Sabtu, 12 September 2015

Sejarah Kisah Peperangan Pati vs Mataram

Tingkat kebenaran sejarah tradisional nusantara versi babad memang banyak dipertanyakan namun karena minimnya sumber valid yang tersisa pada periode itu tetap saja ia “dielu-elukan”, misal tak kurang dari seorang H. J. De Graaf.

Sejarah tersebut pada umumnya didominasi oleh catatan penguasa (pemenang) tentang pergolakan di seputaran 3-A, yakni tahta, harta dan wanita ---bandingkan dengan 3-G (gold, glory and gospel)--- yang tidak jarang justru terjadi di antara kalangan dekat sendiri sehingga berbuah perang saudara dan berdampak pada munculnya catatan tulis ataupun lisan semacam legenda atau serat tandingan atau katakanlah “dendam budaya” yang tidak jarang dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial untuk mempersedap praktek politik devide et impera-nya dan nuansanya masih terasa hingga sekarang. Dan, fenomena itu terjadi juga pada khasanah sejarah Pati (baca:Pathi) Jawa Tengah Indonesia.

Dalam versi babad, sejarah Pati beriring-erat dengan Mataram Islam (abad XVII) bahkan lahir dari rahim yang sama ---ada yang mengatakan beririsan pula dengan masa Majapahit (1293 hingga 1500 M)---, karenanya Pati-Mataram Islam (Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningkrat, sekarang) menorehkan catatan persaudaraan yang hangat, kerjasama politik-ekonomi-militer yang bermakna dan ironisnya diakhiri dengan perang saudara yang memilukan.
Sejarah kekuasaan Pati dimulai dari ketika Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya sebagai kelanjutan dari Kerajaan Demak Bintara menghadapi tuntutan hak Harya Penangsang (Jipang-Bojonegoro) yang merasa paling legal sebagai pewaris tahta eks Kerajaan Demak itu, meski dalam prakteknya diskursus hak ini debateble. Sultan Hadi Widjoyo bermaksud mempertahankannya dan terjadilah perang. Untuk memadamkan “pemberontakan” ini Sultan Hadiwijaya medeklarasikan sayembara bahwa siapa yang bisa membunuh Harya Penangsang akan diberi hadiah.

Dan, majulah para tamtama Pajang yang berasal dari Selo Grobogan, yakni Kyai Penjawi dan Kyai Pemanahan serta Ki Juru Martani  sebagai pengatur strategi dengan menggunakan seorang bocah Danang Sutawijaya sebagai eksekutornya. Atas keberhasilan itu mereka berdua diberi hadiah alas (hutan) mentaok (mataram) dan bumi Pati. Pemanahan memilih alas mentaok plus harta kekayaan dari nadzar Ratu Kalinyamat karena terbalasnya kematian suaminya oleh Harya Penangsang dan direalisir menjadi Kadipaten Mataram di bawah Kerajaan Pajang.

Sementara itu, Penjawi mendapatkan bumi Pati yang saat itu sudah merupakan kota dengan jumlah penduduk 10.000 jiwa, menjadi Kadipaten Pati juga di bawah Kerajaan Pajang. Sebagai catatan: oleh karena dari rahim kelahiran yang sama inilah dalam perkembangan hubungan Pati-Mataram ---meskipun kenyataannya Mataram pada akhirnya justru mencaplok Pajang sebagai Bapak kandungnya--- pihak Pati selalu berpendirian bahwa antara Mataram dan Pati secara politik sederajad yang notabene pendirian ini dipertahankannya hingga titik darah penghabisan.

Awalnya, Kadipaten Pati-Mataram di bawah Kerajaan Pajang hidup rukun karena setara dan bersaudara (adik-kakak). Namun setelah Mataram yang bercorak politik luar negeri ekspansionis dan dalam perkembangannya mampu melumat Kerajaan Pajang yang atasannya itu rupan-rupanya mulai memandang sebelah mata terhadap Pati. Logikanya barangkali adalah karena Pati merupakan bawahan Pajang dan semenjak Pajang takluk oleh Mataram, maka otomatis Pati ialah bawahan Mataram.

Penguasa Mataram setelah Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601 M, di ganti oleh putranya Mas Jolang atau Sultan Anyakrawati kelak terkenal sebutan Sultan Seda Krapyak. Kemudian setelah Sultan Anyakrawati meninggal di ganti oleh putranya yaitu Raden Mas Anyokrokusuma. Cucu Panembahan Senopati ini menjadi Raja Mataram sangat terkenal tahun 1613 – 1645 M.

Penguasa di Kadipaten pati jiga mengalami perubahan. Setelah Adipati Pragola I wafat karena usia tua, kekuasaan diserahkan putranya yaitu Adipati Pragola II. Cucu Ki Ageng Penjawi ini memerintah Kadipaten Pati dengan arif bijaksana sehingga rakyatnya merasa aman sejahtera.

Adipati Pragola II (wasis Djoyo Kusumo) mempunyai istri bernama Raden Ajeng Tulak atau Ratu Mas Sekar yg merupakan Adik Sultan Agung.
Adipati Pragola II adalah adik ipar Sultan Agung Anyokrokusuma yang sama-sama merupakan keturunan Prabu Brawijaya Raja Majapahit.

Adipati Pragola II dalam nenjalankan roda pemerintahan di Kadipaten Pati mendapat dukungan penuh dari enam tumenggung. Ke enam tumenggung tersebut yaitu, Tumenggung Mangunjaya, Adipati Kenduruan, Tumenggung Ramananggala, Tumenggung Tohpati, Adipati Sawunggaling, dan Tumenggung Sindurejo. Mereka telah bersumpah setia untuk membela buni Pati hingga titik darah penghabisan.

Awal perselisihan dan adudomba

Ketika Mataram sedang memusatkan perhatian menyusun kekuatan untuk menggempur daerah Surabaya, Adipati Pragola II berselisih dengan pembesar di Jepara. Perselisihan tersebut hingga memuncak dan sang Adipati Pragola mengirim ke enam Tumenggung ke Jepara untuk menyelesaikannya. Keesokan harinya dengan seribu prajurit tempat kediaman penguasa Jepara di porakporandakan hingga rata dengan tanah.

Patih Jepara Ki Laksamana marah atas peristiwa tersebut dan pergi melapor ke penguasa Mataram. Ki Laksamana sampai di Mataram di terima oleh Tumenggung Endranata. Patih Ki Laksana melapor bahwa Adipati Pragola Pati akan memberontak Mataram.

Pada pisowahan agung di kerajaan Mataram, yg bersamaan dengan hari raya, dihadiri oleh para punggawa kerajaan dan para pimpinan antara lain dari Bagelan, Grobogan, Kudus, Kalinyamat, Demak, dan Lasem.

Satu-satunya yg tidak hadir adalah Adipati Pragola II dari Kadipaten Pati. Ketidak hadiran Adipati Pragola II dalam pisowahan karena alasan yg sama seperti Adipati Pragola I ayahnya,yang beranggapan bahwa Pati dan Mataram itu sedrajat.

Mengetahui adik iparnya tidak hadir Sultan Agung marah besar dan menanyakan pada raden Purbaya,belum sempat menjawab sudah di dahului oleh Tumenggung Endranata, bahwa Adipati Pragola II akan memberontak Mataram, bahkan Adipati Pragola II sudah menginventasisasi berbagai senjata untuk menggulingkan Raja Mataram. 

Laporan ini membuat Raja Mataram hati-hati sehingga ia mengirimkan telik sandi ke Pati, untuk mengetahui sepak terjang Adipati Joyo Kusumo, laporan yang diterima sesuai dengan apa yang pernah dilaporkan istri Kyai Demang bahwa Pati sedang menyusun kekuatan. Raja Mataram segera mengirimkan pasukan ke Pati. Pasukan ini sebenarnya akan dipersiapkan untuk melawan Surabaya. konsentrasi Mataram sedang disibukan dengan penumpasan Surabaya.. Tapi dialihkan menuju ke wilayah Pati guna mencegah terjadinya pemberontakan di wilayah tersebut.

Perang saudara ini bisa dicegah dengan mengadakan perkawinan politik antara anak Sultan Agung dengan anak Joyo Kusumo, dan ini sangat efektif untuk meredam pemberontakan di Wilayah Pati. Pasukan Mataram kemudian dialihkan kembali ke penyerangan Surabaya Disamping itu juga untuk mencegah terjadinya pemberontakan wilayah, Pati salah satu kekuatan yang menjadi perhitungan politik Sultan Agung, sehingga harus dipertahankan supaya tetap mendukung Mataram.

