Rabu, 28 Oktober 2015

Hukum Memakai Gelang Kaki

Dihalalkan bagi wanita memakai (perhiasan) emas, baik yang melingkar maupun tidak melingkar, berdasarkan keumuman firman Allah :

أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ

"Dan Apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran. [Az Zuhruf/43 : 18]

Allah Subhanahu Wata'ala menyebutkan, bahwa hilyah (perhiasan) termasuk diantara sifat-sifat wanita dan perhiasan tersebut secara umum, baik perhiasan emas atau lainnya. 

Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan An Nasa'i dengan sanad yang baik (Jayyid), dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib Radiayallahu 'anhu, bahwa Nabi Sallallahu 'Alaihi wa salam, mengambil sutera, kemudian di letakkan di tangan kanannya dan mengambil emas, kemudian di letakkan di tangan kirinya, lalu beliau bersabda, 

إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي

"Sesungguhnya kedua benda ini (sutera dan emas) diharamkan bagi laki-laki dari umatku."

Ibnu Majah menambahkan dalam riwayatnya :

حِلَّ لِإِنَاثِهِمْ

"Halal bagi perempuan mereka"

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasa'i dan At Tarmidzi, dishahihkan olehnya. Dan dikeluarkan juga oleh Abu Daud dan Hakim, dan di shahihkan olehnya. Dikeluarkan oleh AthThabrani dan dishahihkan oleh Ibnu Hazm, dari Abu Musa Al Asy'ari Radiallahu'anhu, bahwa nabi sallallahu 'alaihi wa salam bersabda.

أُحِلَّ الْحَرِيرُ وَالذَّهَبُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا

"Emas dan sutera dihalalkan bagi orang-orang perempuan umatku dan diharamkan bagi laki-lakinya"

Hadits tersebut di nyatakan cacat dengan al inqitha' (terputus sanadnya) antara Sa'id bin Abu Hindun dengan Abu Musa (Al Asy'ari). Akan tetapi tidak ada dalil yang dapat dipercaya tentang kecacatannya itu, dan kami sudah menyebutkan ulama-ulama yang telah menshahihkannya. Jika pun diharuskan benarnya kecacatan yang disebutkan tadi (terputus sanadnya), maka hadits ini naik derajatnya dengan hadits-hadits lainnya yang shahih, sebagaimana hal tersebut merupakan kaidah yang dikenal di kalangan imam-imam hadits.

Berdasarkan ini ulama salaf berjalan, dan lebih dari seorang telah menukil ijma' (kesepakatan) tentang bolehnya wanita memakai perhiasan emas. Kami sebutkan perkataan sebagian ulama Salaf sebagai tambahan penjelas (masalah ini).

Al Jashash berkata dalam tafsirnya, jus II hal.388, berkaitan pernyataannya tentang emas. "Hadits-hadits yang datang tentang di bolehkannya emas bagi wanita dari Nabi sallallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat lebih jelas dan lebih masyhur, dibanding dengan hadits yang melarang. Dan dalam pendalilan (penunjukan) ayat (yang dimaksud dengan ayat, ialah ayat yang kami sebutkan tadi , surat Az Zuhruf : 18, pent). Juga jelas tentang bolehnya perhiasan emas bagi wanita. Pemakaian perhiasan bagi wanita telah tersebar luas sejak zaman nabi Sallallahu 'alaihi wassalam dan sahabat sampai pada zaman kita ini, tanpa seorang pun yang mengingkari mereka (wanita-wanita yang memakai emas). Demikian pula tidak bisa di ingkari (dipertentangkan) dengan khabar-khabar ahad."

Al Kayaa Al Harasi berkata dalam tafsir Al Qur'an juz IV hal. 391, dalam menafsirkan firman Allah Subhanahu Wata'ala,

أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ

"Artinya : Dan Apakah patut (menjadi anak Allah) orang (anak perempuan) yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan ......[Az Zuhruf/43 : 18]

Dalam ayat ini terdapat dalil bolehnya perhiasan bagi wanita dan ijma' (kesepakatan) terbangun kuat atas bolehnya, serta khabar-khabar (hadits-hadits) tentang hal ini tidak terhitung (banyaknya)".

Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra, juz IV hal.142, setelah menyebutkan sebagian hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya emas dan sutera bagi kaum wanita tanpa terperinci, berkata : " Khabar-khabar (hadist-hadits) ini dan hadits yang semakna dengannya, menunjukkan bolehnya berhias dengan emas bagi para wanita. Dan kami memperoleh petunjuk (dalil) dengan didapatkannya ijma' tentang bolehnya perhiasan emas bagi wanita dan terhapusnya (hukum) khabat-khabar yang menunjukkan haramnya perhiasan emas bagi wanita secara khusus".

An Nawawi rahimahullah berkata dalam Al Majmu' Juz IV hal.424, "Diperbolehkan bagi wanita memakai sutra serta berhias dengan perak dan emas dengan ijma' (kesepakatan) berdasarkan hadits-hadits yang shahih", Beliau juga berkata pada juz VI hal.40 (Pada kitab yang sama-pent), "Kaum muslimin telah bersepakat tentang diperbolehkan bagi wanita memakai beraneka ragam perhiasan dari perak dan emas semuanya. Seperti: Kalung, cincin, gelang tangan,, gelang kaki, dan semua perhiasan yang di pakai di leher dan selainnya, serta semua perhiasan yang biasa di pakai para wanita. Dalam hal ini, tidak ada perselisihan sedikitpun."

An Nawawi rahimahullah, berkata dalam Syarah Shahih Muslim, Bab : Diharamkan Cincin Emas Bagi Laki-Laki dan terhapusnya (hukum) diperbolehkannya pada permulaan islam," Kaum Muslimin telah bersepakat bolehnya cincin emas bagi wanita".

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam menjelaskan hadist Al Bara',

نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ سَبْعِ نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ

"Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam telah melarang kami dari 7 macam perkara. Beliau melarang kami dari (memakai) cincin emas (Al Hadits). Beliau rahimallah berkata pada Juz X hal. 317, "Nabi sallallahu 'alaihi wassalam melarang dari cincin emas atau memakai cincin emas khusus bagi laki-laki, tidak bagi wanita. Sungguh telah dinukilkan kesepakatan (ulama) tentang bolehnya bagi wanita."

Dihalalkan (perhiasan) bagi wanita secara mutlak, baik yang melingkar maupun tidak melingkar berdasarkan dua hadits yang telah lalu (di atas-pent), disertai dengan kesepakatan ahlul ilmi tentang hal itu yang disebutkan oleh imam-imam tersebut. Juga di tunjukkan oleh hadits-hadits berikut ini.

1. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An Nasa'i, dari 'Amr bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya. Bahwa seorang wanita mendatangi Nabi sallallahu 'alaihi wassalam bersama dengan puterinya. Dan di tangan puterinya ada dua gelang emas yang tebal. Kemudian Beliau Sallallahu 'alaihi wa salam berkata kepada wanita tersebut, "Sudahkah engkau memberikan zakat gelang ini?" wanita tersebut berkata, "tidak". Beliau bersabda, 

أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللَّه بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ قَالَ فَخَلَعَتْهُمَافَأَلْقَتْهُمَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَتْ هُمَا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِرَسُولِهِ

"Apakah engkau senang jika Allah memakaikan gelang padamu dengan keduanya pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka?" Kemudian wanita tersebut melepaskan kedua gelang itu dan menyerahkannya kepada Nabi Sallallahu 'alaihi wa salam dan berkata, "Dua gelang itu untuk Allah dan Rasul Nya".

Nabi Sallallahu 'alaihi wassalam menjelaskan kepada wanita itu tentang wajibnya mengeluarkan zakat bagi dua gelang yang disebutkan tadi. Dan beliau tidak mengingkari wanita tersebut karena memakaikan kedua gelang itu pada puterinya. Itu menunjukkan bolehnya hal tersebut. Padahal kedua gelang itu melingkar. Hadits tersebut shahih dan sanahnya jayyid (baik), sebagaimana Al Hafidz (Ibnu Hajar Al Asqalani, pent), memberitakannya dalam kitab Al Bulugh (Bulugh Al Maram, pent).

