersebut tertimbun tanah yang terletak di Dusun Pagak ( sekarang). Sedangkan beberapa candi budha dengan pertapaan kecil-kecil tersebar di dusun Banjarsari dan Mentora di daerah soko. Kemudian pada jaman kerajaan islam di Demak ( 1521 ),boleh dikatakan nama Kahuripan ditelan jaman atau telah dilupakan oleh sejarah.Karena pada waktu perampok Loka Djaja menjarah beberapa buah desa di wilayah kahuripan,kabupaten dan isinya tak luput dari bahaya api.Hanya beberapa pedusunan kecil yang terletak di kalirejo dan leran saja yang masih berdiri.

Kemudian sekitar tahun 1523 timbullah dua kabupaten islam dibekas kabupaten itu.Dua kabupaten itu adalah kabupaten Jipang Panolan dan Kabupaten Waru.Kemudian sultan Demak mengangkat seorang hamba sahayanya yaitu Raden Wirabaya sebagai Adipati Jipang dan bekas Senopati Anggakusuma sebagai Adipati Waru.Adapun di kabupaten tersebut,diserahkan oleh Sultan Demak kedalam kekuasaan Sunan Bonang. Kemudian sunan Bonang menyerahkan kedua kabupaten tersebut kepada Sunan Kalijaga muridnya. Ketika Adipati Wiroboyo mangkat,maka Sultan Demak mengangkat Pangeran Sekar sebagai Adipati Jipang.Tatkala beliau terbunuh oleh kemenakannya sendiri maka,Ario Penangsang ( Putra Pangeran Sekar ) diangkat menjadi Adipati Jipang Panolan.

Sedangkan dalam tahun-tahun berikutnya Bupati-bupati Rajekwesi dan Boworeno di angkat langsung oleh Sunan Kalijaga dan mereka itu semua adalah putra keturunan Sunan Kalijaga. Dan ini penting untuk mengkokohkan pundamen kekuasaan.  Ketika Ario Penagsang memberontak pada Demak,maka kedua Kabupaten Rajekwesi dan Boworeno dibakarnya lantas dipersatukannya dengan Jipang Panolan. Waktu itu Demak tidak berbuat apa-apa sehingga Ario Penangsang praktis tidak berkuasa atas Tuban juga,karena masa itu Tuban termasuk wilayah Rajekwesi. Salah seorang kepercayaan Ario Penangsang Ki Ageng Wiropati di angkat menjadi Buyut ( setingkat Demang )di Banjarsari.

Dan seorang lagi Ageng Ki Badjoel Seto diangkat menjadi Buyut di Krapyak ( kalirejo). Tatkala kerajaan Pajang berdiri (kesultanan) dengan Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir ) sebagai Sultannya ( 1563-1582 ), maka kekuasaan Ario Penagsang di pesisir utara hamper menandingi Pajang.Melihat hal yang demikian maka Sultan Pajang ingin mengenyahkan Ario penangsang. Setelah Ario Penangsang berhasil di enyahkan / dibunuhnya,hancurlah Jipang Panolan. Sultan Pajang akhirnya mempersatukan Jipang dengan Pajang. Sedangkan pada waktu Ario Pangiri di pindahkan sebagai Bupati Demak,maka putra mahkota Pangeran Pajang yaitu Pangeran Bawono diperbantukan sementara sebagai Bupati Jipang.Sedangkan wilayah Jipang sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Jipang dan Kabupaten Rajekwesi.

Untuk Kabupaten Jipang tetap di perintahnya sendiri, sedang untuk kabupaten yang baru ( Rajekwesi ) di tunjuk Pangeran Timur ( putra pangeran Trenggono ) sebagai Bupatinya.

Pada awal abad ke-19, Indonesia saat itu dibawah pemerintahan Belanda. Pada tahun 1824 M terdapat 3 daerah di sekitar Bojonegoro yang belum dikuasai pemerintahan Belanda yaitu:
Kabupaten Mojoranu (dander), dipimpin bupati R.T. Sosrodiningrat.
Kabupaten Padangan (desa pasinan) dipimpin bupati R.T. Prawirogdo
Kabupaten Baurno (desa kauman) dipimpin Bupati R.T. Honggrowikomo

Ketiga bupati ini merupakan bawahan dari bupati Madiun yang bernama R.T Ronggo, yang mewakili kerajaan Mataram di Jawa tengah. Adapun saat itu nama Bojonegoro belum muncul. Pemerintahan Belanda mendesak ketiga Kabupaten digabungkan menjadi satu yang harus berada di bawah pemerintahan Belanda. Maka ketiga bupati diajak untuk bermusyawarah di daerah padangan pada tahun 1826. 