Adi pati Joyo Kusumo gagah berani tampil sebagai pemimpin wilayah Pantai, mereka mengumpulkan Penguasa Utara di Juana. Bahkan ketika pengirimin pasukan untuk menyerang Surabaya ia menjadi panglimanya menggantikan Adipati Sujanapura yang gugur dalam pertempuran. Adipati Joyo Kusumo juga ikut dalam menumpas Pemberontakan Tuban. ‎bersama Lasem bahu membahu untuk menundukan kekuatan dan strategi perang Tuban dengan besar-besaran,. sedangkan palimanya Adipati Martoloyo lebih senang menunggu musuh daripada menyerang dahuluan. Joyo Kusumo juga pernah menjadi ‎panglima yang gagah berani. Ia bahu membahu dengan pasukan Tumenggung Alap-alap

Setelah penyerangan Surabaya selesai, penarikan pasukan kembali ke wilayahnya masing-masing. Temenggung Endranata mulai kasak-kusuk di dalam Keraton Mataram, ia menterjemahkan mimpi Sultan Agung, tentang kedatangan seorang berbaju putih yang mengharuskan menyingkirkan empat orang terkemuka yang dapat menjadi duri dalam daging di Mataram. Temenggung Endratara membisikan siapa saja yang menjadi penghalang Sultan Agung.

Adipati endranata melemparkan isyu bahwa Pati akan mengadakan penyerangan terhadap Mataram.. Pargola memperluas wilayahnya dengan mengangkat enam Bupati MangunJaya, Kanduruwan,Raja Menggala, Toh Pati, Sawunggaling dan Sindurejo. Mereka ia bersumpah sampai titik darah penghabisan

Kisah awal peperangan

Raja Sultan Agung memanggil beberapa adipati menghadap ke Mataram, Raja menanyakan kenapa Adipati Pragola tidak menghadap. Temenggung Endranata menerangkan bahwa Pati tengah menyusun kekuatan dengan penguasa-penguasa pantai utara, kecuali Demak yang masih setia kepada Mataram, hal ini membuat murka Sultan Agung.

Akhirnya Sultan Agung memutuskan Pati di serbu. Pati diserbu dari tiga penjuru, yaitu arah timur, selatan dan barat. Ratusan ribu prajurit Mataram dikerahkan untuk menghancurkan Pati. Kadipaten Pati memang dianggap oleh Sultan Agung yg paling kuat karena satu-satunya wilayah yg belum terkalahkan.
 
Persiapan dilakukan mulai dari penunjukan para pimpinan, persenjataan, dan perbekalan selama perang. Sebagai Senapati Mataram untuk menyerang Pati ditunjuk Tumenggung Alap-alap. 

Raja mengatur pasukan sebelah kanan yang dipimpin Adipati Martoloyo membawai pasukan Mancanegara, pasukan ini bermukim di Pekuwon Juwana bagian timur.

Pasukan Mataram dari arah selatan dipimpin oleh Pangeran Madura yg membawahi prajurit Kedu, Begalan dan Pamijen, pasukan ini mendirikan tenda-tenda perkemahan di kaki Gunung Kendeng sekitar daerah Cengkalsewu sebelah selatan Pati.

Pasukan dari arah barat dipimpin oleh Pangeran Sumedang (Rangga Gempol) yang membawahi pasukan khusus berkuda,pasukan ini mendirikan barak di sekitar wilayah Matraman Margorejo sebelah barat Pati.

Terakhir keluarga Raja yang memimpin pasukan-pasukan Pamejagan mataram. Pengawal pribadi terdiri dari 2.000 prajurit semua kapendak yang ada diantara mereka harus mengikuti raja.

Pasukan mengepung melewati Pajang dan Taji sehingga banyak penduduk berlarian menuju ke Kota Pati. Kadipaten Pati dikepung prajurit dari segala penjuru, pasukan telik sandi Pati melaporkan bahwa ada gerakan dari pasukan menuju Pati yang dipimpin langsung oleh Sultan Agung. 

Adipati Pati mengumpulkan rakyatnya yang masih setia untuk berkumpul menyelenggarakan pesta. Untuk pengikutnya yang setia sebab esok akan mengadakan pertempuran habis-habisan.

Jalannya Peperangan

Adipati Pragola II mengetahui wilayah Pati sudah di kepung rapat oleh pasukan musuh.,ia tetap tegar dan tidak akan mundur selangkah pun. Apalagi seluruh rakyat Pati mendukung untuk mempertahankan kedaulatan rakyat Pati hingga titik darah penghabisan. Semua prajurit Kadipaten Pati sudah siap siaga menempati pos-pos pertahanan yg sudah ditentukan. Para punggawa Kadipaten Pati juga tidak tinggal diam, mereka memimpin laskar andalan yg terdiri dari prajurit-prajurit terlatih.

Pasukan Pati mengenakan pakaian yang sama hitam-hitam, sedangkan rakyat berpakaian seadanya. Mereka berkumpul menunggu Adipati Pragola yang sedang siap-siap, ia mandi, mengenakan baju yang sangat bagus, melengkapi diri dengan pakaian-pakain pusaka (Kere Wojo), dan jimat pusaka.

