Senin, 18 Mei 2015

Sekilas Perjuangan Kerajaan Rajekwesi

Pertanyaan pertama yang muncul dalam pikiran kita saat melintas di depan Pendopo Pemkab Bojonegoro yang bertuliskan PENDOPO MALOWOPATI adalah apakah benar Bojonegoro itu bumi Angling Dharmo ??

Sebagai pemerhati sejarah kiranya penulis akan mengulas tentang pelurusan sejarah Bojonegoro. Agar generasi saat ini sampai mendatang tidak terbelenggu dengan mitos yang tidak bisa dibuktikan secara akademis/keilmuan.

Sebagaimana saat anda memasuki wilayah Bojonegoro akan terpampang jelas dengan kalimat sambutan "Selamat Datang Di Bumi Angling Dharmo". Tidak hanya itu saja tim sepakbola kebanggaan warga Bojonegoro memiliki sebutan "Laskar Angling Dharmo". Kemudian Radio Pemerintah Pemkab Bojonegoro pun menamakan stasiun radionya dengan "Stasiun Radio Malowopati". Bahkan Pendopo Pemkab Bojonegoro pun menggunakan nama "Pendopo Malowopati". Nama Malowopati itu sendiri diambil dari lokasi Kerajaan yang dipimpin Prabu Angling Dharmo yaitu Kerajaan Malowopati. Bahkan sebagian besar warga Bojonegoro pun meyakini bahwa Angling Dharmo adalah prabu yang memiliki kerajaan di Bojonegoro. Ditambah lagi dengan ditayangkannya serial Prabu Angling Dharmo di stasiun televisi swasta nasional seolah-olah menambah keyakinan masyarakat Bojonegoro bahwa Prabu Angling Dharmo memang berasal dari Bojonegoro.

Pemkab saat itu menegaskan bahwa Bojonegoro adalah Bumi Angling Dharmo. Hingga saat ini yang tertanam di pikiran masyarakat Bojonegoro, ANgling Dharmo adalah leluhur Bojonegoro.

Perlu diketahui Pemkab Bojonegoro sekitar tahun 1988 dalam buku Sejarah Kabupaten Bojonegoro, ditambah dengan terbitnya buku Sejarah Kepolisian Resort Bojonegoro yang mnegaskan bahwa tidak ada bukti peninggalan Kerajaan Malowopati. Penegasan secara ilmiah ini dinyatakan oleh Balai Arkeologi Jogjakarta.

Namun ironis sekali, sejarah yang ditulis secara ilmiah itu ternyata tidak sampai pada generasi muda Bojonegoro saat ini. Akibatnya, generasi muda Bojonegoro hingga kini masih belum memahami sejarah yang benar. Seharusnya di sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Melalui pelajaran sejarah atau IPS bisa menjelaskan sejarah kelahiran Bojonegoro ini. Jadi maklum saja, di sekolah mereka tidak mendapatkan sejarah yang benar. Mereka hanya percaya tanpa bukti sejarah. Sehingga sejarah yang diterima di kepala siswa adalah cerita mitos Prabu Angling Dharma tanpa bukti ilmiah, kaum muda Bojonegoro dipaksa untuk percaya cerita rakyat atau legenda yang jelas-jelas tanpa ada bukti sejarah yang konkret. Dalam ilmu sejarah ada 3 (tiga) unsur dalam sejarah. Yaitu yang pertama; Manusia, yaitu sebagai pelaku sejarahnya, Kedua; Tempat, yaitu dimana letak/lokasi peristiwa sejarah itu, dan ketiga; waktu, yaitu kapan terjadinya peristiwa tersebut. Untuk Cerita Angling Dharmo jelas tidak memenuhi salah satu unsur keilmuan sejarah. Dan bisa disimpulkan itu adalah legenda/cerita rakyat. Ironi kan ??

