Minggu, 30 Agustus 2015

Legenda Pemandian Banyubiru

Warga Pasuruan dan sekitarnya pasti mengenal tempat wisata pemandian Banyu Biru. Tempat ini juga menjadi tujuan wisata yang menarik yang sedang dipromosikan oleh pemerintah kabupaten Pasuruan. Pemandian Banyubiru terletak di desa Sumber Rejo, yang berjarak kira - kira 20 km dari kota Pasuruan. Sebelum ke sana, ada baiknya kita simak yuk ..cerita dibalik pemandian yang konon bukan hanya tempat wisata tetapi juga merupakan cagar budaya di Pasuruan.
Pemandian Banyubiru terletak di Desa Sumberejo Kecamatan Winongan. Pemandian ini dulunya dikenal dengan nama Telaga Wilis dan merupakan telaga alami. Dinamakan Banyubiru, karena air disini warnanya tidak jernih seperti air di telaga pada umumnya, tapi berwarna biru tua. 
Sumber atau mata air pemandian alam ini membiaskan warna kebiruan. Konon, karena di dasarnya terdapat serpihan-serpihan fosfor berwarna biru, yang dipercaya merupakan pecahan dari bongkahan fosfor yang sangat besar. Serpihan fosfor inilah yang kemudian menjadikan air kolam itu terlihat seolah-olah berwarna biru. Bila tertimpa sinar matahari warna biru berkilauan memancar dari dasar kolam.

Bagian inilah yang menjadi daya tarik utama, sehingga bentuk pemandian ini tetap dipertahankan keasliannya. Kebiruan kolam hanya bisa disaksikan ketika kolam dalam keadaan tenang. Saat kolam ramai oleh pengunjung yang mandi atau berenang, maka warna kebiruan hanya terlihat sebatas fatamorgana. kolam ini dibelah oleh waduk menjadi dua bagian.

Selain dua pemandian alam, terdapat pula kolam renang buatan berukuran standar yang dibagi menjadi dua petak. Bagian ini sangat cocok untuk keluarga, karena di setiap bagian telah diatur kedalamannya sesuai dengan kebutuhan pengunjung. Pemandian alam yang lebih banyak menagndalkan kunjungan wisatawan lokal ini memang telah dibangun sedemikian rupa untuk menarik kunjungan wisatawan. Selain menikmati pemandian alam, pengunjung dapat sekedar jalan-jalan menikmati sejuknya udara dan mencoba mencicipi makanan yang ditawarkan di kedai makanan.

Di kompleks Banyu Biru juga tersedia fasilitas tempat bermain bagi anak-anak, areal pentas seni, lapangan tenis, stan pameran, kolam pancing dan tempat sepeda air. Pemandian ini juga cocok untuk wisata sejarah karena ada banyak situs sejarah di kompleks ini, misalnya Patung Ganesha dan tujuh patung lainnya yang tersebar di banyak titik. Situs-situs sejarah itu senantiasa dibersihkan dan dijaga oleh bagian kepurbakalaan. Selain itu, terdapat pula sebuah prasasti yang belum diketahui asal usulnya. Ada pula Patung Kala yang dalam mitologi arkeologi sering digambarkan sebagai binatang yang sangat seram dengan mulut menganga memperlihatkan taringnya yang besar.

Didalam telaga, terdapat beberapa ikan tombro atau yang biasa disebut dengan ikan Sengkaring, sudah hidup dari dahulu sudah berada disitu. Dulunya, ada sebuah cerita yang menceritakan bahwa ikan – ikan yang berenang di dalam kolam adalah para prajurit dari Kerajaan Majapahit yang telah dikutuk. Karena cerita rakyat inilah tidak ada yang berani mengganggu ikan tersebut.

Legenda Telaga
Pada jaman kerajaan Majapahit, mulailah terjadi invasi budaya Arab dan Islam ke dalam keraton Majapahit yang dibawa oleh pedagang - pedagang Arab. Banyak para petinggi Kerajaan yang memeluk Islam. Perubahan budaya ini mulai menimbulkan pro dan kontra di kalangan kerajaan sehingga menimbulkan perpecahan. Penghuni keraton yang masih memeluk agama Hindu mulai tersisih dan menyingkir ke Pasuruan, diantaranya sampai sekarang masih kita temui keberadaan mereka di wilayah Tengger. Dan sebagian lagi, tidak sampai ke dataran tinggi Tengger, mereka terpencar di daerah Pasuruan.
Diantara sekian banyak pelarian dari Majapahit itu terdapat dua orang bekas prajurit Majapahit yang terdampar disebuah hutan yang sekarang lebih terkenal dengan nama desa Sumberejo, kecamatan Winongan kabupaten Pasuruan. Dua orang tersebut masing-masing bernama KEBUT dan TOMBRO. Hutan itu mereka babat untuk di jadikan daerah pemukiman baru. Oleh kerena pada saat itu banyak sekali tumbuhan pohon pinang maka daerah baru itu lebih terkenal dengan nama Jambaan ( Jambe = pinang, jawa ). Sampai sekarang nama jambaan masih ada dan menjadi salah satu pendukuhan desa Sumberejo. Dua orang bekas prajurit itu hidup dengan tenang dan untuk makannya sehari-hari mereka mengelola tanah. Selain hidup bertani Kebut juga membuka bengkel pandai besi. Sejak dulu dia memang terkenal sebagai empu yang mahir dalam membuat keris dan senjata tajam lainnya, barang peninggalannya yang berupa paron masih dapat disaksikan dan terletak disebelah makamnya yang terdapat dalam komplek pemandian Banyu Biru. Sedangkan tombro yang hanya bertani saja tapi namanya lebih menonjol daripada kebut. 

Pada suatu hari kerbau peliharaan Tombro dilepas dari kandangnya. Sebagai mana kebiasaan setiap hari. Kedua ekor kerbau itu mencari makan sendiri tanpa ditemani oleh tuannya maupun gembala yang seharusnya mengawasinya. Begitulah kebiasaannya kalau kebetulan bintang-bintang itu tidak dipekerjakan disawah. Sore harinya pulang kekandang yang berdiri di belakang rumah pemiliknya. Tetapi pada hari itu ketika Tombro hendak menutup pintu kandang ternyata tidak melihat batang hidung kerbau-kerbaunya. Bergegaslah dia berangkat mencari ke hutan yang ada disekitar desanya. Tidak begitu sulit mencarinya sebab dia melacak berdasarkan telapak kaki kerbaunya. Ternyata kedua ekor kerbau itu sedang asyik berkubang disebuah kolam kecil yang tidak pernah di ketahuinya Tombro berteriak-teriak agar hewan-hewan peliharaannya itu bangkit dan pulang kekandang. Rupanya kerbau itu tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya Tombro mendekat dan Tombro agak terkejut sebab kerbau-kerbau itu ternyata telah terperangkap dalam lumpur. Segera dipetiknya empat lembar daun keladi yang banyak tumbuh di sekitarnya. Keempat daun itu dia hamparkan didepan kedua ekor kerbau itu. Sekali lagi Tombro membentaknya tampak kedua ekor kerbau itu bergerak dan ujung kakinya menggapai daun keladi lalu tiba-tiba bangkit dan keluar dari kubungan. Hewan-hewan itu lari terbirit-birit pulang kekandangnya. 

Sepeninggal hewan-hewan peliharaannya Tombro berdiri sejenak dipinggir kolam kecil itu. Di pandangnya kolam itu dan kini dia tidak lagi menyaksikan lumpur yang keruh tapi sebuah kolam yang penuh dengan air yang jernih sehinggadasarnya yang berpasir itu kelihatan nyata. Bahkan disela-selah ranting yang berada didasar kolam tampak dua ekor ikan sengkaring sedang asyik berenang kian kemari. Menurut cerita dari masyarakat kedua ekor ikan itu lambat laun berkembang biak hingga sekarang. Pengunjung pemandian yang kebetulan datang dapat menyaksikan ikan-ikan itu, jumlahnya telah berlipat ganda dan berenang kian kemari seolah-olah berlomba dengan para pengunjung pemandian yang sedang mandi. Dari jernihnya air dasar pasir bebatuan sehingga airnya kelihatan biru. 

Dengan ditemukannya kolam ajaib itu maka penduduk jambaan banya datang menyaksikannya. Sejak itu para penduduk memeliharanya dengan baik. Dan kolam tersebut dinamakan Banyu Biru. Kabar tentang ditemukannya kolam aneh itu sempat didengar oleh Bupati Pasuruan yang bernama Raden Adipati Nitiningrat. Bersama-sama seorang pembesar belanda yang bernama P.W Hopla (sesuai dengan prasasti yang tertulis dengan huruf jawa ) kedua orang itu ikut pula menyaksikannya. Kolam itu kemudian dibangun oleh pemerintah Belanda dengan nama Telaga Wilis. Telaga ini dibangun terus oleh orang-orang belanda dijadikan pemandian umum. Untuk memperindah pemandian ini dibuat taman-taman bunga dan dilegkapi dengan berjenis-jenis patung yang diambil dari Singosari Malang. Selain memelihara kerbau Tombro juga memelihara kera. Setelah wafat pak Tombro dimakamkan didekat pemandian dan kera-kera itu berkembang biak hingga beratus-ratus ekor. Pada waktu pendudukan Jepang kera-kera itu habis ditembaki dan sisanya menyingkir kehutan di dekat desa Umbulan yang terkenal dengan sumber air minumnya.

Sedangkan cerita pak Kebut tidak banyak dibicarakan orang karena dia hanya menekuni pekerjaannya sebagai pembuat alat pertanian. Dia dimakamkan berjajar dengan makam istrinya yang bernama mbok Kipah. Dipinggir kolam renang lama disebelah utara tiap hari Jum’at orang-orang Tosari banyak berziarah kemakam tersebut. Menurut cerita penduduk setempat setiap ada orang yang berusaha memindahkan paron yang berada didekat makamnya meka keesokan harinya paron itu akan kembali ketempat asalnya.

Kira-kira pada tahun 1980 patung-patung yang banyak bersejarah ditaman pemandian itu dikumpulkn disatu tempat dan dilindungi oleh seksi Kebudayaan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan. Tempat itu berada ‎didalam kompleks pemandian yang sekarang lebih terkenal dengan nama Banyu ‎Biru .

Letak Geografis : Jarak dari kota kurang lebih 20 Km
Luas wilayah Banyu Biru kurang lebih 4 hektar
Wilayah desa Sumber Rejo
Kecamatan Winongan Kabupaten Pasuruan.

Prasasti – prasasti tersebut terdiri atas 11 buah patung antara lain :
1. 1 volkaning dari pemda Kabupaten Pasuruan dengan bahasa Belanda bertahun 1921
2. 1 prasasti bahasa dan huruf jawa tahun 1847
3. 1 patung betara siwa dengan membawa senjata trisula
4. 1 patung ganesya
5. 1 patung 2 ekor naga berbelit dan lain – lainnya yang kami sendiri tak bisa
 ‎

Terdapat prasasti tertulis diatas batu pualam dengan huruf jawa yang berbunyi :
Telaga Wilis
Rinenggo winangun arja, dening tuan pawalopean. Manulyo tusdhani prasamya
nalika, panjenengane Kanjeng Adipati Nitiadi Ningrat singkalan “ Wisayaning panditha kaloking nat ” . Utawi tahun – tahun Weladeni 1847

Air yang ada di banyu Biru adalah air sumber dan ceritanya setiap hari Jum’at legi orang yang mandi dan berendam disana akan awet muda dan mendatangkan berkah.

Pada hari raya ketupat bila datang ke Banyu Biru untuk menabur uang logam ketelang ( bagian terdalam / tempat sumber ) dan segenggam ketupat serta nyadran ( selamatan ) di makam raja kera dapat membuang sangkal atau kesialan.‎

Legenda Eyang Batuwangi

Di Kacamatan Singajaya Kabupatén Garut, perenahna di Kampung Batuwangi Désa Ciudian aya hiji makam nu nepi ka kiwari masih dikaramatkeun ku masyarakat sabudeureunana. Malahan, teu saeutik nu daratang ti luar wewengkon Garut ngadon jararoh ka éta makam, utamana dina tiap bulan Mulud. Éta makam téh cenah tempat dikurebkeunna hiji raja di kadaleman Batuwangi baheula. Ku masyarakat kampung éta mah, tug, nepi ka kiwari makam téh salawasna dipulasara sabab éta tokoh dianggap luluhurna. Cenah mah, di Kampung Batuwangi nepi ka kiwari aya kapercayaan nu masih pagéuh dina kayakinan masyarakat éta kampung. Numutkeun kapercayaan éta, cadu pikeun turunan Batuwangi ngadahar hulu hayam. Lamun pacaduan éta dirempak bakal aya mamalana ka éta jalma. Kumaha atuh cenah sasakalana aya kajadian kitu téh?
 
Baheula mangabad-abad ka tukang di Kampung Batuwangi aya hiji kadaleman  ngaranna Kadaleman Batuwangi. Ari wates wewengkonna ti Pamegatan Pacing, nepi ka Pamegatan Cikajang ayeuna. Kadaleman Batuwangi mashur kacida nalika dinarpatian ku Bagénda Raja Batara Rayu Kinasihan. Salian ti éta raja luhung arif tur wijaksana, ogé ngagaduhan hiji puteri geulis "titian Dewi", nu jenenganna Nyi Puteri Kentring Manik.
 
Kageulisan, kaayuan tur kabinangkitan sang Puteri nambahan kaseungitan tur kamashuran Kadaleman Batuwangi waktu harita. Sang Puteri éta jadi lambang kageulisan wanoja balaréa alarn harita. Sikep, pari polah sareng Bandanna dijadikeun panutan, utamina ku para wanoja sasamana.
 
Kocap kabinangkitan, kageulisan tur kaayuan Puteri Kentring Manik lain ngan saukur dipika ajrih di Kadaleman Batuwangi, tapi kanyataanna seungit ka luar kadaleman éta. Malihan Putera Mahkota Raja Galuh jenenganna Rangga Wulung nu mashur kasép, cerdas, tur komaraan ngaraos kasmaran, kapetik asih kapentang asmara ku sang Puteri. Mimiti anyar pinanggih, paamprok jonghok patepang raray nu kasép sareng nu geulis nalika Rangga Wulung dipiwarang ramana ti karajaan Galuh kudu ngayakeun gawé bareng dina widang tatanén sareng Kadaleman Batuwangi. Waktu harita pisan jamparing asih nu duaan silih nurus ati, ti kawit paadu teuteup nu sumerep kana emun-emunan, sapada harita "Déwa Asmara" ngancik dina diri séwang-séwangan.
 
Di Karajaan Galuh

Ayeuna urang kocapkeun kaayaan di Karajaan Galuh.
 
Rangga Wulung ngagaduhan rai pameget hiji-hijina nu satia tur satuhu ka anjeunna. Ka mana waé angkat Rangga Wulung, raina teu weléh ngingiclik. Salawasna jadi réncang, mikanyaah tur mikaasih pisan ka nu jadi rai, teu sirikna lir gula jeung peueutna. Ari jenengan rai Rangga Wulung téh, Rangga Dipa.
 
Singket carita, nincak sababaraha bulan Puteri Kentring Manik sareng Rangga Wulung ngaitkeun tali asih. Pihak kulawarga Rangga Wulung ti karajaan Galuh parantos singkil badé ngalamar sang puteri. Saméméhna, kantos Rangga Wulung nyuhunkeun saran tur kamandang ti raina nu dipikaasih téa Rangga Dipa ngéunaan lamaran anjeunna ka Puteri Kentring Manik.
 
"Rai kakang, Rangga Dipa. Kadieu geura! Kakang aya picarioseun ka rai." Dawuh Rangga Wulung dina hiji mangsa.
"Sumangga kakang, badé aya picarioseun naon? Rai sayaga ngupingkeunna naon nu baris disanggémkeun. Malihan rai badé tuhu ngalaksakeunnana Waler Rangga Dipa.
 
"Rai, numutkeun kamandang kakang, parantos waktosna kakang ngalamar tur éngal-éngal ka Balé Nyungcung sareng Nyi Puteri Kentring Manik. Ari kamandang rai, kumaha?" Rangga Wulung naros ka raina.
 
"Kakang Rangga Wulung nu ku rai dipiasih. Saupami éta parantos janten kaputusan kakang kalayan pinuh ku tinimbangan tangtosna rai éstu sapagodos. Saéna mah pami taya halang-harungan purnama nu badé dongkap kakang sareng aceuk Puteri éngal baé ka Balé Nyungcung. Mudah-mudahan sagala harepan urang kenging widi ti ramanda Raja." Waler Rangga Dipa pinuh kagumbiraan.
 
Liwat sababaraha bulan saparantos Rangga Wulung ngalamar sang Puteri ti Kadaleman Batuwangi, niti wanci nu mustari nincak mangsa nu utama, poé nu dianti-anti ku kulawarga karajaan tur sakabéh rahayat, yaktos poé jatukrami agung antawis putera Raja Galuh nu gandang, kasép ngalénggéréng konéng sareng Puteri Raja Batuwangi nu geulis campernik, abong puteri titisan Dewi.
 
Poé harita dua insan istiméwa calik dina palaminan. Pangantén wanoja nu géulis lir titisan Dewi Sinta. Kitu deui pangantén pameget kasép lir titisan Déwa Batara Rama. Katinggali éta pangantén pinuh ku kabahagiaan, bagja laksana, kauntun tipung kaantay béas, hamo badé pipisahan nepi ka pakotrék iteuk, ceuk paribasana.
 
Kakuping gumuruh surak hadirin, ogé kulawarga dua karajaan nu geus jadi bébésanan nyakseni upacara, akad nikah. Éta hal nandakeun yén hadirin ngaréstuan pisan jatukrami dua putera raja téh. Saparantos acara. "sungkem" ka ibu sareng ka rama masing-masing pangantén, sakumaha adat kabiasaan dina acara jatukrami waktu harita sok diteraskeun kana acara. "huap lingkung". Dibarengan ku suka bungah, pinuh kabagjaan éta sapasang panganten silih huap. Acara beuki ramé sabab hadirin masih satia. nyakseni.

Supata Raja

Nalika Rangga Wulung ngegél hulu hayam ana gécrot polona mécrét meneran pisan pinareup sang Puteri. Sang Puteri ngaraos kuciwa pisan ku kajadian. Ninggali kajadian kitu, Rangga Dipa nu ti kawit acara nyakséni pinuh bagja lantaran nyaah ka nu jadi raka, Rangga Wulung. Sapada harita éngal nyabut carécét ti jero saku acukna, teras nyaketan sang puteri. Anjeunna ngagedek teras sapada harita meresihan cai uteuk nu ngotoran raksukan pangantén lebah dada sang Puteri.

Tapi kumaha balukarna, ku kajadian singket harita.

Rangga Wulung ngaraos timburuan dina manahna. Anjeunna éngal neuteup Rangga Dipa ku teuteupan soca pinuh dendam. Duhung nu aya dina cangkéngna dicabut. Iblis parantos ngarasuk kana jiwana. Haténa ngagebleg poék. Atuh, teu antaparah deui ngan...

Bles... bles!

Duhung Rangga Wulung niir jantung Rangga Dipa. Rangga Dipa sapada harita rubuh taya dikieuna. Namung, saméméh ajal dipungut ku nu kagungan sempet ngedalkeun lisan ka rakana kalayan pinuh kaihlasan.

Pok nyarios.
 
"Kakang, rai teu aya haté colonos, éstu bersih haté bangblas, nyaah ka nu jadi lanceuk, teu aya geuneuk maleukmeuk!"
Ngadangu cariosan raina kitu, Rangga Wulung teu tata pasini deui saharita keris anu lamokot ku getih téa...

Bless... bless!

Ditubleskeun ka anjeunna meneran pisan jajantungna, golépak harita kénéh lastari ngemasi pati di payuneun garwana Puteri Kentring Manik.
Nyaksian kajadian kitu, nu teu disangka sacongo buuk hadirin molohok ngembang kadu. Sang Puteri nangis prihatin tur tunggara, téxas kapiuhan saharita. Teu antaparah deui ninggali katunggaraan éta Bagénda Raja Rayu Kinasihan ngucapkeun supata.
 
"Ti semet ieu

keur turunan kaula

cadu ngadahar hulu hayam!"

Tah, sakitu Sasakala Turunan Batuwangi Cadu ngadahar hulu Hayam téh. Cenah, lamun aya diantarana salah saurang turunan Batuwangi ngarempak éta pacaduan, sok aya balukarna nu baris tumiba ka manéhna. Umpamana ngadadak budug sirah nu Hésé kacageurna.‎

Kamis, 27 Agustus 2015

Sejarah Mbah Kyai Syiroj bin Syaikh Umar Imam Puro

Kyai Ahmad Siroj, bagi masyarakat Solo dan sekitarnya cukup dikenal dengan sapaan mBah Siroj. Beliau selalu berpakaian khas dengan memakai iket (blangkon), berbaju putih, bersarung ‘wulung’ dan memakai ‘gamparan’ tinggi walau sedang bepergian jauh.

Tidak hanya kekhasan dalam berpakaian, namun beliau dikenal juga sebagai seorang ulama yang arif, shaleh, dan mempunyai kharisma. Setiap ucapannya, konon memiliki sejumlah makna (sasmita). Bahkan di jajaran Kota Solo, beliau dikenal sebagai seorang Waliyulloh dengan beberapa karomah yang dimilikinya.

Maka, berdasarkan kepribadian dan sikap hidup serta istiqamah beliau, banyak muridnya yang senantiasa menyelenggarakan haul untuk mengenang wafat beliau setiap tahunnya.



Putra Seorang Waliyullah

Kyai Ahmad Siroj merupakan putra Kyai Umar atau yang lebih dikenal dengan nama Syaikh Umar Imam Puro, salah seorang Waliyullah. Makam Kyai Umar Imam Puro berada di makam Penggung kec Susukan, Kabupaten Semarang.  Menurut sumber yang ada, Syaikh Umar Imam Puro ini bila ditarik lebih adalah memiliki garis keturunan dengan Sunan Hasan Munadi, salah seorang Waliyyulloh yang ditugaskan mengislamkan daerah lereng Gunung Merbabu sebelah utara, atau sekarang dikenal sebagai Desa Nyatnyono.

Kyai Ahmad Siroj mempunyai beberapa saudara, di antaranya adalah Kyai Kholil yang bermukim di Kauman, Solo, dan Kyai Djuwaidi yang bertempat tinggal di Tengaran, Kabupaten Semarang. Keduanya sudah almarhum.

Semasa mudanya, Kyai Ahmad Siroj selalu ta’dhim pada gurunya. Bila berjanji selalu ditepati. Bila berkesanggupan, pasti dijalani. Sejak kecil memang beliau telah kelihatan menonjol bila dibandingkan dengan teman-teman seusianya.

Beliau bergaul dengan semua lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, agama, ras maupun status sosial dan kelompok moral macam apapun. Dengan penjual bakso di Notosuman yang beragama Khatolik dan seorang Tionghoa, beliau berhubungan baik dan saling berkunjung. Bahkan hingga kini setiap ada haulnya Kyai Ahmad Siroj, penjual bakso tersebut berkenan mengirim tiga kambing serta beberapa kuintal beras untuk menyukseskan acara haul tersebut.

Dengan Romo Petrus Sugiyanto, dijalin juga persahabatan. Kyai Ahmad Siroj sering diundang makan dan sering melakukan sholat di rumahnya. Begitupun Romo tersebut sering mengunjungi beliau.

Kyai Ahmad Siroj tidak segan makan satu piring dengan santrinya atau orang yang menginginkan mendekati beliau. Bila mereka butuh uang, beliau tidak segan-segan membantunya. Sebaliknya, bila beliau meminta uang, bukan untuk diri pribadi tapi untuk orang lain yang membutuhkannya.

Ahli Ibadah

Sewaktu masih muda, Kyai Ahmad Siroj berguru kepada beberapa ulama besar. Di Pesantren Mangunsari yang berada di Nganjuk, Jawa Timur, beliau menimba ilmu kepada Kyai Bahri. Di Pesantren Tremas yang berlokasi di Pacitan, Jawa Timur, beliau berguru kepada K.H. Dimyati At-Tarmasi, dan di Semarang, beliau berguru kepada Kyai Sholeh Darat.

Kyai Ahmad Siroj termasuk pengikut Tariqah Qadariyah Naqsabandiyah sebagaimana yang diamalkan oleh Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Beliau terkenal sebagai ‘abid (ahli ibadah). Beliau senantiasa berjamaah shalat lima waktu, jarang sekali beliau shalat sendirian. Shalat sunnah rawatib, qabliyah danba’diyah selalu dijalankan secara lengkap. Yang empat rakaat dijalankan empat rakaat.

Shalat Dhuha dilakasanakan oleh beliau secara kontinyu sebanyak delapan rakaat, meskipun sedang berada di rumah orang lain. Sedangkan antara maghrib dan isya’, beliau melakukan shalat awwabin.

Doa yang banyak dipanjatkan oleh beliau adalah “Ya Allah, Tuhan kami, Engkaulah yang kami tuju dan ridha-Mu yang kami cari. Berilah kepada kami ridha-Mu dan kecintaan-Mu serta ma’rifat-Mu.”

Silaturahmi termasuk ibadah yang beliau gemari dan rajin dilakukan. Beliau acap menerima tamu dari pelbagai kalangan dan tamu-tamu itu dilayaninya dengan baik. Saat tengah malam tiba, beliau selalu bangun untuk menjalankan shalat tahajjud atau qiyamul lail.

Semasa hidup, beliau mendirikan Pesantren di Jalan Honggowongso 57 Kelurahan Panularan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah di atas tanah seluas 200 m². Kitab yang diajarkan oleh beliau, selain Al-Qur’an dan Hadits adalah Sullamut Taufiq, Safinatun-Najah, Duratul-bahiyyah dan Fathul Qorib. Selain itu, banyak pula ajaran beliau yang sifatnya hafalan.

Memiliki Karomah

Al-magfurlah mBah Siroj memiliki beberapa karomah sebagai perwujudan kewaliannya. Yang dimaksud karomah di sini adalah kejadian yang luar biasa, di luar kebiasaan, yang timbul dari Waliyullah. Kalau timbul dari Nabi disebut mu’jizat, sedangkan dari mukmin yang shaleh dinamakan ma’unah.
Beberapa karomah yang ada pada diri beliau, dapatlah diutarakan antara lain:

Kasyaf

Beliau mempunyai kemampuan melihat yang tidak diketahui oleh mata biasa (kasyaf). Peristiwa ini terjadi saat tentara Belanda akan masuk Kota Solo ketika aksi kolonial kedua atau dikenal sebagai clash ke-2 pada tahun 1948. Satu seksi lascar Hizbullah yang terdiri dari 50 orang, berkumpul di Begalon, Panularan. Kyai Ahmad Siroj tiba-tiba datang mengadakan inspeksi.
Seorang anggota lascar Hizbullah bernama Hayyun, 25 tahun, tiba-tiba didekati beliau lalu dipeluknya seraya berucap “ahlul jannah … ahlul jannah”.

Tak lama kemudian, datang tentara Belanda dengan sejumlah pasukan tank, lewat Pasar Kembang ke arah selatan. Hayyun maju dengan beraninya sendirian sambil membawa granat nanas, lalu dicabutnya dan melompat sambil melempar granat ke arah tank. Ketika tank meledak, terbakarlah tentara Belanda yang berada di dalam tank juga termasuk Hayyun, si pelempar granat tersebut.

Menurut salah seorang saksi mata, H. Abdullah Adnan, veteran pejuang RI eks Laskar Hizbullah dan pasukan “Lawa-Lawa” di bawah komandan Letnan Fathul Rujito yang kini tinggal di Yogyakarta, menuturkan bahwa tahulah kemudian Laskar Hizbullah, teman-teman Hayyun, mengapa beberapa saat sebelumnya mBah Siroj memeluknya sambil berucap “ahlul jannah … ahlul jannah”. Begitulah, Hayyun gugur sebagai syuhada, patriot bangsa.

Berulang kali berhaji

Secara lahiriah, Kyai Ahmad Siroj belum pernah menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Tetapi banyak orang yang ke tanah suci Mekkah bertemu beliau di sana.

K.H. Bulqin Zuhdi, salah seorang murid pertama Kyai Ahmad Siroj yang bermukim di Nglangak, Gemolong, Sragen menceritakan bahwa pada tahun 1937 dirinya menunaikan ibadah haji. Berangkat dengan naik kapal laut bersama 1960 orang jamaah haji lainnya.

Sehabis makan siang, Kyai Bulqin berkata dalam hati, bila sampai di Mekkah pada hari Jumat waktu subuh, akan dicarinya mBah Siroj. Sebab, sering didengarnya ada seorang waliyullah sering shalat subuh di Mekkah pada hari Jumat.

Sesaat kemudian, tiba-tiba datanglah Kyai Ahmad Siroj menemuinya di kapal. Ditanyakan antara lain, siapakah syekhnya di tanah suci nanti. Setelah berbincang sejenak, Kyai Ahmad Siroj tidak dilihatnya lagi. Sudah barang tentu, muridnya tersebut merasa keheranan.

Ketika sudah sampai di Mekkah, Kyai Bulqin hendak menjalankan ibadah shalat subuh. Kyai Bulqin berpikir lagi tentang kemungkinan-kemungkinan gurunya juga menunaikan shalat subuh di Mekkah. Mungkinkah Kyai Ahmad Siroj juga datang seperti kisah yang pernah didengarnya.

Sewaktu berada di dekat Hajar Aswad, tiba-tiba tampak olehnya mBah Siroj sedang melakukan tawaf, mengelilingi Ka’bah dengan memakai iket (blangkon), berbaju putih, bersarung ‘wulung’ tanpa gamparan.

Diikutinya putaran demi putaran. Pada putaran ke tujuh, Kyai Bulqin hendak menyalami mBah Kyai Siroj namun pada putaran terakhir mBah Siroj sudah tidak tampak lagi. Meski menyesal tidak dapat bersalaman dengan mBah Siroj, kini yakinlah Kyai Bulqin bahwa yang tidak mengkin bagi orang biasa, bagi waliyullah seperti Kyai Ahmad Siroj, mungkin-mungkin saja.

Berjalan Luar Biasa Cepatnya

Waktu Kyai Shoimuri, putra Kyai Ahmad Siroj selesai mengadakan akad nikah dengan Nyai Latifah di daerah Boyolali, rombongan Kyai Ahmad Siroj segera berkehendak pulang ke Solo bersama 33 santrinya.

Kyai Bulqin, salah seorang murid santrinya, disuruh mengantarkan pulang rombongan Nyai Siroj dengan naik kereta api. Ia disuruh berangkat lebih dahulu, sedangkan Kyai Ahmad Siroj akan menyusul dengan jalan kaki.

Anehnya, setiba di Solo, rombongan Kyai Bulqin baru sampai Ngapeman, mBah Siroj sudah berada di sampai di rumahnya yang berada di Panularan, Laweyan, Solo. Bagaimana itu dapat terjadi, pikir para rombongan yang brangkat lebih dahulu tersebut.

Kejadian serupa juga dialami oleh Nyai Sa’diyah Ali. Suatu ketika bersama Kyai Ahmad Siroj bepergian ke Boyolali dari Karang Gede. Waktu berangkat sudah adzan maghrib. Sesampai di Masjid Dawung, Boyolali, belum qomat, masih pujian. Padahal kedua tempat itu jauh dan ditempuh dengan jalan kaki.

H. Dasuki pun pernah mengalami hal serupa. Suatu ketika diminta mBah Siroj mengikuti beliau bepergian dari Desa Paesan ke Boyolali yang jaraknya sekitar 10 km. Sesampainya di tempat yang dituju, tasbih Kyai Ahmad Siroj masih tertinggal di Paesan. Lalu, disuruhnya H. Dasuki mengambilkannya, berjalan kaki pulang balik. Waktu berangkat sudah adzan maghrib. Anehnya, waktu kembali di Masjid Kokosan, Boyolali, belum qomat maghrib. Menurutnya, itu berkah Kyai Ahmad Siroj.

Nasi Satu Kendil

Suatu ketika Kyai Ahmad Siroj bepergian bersama 24 santrinya ke Susukan, Kabupaten Semarang dari Solo. Tuan rumah yang dikunjungi termasuk orang tidak mampu (miskin). Untuk memuliakan tamu, dimasakkannya oleh Abdus-Syakur, tuan rumah, satu kendil nasi. Karena nasi terbatas, Kyai Ahmad Siroj sendirilah yang dipersilahkan makan dalam kamar.

Kyai Ahmad Siroj tidak bersedia. Nasi diminta dihidangkan ruang depan di mana beliau dan santrinya sedang duduk bersila. Nasi satu kendil itu dibagi-bagikan kepada semua tamu. Anehnya, setiap orang mendapatkan satu piring penuh, cukup untuk makan kenyang.

Erat dengan Pejabat/Raja

Sekitar tahun 1935, Kyai Ahmad Siroj mengajak Imam Muslim bepergian. Sesampai di Pura Mangkunegara, mereka terus masuk.
Di Pendapa Mangkunegaran, Kyai Ahmad Siroj bertemu dengan seseorang yang tidak dikenal oleh Imam Muslim. Dua insanpun segera saling berpelukan erat, menggambarkan saling melepas rindu, setelah lama tak bersua. Lalu, mereka menuju ke belakang, duduk berhadapan sambil berbincang seperlunya.

Akhirnya, mengertilah Imam Muslim bahwa yang saling berbincang antara Kyai Ahmad Siroj dengan orang tersebut, tidak lain adalah Kanjeng Gusti Adipati Arya (KGAA) Mangkunegara VII. Perbincangan tersebut berakhir sekitar pukul 02.30 dini hari, lalu mereka segera meninggalkan Pura Mangkunegaran. Sesampai di Pasar Pon, pohon asam yang berdahan tinggi diraih Kyai Ahmad Siroj untuk menghentikan sepeda motor yang datang dari arah timur. Penumpangnya pun berhenti, lalu turun.

Sebagaimana kejadian di Pura Mangkunegaran, di tempat inipun keduanya saling berpeluk erat, menunjukkan keakraban. Setelah berbincang sejenak, berpisahlah keduanya.

Dari percakapan Kyai Ahmad Siroj dengan penumpang motor tersebut, Imam Muslim barulah mengetahui bahwa ternyata yang bersepeda motor lalu berhenti dan bercakap-cakap dengan Kyai Ahmad Siroj, tidak lain adalah Ingkang Sampeyandalem Sri Susuhunan Paku Buwono X, Raja Kasunanan Surakarta yang termahsyur.

Pintu Terkunci, Bisa Masuk

Semasa kecil, Ahmad Siroj, tinggal serumah dengan Kyai Abdus-Syakur, kakak iparnya. Sesekali anak ini kena ‘slenthik’ karena kenakalannya.

Suatu malam, Kyai Abdus-Syakur pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat. Pintu rumah pun kemudian ditutup, dan dikunci dari luar. Maklum, Ahmad Siroj di kala itu sedang pergi ke luar rumah juga.
Sepulang shalat isya’, Kyai Abdus-Syakur merasa heran. Sesampai di halaman rumahnya, dari dalam rumah sudah terdengar suara anak sedang tadarrusdengan suara yang nyaring. Anak yang sedang tadarrus itu adalah Ahmad Siroj.

Lalu ditanya “Kau lewat mana, nak?” Dijawab oleh Ahmad Siroj “Inggih lewat mriku mawon.” (Ya melalui situ juga). Sejak itu, Kyai Abdus-Syakur tak pernah lagi member ‘slenthikan’ padanya.‎
Kali yang lain, Kyai Abdus-Syakur pergi ke Desa Petak untuk mendatangi acara syukuran perkawinan. Ahmad Siroj yang masih bocah di kala itu disuruh tinggal di rumah.
Alangkah terkejutnya, sesampai di tempat upacara perkawinan, ternyata Ahmad Siroj telah berada di situ.

Seusai upacara perkawinan, Kyai Abdus-Syakur pun pulang lebih dahulu. Tidak kurang herannya, sesampai di rumah, Ahmad Siroj telah berada di dalam rumah. Lalu, hal itu ditanyakan kepada Ahmad Siroj, dan dijawab “Kang, jarene aku kon tunggu omah.” (Kak, katanya saya disuruh nunggu rumah).

Meski Hujan Tak Basah

Bersama dua santrinya, suatu ketika Kyai Ahmad Siroj bepergian ke  Desa Penggung. Ketika pulang, di tengah jalan turunlah hujan lebat. Terpaksalah berhenti, mampir ke Desa Grabagan.
Kedua santri yang mengikuti Kyai Siroj basah kuyup bajunya, tetapi Kyai Ahmad Siroj tidak apa-apa, tetap kering bajunya.

Sungai Banjir Besar Terlewati

Suatu hari, Kyai Siroj bersama seorang santri pergi menuju ke Desa Magu. Untuk keperluan shalat dhuha, berhentilah sebentar di Desa Rejasa. Seusai mengucapkan salam, santripun disuruhnya berangkat terlebih dahulu. Kyai Ahmad Siroj akan menyusulnya kemudian.
Dalam perjalanannya, santri tersebut terhenti di tengah jalan karena harus menyeberangi sungai yang airnya sedang besar-besarnya. Tak disangka, Kyai Ahmad Siroj dilihatnya telah berada di seberang sungai.
Dengan berteriak, santri pun bertanya “Gus, sampeyan niku wau medal pundi?” (Gus, Anda tadi lewat mana?)
Jawab Kyai Ahmad Siroj “Ah, ya metu kono kuwi ta, lha metu ngendi maneh!” (Ah, ya melalui situ juga, lha lewat mana lagi kalau bukan di situ!)
Karena santri tersebut disuruh menyeberang tidak berani, Kyai Ahmad Siroj perintahkan padanya agar pulang saja.

Bak Air Kosong, Penuh Tiba-Tiba

Pada suatu ketika, Kyai Ahmad Siroj sedang berkunjung ke rumah Muhyi di Cepogo. Bak air (pengaron) yang berada di rumahnya, diminta oleh Kyai Ahmad Siroj untuk dibersihkan agar supaya bisa diisi dengan air.
Setelah pengaron bersih, Muhyi lalu pergi ke sumur untuk mengambil air guna diisikan pada pengaron tadi. Namun, alangkah terkejutnya ketika Muhyi hendak menuangkan air ke dalam pengarontersebut, ternyata pengaron kosong tadi telah penuh berisi air.

Impian Jadi Kenyataan
Pada suatu saat, Kyai Ahmad Siroj memerlukan shalat Jumat berturut-turut selama 7 Jumat di masjid yang di kemudian hari dikenal dengan nama Masjid Al-Muayyad yang terletak Jalan K.H. Samanhudi 64 Mangkuyudan, Solo.
Pada malam Jumat minggu ke-7, Kyai Asfari (kala itu berstatus duda) mimpi dianjurkan Kyai Ahmad Siroj agar menikah dengan Nyai Syafi’ah.
Jumat siang, sehabis shalat Jumat di Masjid Al-Muayyad, Kyai Ahmad Siroj singgah ke rumah dekat masjid tersebut. Di samping Kyai Asfari berada di situ, juga K.H.A. Umar Abdul Mannan. Jamuan makan siang pun disajikan. Kebetulan yang menghidangkan Nyai Syafia’ah juga.
Seketika itu juga, Kyai Ahmad Siroj memerintahkan agar Kyai Asfari pergi (sowan) ke rumah Kyai Manshur di Popongan, Delanggu, Klaten. Ternyata perintah Kyai Manshur sama dengan Kyai Ahmad Siroj sebelumnya. Malah ditetapka hari tanggalnya sekaligus.
Setelah diingat-ingatnya, ternyata 3 tahun yang lalu K.H.A. Umar pernah diperintah memotong kambing pada haritanggal tersebut (tepat pada hari/tanggal ijab Kyai Asfari dengan Nyai Syafi’ah).

Meninggal, Beri Impian
Ketika Kyai Ahmad Siroj sakit yang selanjutnya meninggal dunia pada Senin Pahing, 27 Muharram 138 H atau 10 Juni 1961, Kyai Zaenal Makarim (Karang Gede) mimpi bertemu Kyai Ahmad Siroj.
“Mengapa saya sakit tak kau jenguk?” Tanya Kyai Ahmad Siroj kepada Kyai Zaenal Makarim dalam mimpi.
Terperanjatlah Kyai Zaenal Makarim, lalu seketika beliau berangkat ke Solo untuk menjenguk Kyai Ahmad Siroj. Sesampai di Solo, ternyata jenazah telah diberangkatkan sampai di Jalan Rajiman, Kadipolo.‎
“Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Dari Allah kita berasal, dan kepada-Nya pula kita akan kembali” ucapnya kemudian.
Kejadian serupa juga dialami oleh Sayyid Abdullah di Kepatihan, Solo. Pada pagi hari itu, sekitar pukul 05.00 mimpi didatangi Kyai Ahmad Siroj, dan membangunkannya seraya berucap “Sampun nggih Bib, kula rumiyin, sampeyan kantun.” (Sudahlah Bib, saya duluan, Anda menyusul).
Alangkah terkejutnya Sang Habib. Seketika itu pula, Sayyid Abdullah pergi ke Panularan di mana rumah Kyai Ahmad Siroj. Ternyata dapat berita, bahwa Kyai Ahmad Siroj telah meninggal dunia pada pukul 04.00 pagi hari itu.
“Anehnya, pukul 04.00 pagi Kyai Ahmad Siroj meninggal, pukul 05.00 laksana berkunjung ke Kepatihan” kata Sayyid Abdullah, dalam hati tidak kurang herannya. Doa pun segera dipanjatkan bagi almarhum Kyai Ahmad Siroj.
Kyai Ahmad Siroj dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Makam Haji, Kartasura, Sukoharjo.

Semasa hidup, Kyai Ahmad Siroj tidak pernah mengaku sebagai seorang waliyullah secara pribadi. Namun, banyak orang mengakui kewalian almarhum beserta karomahnya. Contoh di atas hanyalah sebagian karomah yang dimiliki Kyai Ahmad Siroj untuk membuktikan kewalian almarhum. Tentu saja masih banyak karomah lain yang belum terungkap di sini. Karena masih banyak cerita di masyarakat Solo perihal ‘keistimewaan’ Kyai Ahmad Siroj dalam kepribadian Beliau.‎

Rabu, 26 Agustus 2015

Tatacara Ziaroh Kubur dan Anjuran Dalam Berziaroh

Beberapa hari belakangan ini banyak pemberitaan mengenai kubur salah seorang da’i nasional yang diziarahi oleh masyarakat banyak. Namun, ziarah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat tersebut menuai kontroversi dan kritik dikarenakan sudah melanggar batasan-batasan Islam mengenai ziarah.
Berikut ini kami ringkaskan pembahasan mengenai hukum ziarah kubur dan adab-adabnya dari kitab Fiqih Islami wa Adilatuhu karangan Syaikh Prof. DR. Wahbah Az Zuhaili, seorang ulama fiqih dari Suriah yang sangat masyhur. Kami lengkapi juga dari sumber-sumber lain.
Tentang Ruh si Mayit
Pendapat Ahlu Sunnah wal Jamaah, bahwa ruh yaitu jiwa yang dapat berbicara, yang mampu untuk menjelaskan, memahami objek pembicaraan, tidak musnah karena musnahnya jasad. Ia adalah unsur inti, bukan esensi. Ruh-ruh orang yang sudah meninggal itu berkumpul, lalu yang berada di tingkatan atas bisa turun ke bawah, tapi tidak sebaliknya.
Menurut Salafush Shahih dan para pemukanya, bahwa siksa dan kenikmatan dirasakan oleh ruh dan badan mayat. Ruh tetap kekal setelah terpisah dari badan yang merasakan kenikmatan atau siksaan, kadang juga bersatu dengan badan sehingga merasakan juga kenikmatan dan siksaan. Ada pendapat lain dari Ahlus Sunnah bahwa kenikmatan dan siksa untuk badan saja, bukan ruh.
Hukum Ziarah Kubur‎
Untuk kaum laki-laki, ulama fiqih tidak ada pertentangan mengenai hukumnya, yakni sunnah. Bahkan Ibnu Hazm mengatakan, ‘”Sesungguhnya ziarah kubur itu wajib, meski sekali seumur hidup, karena ada perintahnya.”
Namun, untuk perempuan, ulama fiqih berselisih pendapat.
1. Sunnah Bagi Perempuan, Seperti Halnya Laki-laki
Ini adalah pendapat paling shahih dalam madzhab Hanafi. Dalilnya adalah keumuman nash tentang ziarah. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi makam syuhada Uhud setiap awal tahun, seraya bersabda, ‘Keselamatan bagi kalian atas kesabaran kalian, sungguh sebaik-baik tepat tinggal terakhir.’”
Namun mereka juga mengatakan bahwa tidak diperbolehkan kaum perempuan berziarah jika untuk mengingat kesedihan, menangis, atau melakukan apa yang biasa dilakukan oleh mereka, dan akan terkena hadits, “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur.” Namun, jika tujuannya mengambil pelajaran, memohon rahmat Allah tanpa harus menangis, maka diperbolehkan.
2. Makruh Bagi Perempuan
Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Sebab asal hukum ziarah mereka itu dilarang, lalu dihapus. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)!”
Sebab dimakruhkannya perempuan untuk ziarah kubur karena mereka sering menangi, berteriak, disebabkan perasaannya lembut, banyak meronta, dan sulit menghadapi musibah. Namun, hal itu tidak sampi diharamkan.
Dalam riwayat Muslim, Ummu Athiyah berkata, “Kami dilarang untuk berziarah kubur, tetapi beliau tidak melarang kami dengan keras.”
Imam At Tirmidzi meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur.” (shahih)
Akan tetapi, menurut madzhab Maliki, hal ini berlaku untuk gadis, sedangkan untuk wanita tua yang tidak tertarik lagi dengan laki-laki, maka dihukumi seperti laki-laki.
Tatacara dan Adab Ziarah Kubur
Tujuan utama ziarah kubur adalah mengingat mati dan mengingat akhirat sebagaimana dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah)
Dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya ziarah itu akan melunakkan hati, mengundang air mata dan mengingatkan pada hari kiamat.” (HR Al Hakim)
Oleh karena itu, tujuan itu harus senantiasa dipancangkan di dalam hati orang yang berziarah.
Selain itu, ada beberapa adab dalam berziarah kubur:
1. Dianjurkan Melepas Alas Kaki
Dianjurkan menurut madzhab Hanbali, melepas sandal ketika masuk ke areal pemakaman karena ini sesuai dengan perintah dalam hadits Busyair bin Al Khashahshah:‎
Ketika aku berjalan mengiringi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ternyata ada seseorang berjalan di kuburan dengan mengenakan kedua sandalnya. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan “Hai pemakai dua sandal, tanggalkan kedua sandal kamu!” Orang itu pun menoleh. Ketika dia tahu bahwa itu ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ia melepaskannya serta melemparkan keduanya. (HR. Abu Dawud, hasan)
Diperbolehkan tetap memakai sandal jika ada penghalang semacam duri, kerikil yang panas, atau semacam keduanya. Ketika itu, tidak mengapa berjalan dengan kedua sandal di antara kuburan untuk menghindari gangguan itu.
2. Mengucapkan Salam‎
Disunnahkan bagi orang yang berziarah mengucapkan salam kepada penghuni kuburan Muslim. Adapan ucapan salam hendaklah menghadap wajah mayat, lalu mengucapkan salam sebagaimana telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para Shahabatnya ketika mereka berziarah kubur,
“Assalamu ‘alaikum dara qaumin Mu’minin, wa insya Allah bikum laa hiqun.”
Artinya, “Keselamatan atas kalian di tempat orang Mukmin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian juga.”
Atau bisa juga dengan lafal lain, “Assalamu ‘ala ahlid diyari minal Mu’minina wal Muslimin, wa inna insya Allah ta’ala bikum laa hiqun. As-alullahu lana wa lakumul afiyah.”
Artinya, “Keselamatan kepada penghuni kubur dari kaum Mukminin dan Muslimin, kami insya Allah akan menyusul kalian. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan kalian semua.”
Kedua lafazh salam tersebut diriwayatkan Imam Muslim.
3. Membaca Surat Pendek‎
Dianjurkan membacakan Al Quran atau surat pendek. Ini adalah sunnah yang dilakukan di kuburan. Pahalanya untuk orang yang hadir, sedang mayat seperti halnya orang yang hadir yang diharapkan mendapatkan rahmat.
Disunnahkan membaca surat Yasin seperti yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Al Hakim dari Ma’qal bin Yassar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bacakanlah surah Yasin pada orang yang meninggal di antara kalian.”
Sebagian ulama menyatakan hadits ini dha’if. Imam Asy Syaukani dan Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa hadits ini berstatus hasan. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa membacakan Al Quran ini dilakukan saat sakaratul maut, bukan setelah meninggal.
4. Mendoakan si Mayat
Selanjutnya mendoakan untuk mayat usai membaca Al Quran dengan harapan dapat dikabulkan. Sebab doa sangat bermanfaat untuk mayat. Ketika berdoa, hendaknya menghadap kiblat.
Saat berziarah kubur di Baqi’, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa dengan lafazh, “Allahummaghfir li Ahli Baqi’il gharqad.”
5. Berziarah dalam Posisi Berdiri
Disunnahkan ketika berziarah dalam keadaan berdiri dan berdoa dengan berdiri, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika keluar menuju Baqi’.
Selain itu, jangan duduk dan berjalan di atas pusara kuburan. Dalam riwayat Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur.” Sedangkan jika berjalan di samping atau di antara pusara-pusara kubur, maka itu tidak mengapa.
6. Menyiramkan Air di Atas Pusara
Diperbolehkan menyiramkan air biasa di atas pusara si mayat berdasarkan hadits berikut, “Sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyiram (air) di atas kubur Ibrahim, anaknya, dan meletakkan kerikil di atasnya.” Hadits diatas oleh Abu Dawud dalam Al Marasil, Imam Baihaqi dalam Sunan, Thabarani dalam Mu’jam Al Ausath. Syaikh Al Albani menyatakan sanadnya kuat di dalam Silsilah Ahadits Shahihah.
Sedangkan menyiram dengan air kembang tujuh rupa atau menabur bunga, maka itu tidak dituntunkan oleh syari’at.
Hal-hal yang Makruh dan Munkar Saat Berziarah
Madzhab Maliki menyatakan makruh hukumnya makan, minum, tertawa, dan banyak bicara, termasuk juga membaca Al Quran dengan suara keras. Tidaklah pantas bagi seseorang yang berada di pekuburan, baik dia bermaksud berziarah atau hanya secara kebetulan untuk berada dalam keadaan bergembira dan senang seakan-akan dia berada pada suatu pesta, seharusnya dia ikut hanyut atau memperlihatkan perasaan ikut hanyut di hadapan keluarga mayat.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan, “Makruh hukumnya mencium peti yang dibuat di atas makam, atau mencium makam, serta menyalaminya, atau mencium pintunya ketika masuk berziarah makam aulia.”
Mengkhususkan hari-hari tertentu dalam melakukan ziarah kubur, seperti harus pada hari Jum’at, tujuh atau empat puluh hari setelah kematian, pada hari raya dan sebagainya, maka itu tak pernah diajarkan oleh Rasulullah dan beliau pun tidak pernah mengkhususkan hari-hari tertentu untuk berziarah kubur. Sedangkan hadits-hadits tentang keutamaan ziarah pada hari Jum’at adalah dha’if sebagaimana dinyatakan para Imam Muhaditsin. Oleh karena itu, ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja.
Sedangkan shalat persis di atas kuburan seseorang dan menghadap kuburan tanpa tembok penghalang, maka ulama sepakat tentang ketidakbolehannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian shalat menghadap kuburan dan jangan pula kalian duduk di atasnya.” (HR Muslim) 

Sedangkan jika di samping kubur, maka terjadi sejumlah perselisihan ulama, ada yang memakruhkannya, dan ada yang mengharamkannya. Demi kehati-hatian, kami berpendapat untuk tidak melaksanakan shalat di kompleks pekuburan. Selain itu, Ibnu Hibban meriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang dari shalat di antara kuburan.” Dikecualikan dari hal ini adalah bagi seseorang yang ingin melaksanakan shalat jenazah, tetapi tidak berkesempatan menshalati mayit saat belum dikuburkan.
Dilarang juga mengencingi dan berak di atas kuburan. Diriwayatkan Abu Hurairah, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Barang siapa yg duduk di atas kuburan, yang berak dan kencing di atasnya, maka seakan dia telah menduduki bara api.”
Tidak diperbolehkan melakukan thawaf (ibadah dengan cara mengelilingi) kuburan. Hal ini sering dijumpai dilakukan oleh orang-orang awam di kuburan orang-orang shalih. Dan ini termasuk dalam kesyirikan. Thawaf hanya boleh dilakukan pada Baitullah Ka’bah. Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf disekeliling rumah yang tua (Baitul ‘Atiq atau Baitullah) itu.” (QS Al Hajj : 29)
Berdoa, meminta perlindungan, meminta tolong, pada penghuni kubur juga tidak diperbolehkan, hukumnya haram dan merupakan kesyirikan. Berdoa hanya boleh ditujukan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan berdoa dengan perantaraan si mayit (tawasul), maka hal itu diperselisihkan. Pendapat yang kuat adalah tidak diperbolehkan.
Tidak diperbolehkan memasang lilin atau lampu di atas pusara kuburan. Selain hal itu merupakan tatacara ziarah orang Ahli Kitab dan Majusi, dalam riwayat Imam Al Hakim disebutkan, “Rasulullah melaknat….dan (orang-orang yang) memberi penerangan (lampu pada kubur).”
Tidak boleh memberikan sesajen berbentuk apapun, baik berupa bunga, uang, masakan, beras, kemenyan, dan sebagainya. Juga dilarang menyembelih hewa atau kurban di kuburan. Selain itu, tidak boleh mengambil benda-benda dari kubur seperti kerikil, batu, tanah, bunga, papan, pelepah, tulang, tali dan kain kafan, serta yang lainnya untuk dijadikan jimat.


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالاَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ أَبِى حَازِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ زَارَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ « اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى فِى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِى وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِى أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِى فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ »

Dari Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb, mereka berdua berkata: Muhammad Bin ‘Ubaid menuturkan kepada kami: Dari Yaziid bin Kasyaan, ia berkata: Dari Abu Haazim, ia berkata: Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berziarah kepada makam ibunya, lalu beliau menangis, kemudian menangis pula lah orang-orang di sekitar beliau. Beliau lalu bersabda: “Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. Maka aku pun meminta izin untuk menziarahi kuburnya, aku pun diizinkan. Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkan engkau akan kematian”
(HR. Muslim no.108, 2/671)

Keutamaan Ziarah kubur :

Haram hukumnya memintakan ampunan bagi orang yang mati dalam keadaan kafir (Nailul Authar [219], Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi [3/402]). Sebagaimana juga firman Allah Ta’ala:

 مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya)” (QS. At Taubah: 113)

Berziarah kubur ke makam orang kafir hukumnya boleh (Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi, 3/402). Berziarah kubur ke makam orang kafir ini sekedar untuk perenungan diri, mengingat mati dan mengingat akhirat. Bukan untuk mendoakan atau memintakan ampunan bagi shahibul qubur. (Ahkam Al Janaaiz Lil Albani, 187)

Jika berziarah kepada orang kafir yang sudah mati hukumnya boleh, maka berkunjung menemui orang kafir (yang masih hidup) hukumnya juga boleh (Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi, 3/402).

Hadits ini adalah dalil tegas bahwa ibunda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mati dalam keadaan kafir dan kekal di neraka (Syarh Musnad Abi Hanifah, 334)
Tujuan berziarah kubur adalah untuk menasehati diri dan mengingatkan diri sendiri akan kematian (Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi, 3/402)

An Nawawi, Al ‘Abdari, Al Haazimi berkata: “Para ulama bersepakat bahwa ziarah kubur itu boleh bagi laki-laki” (Fathul Baari, 4/325). Bahkan Ibnu Hazm berpendapat wajib hukumnya minimal sekali seumur hidup. Sedangkan bagi wanita diperselisihkan hukumnya. Jumhur ulama berpendapat hukumnya boleh selama terhindar dari fitnah, sebagian ulama menyatakan hukumnya haram mengingat hadits ,
لَعَنَ اللَّه زَوَّارَات الْقُبُور

“Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur” (HR. At Tirmidzi no.1056, komentar At Tirmidzi: “Hadits ini hasan shahih”)

Dan sebagian ulama berpendapat hukumnya makruh (Fathul Baari, 4/325). Yang rajih insya Allah, hukumnya boleh bagi laki-laki maupun wanita karena tujuan berziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan mengingat akhirat, sedangkan ini dibutuhkan oleh laki-laki maupun perempuan (Ahkam Al Janaaiz Lil Albani, 180).

Ziarah kubur mengingatkan kita akan akhirat. Sebagaimana riwayat lain dari hadits ini:
زوروا القبور ؛ فإنها تذكركم الآخرة

“Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat” (HR. Ibnu Maajah no.1569)

Ziarah kubur dapat melembutkan hati. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:

كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها فإنها ترق القلب ، وتدمع العين ، وتذكر الآخرة ، ولا تقولوا هجرا

“Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al Haakim no.1393, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’, 7584)

Ziarah kubur dapat membuat hati tidak terpaut kepada dunia dan zuhud terhadap gemerlap dunia. Dalam riwayat lain hadits ini disebutkan:

كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروا القبور فإنها تزهد في الدنيا وتذكر الآخرة

“Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat membuat kalian zuhud terhadap dunia dan mengingatkan kalian akan akhirat” (HR. Al Haakim no.1387, didhaifkan Al Albani dalam Dha’if Al Jaami’, 4279)

Al Munawi berkata: “Tidak ada obat yang paling bermanfaat bagi hati yang kelam selain berziarah kubur. Dengan berziarah kubur, lalu mengingat kematian, akan menghalangi seseorang dari maksiat, melembutkan hatinya yang kelam, mengusir kesenangan terhadap dunia, membuat musibah yang kita alami terasa ringan. Ziarah kubur itu sangat dahsyat pengaruhnya untuk mencegah hitamnya hati dan mengubur sebab-sebab datangnya dosa. Tidak ada amalan yang sedahsyat ini pengaruhnya” (Faidhul Qaadir, 88/4)

Disyariatkannya ziarah kubur ini dapat mendatangkan manfaat bagi yang berziarah maupun bagi shahibul quburyang diziarahi (Ahkam Al Janaiz Lil Albani, 188). Bagi yang berziarah sudah kami sebutkan di atas. Adapun bagi shahibul qubur yang diziarahi (jika muslim), manfaatnya berupa disebutkan salam untuknya, serta doa dan permohonan ampunan baginya dari peziarah. Sebagaimana hadits:

كيف أقول لهم يا رسول الله؟ قال: قولي: السلام على أهل الديار من المؤمنين والمسلمين، ويرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين وإنا إن شاء الله بكم للاحقون

“Aisyah bertanya: Apa yang harus aku ucapkan bagi mereka (shahibul qubur) wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Ucapkanlah: Assalamu ‘alaa ahlid diyaar, minal mu’miniina wal muslimiin, wa yarhamullahul mustaqdimiina wal musta’khiriina, wa inna insyaa Allaahu bikum lalaahiquun (Salam untuk kalian wahai kaum muslimin dan mu’minin penghuni kubur. Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah mendahului (mati), dan juga orang-orang yang diakhirkan (belum mati). Sungguh, Insya Allah kami pun akan menyusul kalian” (HR. Muslim no.974)

Ziarah kubur yang syar’i dan sesuai sunnah adalah ziarah kubur yang diniatkan sebagaimana hadits di atas, yaitu menasehati diri dan mengingatkan diri sendiri akan kematian. Adapun yang banyak dilakukan orang, berziarah-kubur dalam rangka mencari barokah, berdoa kepada shahibul qubur adalah ziarah kubur yang tidak dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Selain itu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga melarang qaulul hujr ketika berziarah kubur sebagaimana hadits yang sudah disebutkan. Dalam riwayat lain disebutkan:

ولا تقولوا ما يسخط الرب

“Dan janganlah mengatakan perkataan yang membuat Allah murka” (HR. Ahmad 3/38,63,66, Al Haakim, 374-375)

Termasuk dalam perbuatan ini yaitu berdoa dan memohon kepada shahibul qubur, ber-istighatsah kepadanya, memujinya sebagai orang yang pasti suci, memastikan bahwa ia mendapat rahmat, memastikan bahwa ia masuk surga, (Ahkam Al Janaiz Lil Albani, 178-179)

Tidak benar persangkaan sebagian orang bahwa ahlussunnah atau salafiyyin melarang ummat untuk berziarah kubur. Bahkan ahlussunnah mengakui disyariatkannya ziarah kubur berdasarkan banyak dalil-dalil shahih dan menetapkan keutamaannya. Yang terlarang adalah ziarah kubur yang tidak sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam y‎ang menjerumuskan kepada perkara bid’ah dan terkadang mencapai tingkat syirik.                                                                                                                                                                                     
Ziarah kubur memiliki banyak hikmah dan manfaat, di antara yang terpenting adalah:
Pertama: Ia akan mengingatkan akhirat dan kematian sehingga dapat memberikan pelajaran dan ibrah bagi orang yang berziarah. Dan itu semua tentu akan memberikan dampak positif dalam kehidupan, mewariskan sikap zuhud terhadap dunia dan materi.
Kedua: Mendo'akan keselamatan bagi orang-orang yang telah meninggal dunia dan memohonkan ampunan untuk mereka.
Ketiga: Termasuk mengamalkan dan menghidupkan sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah dan para shahabatnya.
Keempat: Untuk mendapatkan pahala dan balasan kebaikan dari Allah dengan ziarah kubur yang dilakukan.
Hikmah ziarah kubur ini juga tertuang dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" Dulu aku melarang kalian semua berziarah kubur, maka (sekarang) ziarahilah ia." Dalam sebuah riwayat disebutkan: "Karena sesungguhnya ia mengingatkan kepada kematian, dan dalam riwayat At Tirmidzi: "Karena sesungguhnya ia mengingatkan kepada akhirat. "
Sunnah-Sunnah Dalam Ziarah Kubur
Agar manfaat dan hikmah yang telah tersebut diatas bisa diperoleh dengan sempurna maka seseorang yang akan melakukan ziarah kubur harus mengetahui sunnah dan tata cara berziarah yang benar sesuai tuntunan syari'at. 

Di antara petunjuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam ziarah kubur adalah sebagai berikut:
1. Ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja, tidak harus mengkhususkan hari atau waktu tertentu karena salah satu inti dari ziarah kubur adalah agar dapat memberi pelajaran dan peringatan agar hati yang keras menjadi lunak, tersentuh hingga menitikkan air mata. Selain itu agar kita menyampaikan do'a dan salam untuk mereka yang telah mendahului kita memasuki alam kubur.
2. Dianjurkan ketika pergi untuk ziarah kubur hadir dalam benak kita rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya dan hanya bertujuan mencari keridhaanNya semata.
3. Disunnahkan kepada peziarah kubur untuk menyampaikan salam kepada ahli kubur, mendoakan mereka agar mendapatkan rahmat, ampunan dan afiyah (kekuatan). Di antara doa yang dianjurkan untuk dibaca adalah:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَاللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ.
Assalamu’alaikum ahladdiyaari minal mu’miniina wal muslimiina, wa inna insyaa Alloohu bikum laahiquuna wa yarhamulloohul mustaqdimiina minnaa wal musta’khiriina as alullooha lanaa walakumul ‘aafiyata.
“Semoga kesejahteraan untukmu, wahai penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin. Sesungguhnya kami Insya Allah akan menyusul, ( semoga Allah Ta’ala memberikan rahmat kepada orang-orang yang (telah meninggal) terlebih dahulu diantara kami dan orang-orang yang akan datang)." (lafazh ini berdasar riwayat Imam Muslim)
Beberapa Masalah Berkenaan dengan Ziarah Kubur
Perlu untuk diingat bahwa ziarah kubur pada mulanya adalah dilarang sebelum akhirnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam mengizinkan untuk melakukannya. Larangan tersebut memang sangat beralasan karena masalah kubur memang sangat rawan akan bahaya kesyirikan yang itu merupakan lawan dari dakwah beliau dakwah tauhid. Selain itu pada masa awal berkembangnya Islam kondisi keimanan para shahabat masih dalam tahap pembinaan, jadi sebagai tindakan preventif sangat wajar jika beliau melarang kaum muslimin melakukan ziarah kubur. Bahkan ketika para shahabat telah menjadi orang mukmin pilihan beliau masih tetap saja memperingatkan mereka dari bahaya kubur, sebagaimana tercermin dalam sabda beliau menjelang kewafatannya:
"Laknat Allah kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani yang telah menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid (tempat melakukan ibadah). "
Peringatan tersebut tentunya juga ditujukan kepada kita semua selaku umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang sudah berada jauh dari generasi shahabat, apalagi jika aqidah kita masih sangat pas-pasan bahkan cenderung masih lemah. Jangan sampai izin yang diberikan Rasulullah justru menjadi bumerang yang berbalik membinasakan kita. Bukannya pahala ziarah yang didapat namun malah terjurumus dalam jurang dosa bahkan dosa yang tak terampunkan yakni syirik, naudzu billah min dzalik.
Kalau kita perhatikan ternyata apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah kala itu memang terjadi dizaman ini, dimana masih banyak kita dapati kaum muslimin yang salah dalam menerapkan aturan ziarah kubur, mereka melakukan ziarah sekedar mengikuti apa yang menjadi kemauan sendiri atau sesuatu yang sudah menjadi tradisi tanpa memperhatikan nilai-nilai dan rambu-rambu syari'at.
Diantara beberapa kekeliruan seputar kubur yang patut diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Mengkhususkan hari-hari tertentu dalam melakukan ziarah kubur, seperti harus pada hari Jum'at, tujuh atau empat puluh hari setelah kematian, pada hari raya dan sebagainya. Semua itu tak pernah diajarkan oleh Rasulullah dan beliaupun tidak pernah mengkhususkan hari-hari tertentu untuk berziarah kubur.
2. Thawaf (mengelilingi) kuburan, beristighatsah (minta perlindungan) kepada penghuninya terutama sering terjadi dikuburan orang shalih, ini termasuk syirik besar. Demikian pula menyembelih disisi kuburan dan ditujukan karena si mayit.
3. Menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid untuk pelaksanaan ibadah dan acara-acara ritual.
4. Sujud, membungkuk kearah kuburan, kemudian mencium dan mengusapnya.
5. Shalat di atas kuburan, ini tidak diperbolehkan kecuali shalat jenazah bagi yang ketinggalan dalam menyolatkan si mayit.
6. Membagikan makanan atau mengadakan acara makan-makan di kuburan.
7. Membangun kubur, memberi penerangan (lampu), memasang selambu atau tenda diatasnya.
8. Menaburkan bunga-bunga dan pelepah pepohonan di atas pusara kubur. Adapun apa yang dilakukan Rasulullah ketika meletakkan pelepah kurma diatas kubur adalah kekhususan untuk beliau dan berkaitan denga perkara ghaib, karena Allah memperlihatkan keadaan penghuni kubur yang sedang disiksa.
9. Memasang prasasti baik dari batu marmer maupun kayu dengan menuliskan nama, umur, tanggal lahir dan wafatnya si mayit.
10. Mempunyai persangkaan bahwa berdo'a dikuburan itu mustajab sehingga harus memilih tempat tersebut.
11. Membawa dan membaca Mushaf Al Qur'an diatas kubur, dengan keyakinan bahwa membaca di situ memiliki keutamaan. Juga mengkhususkan membaca surat Ya sin dan Al Fatihah untuk para arwah.
12. Ziarahnya para wanita ke kuburan, padahal dalam hadits Rasulullah jelas-jelas telah bersabda:
"Allah melaknat para wanita yang sering berziarah kubur dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid." (Riwayat Imam Ahmad dan Ahlus sunan secara marfu')
13. Meninggikan gundukan kubur melebihi satu dhira' (sehasta) yakni kurang lebih 40cm.
14. Berdiri di depan kubur sambil bersedekap tangan layaknya orang yang sedang shalat (terkesan meratapi atau mengheningkan cipta, red).
15. Buang hajat diatas kubur.
16. Membangun kubah, menyemen dan menembok kuburan dengan batu atau batu bata
17. Memakai sandal ketika memasuki komplek pemakaman, namun dibolehkan jika ada hal yang mambahayakan seperti duri, kerikil tajam atau pecahan kaca dan sebagainya, atau ketika sangat terik dan kaki tidak tahan untuk menginjak tanah yang panas.
18. Membaca dzikir-dzikir tertentu ketika membawa jenazah, demikian pula mengantar jenazah dengan membawa tempat pedupaan untuk membakar kayu cendana atau kemenyan.
19. Duduk di atas kuburan
20. Membawa jenazah dengan sangat pelan-pelan dan langkah yang lambat, ini termasuk meniru ahli kitab Yahudi dan menyelisihi sunnah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam.
21. Menjadikan kuburan sebagai ied dan tempat berkumpul untuk menyelenggarakan acara-acara Ibadah disana. ‎