Adipati Pati bersama pasukannya menuju sector kanan, Serangan Pati ditujukan pada sayap kanan pasukan Mataram yang berada dibawah pimpinan Matralaya, dalam pasukan itu juga ada Adipati Endranata berada. Pihak Mataram mengalami kekalahan besar, dihajar dengan pasukanPati dengan kekuatan penuh, sehingga pasukan Mataram ditarik mundur sampai daerah perbatasan. Sisa-sisa Pasukan Mataram kocar-kacir menyelamatkan diri, misalnya Raja Niti, Mangun Oneng dan Kertajaya. Mataram lari ke Kunduruan, Pasukan Mataram meminta pertimbangan dengan Eyang Kunduruan agar membantu pasukan Mataram, namun Eyang tidak mau sehingga terjadi penyerbuan di kenduruan. Eyang Kunduruan telah siap dengan pasukan penuh ditambah Pasukan dari Adipati Pati. Mereka bahu-membahu memukul Pasukan Mataram, Pasukan Eyang Kunduruan mengusir Pasukan Mataram sampai di luar desa.

Melihat kemenangan di tangan Adipati Pati Pragola, dalam pertempuran ini Temenggung Endranata melarikan diri dan membelot ke Pasukan Pati. Juga pusat dan sayap kiri pasukan Mataram menderita kerugian besar, Pasukan Sawung Galing berhasil memporakporandakan pasukan inti Mataram, sehingga hanya keluarga Raja dengan 2000 pengawal yang masih bertahan.

Adipati Pragola mengobrak-abrik strategi Kalajengking, dia menyerang Pasukan tengah menuju ke arah Susuhunan. Pasukan Temenggung Singanaru dihajar habis-habisan sehingga seluruh anak buahnya tewas, Temenggung Singanaru berlari menyelamatkan diri, ia kehilangan seluruh anak buahnya, sehingga menimbulkan keadaan darurat.

Pasukan Adipati Pati terlena, setelah memenangkan pertarungan, sehingga dia menarik pasukan Pati kembali ke markasnya, pengejaran terhadap Pasukan Mataram hanya sampai di tapal batas saja. Mereka tidak mengejar lagi karena menduga sisa Pasukan Mataram kembali ke Mataram.

Raja Mataram memerintahkan mundur semua pasukan, untuk menyusun kembali Pasukan Mataram yang tersisa. Banyak Pasukan Mataram yang kocar-kacir kehilangan induk semangnya. Sultan Mataram memerintahkan Pasukan Mataram yang ada di tiga sector, sayap kanan, kiri dan tengah untuk tidak melakukan serangan, ditahan dulu pasukannya menunggu komando berikutnya.

Raja Mataram di dalam hutan, mengumpulkan para pemimpin pasukan untuk mengkaji ulang strategi perang, dan untuk menemukan stategi baru untuk menundukan Pati. kemudian memukul gong pusaka Kiai Bicak, tetapi tidak berbunyi. Ia kehilangan semangat dan berdoa kepada Allah, setelah itu gong berbunyi lagi dengan suara nyaring, ini menggobarkan semangat para prajurit Mataram, yang tadinya sudah mundur. Sekarang mereka maju lagi untuk bertempur.

Sisa Pasukan Mataram yang bertahan ditapal batas, dan pasukan yang masih di hutan Jepara, Purwodadi, Kudus bergabung kembali dengan Pasukan Sultan Mataram, setelah telik sandi menginstruksikan untuk segera merapat dan bertemu dengan pasukan Sultan Mataram, sambil menunggu bantuan dari Kerajaan Mataram yang akan menyerbu Surabaya, untuk dialihkan dahulu membantu Pasukan Mataram yang mau menyerang Pati.

Meskipun demikian, Adipati Pragola masih yakin akan kemenangannya. Ia mengadakan pembunuhan besar-besaran pada pihak Mataram. Raja Mataram segera mengirim pasukan tambahan danmengarahkan pengawal dan keluarganya, yang dipimpin oleh Pangeran Purbaya dan keluarganya. Mereka merapat bergabung dengan sisa pasukan Mataram dengan menggunakan strategi kombinasi, mengecoh pertahanan Pati. Pasukan Mataram bergerak melawan Adipati Kunduruan di daerah Selatan, Prawirataruna, Temenggung Toh Pati dan Tumenggung Mangunjaya bertahan di arah timur, Tumenggung Sindurejo dan Raja Menggala bertahan di sector Barat melawan gempuran Pasukan Tumenggung Alap-alap. sedangkan Pasukan Tumenggung Sawunggaling kocar-kacir melawan pasukan inti, ia tertangkap Pasukan Mataram dan di ekskusi ditempat.