Penulis khawatir jika sejarah yang benar tidak diajarkan kepada siswa, maka akibatnya generasi muda Bojonegoro percaya kepada mitos. Apabila masyarakat mempercayai mitos maka logika sederhana tentang realita keilmuan akan hablur.

Pada kenyataannya Angling Dharmo ternyata bukan hanya klaim dari Bojonegoro. Di daerah lain yaitu di Jawa Tengah seperti Pati, Sragen juga mengklaim sebagai daerah asal Prabu Angling Dharmo. Banyaknya klaim tersebut menegaskan jika Angling Dharmo adalah cerita rakyat, bukan sejarah yang harus diakui kebenarannya.

Pada bulan Agustus 2012 Tim Balai Arkeologi Jogjakarta juga menegaskan situs Mlawatan di wilayah kecamatan Kalitidu tepatnya di desa Wotangare yang di percaya sebagai petilasan Batik Madrim yaitu adik dari Prabu Angling Dharmo juga ditemukan bekas bangunan kerajaan. Tetapi Balai Arkeologi tidak menegaskan bahwa itu adalah situs lokasi reruntuhan bangunan kerajaan, melainkan sisa-sisa reruntuhan lokasi bangunan kompleks rumah. Dengan ciri bata nerah panjang 40 C cm lebar 20 cm dengan ketebalan 5 cm merupakan ciri khas bata masa kerajaan Majapahit.

Memang di lokasi tersebut (situs Mlawatan) ditemukan tumpukan batu bata, tetapi itu bukan komleks bangunan kerajaan. Oleh karena itu penyebutan Bojonegoro sebagai bumi Angling Dharmo perlu ditinjau ulang. Khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Sebab jika generasi muda diberi sejarah yang menyesatkan maka akan sesat pula generasi selanjutnya tentang jati diri Bojonegoro. Dan apa yang jadi bukti peranan Angling Dharmo di Bojonegoro.

Sejarah Bojonegoro sendiri adalah merupakan bekas dari wilayah kerajaan Rajekwesi yang merupakan wilayah perdikan dari kerajaan Pajang di Jawa Tengah. Yang berlokasi di wilayah Mojoranu sekarang ini. Dan sejarah Bojonegoro pernah penulis uraikan di waktu yang lalu.

Berikut sekilas tentang Rajekwesi masa perjuangan melawan penjajah 

Kerajaan Ngurawan Bedander serta Kerajaan Rajekwesi adalah Kerajaan dibawah pimpinan dari Prabu Joyonegoro dan Prabu Sura Dilogo. Sedangkan yang menjabat Patih di Rajekwesi adalah Ki Kebo Gadung, dan yang menjabat Patih merangkap Adipati di Ngurawan Bedander (Ngerawan Bedander) adalah Adipati Mataram. Ki Buyut Merto Yuda yang lahir di Mataram. Dia adalah putra dari Ki Singo Tunggul Yuda. Dia adalah seorang Senopati Mataram yang mempunyai istri bernama Dewi Condro Arum. Mereka berdua menikah dan dikarunia 3 orang putra yang semuanya adalah laki-laki yang bernama Ki Singo Yuda, Ki Singo Nayo, dan Ki Merto Yuda. Ki Singo Yuda menjadi Senopati di Kerajaan Ngurawan Bedander (Ngrawan Dander). Ki Singo Nayo menjadi Senopati di Kerajaan Rajekwesi. Dan Ki Buyut Merto Yuda menjadi sebagai Prajurit Mataram, dia terkenal sebagai Prajurit yang sakti mandraguna. Ki Buyut Merto Yuda terkenal gagah, paling anti kepada penjajah, dan paling berani untuk melawan para Prajurit Kompeni yang akan menjajah dan menghancurkan Kerajaan Mataram.

Ki Buyut Merto Yuda adalah seorang penganut agama Islam yang taat dalam mengerjakan shalat 5 waktu, bahkan tiap malam dia sering semedi/ istikharah dan meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Negara/ Kerajaan Mataram aman, damai dan makmur. Ki Buyut Merto Yuda, diangkat menjadi Senopati Perang oleh Sultan Prabu Hamengku Buwono ke-II / Sultan Sepuh  karena keberanian dan ketangkasannya, setiap ada musuh yang akan menjajah Kerajaan Mataram dapat dihancurkan dan dipaksa mundur. Pada tahun 1790 sampai dengan tahun 1819, terjadilah peperangan antara Madiun, Jepara, Malang, dan Gresik yang bergabung untuk bermaksud untuk menjajah Kerajaan Mataram. Para Prajurit Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Senopati Ki Buyut Merto Yuda yang terkenal dengan ketangguhan dan keberanian yang sangat tinggi, maka Ki Buyut Merto Yuda bersama para Prajuritnya berhasil menaklukan dan memporak-porandakan semua musuh, yang ada di Madiun, Jepara, Malang, dan Gresik.

Pada tahun 1825 sampai 1839 datanglah serangan dari Prajurit Kompeni Belanda yang didukung oleh Prajurit Pajang untuk menghancurkan Kerajaan Mataram. Mengingat bahwa musuh yang ingin menjajah / menghancurkan Kerajaan Mataram lebih banyak dan lebih kuat, maka Prabu Sultan Sepuh, mengadakan pertemuan dengan para Adipati dan para Senopati. Permasalah dari pertemuan itu yaitu bagaimana cara mengalahkan / menghadapi musuh yaitu Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang, maka dari itu Senopati Ki Buyut Merto Yuda memberi jawaban yang tegas kepada Prabu Sultan Sepuh, bahwa Ki Buyut Merto Yuda mengusulkan bahwa Kerajaan Mataram dapat menang dalam pertempuran / peperangan apabila, Kerajaan Mataram mendapat bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi pimpinan dari Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo. Dan secara kebetualan yang menjadi Senopati Kerajaan Rajekwesi adalah saudaranya sendiri yaitu Ki Buyut Merto Yuda, yaitu Senopati Singo Yuda dan Senopati Singo Nayo. dan sedangkan yang menjadi Patih di Kerajaan Rajekwesi adalah Ki Kebo Gadung yang masih pamannya sendiri.

Pada akhirnya Kerajaan Mataram meminta bala bantuan tentara kepada Kerajaan Rajekwesi yang ternyata Senopati dan Patih dari Kerajaan Rajekwesi itu adalah keluarga dari Ki Buyut Merto Yuda, sehingga dalam meminta bantuan lebih cepat dan Kerajaan Mataram pun optimis menang dalam pertempuran melawan para penjajah yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram yaitu Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang. Sultan Sepuh  pada akhirnya meyerahkan tanggung jawab, keamanan, dan ketentraman Kerajaan Mataram sepenuhnya kepada Ki Buyut Merto Yuda. Dia dipercaya oleh Sultan Sepuh untuk menjaga dan melindungi Kerajaan Mataram dari serangan penjajah yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram. Sebelum Ki Buyut Merto Yuda berangkat ke Kerajaan Rajekwesi, Prabu Sultan Sepuh / Sultan Hamengku Buwono ke 2 melantiknya sebagai Adipati Mataram dan merangkap menjadi Senopati Perang dikarenakan jasa-jasanya yang cukup besar dalam membela Kerajaan Mataram. Yang perlu diingat bahwa Ki Buyut Merto Yuda memiliki : Iman yang kuat, ilmu agama yang mendalam, maka dia tidak pernah meninggalkan kewajiban Sholat 5 waktu. Sering Sholat Istikharoh / semedi tiap tengah malam. Sering berpuasa Senin dan Kamis. Dia setiap berangkat perang sering sendirian dengan naik kuda putih dan dipunggungnya terselip sebuah pusaka / keris yang namanya Keris Kyai Singo Barong.

Ki Buyut Merto Yuda terkenal dan sering disebut-sebut sebagai Senopati Harimau. Ki Buyut Merto Yuda setelah diangkat menjadi Adipati dan merangkap sebagai Senopati Perang, maka setelah mohon ijin dan pamit kepada Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, Ki Buyut Merto Yuda bersama dengan para prajuritnya berangkat ke Kerajaan Rajekwesi untuk sowan (berkunjung) pada Prabu Joyonegoro, serta Prabu Suro Dilogo.

Kebetulan pada saat Ki Buyut Merto Yuda sowan pada Prabu Joyonegoro, serta Prabu Suro Dilogo disana tepat sedang diadakan pertemuan Agung yang dihadiri oleh para Adipati dan Senopati. Setelah Ki Buyut Merto Yuda sampai disana dia ditanya oleh Prabu Joyonegoro, apa maksud dan tujuan datang ke Kerajaan Rajekwesi, maka Ki Buyut Merto Yuda tidak bicara panjang lebar dan tak perlu berbasa-basi lagi tetapi dia menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke Kerajaan Rajekwesi langsung ke pokok permasalahannya. Dia meminta bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi untuk melawan Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang yang akan menyerang dan ingin menghancurkan Kerajaan Mataram.

Setelah Prabu Joyonegoro dan Prabu Surodilogo menerima laporan dari Ki Buyut Merto Yuda, maka permintaan bala bantuan tentara dari Rajekwesi ini dikabulkan oleh Prabu Joyonegoro dan Prabu Surodilogo apalagi Patih Kebo Gadung dan Senopati Kerajaan Rajekwesi Ki Singo Yudo dan Ki Singo Nayo termasuk saudara dari Ki Buyut Merto Yuda. Maka Patih Kebo Gadung dan serta para Senopati diperintahkan untuk membantu sepenuhnya agar Prajurit Kompeni Belanda serta Prajurit Pajang dapat dikalahkan / ditumpas dan dapat dipaksa mundur. Kerajaan Mataram mengerahkan seluruh pasukannya dengan dibantu oleh Prajurit dari Kerajaan Rajekwesi untuk mempertahankan Kerajaan Mataram. Selanjutnya mereka para Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi berangkat ke medan perang untuk melawan Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang. Dengan optimis para Prajurit Mataram akan dapat mengalahkan semua musuhnya yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram dengan mudah karena mendapat bala bantuan tentara dari para Prajurit Rajekwesi.

Ternyata Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang telah mengetahui tentang barisan Prajurit Matarm yang mendapatkan bala bantuan Prajurit Rajekwesi yang jumlahnya lebih banyak dari Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang, maka prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang merasa takut akan hal itu (bahasa daerahnya wedi yang sekarang menjadi Desa Wedi Kecamatan Kapas). Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang akan mengatur para Prajuritnya untuk mundur mencarai jalan sangat sulit (yang dalam bahasa daerahnya bangil kangelan). Kata bangil kangelan yang sekarang menjadi Desa Bangilan Kecamatan Kapas.

Para Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang sangat kesulitan (kangelan) untuk mundur dikarenakan kekeuatan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi yang sangat kuat dan juga mendapatkan bala bantuan prajurit dari Adipati Ngurawan Bedander (yang sekarang menjadi Desa Ngrawan / Ngraseh dan nama Bedander menjadi Desa Dander). Dua Desa ini sekarang berada di Kecamatan Dander.

Adipati Metaun yang berkuasa di Ngurawan Bedander, memerintahkan para Prajuritnya untuk menyambung / membantu Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Setelah Prajurit Nrawan Bedander menyambung Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi, maka wajar apabila Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang kesulitan / kangelan untuk mencari siasat mundur dalam, peperangan. Adapun kata menyambung sekarang menjadi Desa Sembung Kecamatan Kapas. Yang akhirnya itu menjadi satu-satunya jalan Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang untuk lari dan ditarik mundur ke selatan untuk mencari tempat yang kosong dan luas atau di oro-oro, untuk digunakan perang tanding di oro-oro tempat yang dipilih Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang untuk melawan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Pada perang tanding, di tempat Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang dapat dihancurkan dan lari tunggang langgang. Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang, mundur dan lari ke barat untuk istirahat. Oro-oro (adalah lapangan luas) yang biasanya digunakan untuk perang tanding yang sekarang disebut dengan Desa Ding Ngoro atau Desa Tanjung Harjo Kecamatan Kapas.

Setelah Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang melepaskan lelah, maka pagi harinya tapel perang lagi untuk melawan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Tetapi perlawanan dari Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang hanya sia-sia belaka karena Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang telah banyak yang gugur dalam medan perang, akhirnya Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang banyak yang menyerah kepada Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi, sedangkan Prajurit Kompeni dapat diporak-porandakan dan dapat terpukul mundur atau dapat dikalahkan.

Tempat untuk tapel perang ini sekarang menjadi Desa Tapelan Kecamatan Kapas. Setelah Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi dan juga Prajurit Ngurawan Bedander berhasil memporak-porandakan dan memukul mundur bahkan dapat dikalahkan, maka Ki Patih Kebo Gadung, Adipati Metaun dan 3 Senopati yakni Ki Buyut Merto Yuda, serta para Prajurit diajak istirahat untuk menjalankan Shalat / ibadah, setelah ibadah maka Eyang Buyut Merto Yuda memberi pesan kepada para Prajuritnya agar semua Prajurit mempunyai keimanan dan pedoman. Dan ada 4 pesan yang jangan sampai lepas (dalam bahasa jawa ucul), yaitu :

Semua Prajurit harus taat dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa .
Semua Prajurit harus taat kepada Rasul-Nya.
Semua Prajurit harus taat kepada Kerajaan / Negara.
Semua Prajurit harus taat sumpah Prajurit

Selanjutnya Patih Kebo Gadung mengajak para Senopati dan semua Prajurit untuk kembali untuk menghadap / melaporkan kejadian kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo. Namun sebelum meninggalkan tempat yang digunakan istirahat untuk menjalankan ibadah / shalat, maka Patih Kebo Gadung mempertegas pesan dari para Senopati, yang mana setiap Prajurit memiliki 4 pedoman yang jangan lepas atau ucul. Kata-kata empat dan kata-kata ucul yang sekarng menjadi nama Desa Pacul Kecamatan Bojonegoro. Sedangkan Ki Buyut Singoyudo serta Adipati Metaun kembali ke Kerajaan Ngurawan Bedander, berubah menjadi Kabupaten Ngrawan Mojoranu, Kabupaten Dander.

Setelah usia lanjut, karena telah meninggal dunia maka Bupati Metaun dimakamkan di Desa Ngeraseh / Ngrowan Kecamatan Dander. Sedangkan Senopati Singoyudo setelah usia lanjut dan meninggal dunia, dia dimakamkan di Desa Sumberarum. Sesampainya di Kerajaan Rajekwesi, maka Ki Kebo Gadung dan Ki Singonoyo, serta Ki Merto Yuda, melaporkan kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo, bahwa dalam peperangan Prajurit Mataram yang memperoleh sumbangan dari Prajurit Rajekwesi dan Prajurit Ngurawan, maka dalam peperangan melawan Pajurit Kompeni dan Prajurit Pajang yang akhirnya menang.

Karena Ki Buyut Merto Yuda merasa bersyukur atas kemenangan yang telah diperoleh dalam perang kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mengucapkan terima kasih kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo dan semua Prajurit, maka Ki Buyut Merto Yuda mengadakan pesta / syukuran dengan mendatangkan hiburan wayang kulit dan memotong kerbau muda godel sebagai lambang bahwa Prajurit Matarm, Prajurit Rajekwesi pada saat menghadapi musuh seperti Banteng Ketaton.

Setelah selesai pesta, Prabu Joyonegoro berpesan kepada rakyat / prajurit Rajekwesi, apabila besok ada perubahan zaman nama Rajekwesi agar diganti dengan nama Bojonegoro. Kata-kata ini diambil dari nama Bo yang dimaksud adalah Kebo Gadung, sedangkan Jonegoro yang dimaksud mengambil nama dari Prabu Joyonegoro, jadi nama Bojonegoro adalah berasal dari perpaduan antara nama Kebo Gadung dan Prabu Joyonegoro. Setelah Ki Buyut Kebo Gadung meninggal yang dikarenakan usia lanjut, maka Ki Buyut Kebo Gadung dimakamkan di Desa Kauman Kecamatan Bojonegoro, yang tepatnya sebelah selatan Masjid Agung Bojonegoro. Sedangkan Prabu Joyonegoro setelah meninggal yang dikarenakan usia lanjut dia dimakamkan di tengah-tengah sawah di Desa Mojoranu Kecamatan Dander. Untuk Ki Buyut Singonoyo setelah meninggal yang dikarenakan usia lanjut dia dimakamkan di makam keramat Kembang Desa Sukorejo Kecamatan Bojonegoro.

Pada hari Rebo Kliwon bulan Juli tahun 1839 Ki Buyut Merto Yuda memberi tahu kepada para Prajurit dan rakyat Rajekwesi / Bojonegoro, bahwa dalam peperangan kita dapat menang dikarenakan berkat sumbangan bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi dan dari Prajurit Ngurawan Bedander, maka dari itu setelah mengadakan pesta untuk merayakan kemenangan tersebut maka tempat pesta / syukuran ini di beri nama oleh Ki Buyut Merto Yuda dengan nama Sumbang. Dengan nama inilah kita anak putu dapat mengikuti / nipak tilas untuk memperingati cikal bakal nama Sumbang dengan mendatangkan hiburan wayang kulit dan memotong Kerbau muda / godel pada hari Rabu Kliwon setahun sekali. ‎

7 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Perang Diponegoro memang th 1825-1830
    Namun perjuangan para tokoh laskar Diponegoro diberbagai tempat... termasuk wilayah Bojonegoro terus berkobar di masa itu

    BalasHapus
  3. Dan th 1839 itu akhir peperangan di Rajekwesi dan semua data tersimpan di arsip Kabupaten Bojonegoro
    Perjuangan rakyat Kadipaten Rajekwesi pada masa kolonial tdk hny antara th 1825-1839 aja. Data tsb hny waktu perang besar yang melibatkan Rajekwesi dlm pertahankan serangan Belanda di masa itu

    BalasHapus
  4. Ass,,,Saya Ibu Siti Di Singapore - Saya Mengutarakan Kalau Saya Menang Togel Lagi,Itu Atas Bantuan NYAI RONGGENG Terimah Kasih Banyak Yaa NYAI YAng Telah Memberikan Angka Jitu Nya Kepada Saya Yaitu 9283 Dan Alhamdulillah Berhasil,Berkat Bantuan NYAI Saya Sudah Bisa Membahagiakan Kedua Orang Tua Saya,Bahkan Semua Hutang-Hutang Saya Bersama Hutan Kedua Orang Tua Saya Semuanya Pada Lunas Dan Bahkan Saya Juga Sudah Bisa Membuka Usaha Kecil-Kecilan,Bagi Anda Yg Ingin Seperti Saya Silahkan Hub Nomor NYAI RONGGENG Di : 085286344499 ATAU BUKA BLOK NYAI RONGGENG SILAHKAN KLIK DISINI Karena Cuma Angka Ghoib NYAI RONGGENG Saja Yg Memberikan Bukti YAng Lain Maa Cuma Menghabiskan Uang Saja,Nomor Ritual NYAI RONGGENG Memang Selalu Tepat Dan TerBukti.

    BalasHapus
  5. kok menyinggung nama gresik...???
    bukankah tahun itu, gresik masih berdiri.
    dan masih gabung dengan kadipaten soerabaya.
    saat itu, di selatan ada guri kedaton.
    dan di utara ada kadipaten sidayu.

    BalasHapus