Akan tetapi bupati mojoranu, yaitu R.T Sosrodinigrat sedang berpergian ke desa cabean, daerah rejoso Nganjuk. Dan kekuasaan Kabupaten mojoranu diserahkan sementara kepada Pateh Demang R. Sumosirjo. Pemerintahan Belanda memandang upaya penyatuan ketiga daerah gagal, sehingga pihak Belanda membuat rambu-rambu di wilayah mojoranu, serta mendirikan kembali Kabupaten rajekwesi sebagai wilayah tandingan dan penjara. 

Pemerintahan Belanda mengangkat R.T Purwonegoro sebagai Bupati Rajekwesi. Padahal R.T Purwonegoro juga saat itu masih berstatus sebagai bupati Probolinggo. Kepemimpinan R.T Purwonegoro di Kabupaten rejekwesi tidak sesuai yang diharapkan pihak Belanda, sehingga diganti dengan R.T joyonegoro.

R.T Sosrodilogo mengadakan hubungan dengan Pangeran Dipenogoro di Mataram. Pada suatu waktu R.T joyonegoro melihat R.M Suratin, R.T Sosrodiningrat sebagai bupati mojoranu saat itu juga R.M Suratin ditangkap dan dijebloskan di penjara Rajekwesi. Kejadian tersebut diketahui R.T Sorodilogo, sehingga meminta bantuan Pangeran Dipenogoro dari Mataram, hingga dikirim bala bantuan sebanyak 40 tentara.

Hingga terjadi peperangan kecil diantara wilayah Mojoranu dan Rajekwesi. 40 orang dari Kerajaan Mataram tersebut ditawan, dan R. Sumodirjo sebagai Pateh Demangan gugur. Adapun R.T Sosrodilogo dimasukan ke dalam penjara dengan tuduhan sebagai pemberontak, dia  dipenjara di rajekwesi.

R.T Sosrodilogo bertemu dengan adiknya R.M Suratin untuk mengadakan pemberontakan, tetapi dengan perencanaan yang lebih matang. Hingga akhirnya keduanya keluar dari penjara, maka dimulailah peperangan kembali. Kabupaten Rajekwesi dikepung dari berbagai arah, hingga akhirnya kekuatan dari kerajaan rajegwesi melemah. Pasukan Mojoranu terus melakukan serangan hingga menghancurkan pasukan rajekwesi.

Dengan kekalahan wilayah Rajekwesi yang merupakan wilayah bawahan Belanda, maka pihak Belanda semakin meningkatkan pertahanan untuk menahan pemberontakan dari rakyat. Kemenangan pasukan Sosrodilogo memicu semangat untuk memukul mundur tentara Belanda di berbagai wilayah lainnya. Kota Baorno (perbatasan Surabaya dan tuban) yang dikuasai Belanda, mendapat serangan dari rakyat sehingga membuat pihak Belanda kewalahan. 

Pasukan rakyat berhasil menguasai wilayah selatan Padangan, yang kemudian ingin membebaskan wilayah Ngawi dari pendudukan Belanda. Perlawanan rakyat juga untuk mengusir Belanda juga dipicu dari terjadinya Perang di penogoro di Mataram untuk melawan Belanda pada tahun 1825. Kemudian juga terjadi perlawanan rakyat melawan Belanda di wilayah kota Blora yang dipimpin Raden Ngabel Tortonoto, hingga akhirnya kota Blora berhasil dikuasai oleh rakyat.

Adapun saat itu, Bupati rajekwesi R.T joyonegoro melarikan diri ke wilayah Sedayu. Wilayah Kabupaten Sedayu saat itu juga merupakan wilayah bawahan Belanda. Bupati Sedayu (sekutu Belanda) mengirim tentara untuk menyerang wilayah Kabupaten Mojoranu, hingga akhirnya pasukan Sedayu bertempur dengan pasukan Mojoranu. Dan peperangan dimenangkan pasukan Mojoranu, hingga akhirnya pasukan Sedayu terdesak dan kembali mundur ke markasnya.

Wilayah Rajekwesi yang dikuasai Rakyat akhirnya jatuh kembali ke pihak Belanda, salah satu penyebabnya yaitu kesalahan fatal dari pasukan rakyat itu sendiri, setelah memenangkan peperangan akan tetapi banyak dari pasukan rakyat yang justru bersenang-senang, tanpa bersikap untuk memperkuat pasukan untuk menghadapi serangan dari pihak Belanda sehingga hal ini dimanfaatkan Belanda untuk melakukan serangan balik dengan cepat dan kekuatan penuh.

Bantuan dari pihak Belanda mengalir terus sekutunya di Rembang dan Rejekwesi. Pasukan Belanda dikirim masuk ke wilayah Rajekwesi sehingga membuat pasukan rakyat terdesak mundur. 

Pada tanggal 26 januari 1828 belanda dapat memasuki kota rajekwesi. R.T Sorodilogo malarikan diri ke arah selatan planturan. Semangat pangikut R.T Sosrodilogo menjadi lemah. Pada tanggal 7 maret 1828 bisa dikatakan pahlawan rakyat di daerah rembang. Rajekwesi dan lain-lain dianggap rampung.

R.T Sosrodilogo bersama saudarannya yaitu raden bagus menjadi buronan oleh pihak belanda. Belanda mengadakan seyembara untuk menangkap kedua orang tersebut. Raden bagus akhirnya diserahkan kepada bupati setempat R.T Sosrodilogo melarikan diri ke jawa tengah dan bergabung dalam peperangan dipenogoro. Namun ahirnya pada tanggal 3 oktober 1828 R.T Sosrodilogo menyerah kepada belanda.

Setelah peperangan usai maka pemerentahan belanda mengundang R.T Sosorodilogo dan bupati sedayu menghadiri pesta besar-besaran (suka-suka bojono) untuk merayakan keberhasilan mengalahkan pasukan mojoranu. Saat itu pula pemerentah belanda mengangkat R.T Joyonegoro menjadi bupati bojonegoro. Nama kabupaten Bojonegoro di ambil untuk menggantikan kerajaan Rajekwesi yang sudah hancur. BOJO yang berarti bersenang-senang dalam perayaan tersebut. Sedangkan NEGORO berati Negara. Saat itu pemerentahan belanda dipimpin oleh H. Marcus De Kock dengan perangkat Letnan Gubernur Jendar (1826-1830).

R.T Joyonegoro Bupati Bojonegoro 1827-1844.

Berdasarkan cerita pusat kabupaten rejekwesi dulunya terletak di daerah Ngumpak Dalem, maka setelah peperangan dipindah ke daerah boghadung yang terletak di sebelah utara rajekwesi. Berdasarkan pertimbangan pada pejabat waktu itu. Tidak baik mendirikan Negara di lokasi yang sama dengan alas an rejekwesi pernah kalah dalam peperangan mojoranu. Desa Boghadung yang terletak sebelah utara bengawan solo masih ikut darah tuban waktu itu.

Di tahun 1828 bengawan solo sudah terpecah menjadi dua aliran. Desa Boghadung yang tedinya berada di sebelah utara bengawan. Setelah pindah di Boghadung ini kabupaten rajekwesi berubah menjadi nama Bojonegoro.

Di sini di berkembang cerita bahwa kata BO dari bojonegoro diambil dari kata Boghadung yang akhirnya menjadi kata Bojonegoro. Ada pula cerita lain yang mengatkan bahwa bojonegoro berasal dari kata BOJON yang artinya SUGU atau tanah yang diberikan untuk Negara dari daerah Tuban. R.T Joyonegoro beserta keluarganya pindah ke bojonegoro dan pension menjadi bupati bojonegoro pada tahun 1844M.

2 komentar:

  1. Wah wawasa saya tentang Kabupaten Bojonegoro semakin bertambah, terima kasih lur. salam Sedot WC Bojonegoro

    BalasHapus
  2. Nenek Moyang sy dr Cabean,dan menurut cerita uwak saya Uwak Joyoboyo, ada Makam Bupati Bojonegoro dan di sebelah makam Bupati Bojonegoro itu ada makam Ki Demang.....(tidak tau)konon ceritanya Ki Demang tersebut yg berani menantang Bupati Bojonegoro tsbt, mohon dapat diwedar lagi
    Terima kasih.

    BalasHapus