Meskipun demikian, Adipati Pragola dengan semangat menyala-nyala maju ke depan, tetapi Raja Mataram menyerahkan tombak Kiyai Baru kepada Lurah Kapedak, Naya Derma. Tepat ketika raja sekali lagi memukul gongnya Naya Derma menusuk Pragola sehingga mengakibatkan luka ringan sebelah kiri. Pargola jatuh dari kudanya kemudian ia bangkit, dan memacu kudanya keluar dari kepungan Pasukan Mataram. Dia berlari untuk merawat lukanya, ditengah jalan kudanya berhenti dan Sang Adipati  Wafat di Sendang Sani pada hari Jum’at Wage tanggal 4 Oktober 1627 M. . Mendengar Adipati Pragola wafat. Temenggung Endranata dan pasukannya membelot, menganggap ini suatu alasan untuk kembali ke Pasukan Mataram. Semua pasukan Pati dimusnahkan, juga mereka yang ditangkap hidup lebih suka memilih mati.

Raja memerintahkan agar jenazah Pragola ditegakan dan jimat-jimatnya diambil. Melihat percikan darah pada Kiai Baru, raja mengerti bahwa adiknya terbunuh dengan senjata itu.

Sementera itu Tumenggung Mangunjaya melarikan diri ke dalam istana dan menyampaikan berita kekalahan kepada para wanita disana juga kepada empat menteri jaga : Sura Prameya, Rangga Jaladra, Sura Antaka dan Pengalasan. Mereka bertempur terus sampai mati dengan 200 prajurit yang masih ada. Ini dilakukan dialun-alun, hanya Mangunjaya yang membawa berita kekalahan kepada para wanita, mereka cepat berlari meninggalkan Kadipaten Pati menuju ke Gunung Prawata. Melalui pintu belakang bersama putra mahkota yang masih muda.

Temenggung Alap-alap dengan beberapa pasukannya mengobrak-abrik Pasukan Pati, mereka memporakporandakan istana dan menguras habis istana bersama dengan pengikut-pengikutnya, kekayaannya dirampas dan rumahnya dibakar diratakan dengan tanah. ia memerintahkan untuk membawa para wanita ke Mataram.

Sultan Mataram bertemu dengan adiknya yang juga istri Pragola, ia bertanya kenapa Pati harus memberontak terhadap Mataram, janda Pragola menceritakan bahwa Sultan Mataram dan Pragola Pati diadu domba oleh Adipati Endranata. Raja Mataram marah besar, sehingga ia memerintahkan Martalulut dan Singanegara untuk membunuh Adipati Endranata dan dipertontonkan ususnya di Pasar Gede.
Adipati Pragolo Djoyo Kusumo sebagai tokoh Pahlawan Sejati Korban Fitnah dari pejabat yang Lalim.
Adipati Pragola II rela berkorban hingga titik darah penghabisan, Adipati gugur di medan perang untuk mempertahankan wilayah dan kedaulatan negeri Pati. Namanya harum dikenang dan diagungkan oleh masyarakat Pati.
Tentu saja, tewasnya Adipati junjungannya yang berarti kehancuran Kadipaten Pati dapat dimaklumi secara psikologis membawa luka yang mendalam bagi rakyatnya. Mulai saat itu hingga sekarang sebagai tanda peringatan atas naasnya Adipati Pragola II yang sangat dihormatinya itu hari Jumat Wage menjadi hari yang disakralkan oleh (sebagian) orang-orang Pati.‎

2 komentar:

  1. arya penangsang bukan adipati jipang-bojonegoro, ttp jipang panolan-kudus.dan pemberontakan arya penangsang 100% atas restu sunan kudus,atas tuntutan kematian ayahnya(raden kikin,sekar sedo ing lepen) yg diduga dibunuh sunan prawoto(putra sultan trenggono)

    BalasHapus
  2. Tulisan ini PLAGIAT dari tulisan saya. (Lihat: http://www.kompasiana.com/khoeriam/hubungan-regional-pati-dan-mataram-islam-alias-yogyakarta_55297d70f17e61f2778b4569).
    Saya sungguh menyayangkan pemilik blog atasnama WIYONGGO SETO yang beraksesoris profil Menapak Jejak Mengenal Watak, Sura dira djayaningrat lebur dening pangastuti, mamahayu hayuning bawana, tapi mengambil sebagian besar tulisan orang tanpa menyebut sumbernya. Jika tidak ada klarifikasi lebih lanjut saya pertimbangkan saya untuk mengambil langkah-langkah prosedural. terimakasih...

    BalasHapus