2. Hadits yang ada dalam Sunan Abu Daud dengan sanad yang shahih, dari 'Aisyah Radiallahu'anhuma, berkata : " Aku mempersembahkan sebuah perhiasan kepada Nabi Sallallahu 'alaihi wa salam yang dihadiahkan oleh seorang An Najasyi (raja Habasyah) kepada beliau. Dalam perhiasan itu terdapat cincin emas permata hubusy. Aisyah berkata : " Kemudian Rasulullah Sallallahu 'alaihi wassalam mengambilnya dengan ranting yang diulurkan atau dengan sebagian jari-jari Beliau. Kemudian Beliau memanggil Umamah puteri Abul 'Ash, yaitu anak dari puteri Beliau (Zaenab), kemudian Beliau berkata, 

تَحَلِّيْ بِهَذَا يَابُنَيَّةُ

"Berhiaslah dengan ini wahai cucuku".

Beliau sallallahu 'alaihi wassalam memberikan sebuah cincin berbentuk sebuah lingkaran dari emas yang kepada Umamah dan berkata, "Berhiaslah dengan cincin ini....",

Hal itu menunjukkan dibolehkannya emas melingkar secara nash.

3. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ad Daruquthni serta dishahihkan oleh Al Hakim sebagaimana dalam Bulugh Al Maram, dari Ummu Salamah Radiallahu'anhuma, Beliau (Ummu Salamah) memakai gelang kaki dari emas, kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, apakah ini kanzun (harta simpanan)?" Beliau bersabda, "Apabila engkau menunaikan zakat gelang kaki emas itu, maka itu tidaklah termasuk harta simpanan."

Adapun hadits-hadits yang dhahirnya merupakan larangan memakai emas bagi para wanita, maka hadits-hadits tersebut adalah syadz (ganjil) menyelisihi hadits lain yang lebih shahih dari hadits-hadits tersebut dan lebih tsabit. Imam-imam hadits telah menetapkan, bahwa hadits-hadits yang datang dengan sanad-sanad yang jayyid akan tetapi menyelisihi hadits-hadits (lain) yang lebih shahih darinya, tidak mungkin digabungkan (antara keduanya), dan tidak diketahui tarikhnya, maka hadits-hadits tersebut dianggap syadz, tidak dipercaya dan tidak diamalkan. 

Al Hafidz Al 'Iraqi rahimahullah, berkata dalam Al Afiyah : 
Hadits syadz adalah rawi tsiqah yang menyelisihi 
Rawi-rawi tsiqah lainnya pada sebuah hadits,
maka diperiksa oleh Asy Syafi'i. 

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam An Nukhbah (Nukhbatul Fikr, pent), teksnya adalah :

Jika seorang rawi diselisihi oleh rawi (lain) yang lebih rajih (kuat), 
maka ar rajih dinamakan al mahfudz dan 
lawannya dinamakan syadz. 

Sebagaimana disebutkan oleh imam-imam hadits, bahwa di antara syarat hadits shahih yang biasa diamalkan, bahwa hadits tersebut bukan hadits syadz. Dan tidak diragukan lagi bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan tentang haramnya emas bagi wanita, walaupun sanad-sanadnya selamat dari cacat-cacat, akan tetapi tidak mungkin digabungkan antara hadits-hadits tersebut dengan hadits-hadits shahih yang menunjukkan halalnya (bolehnya) emas bagi wanita dan hadits-hadits tersebut tidak diketahui sejarahnya. Maka, pastilah hadits-hadits tersebut syadz (ganjil), dan tidak shahih. Sebagai suatu pengamalan kaidah sya'riyyah yang telah dikenal di kalangan ahlul ilmi ini.

Hadits yang disebutkan oleh saudara kami fillah, Al 'Alamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam kitabnya Adabuz Zifaaf, berupa penggabungan antara hadits-hadits yang melarang (mengharamkan) dan hadits-hadits yang membolehkan (pemakain perhiasan emas bagi wanita) dengan membawa makna hadits-hadits yang mengharamkan kepada yang al muhallaq (emas yang melingkar), dan membawa makna hadits-hadits yang membolehkan pada selain al muhallaq (tidak melingkar), adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan hadits-hadits shahih yang menunjukkan kebolehannya. Karena dalam hadits-hadits shahih tersebut terdapat penghalalan (memakai) cincin. Sedangkan cincin melingkar.Penghalalan gelang, sedangkan gelang melingkar. Dengan demikian, maka apa yang telah kami sebutkan menjadi jelas. Dan juga karena hadits-hadits yang menunjukkan halal (bolehnya memakai perhiasan emas bagi wanita) adalah muthlaq (umum) tanpa pengikat. Maka, wajiblah mengambil dan mengamalkan) hadits-hadits yang menghalalkan tersebut karena kemuthlaqannya dan keshahihan sanad-sanadnya. Serta telah dikuatkan oleh apa yang dihikayatkan oleh sekelompok ahlul ilmi berupa ijma' (kesepakatan) akan terhapusnya (hukum) hadits-hadits yang menunjukkan keharaman (emas melingkar bagi wanita), sebagaimana yang telah kami nukilkan ucapan-ucapan mereka di atas. Inilah yang haq tanpa ragu lagi. 

Dengan demikian, maka hilanglah syubhat (kesamaran) dan hukum syar'i menjadi jelas, yang tidak ada keraguan di dalamnya. Yaitu halalnya (perhiasan) emas bagi wanita-wanita umat ini dan diharamkannya (emas) bagi laki-laki. Wallahu waliyuttaufiq walhamdulillahi rabbil 'alamin. Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wassalam, keluarganya dan para sahabatnya Radiallahu 'anhum.


Telah dimaklumi bahwa Allah SWT menciptakan wanita dengan tabiat senang berhias. Dan dengan kemurahan-Nya Dia membolehkan wanita memakai seluruh perhiasan yang ada selama tidak ada dalil yang melarang dan membolehkan wanita menempuh cara - cara yang diperkenankan oleh syariat guna untuk mempercantik dan menghias dirinya. Namun di sana ada sisi yang tidak boleh diabaikan.

Menyikapi permasalahan yang saudara tanyakan kalau memang tidak berlebihan, bahkan di arab pun itu merupakan bagian dari hiasan maka hukumnya boleh. Dan yang namanya perhiasan itu tentuk untuk mempercantik. Nah, di lingkungan tertentu dan tradisi suku tertentu memakai gelang kaki itu (binggel) justru menambah kecantikan atau sebaliknya (ngisin - ngisini = dalam bahasa jawa) dan ukurannya sejauh mana kami kira mereka sendiri yang mengetahuinya. Memakai perhiasan emas itu bukan untuk berbangga - bangga dan diperlihatkan kepada yang lain maka hal semacam ini sama dengan tradisi jahiliyah dan Allah SWT dalam Al - Quran melarang hal yang semacam ini.
Dia yg Maha Suci berfirman:

لاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يَخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ ﴾

“Dan janganlah mereka menghentakkan kaki-kaki mereka agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan.”

Mari lihat tafsir kepada ayat 31 surah an-Nur:

وقوله تعالى {ولا يضربن بأرجلهن} الاَية, كانت المرأة في الجاهلية إذا كانت تمشي في الطريق وفي رجلها خلخال صامت لا يعلم صوته, ضربت برجلها الأرض, فيعلم الرجال طنينه, فنهى الله المؤمنات عن مثل ذلك, وكذلك إذا كان شيء من زينتها مستوراً فتحركت بحركة لتظهر ما هو خفي دخل في هذا النهي لقوله تعالى: {ولا يضربن بأرجلهن} إلى آخره ومن ذلك أنها تنهى عن التعطر والتطيب عند خروجها من بيتها ليشتم الرجال طيبها, فقد قال أبو عيسى الترمذي: حدثنا محمد بن بشار, حدثنا يحيى بن سعيد القطان عن ثابت بن عمارة الحنفي, عن غنيم بن قيس, عن أبي موسى رضي الله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال «كل عين زانية والمرأة إذا استعطرت فمرت بالمجلس فهي كذا وكذا» يعني زانية, قال وفي الباب عن أبي هريرة: وهذا حسن صحيح, رواه أبو داود والنسائي من حديث ثابت بن عمارة به.

Berkata Allah SWT: “Dan janganlah mereka menghentak kami mereka….”. Pada zaman jahilliah, ketika wanita-wanita itu melalui jalan-jalan atau lorong-lorong, di kaki mereka mempunyai gelang dan tiada sesiapa yang dapat mengetahui (mendengar) bunyinya, maka mereka menghentakkan kaki mereka ke bumi supaya orang-orang lelaki dapat mendengar bunyi gelag itu. Allah SWT melarang wanita beriman daripada hal seperti itu. Begitu juga jika ada sesuatu hiasan yang tersembunyi, dan perempuan itu menggerak-gerakkannya untuk menzahirkan apa yang tersembunyi padanya, maka ia termasuk di dalam larangan ini: “ Dan janganlah menghentak-hentakkan kaki mereka…hingga akhir ayat. [Tafsir Ibn Kathir]

{ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ } أي: لا يضربن الأرض بأرجلهن، ليصوت ما عليهن من حلي، كخلاخل وغيرها، فتعلم زينتها بسببه، فيكون وسيلة إلى الفتنة.

“ Dan janganlah menghentak-hentak kaki mereka supaya diketahui apa yang disembunyikan daripada perhiasan mereka”. Maksudnya: Janganlah dihentak-hentak bumi dengan kaki mereka supaya berbunyi perhiasan mereka, seperti gelang-gelang kaki dan lain-lain. Dan oleh sebab itu (hentakan kaki tersebut), diketahui perhiasannya, maka ia menjadi wasilah kepada fitnah. [Taisir al-Karim ar-Rahman, asy-Sheikh as-Sa’di]

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Janganlah seorang wanita menghentakkan kaki ketika berjalan utk memperdengarkan suara gelang kaki yg dikenakan krn memperdengarkan suara perhiasan yg sedang dipakai sama dgn memperlihatkan wujud perhiasan tersebut bahkan lebih. 

Sasaran dari pelarangan ini adalah agar wanita menutup diri .” Beliau melanjutkan: “Siapa di antara wanita yg melakukan hal ini karena bangga dengan perhiasan yg dipakai mk perbuatan tersebut makruh. Dan bila ia melakukan dengan maksud tabarruj dan sengaja menunjukkan kepada kaum lelaki maka ini haram lagi tercela.”

Ath-Thabari membawakan riwayat dari al-Mu’tamir, dari ayahnya, bahwa Hadzrami berpendapat, ada seorang wanita yang membuatgelang kaki dari perak dan diberi gemercing. Ketika melewati sekelompok laki-laki, dia menggerakkan kakinya dan muncullah suara gemercing. Kemudian Allah menurunkan ayat ini (Tafsir ath-Thabari, 19:164).

Ayat ini menunjukkan bahwa perhiasan gelang kaki semacam itu sudah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dikenakan oleh wanita. Allah tidak melarang untuk menggunakan gelang kaki itu, namun Allah melarang membunyikan gelang kaki itu di hadapan lelaki yang bukan mahram, sehingga menjadi sumber firnah bagi lelaki lain.

يجوز للمرأة  لِبْسُ الخُلْخَالِ في السَّاق للجَمَالِ ، لكن لا تُحَرّكُهُ أمام الأجانِبِ لتُظْهِر ذلك لهم

Dibolehkan bagi wanita untuk memakai gelang kaki di betis untuk kecantikan. Namun tidak boleh digerakkan di depan lelaki yang bukan mahram, untuk menampakkan suara itu di hadapan mereka.


Dalam ayat lain Allah ta`ala melarang kaum wanita utk keluar rumah dgn ber-tabarruj

وَقَرْنَ فِي بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُوْلَى

“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan jangan bertabarruj sebagaimana tabarruj orang orang jahiliyah terdahulu.
Wallohu A'lam‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar