Selasa, 28 Juli 2015

Sejarah Kesultanan Pahang Darul Makmur

Pahang Darul Makmur merupakan salah satu negara bagian di Malaysia. Sebagian besar negeri Pahang diselimuti hutan dan sebagian besar Taman Negara terletak dalam negeri Pahang. Pahang merupakan sebuah negeri beraja.Wujudnya negeri Pahang adalah sebelum wujudnya kerajaan melayu Melaka. Pahang mempunyai susur galur tamadun yang panjang, sejak dari zaman pra-sejarah lagi. Dahulunya kerajaan Pahang digelar Inderapura.Bahasa yang digunakan adalahBahasa Melayu Pahang.

Sebelum didirikan kerajaan Melayu Melaka, wilayah bagian selatan Semenanjung Tanah Melayu semuanya termasuk dalam kawasan kerajaan Pahang. Orang JawaMajapahit zaman dahulu menyebut Semenanjung Tanah Melayu sebagai Pahang saja. Pada awal abad Masehi ke 16, permulaan berdirinya kerajaan Melayu Johor, batas Negeri Pahang Darul Makmur; di sebelahnya sampai ke Sedili Besar dan di utara sampai ke Terengganu; batas baratnya pula sampai ke Rembau,Selangor dan Perak. Negeri Pahang Darul Makmur sekarang ini di sebelah utara dan baratnya dikelilingi oleh jajaran gunung dan di sebelah timurnya terbentang Laut China Selatan.

Negeri Pahang Darul Makmur ialah sebuah negeri yang terbesar di Semenanjung Tanah Melayu dengan luas 35.515 kilometer persegi. Kemasyhuran dan kehebatan namanya pada masa lalu menjadi rebutan kerajaan yang ada di sekelilingnya. Pada masa ini Pahang adalah negeri di Semenanjung yang terbagi atas sebelas daerah yaitu Kuantan, Pekan, Rompin, Maran, Temerloh, Jerantut, Bentong, Raub, Lipis, Cameron Highlands dan Bera. Sedangkan penduduknya pula terdiri dari berbagai kaum dan bangsa.

Asal usul nama Pahang

Pada zaman dahulu Negeri Pahang Darul Makmur mempunyai berbagai nama. Penulis Tionghoa menyebutnya sebagai Pang-Hang, Peng-Heng, Pang-Heng, Pong -Fong, Phe-Hang,Pang-Kang dan lain-lain. Pada tahun 1225 Chao Ju-Kua telah mengarang sebuah buku bernama Chu-Fan-Chi, ia menyatakan di antara beberapa buah negeri yang ditaklukkan di bawah kekuasaan San-fo-chi ialah negeri yang bernama Peng-keng. Peng-keng itu ialah Negeri Pahang Darul Makmur.

Orang Arab dan orang Eropa zaman dulu menyebutnya Pam, Pan, Phang, Paam, Pao, Paon, Phaan, Paham, Fanhan, Phang dan Pahagh. G.R. Tibbetts, seorang ahli sejarah yang mengulas kisah yang ditulis dengan huruf Arab dalam buku karangan Mas'udi itu pada pendapat Tibbetts ialah Pahang. Ia lebih setuju menyebut perkataan Fanjab itu sebagai Fanhan, Panghang atau Panhang. Semuanya itu berarti Pahang. Ada setengah pendapat menyatakan Pahang berasal dari bahasa Siam asli yang artinya timah. Orang Siam asli yang dulunya mendiami negeri ini dengan membuka tambang bijih timah terutama di Sungai Tembeling.

Menurut cerita orang tua Melayu, pada zaman dahulu di Sungai Pahang yang berhadapan dengan Kampung Kembahang, ada sebatang pohon kayu mahang yang besar rebah melintangi sungai itu. Dari pohon mahang itu konon berasal nama Negeri Pahang Darul Makmur itu. Julukan kuno bagi Negeri Pahang Darul Makmur itu ialah Inderapura, disebut Pahang Inderapura. Bandar Dirajanya terkenal hingga sekarang dan ibu kota pada zaman dahulu yaitu Pekan. Sebelum ditaklukkan oleh kerajaan Melayu Melaka, dikenal sebagai Pura.

Pahang pada zaman pra-sejarah

Penyelidikan telah dibuat oleh purbakalawan secara ilmiah di beberapa tempat di Negeri Pahang Darul Makmur yaitu di gua-gua batu, di gunung-gunung, di tempat yang berdekatan dengan sungai, di tanah pertambangan lama dan juga di tanah lapang. Penemuan benda kuno terdiri dari batu, tembikar, perunggu dan besi kuno buatan orang zaman purbakala.

Tempat tersebut ialah di gua Batu Kapur seperti Kota Tongkat, Kota Gelanggi dekat Jerantut; Gua Kecil, Raub; Gunung Senyum; Bukit Chintamanis, Karak; Sungai Lembing, Tersang, Kuala Lipis Sungai Selinsing Sungai Tui, Nyong, Teluk Lubuk Puai, Batu Pasir Garam, Bukit Jong dan Kg. Padi di persimpangan Sungai Tembeling dan beberapa tempat lagi di sepanjang Sungai Pahang. Antara lain benda kuno yang dijumpai tertanam dalam tanah di negeri ini ialah barang dan perkakas yang dibuat dari batu oleh orang zaman batu pertengahan (mesolitikum). Barang-barang tersebut ialah kapakgenggam, beliung dan pahat.

Purbakalawan menyatakan manusia zaman batu pertengahan yang mendiami Negeri Pahang Darul Makmur tinggal di gua batu dan gua-gua di gunung-gunung negeri ini dan mereka adalah kelompok yang mula-mula datang ke Semenanjung Tanah Melayu dan Tanah Besar Benua Asia. Rombongan Proto Melayu mendiami Semenanjung termasuk Pahang dan pulau-pulau Nusantara ialah dalam masa 3.000 atau 2.000 SM.

Dari aspek pertanian, barang dan perkakas buatan orang zaman batu akhir yang telah dijumpai dalam tanah ialah benda yang berupa mata lembing, pisau, sabit, cangkul,bajak dan lain-lain perkakas ganjil yang dibuat dari besi zaman dahulu. Tempat yang dijumpai terutama di tepi Sungai Lembing, Teluk Lubuk Puai Jong tepi Sungai Lipis. Di Kampung Batu Pasir Garam di tepi Sungai Tembeling, dijumpai pecahan muka gendang zaman dahulu yang dibuat dari perunggu. Gendang perunggu ini digunakan oleh orang yang memakai kebudayaan perunggu. Dr. Linehan berpendapat gendang perunggu ini berasal dari Indo-China dan dibawa dari negeri Funan ke Ulu Tembeling antara abad ke-3 M yang dibawa bersama-sama dengan perkakas dari besi kuno (tulang orang utan).

Menurut ahli kaji manusia dan ahli sejarah, orang Melayu pesisir (Melayu Deutero) ialah nenek moyang orang Melayu yang tinggal di daerah pantai Semenanjung Tanah Melayu. Pendek kata pada zaman dahulu kala selain dari penduduk asli yaitu orang Semang dan puaknya di Negeri Pahang Darul Makmur telah didiami oleh manusia yang disebut dalam ilmu sejarah sebagai manusia zaman batu pertengahan, zaman batu akhir atau permulaan zaman perunggu lagi.

Cikal bakal berdirinya Kesultanan Pahang berasal dari Negeri Pahang. Diperkirakan negeri ini sudah berdiri sejak zaman neolitik (zaman peralihan dari batu ke tembikar atau zaman batu baru). Berdasarkan bukti-bukti arkeologis prasejarah yang diteliti oleh sejumlah arkeolog di gua-gua batu, gunung-gunung, tempat-tempat yang berdekatan dengan sungai, tanah pertambangan lama, dan juga di tanah lapang, maka dapat ditelusuri eksistensi negeri ini. Benda-benda kuno yang ditemukan di tempat-tempat itu adalah berupa batu, tembikar, perunggu, dan besi kuno buatan manusia zaman purbakala. Di tempat-tempat tersebut juga terdapat komplek Gunung Senyum, Gua Tongkat, Gua Kecil, Gua Cintamani, Gua Bama, Gua Kota Gelanggi, dan Sungai Tembeling.

Ada bukti-bukti lain yang dapat dijadikan sumber, yaitu catatan-catatan para pengembara asing yang berkelana di Negeri Pahang ini, misalnya catatan Chau Jou-kua (1225 M), catatan Fei Shien (1436 M), dan catatan Prapanca dalam kitabNagarakertagama (1365 M), yang masing-masing menyebutkan nama Pahang sebagai sebuah negeri.

Sejarah berdirinya Kesultanan Pahang dapat diperkirakan sekitar tahun 1470. Kesultanan ini bermula dari kehadiran dan pengaruh bangsa Khmer di Kamboja. Nama ini juga dikaitkan dengan kehadiran bangsa Sukhotai di Thailand yang pernah menguasai Kerajaan Ligor di Thailand Selatan yang dilanjutkan dengan menguasai negeri-negeri di separuh bagian Semenanjung  Malaysia, yaitu Pahang, Perak, Terengganu, Kelantan, Kedah, dan Perlis. Bangsa ini mengutus wazir-nya (pembantu raja) di Kerajaan Siam, Pahang, yang bernama Maharaja Dewa Sura untuk memerintah Negeri Pahang pada saat itu. Namun, pemerintahan Maharaja Dewa Sura dapat dikalahkan oleh Sultan Mansor Shah (Sultan Melaka).

Setelah Wazir Maharaja Dewa Sura di Kerajaan Siam meninggal, dalam waktu beberapa lama Negeri Pahang tidak mempunyai sistem pemerintahan yang ada rajanya. Akhirnya, Sultan Mansor Shah memerintahkan Seri Bija Diraja sebagai wakilnya untuk memerintah Negeri Pahang. Setelah Seri Bija Diraja tidak lagi memimpin, Sultan Mansor Shah mulai berpikir keras tentang siapa yang pantas memerintah Negeri Pahang agar kepemimpinan di negeri ini tidak kosong lagi. Ia pernah berpikir bahwa kedua anaknya yang bernama Raja Ahmad dan Raja Muhammad sebaiknya memimpin Negeri Pahang. Kedua anaknya tersebut pernah membunuh anak Bendahara Tun Besar dalam sebuah permainan rakyat. Sultan Mansor Shah menyayangkan perbuatan mereka. Padahal, keduanya direncanakan akan memimpin Negeri Pahang.

Sultan Mansor Shah tidak memiliki alternatif lain. Ia memerintahkan Raja Muhammad untuk menggantikan posisinya sebagai sultan. Raja Muhamamad sebenarnya adalah anak angkat dari Sultan Mansor Shah karena ia merupakan putra dari Maharaja Dewa Sura. Raja Muhammad tetap dipercaya memegang tapuk kekuasaan kesultanan karena memang penunjukan terhadap dirinya sudah tepat, meskipun ia bersama saudara angkatnya telah terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap anak Bedahara Tun Besar. Sultan Muhammad Shah akhirnya ditetapkan sebagai Sultan I di Kesultanan Pahang. Sejak saat itu nama Kesultanan Pahang resmi digunakan, tidak lagi kerajaan.

Kesultanan Pahang sering disebut dengan sebutan Kesultanan Pahang Darul Makmur. Asal usul nama Pahang dapat ditelusuri melalui berbagai sumber. Orang-orang Tionghoa biasanya menuliskan kata Pahang dengan berbagai tulisan, yaituPang-Hang, Peng-Heng, Pang-Heng, Pong-Fong, Phe-Hang, Pang-Kang, dan lain-lain. Pada tahun 1225, Chao Ju-Kua mengarang sebuah buku bernama Chu-Fan-Chi. Ia menyatakan bahwa di antara beberapa negeri yang pernah ditaklukkan San-Fo-Chi adalah negeri yang bernama Peng-keng. Negeri ini kemudian dikenal sebagai Negeri Pahang. Orang-orang Arab dan Eropa menyebut kata Pahang dengan sebutan Pam, Pan, Phang, Paam, Pao, Paon, Phaan, Paham, Fanhan, Phang, dan Pahagh.

Ada sumber yang menyebutkan bahwa kata Pahang berasal dari bahasa Siam yang asli terjemahannya adalah timah. Sebab, menurut cerita, masyarakat Siam pernah mendiami suatu negeri yang terkandung di dalamnya biji timah, terutama di wilayah Sungai Tembeling. Nama Kesultanan Pahang Darul Makmur berasal dari cerita orang-orang Melayu zaman dahulu bahwa ada di Sungai Pahang yang berhadapan dengan Kampung Kembahang terdapat sebuah pohon kayu mahang yang konon berasal dari  Negeri Pahang Darul Makmur. Jadi, nama Pahang kemudian dikenal dengan nama Negeri Pahang Darul Makmur. Nama kuno untuk negeri ini adalah Pahang Inderapura.

Silsilah Kesultanan Pahang adalah sebagai berikut:

1- Maharaja Dewa Sura (sebelum 1470)
2- Sultan Muhammad Shah atau Sultan Pahang I (1470-1475)
3- Sultan Ahmad atau Sultan Pahang II (1475-1497)
4- Sultan Abdul Jamil atau Sultan Pahang III (1511-1512)
5- Sultan Mansor Shah I atau Sultan Pahang IV (1497-1515)
6- Sultan Mahmud atau Sultan Pahang V (1515-1530)
7- Sultan Muzaffar atau Sultan Pahang VI (1530-1540)
8- Sultan Zainal Abidin atau Sultan Pahang VII (1540-1555)
9- Sultan Mansor II atau Sultan Pahang VIII (1555-1560)
10- Sultan Abdul Jamal atau Sultan Pahang IX (tidak diketahui datanya)
11- Sultan Abdul Kadir Alauddin Shah atau Sultan Pahang X (...-1590)
12- Raja Ahmad atau Sultan Pahang XI (1590-1592)
13- Sultan Abdul Ghafur Mohaidin Shah atau Sultan Pahang XII (1592-1614)


Periode Pemerintahan

Sultan Muhammad Shah atau Sultan Pahang I memerintah Kesultanan Pahang sejak tahun 1470 hingga tahun 1475. Setelah dirinya mangkat, ia diberi gelar dengan Marhum Langgar. Pada masa pemerintahan ini, terjadi suatu polemik di mana Raja Ahmad, saudara Sultan Muhammad Shah, tidak puas dengan penunjukkan Raja Hussain, yang merupakan adik tiri mereka berdua, sebagai Sultan Melaka. Kekecewaan ini menyebabkan Raja Ahmad mengungsi ke hulu Pahang.

Pada tahun 1475, Raja Ahmad akhirnya dapat meraih tampuk kepemimpinan Kesultanan Pahang sebagai Sultan Pahang II. Setelah mangkat pada tahun 1497, ia diberi gelar Marhum Sheikh. Setelah masa Sultan Ahmad, kursi kepemimpinan Sultan Pahang pernah dipimpin dalam dua bentuk kepemimpinan. Pada tahun 1947,  adik Sultan Abdul Jamil, Sultan Mansor Shah I terlebih dahulu memimpin kesultanan ini. Nama Sultan Mansor Shah I belum tercatat sebagai Sultan Pahang III karena mungkin pada saat itu ia hanya menjadi “sultan demisioner”. Pada tahun 1511, kekuasaan kesultanan secara resmi kemudian dipegang oleh Sultan Abdul Jamil. Ia diangkat sebagai Sultang Pahang III. Sultan ini disebut-sebut pernah bertunangan dengan Tun Teja. Pada tahun 1512, ia turun dari tahta kekuasaan karena kecewa dan pergi ke Lubuk Pelang. Setelah mangkat, ia diberi gelar Marhum Ziarat.

Sultan Mansor Shah I melanjutkan kembali kepemimpinan kakaknya pada tahun 1512. Menurut catatan sejarah, ia adalah Sultan Pahang IV. Kepemimpinannya berlangsung hingga tahun 1515. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa sejak tahun 1497, ia pernah memimpin Kesultanan Pahang sebelum dipimpin oleh kakaknya, Sultan Abdul Jamil. Namun, tidak ada data yang jelas mengungkap hal ini. Sultan Mansor Shah I meninggal pada tahun 1515 karena dibunuh oleh orang yang tidak dikenal. Ia dibunuh karena dianggap memiliki skandal dengan janda ayahnya sendiri, Sultan Ahmad.

Sultan Mahmud menggantikan Sultan Mansor Shah I menjadi Sultan V (1515-1530). Menurut catatan sejarah, pada tahun 1522, ia pernah membunuh dua orang kapten dan 80 prajurit Portugis utusan Alfonso de Albuquerque yang datang ke Kesultanan Pahang. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud, Kesultanan Pahang bekerjasama dengan Kesultanan Bentan menyerang bala tentara Portugis di Sungai Muar. Pada tahun 1526, Sultan Mahmud memerintahkan untuk mengirimkan 2000 prajurit untuk membantu Kesultanan Bentan yang diserang oleh bala tentara Mascarenhas. Ketika mangkat pada tahun 1530, Sultan Mahmud diberi gelar Marhum Di Hilir.

Sultan Muzaffar menggantikan posisi Sultan Mahmud sebagai Sultan Pahang VI pada tahun 1530. Ia meninggal pada tahun 1940 karena dibunuh oleh Khoja Zainal, duta Brunei di Kesultanan Pahang. Menurut cerita, Sultan Muzaffar dibunuh karena telah berselingkuh dengan istri Khoja Zainal. Setelah mangkat, Sultan Muzaffar diberi gelar Marhum Tengah.

Sultan Zainal Abidin menggantikan posisi Sultan Muzaffar sebagai Sultan Pahang VII pada tahun 1540.  Sikap penuh perjuangannya terlihat ketika pada tahun 1550 ia memerintahkan bawahannya untuk mengirimkan bantuan berupa sejumlah pasukan kepada Kesultanan Johor dan Kesultanan Perak yang pada saat itu mengepung Kesultanan Melaka. Ketika mangkat pada tahun 1555, ia diberi gelar Marhum Di Bukit.

Sultan Mansor II kemudian menggantikan posisi Sultan Zanal Abidin sebagai Sultan Pahang VIII (1555-1560). Setelah mangkat, ia diberi gelar Marhum Syahid. Pengganti dirinya adalah adiknya sendiri, yaitu Sultan Abdul Jamal sebagai Sultan Pahang IX. Namun, catatan sejarah tentang sultan yang satu ini tidak jelas menyebutkan kapan ia mulai berkuasa dan kapan ia mangkat. Ada perkiraan bahwa ia mangkat karena dibunuh, namun tidak diketahui data siapa yang membunuhnya dan dalam kasus apa.

Sultan Abdul Kadir Alauddin Shah kemudian menjadi Sultan Pahang X. Tidak ada data yang menyebutkan kapan ia mulai berkuasa. Ketika mangkat pada tahun 1590, ia digantikan oleh Raja Ahmad sebagai Sultan Pahang XI yang memerintah hingga tahun 1592.

Pada tahun 1592, Sultan Abdul Ghafur Mohaidin Shah menjadi Sultan XII. Ia dikenal sebagai sultan yang memberlakukan Hukum Kanun Pahang (HKP). Pada tahun 1612, ia pergi ke Brunei, dan pada akhirnya menikah dengan Puteri Patani, puteri dari Raja Brunei. Namun ternyata ia tidak tinggal lama di Brunei karena pada tahun 1613 ia kembali ke Kesultanan Pahang dengan alasan bahwa negerinya sedang dilanda kemiskinan, kekeringan, kebakaran, dan persengkataan antar masyarakat. Ia mangkat pada tahun 1614 karena dibunuh oleh seseorang (yang tidak diketahui datanya).

Sultan Abdul Ghafur merupakan sultan terakhir di Kesultanan Pahang. Sepeninggalan dirinya, boleh dikatakan bahwa kesultanan ini mengalami krisis eksistensi. Sejak tahun 1614, kesultanan ini dipenuhi dengan konflik terbuka, seperti perebutan kekuasaan antara Raja Abdullah (anak Sultan Abdul Ghafur) dengan Raja Bujang. Kesultanan ini juga pernah diserang oleh Kesultanan Aceh. Pada tahun 1617, Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam berhasil menaklukkan Kesultanan Pahang. Ia membawa Raja Ahmad (Sultan Pahang XI) dan anaknya Raja Mughal ke Aceh.

Berdasarkan rentetan peristiwa sejarah tersebut, maka dapat diperkirakan bahwa Kesultanan Pahang eksis selama 144 tahun atau selama hampir satu setengah abad, yaitu antara tahun 1470 hingga tahun 1614. Setelah tahun 1614, belum ditemukan catatan sejarah yang menuliskan bagaimana perkembangannya. Namun, hingga kini Kesultanan Pahang tetap eksis. Hanya saja, sistem administrasinya telah disesuaikan dengan perkembangan tata politik modern, meski masih bernuansa monarkhi.

Wilayah Kekuasaan

Kesultanan Pahang merupakan sebuah negeri terbesar di semenanjung Malaysia. Letak kesultanan ini berada di sepanjang tepi Sungai Pahang, Kuantan, Pahang, Malaysia. Wilayah kesultanan dibatasi dengan: Kelantan di bagian utara; Perak, Selangor, dan Negeri Sembilan di bagian barat; Johor di bagian selatan; Terengganu dan Laut China Selatan di bagian timur. Secara geografis dan tata letak fisik wilayah, kesultanan ini terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu tanah tinggi, hutan hujan, dan kawasan pinggir laut. Kesultanan ini meliputi daerah-daerah: Bentong, Bera, Cameron Highlands, Jerantut, Kuantan, Lipis, Maran, Pekan, Raub, Rompin, Temerloh.  

Struktur Pemerintahan

Untuk menelisik struktur pemerintahan Kesultanan Pahang, Dato‘ Haji Yaakub Isa (2005) mendasari kajiannya pada Hukum Kanun Pahang (HKP). Pada permulaan hukum ini disebutkan bahwa fungsi hukum ini adalah untuk “menjaga manfaat terhadap negeri agar sultan-sultan boleh memelihara segala rakyat dan pada saat yang bersamaan sultan-sultan mengadakan pembesar untuk menggantikan baginda dan tidak menyulitkan baginda”.

Struktur pemerintahan Kesultanan Pahang  adalah sebagai berikut: Sultan sebagai penguasa puncak yang dibantu oleh bendahara, tumenggung, penghulu bendahari, dan shahbandar. Dalam HKP ditentukan adat dan larangan di majelis sultan yang isinya tiada lain menjamin bahwa posisi institusi sultan senantiasa dihormati, berwibawa, dan dianggap “suci”. Rakyat diarahkan agar mau mengetahui adat-adat sultan. Bahkan, ada hukum yang menentukan: “(Menurut hukum Allah) menurut kata sultan itu fardhu sama ada raja itu adil atau zalim”. Berdasarkan HKP ini, ada larangan penggunaan hulu keris merumbai dan benda-benda berwarna kuning. Di samping itu, ada larangan lain yang berkenaan dengan penggunaan bahasa. Rakyat dilarang menggunakan lima buah kata yang orang lain tidak boleh menggunakannya kecuali sultan, yaitu titah, patik, murka, kurnia, dan anugerah.

Kehidupan Sosial-Budaya

Kehidupan sosial-budaya yang tercatat di bawah ini merupakan kehidupan masyarakat masa modern karena kehidupan sosial-budaya masa lampau tidak ditemukan datanya.

Komposisi penduduk Kesultanan Pahang terdiri dari beragam etnik, yaitu: etnik Melayu sebesar 989.473 (76.82%), etnik Cina sebesar 228.043 (17.7%), etnik India sebesar 64.419 (4.98%), dan etnik lainnya berjumlah 6.442 (0.5%). Berdasarkan data tersebut, masyarakat Pahang bersifat plural karena berasal dari beragam suku dan etnik.

Mata pencaharian penduduk di Kesultanan Pahang kebanyakan adalah dari industri kayu-kayuan tropika karena di wilayah kekuasaan kesultanan ini banyak hutannya. Di samping itu penduduk di sana juga mengandalkan perikanan sebagai mata pencaharian mereka. Produk perikanan yang banyak diproduksi adalah ikan asin dan ikan kering.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar