Jumat, 20 November 2015

Waspadai Fitnah Di Akhir Zaman

حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ عَنْ بَدْرِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ عَامِرٍ عَنْ رَجُلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَكُونُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ أَرْبَعُ فِتَنٍ فِي آخِرِهَا الْفَنَاءُ‎

Telah menceritakan kepada kami [Harun bin Abdullah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Dawud Al Hafari] dari [Badr bin Utsman] dari [Amir] dari [seorang laki-laki] dari [Abdullah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Pada umatku akan terjadi empat macam fitnah, dan yang terakhir adalah kebinasaan." [HR. Abudaud No.3703].‎

Fitnah adalah bentuk komunikasi kepada satu pihak atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma / pemikiran negatif pada sesuatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain, fitnah didasarkan pada fakta palsu yang dipengaruhi oleh sifat penghormatan, buruk sangka, obsesi, atau menjatuhkan dan / atau menaikkan nilai reputasi seseorang atau sesuatu pihak. Kata "fitnah" diserap dari bahasa Arab, dan pengertian aslinya adalah "cobaan" atau "ujian".

Fitnah merupakan Tuduhan (khabar, kisah dan lain-lain) yang diada-adakan (dibuat-buat) untuk memburukkan atau membencanakan seseorang.

Ada banyak media yang digunakan untuk menyebar Kabar palsu atau fitnah kepada sesuatu pihak. Fitnah bisa dilakukan melalui metode suara atau berbisik antara seseorang atau seseorang yang lain. Menggunakan media komunikasi modern seperti menggunakan media massa baik melalui berita, koran, radio, televisi, internet dan lain-lain. Fitnah juga bisa dikembangkan antara satu pihak bertentangan dengan pihak lain dengan hanya menjanjikan sesuatu dengan upah kepada pihak yang terlibat fitnah.
Fitnah antara individu
Menjatuhkan martabat individu, menyebabkan pertentangan, perampokan, pembunuhan antara individu yang satu dengan yang lain.

Fitnah antara keluarga
Menyebabkan keluarga sulit untuk saling memahami satu sama lain, hubungan antara keluarga selalu dipengaruhi rasa tidak tenteram, dendam, tidak ramah, sering bertelagah, pergaduhan, kekasaran, pukul-memukul, bercerai antara suami istri, kehilangan anak dan lain-lain.

Fitnah antara masyarakat
Masyarakat menjadi tidak mufakat, enggan bekerja sama dalam aktivitas lingkungan, relawan, perselisihan antara komunitas, saling memburukkan antara berbagai pihak, kemajuan masyarakat menjadi turun, adanya kesenjangan sosial yang luas, pergaduhan, pencurian, perampokan, pembakaran kawasan penduduk, lingkungan yang tidak tentram, porak peranda dan lain-lain.

Fitnah antara politik / negara
Suasana hubungan antara partai politik tidak reda, sering terjadinya api kemarahan internasional, agama dan masyarakat. Jurang kemiskinan kian menjadi-menjadi, isu tuduh-menuduh terus merajalela, media arus perdana sering berat sebelah, kekacauan, kebangkitan suara rakyat yang meminta keadilan secara terang-terangan, pergaduhan antara pemerintah dan rakyat, ekonomi negara statis / hancur atau tak menentu dan tingkat inflasi meningkat, perang, kerusakan harta benda dan lain-lain.

Sebab dan akibat dari fitnah akan mengakibatkan korban yang sungguh dahsyat, bukan saja nama orang yang difitnah itu mendapat aib, tetapi boleh mengakibatkan lenyapnya satu-satu bangsa, ataupun jatuhnya sesebuah negara, akibat korban fitnah. 

Sejarah Islam telah menjadi bukti yang nyata iaitu dimana tiga orang Khalifah Islam menjadi korban fitnah, seperti terbunuhnya Khalifah Umar ibnu Khattab R.A., terbunuhnya Khalifah Othman bin Affan R.A., terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib R.A., dan juga antara lainnya iaitu zuriat Nabi S.A.W. sendiri, yang dibunuh dengan kejamnya oleh manusia-manusia yang gila akan kuasa. 

Dalil Qur'an Dan Hadits menjelaskan Tentang Fitnah 

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (١٩٠) وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (١٩١) فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٩٢) وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلا عُدْوَانَ إِلا عَلَى الظَّالِمِينَ (١٩٣)

190.Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

191. Bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah). Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah Balasan bagi orang-orang kafir.

192. Tetapi jika mereka berhenti, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

193. Dan perangilah mereka itu, sampai tidak ada fitnah lagi, dan ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.

Fitnah di ayat ini adalah kekafiran, kemusyrikan dan menghalangi manusia dari jalan Allah. Termasuk juga mengusir kaum muslim dari kampung halamannya, merampas harta mereka dan menyakiti atau mengganggu kebebasan mereka beragama. Fitnah tersebut lebih kejam daripada peperangan yang terjadi di tanah haram. Maksud lebih kejam di sini adalah lebih dahsyat mafsadat atau bahayanya.

Dari ayat di atas keluar ka'idah fiqh, "Yurtakabu akhafful mafsadatain lidaf'i a'laahaa" (dilakukan mafsadat yang ringan untuk menolak mafsadat lebih besar).

Sampai tidak ada lagi penindasan kepada kaum muslim dan tidak ada lagi kemusyrikan.

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٢١٦) يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢١٧) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٢١٨

Terjemah Surat Al Baqarah Ayat 216-218

216.Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Tetapi boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh Jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.

217.Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang pada bulan itu adalah dosa besar. Tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu (kepada kekafiran), jika mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

218.Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Fitnah di sini berarti penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas Islam dan muslimin. Ada juga yang mengartikan fitnah di sini dengan syirk.

Supaya kita lebih mengerti apa makna fitnah dalam 2 ayat di atas, alangkah lebih baiknya kita mengetahui kejadian atau kondisi apa yang menyebabkan 2 ayat tersebut diturunkan atau dikenal juga dengan asbabun nuzul.

Asbabun nuzul surat al Baqarah ayat 190 adalah:

Diriwayatkan oleh Al-Wahidi dari Al-Kalbi, dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa ayat ini turun berkenaan dengan “Perdamaian di Hudaibiah”, yaitu ketika Rasulullah Saw dicegat oleh kaum Quraisy untuk memasuki Baitullah. Adapun isi perdamaian tersebut antara lain agar kaum muslimin menunaikan umrahnya pada tahun berikutnya. Ketika Rasulullah Saw beserta sahabatnya mempersiapkan diri untuk melaksanakan umrah tersebut sesuai dengan perjanjian, para sahabat khawatir kalau-kalau orang Quraisy tidak menepati janjinya, bahkan memerangi dan menghalangi mereka masuk di Masjidilharam, padahal kaum Muslimin enggan berperang pada bulan haram. Turunnya “Waqatilu fi sabilillahil ladzina…” (Al-Baqarah ayat 190-193) membenarkan berperang untuk membalas serangan musuh.

Asbabun nuzul surat al Baqarah ayat 217 adalah:

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, At-Thabrani dalam kitab Al-Kabir, Al-Baihaki dalam sunannya yang bersunber dari Jundub bin Abdillah: Bahwa Rasulullah Saw mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Abdullah bin Jahsy. Mereka berpapasan dan bertempur dengan pasukan musuh yang dipimpin oleh Ibnul Hadlrami, dan terbunuhlah kepala pasukan musuh. Sebenarnya pada waktu itu tidak jelas bagi pasukan Abdullah bin Jarsy, apakah termasuk bulan Rajab, Jumadil Awal, atau Jumadil Akhhir. Kaum Musyrikin menghembus-hembuskan berita bahwa Kaum Muslimin berperang pada bulan Haram. Maka Allah turunkan ayat tersebut (Al-Baqarah : 217).

Kaum Muslimin yang ada di Madinah berkata: “Perbuatan mereka berperang dengan pasukan Ibnul Hadlrami ini mungkin tidak berdosa, tetapi juga tidak akan mendapat pahala”. Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (Al-Baqarah : 218).

Dua ayat di atas menjelaskan tentang dua hal yaitu hubungan antara fitnah dengan peperangan. Mengapa fitnah dapat berakhir dengan peperangan atau kenapa fitnah dapat menjadi sebab peperangan. Pada ayat 190, konteksnya adalah ibadah umroh yang disertai dengan persiapan perang oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Mereka melakukan persiapan ibadah dan juga bersiap siaga jika peperangan dimulai oleh kafir Quraisy. Kekhawatiran mereka untuk tidak melakukan perang di bulan haram padahal bisa jadi mereka yang diserang terlebih dahulu, dijawab oleh Allah SWT dengan ayat ini. Kekufuran dan kemusyrikan mereka serta tindakan mereka menghalang-halangi manusia menuju al Haram, penganiayaan fisik dan merampas harta sudah merupakan alasan yang lebih dari cukup untuk memulai perang. Bahkan rangkaian ayat tersebut ditutup dengan ayat 193 yang berbunyi "Dan perangilah mereka itu, sampai tidak ada fitnah lagi, dan ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah".

Sedangkan ayat 217 didahului dengan pernyataan "Diwajibkan atas kamu berperang". Kata perang di ayat ini memakai kata "qatala" atau membunuh, bukan "jihad" yang arti asalnya adalah bersungguh-sungguh. Artinya ayat ini tidak bisa ditafsirkan lain kecuali berperang menumpahkan darah, bukan dengan bersungguh-sungguh memerangi hawa nafsu, bersungguh-sungguh belajar, mencari nafkah atau hal lain yang bisa diartikan dengan bersungguh-sungguh. Plesetan arti jihad ini secara tidak langsung disinggung oleh ayat ini. Bahwa akan ada sekelompok manusia melakukan penafsiran aneh terhadap jihad sudah diprediksi oleh Allah SWT, bahkan penyebabnya juga dibuka oleh al Quran, yaitu "wa huwa kurhul lakum" (padahal berperang itu dibenci oleh kalian). Bedanya kalau para sahabat membenci perang karena berada di bulan haram yang secara adat dan agama memang dimuliakan, sedangkan di masa sekarang berperang dibenci karena penyakit wahn, yaitu cinta dunia dan takut mati. Pada asbabun nuzul dijelaskan bahwa Abdullah bin Jahsy memerangi manusia tapi tidak mengetahui persis apakah ia berada di bulan haram atau tidak, karena memang Abdullah bin Jahsy berangkat perang di akhir bulan Jumadal Akhir, mendekati bulan Rajab yang termasuk bulan haram yang empat. Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Abdullah bin Jahsy berperang saat sudah masuk bulan Rajab, hal ini lah yang kemudian diangkat oleh kaum musyrikin, bahwa kaum muslimin tidak menghormati bulan haram. Allah SWT lalu menurunkan ayat ini untuk menjelaskan bahwa fitnah yang dilakukan kaum musyrikin lebih besar (dosanya) daripada peperangan yang dilakukan di bulan haram.
Dari dua ayat di atas jelaslah bahwa makna sebenarnya dari "FITNAH" yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah perbuatan syirk (menyekutukan Allah dengan yang lain dalam ibadah dan meminta pertolongan) dan juga penganiayaan/penindasan terhadap Islam dan kaum muslimin. Dua perbuatan itu, yaitu syirik dan menganiaya mengandung dua keburukan yaitu aspek ubudiyah (peribadahan) dan aspek muamalat (sosial). Jika salah satunya saja dilakukan sudah cukup membuat orang lain mencap orang tersebut buruk apalagi jika kedua hal ini melekat pada satu orang atau kelompok. Satu orang datang ke dukun saja sudah kita anggap "orang gak bener" walaupun mungkin dia terkenal baik di lingkungannya. Ada juga orang yang biasa ke masjid tapi tidak ramah dengan tetangga bisa dianggap "orang  belagu" atau "aliran sesat". Apalagi jika sampai rajin ke dukun dan sombong. Pasti sudah gak ada benernya deh tuh orang. ke dukun tapi baik sama orang, masyarakat masih bisa melihatnya sebagai "sisi baik orang jahat". Demikian juga orang ke masjid tapi nyakitin tetangga masih bisa dianggap sebagai "orang baik yang tidak sempurna". Artinya masyarakat masih bisa mengharapkan satu saat orang ini akan menjadi orang baik beneran. Tapi bayangkan jika masyarakat sudah tidak bisa lagi melihat kebaikan apapun pada orang ini. Mati aja deh lu.. Mungkin cuma itu yang bisa dikatakan oleh masyarakat. 

Hal lain yang bisa kita ambil pelajaran: kaum musyrikin adalah manusia yang tidak takut dengan Allah SWT, karena itu maka mereka lebih tidak takut lagi berbuat zhalim pada manusia. Ketidaktakutan mereka pada Allah bisa disebabkan karena kurangnya ilmu atau sombong terhadap kebenaran sebagaimana yang dilakukan iblis dan fir'aun. Syirik adalah pintu dari segala keburukan. Tidak heran kemudian Islam melakukan pemberantasan kesyirikan ini dengan segala cara, baik dengan pendekatan dakwah yang damai dan lemah lembut, namun pada satu sisi tidak menafikan kekerasan yang mungkin terjadi yang dapat berujung pada peperangan.

Wanita Ujian Bagi Pria 
Diantara fitnah hawa syahwat yang tidak jarang melemahkan keimanan seorang mukmin adalah fitnah wanita, sebagaimana disebutkan didalam firman Allah swt :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء

Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita.” (QS. Ali Imran : 14)

Artinya : “Sesungguhnya tipu daya kamu (wanita) adalah besar.” (QS. Yusuf : 28)

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid dari Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah suatu fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki daripada (fitnah) para wanita.” (Muttafaq Alaih)

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,”Didalam hadits ini disebutkan bahwa fitnah para wanita lebih berat dari fitnah-fitnah selainnya. Hal itu ditunjukkan pula oleh firman Allah swt :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء

Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita.” (QS. Ali Imran : 14)

Disebutkan didalam ayat itu bahwa mencintai wanita merupakan bagian dari kecintaan kepada syahwat, (ayat itu) diawali dengan para wanita sebelum jenis-jenis yang lainnya sebagai petunjuk bahwa para wanita adalah pokok dari fitnah itu semua. Sebagai bukti pula adalah kecintaan seorang lelaki kepada anak istrinya melebihi kecintaannya kepada anak selain dari istrinya… (Fathul Bari juz XIV hal 337)‎

Imam Muslim meriwayatkan dari hadis Abu Sa’id Al-Khudri Ra

واتقوا النساء، فإن أول فتنة بني إسرائيل كانت في النساء.

“takutlah kalian terhadap (fitnah wanita)karena sesungguhnya awal fitnah yang menimpa Bani Israil adalah di sebabkan wanita”.

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bazzar bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

إن المرأة عورة ، فإذا خرجت استشرفها الشيطان ، وأقرب ما تكون بروحة ربها وهي في قعر بيتها ”

“sesungguhnya wanita itu adalah aurat, maka jika dia keluar niscaya akan dihiasi oleh syaitan, dan sedekat-dekatnya seorang wanita dengan Tuhannya yaitu tatkala dia di dalam rumahnya”.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallammenyerupakan godaan wanita itu sepertisetan, sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdillah raadiyallaahu'anhu, bahwaRasulullah shallallahu ’alaihi wasallammelihat seorang wanita. Kemudian beliau mendatangi Zainab istrinya, yang waktu itu sedang menyamak kulit hewan. Beliaushallallahu ’alaihi wasallam lalu menunaikan hajatnya (menggaulinya dalam rangka menyalurkan syahwatnya karena melihat wanita itu). Setelah itu, beliau keluar menuju para sahabat dan bersabda:

إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ

“Sesungguhnya wanita itu datang dalam bentuk setan dan berlalu dalam bentuk setan pula. Apabila salah seorang kalian melihat seorang wanita (dan bangkit syahwatnya) maka hendaknya dia mendatangi istrinya (menggaulinya), karena hal itu akan mengembalikan apa yang ada pada dirinya (meredakan syahwatnya).” (HR. Muslim).

Al-Imam An-Nawawi raahimahullaahberkata dalam Syarah Shahih Muslim (8/187): “Para ulama mengatakan, makna hadits itu adalah bahwa penampilan wanita membangkitkan syahwat dan mengajak kepada fitnah. Karena Allah Subhaanahu wa ta'aala telah menjadikan adanya kecenderungan atau kecintaan kepada wanita dalam hati para lelaki, merasa nikmat melihat kecantikannya berikut segala sesuatu yang terkait dengannya. Sehingga seorang wanita ada sisi keserupaan dengan setan dalam hal mengajak kepada kejelekan atau kemaksiatan melalui was-was serta ditampakkan bagus dan indahnya kemaksiatan itu kepadanya.

Dapat diambil pula faedah hukum dari hadits ini bahwa sepantasnya seorang wanita tidak keluar dari rumahnya, (berada) di antara lelaki, kecuali karena sebuah keperluan (darurat) yang mengharuskan dia keluar._ Allah berfirman : ..Dan hendaklah kalian menetap di rumah-rumah kalian.. (QS. Al- Ahzab: 32).

Berikut nasehat dari kekasih kita Rosulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam kepada para suami :

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلْعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

“Berniat dan berbuat baiklah kalian kepada para wanita. Karena seorang wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, dan sesungguhnya rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka apabila kamu berusaha dengan keras meluruskannya, niscaya kamu akanmematahkannya. Sedangkan bila kamu membiarkannya niscaya akan tetap bengkok. Maka berwasiatlah kalian kepada para istri (dengan wasiat yang baik).”(Muttafaqun ‘alaih dari Abu Hurairah).

Hadits Nabi Tentang Fitnah Di Akhir Zaman


كان الناس يسألون رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الخير وكنت أسأله عن الشر مخافة أن يدركني فقلت يا رسول الله إنا كنا في جاهلية وشر فجاءنا الله بهذا الخير فهل بعد هذا الخير شر قال نعم فقلت هل بعد ذلك الشر من خير قال نعم وفيه دخن قلت وما دخنه قال قوم يستنون بغير سنتي ويهدون بغير هديي تعرف منهم وتنكر فقلت هل بعد ذلك الخير من شر قال نعم دعاة على أبواب جهنم من أجابهم إليها قذفوه فيها فقلت يا رسول الله صفهم لنا قال نعم قوم من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا قلت يا رسول الله فما ترى إن أدركني ذلك قال تلزم جماعة المسلمين وإمامهم فقلت فإن لم تكن لهم جماعة ولا إمام قال فاعتزل تلك الفرق كلها ولو أن تعض على أصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك

Orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw tentang 'kebaikan' (Islam) sedang aku (Hudzaifah) bertanya tentang 'keburukan' karena aku khawatir kejelekan itu menimpa pada diriku. Aku bertanya (Hudzaifah) "wahai Rasulullah kita dulu pernah hidup di zaman jahiliyah yang penuh keburukan, kemudian Allah menggantikannya dengan kebaikan (Islam), apakah setelah kebaikan (Islam) ini akan muncul suatu kejelekan kembali? Kemudian Rasulullah saw menjawab : ya, ada.

Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apakah setelah kejelekan yang terjadi itu akan muncul kembali kebaikan (Islam)? Beliau (Rasulullah saw) menjawab: ya, masih ada, tetapi kebaikan itu tidak murni, ada kekaburan (campuran) nya.

Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apa kekaburannya wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: yaitu kelompok (kaum) yang mengaku muslim tetapi perbuatannya tidak murni menurut sunnahku (ada campuran / kotoran-kotoran aqidah dan faham yang tidak menurut sunnahku), dan mereka memberi petunjuk tidak menurut petunjukku. Sebagian perbuatan mereka ada yang kamu anggap baik karena (cocok dengan sunnahku) dan sebagiannya yang lain ada yang kamu ingkari (karena) tidak sesuai dengan sunnahku (Islam). Ajaran islam dibelok-belokkan menurut kepentingan mereka (kelompok mereka) dan jangan sampai ada anggapan bahwa Islam agama yang memudar (melemah) maka ajaran Islam dirubah-rubah oleh mereka, disesuaikan dengan perkembangan zaman (yang tambah rusak ini)

Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apakah setelah kebaikan (yaitu Islam yang dibawa oleh kaum yang tidak murni Islamnya itu) timbul keburukan lagi, wahai Rasulullah? Jawabannya ya, ada. Yaitu dai-dai yang berdiri di depan pintu-pintu neraka jahannam. Barang siapa yang melaksanakan dakwah dan ajakannya, maka mereka da'i-da'i tersebut melempar orang tadi ke dalam neraka jahannam, dai-dai itu mengaku sebagai muslim tetapi terang-terangan dakwahnya memusuhi Islam dan bertentangan dengan Islam.

Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: jelaskan kami (wahai Rasululllah) sifat / identitas da'i-dai itu? Rasulullah menjawab, mereka itulah orang yang kulitnya sama dengan kulit kitadan berbicara dengan bahasa kita.

Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apa yang kamu perintahkan kepada kami jika keadaan seperti itu datang pada kami? Jawab Rasulullah: kamu harus (wajib) bergantung dengan kelompok orang-orang Islam dan pimpinan-pimpinannya. Kemudian Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: kalau sudah tidak ada kelompok orang-orang Islam dan pimpinan-pimpinannya, bagaimana wahai Rasulullah? Rasulullah saw menjawab : tinggalkan semua kelompok-kelompok yang non muslim (semuanya), berpegang teguhlah kepada Islam walaupun kamu sendirian. Begitu pentingnya pendirian ini hingga Rasulullah saw menggambarkannya (seakan-akan kamu menggigit pangkal pohon sehingga kamu mati sendirian dalam keadaan demikian)

Kondisi umat seperti yang digambarkan oleh hadits Rasulullah yang diriwayatkan shabat Hudzaifah Ibnu Yaman di atas kini menjadi kenyataan. Dimana sekarang ini umat Islam diterpa oleh bermacam-macam cobaan yang menjadikan umatnya ini kembali kepada akhlaq zaman jahiliyyah. Agama masyarakat mereka diliputi berbagai kejelekan, kejahatan, kemunafikan, kehancuran dan perselisihan.

Kualitas iman umat Islam saat ini tengah melorot jauh dibandingkan pendahulu-pendahulu mereka, jika kita cari sebabnyatidak lain karena cinta dunia dan benci mati, Rasulullah saw bersabda:

(يوشك ان تتداعى عليكم الامم كما تتداعى الاكلة على قصعتها، قيا أ من قلة نحن يومئذ, قال (صلى الله عليه وسلم): لا, بل انتم كثير، ولكنكم غثاء كغثاء السيل، ولينزعن الله المهابة من قلوب اعدائكم منكم، وليقذفن الله في قلوبكم الوهن، قالوا: وما الوهن يا رسول الله؟ قال (صلى الله عليه وسلم) : حب الدنيا وكراهية الموت)

Akan datang suatu masa di mana bangsa mengeroyok kalian seperti orang rakus merebutkan makanan di atas meja, ditanyakan (kepada rasulullah saw) apakah karena di saat itu jumlah kita sedikit? Jawab rasulullah saw, tidak bahkan kamu saat itu mayoritas tetapi kamu seperti buih di atas permukaan air banjir, hanya mengikuti kemana air banjir mengalir (artinya kamu hanya ikut-ikutan pendapat kebanyakan orang seakan-akan kamu tidak punya pedoman hidup) sungguh Allah telah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kamu, dan mencampakkan di dalam hatimu 'al-wahn' ditanyakan (kepada Rasulullah) apakah al-wahn itu ya Rasulullah? Jawabnya: wahn adalah cinta dunia dan benci mati.

Penyakit-penyakit cinta dunia ini disebabkan merasuknya rasa cinta kepada harta, tahta, wanita, di hati manusia. Manusia ingin kaya, pangkat tinggi, punya pengaruh hebat, terkenal dimana-mana. manakala keinginan ini dicapai tanpa mengikuti aturan Allah, maka inilah yang disebut materialistis.

يأتي على الناس زمان همتهم بطونهم وشرفهم متاعهم وقبلتهم نساؤهم ودينهم دراهمهم ودنانيرهم أولئك شر الخلق لا خلاق لهم عند الله

Akan datang kepada manusia di mana perhatianya adalah perutnya, kebanggaan mereka adalah harta (benda) qiblatnya adalah wanita, agama mereka adalah uang dirham dan dinar, mereka itulah makhluk paling buruk dan tidak mendapat bagian di sisi Allah.

Dalam kondisi di mana kaum muslimin mendiamkan semua kemungkaran ini berlangsung di negeri nereka, maka penyakit cinta dunia merajalela. Banyak kaum muslimin yang terjerat menjadi kapitalis matrealistis, tidakkan mereka ingat firman Allah swt.

فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

Janganlah sekali-kali hidup dunia memperdayakan kamu dan janganlah pula penipu / syaithan memperdayakan kamu dalam menta'ati Allah SWT.

Begitu pula tidakkah mereka ingat peringatan Rasulullah saw

تعسى عبد الدينار تعسى عبد الدرهم تعسى عبد الخميصه تعسى عبدالخميصه ان اعطى رضى وان لم يعطى سخط

Celakalah hamba dinar dan hamba dirham, celakalah hamba pakaian jika diberi ia senang jika tidak diberi ia marah

Ungkapan hamba dinar dan dirham menunjukkan orang yang mengabdikan diri untuk mendapatkan keuntungan materi dengan menyepelekan hukum Allah, hamba pakaian adalah mereka yang selalu mengikuti perkembangan mode terkini dan trendi, yaitu mereka yang menghambur-hamburkan uang untuk mendapatkan berbagai jenis model pakaian terbaru.

Cara hidup seperti ini merupakan tipu daya (yahudi) untuk menyesatkan umat manusia dari jalan Allah. cara hidup inilah cara hidup yang berdasarkan system kapitalis matrealitis yang menjadikan harta dunia adalah tuhannya dan tujuan hidupnya, sedangkan cinta dunia adalah sumber fitnah dan malapetaka.

Oleh karena itu marilah kita dalam menghadapi zaman yang penuh fitnah dan zaman jahiliyyah modern yang penuh kerusakan dan yang dilanda dengan perselisihan perpecahan ini, marilah kita mengikuti pesan dan perintah Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman RA.

عليكم بالجماعة فإن يد الله على الجماعة ومن شذ شذ فى النار

Tetapi wajiblah kamu bersama-sama jama'ah karena kekuatan / pertolongan Allah terletak pada jama'ah dan barang siapa menyendiri maka dia akan sendirian di neraka:

Bagitu pula Rasulullah SAW bersabda:

إن الله لن يجمع أمتى على ضلالة

Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku (Islam) terhadap suatu kesesatan.

Dan marilah kita tetap menjadi muslim yang teguh, memegang iman dan prinsip/pendirian bagaikan batu karang tak goyah karena hembusan badai duit dan krisis. Tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan.

طوبى لمن هدي إلى الاسلام ولوكان عيشه كفافا وقنع به

Berbahagialah orang yang ditunjukkan kepada Islam walaupun hidupnya pas-pasan dan ia terima apa yang menjadi qadha dan qadarnya.

ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب

Ya Tuhan kami, janganlah kau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah kau beri petunjuk kepada kami. Dan karuniakanlah rahmat dari sisi engkau karena sesungguhnya engkaulah Maha Pemberi.

Hadits Lain Tentang Akhir Zaman

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَمَا تَرَكَ شَيْئًا يَكُونُ فِي مَقَامِهِ ذَلِكَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ إِلَّا حَدَّثَهُ حَفِظَهُ مَنْ حَفِظَهُ وَنَسِيَهُ مَنْ نَسِيَهُ قَدْ عَلِمَهُ أَصْحَابُهُ هَؤُلَاءِ وَإِنَّهُ لَيَكُونُ مِنْهُ الشَّيْءُ فَأَذْكُرُهُ كَمَا يَذْكُرُ الرَّجُلُ وَجْهَ الرَّجُلِ إِذَا غَابَ عَنْهُ ثُمَّ إِذَا رَآهُ عَرَفَهُ

[[[Telah menceritakan kepada kami [Utsman bin Abu Syaibah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari [Al A'masy] dari [Abu Wail] dari [Hudzaifah] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdiri di hadapan kami (khutbah), tidak ada sesuatu pun yang bakal terjadi hingga datang hari kiamat kecuali beliau jelaskan saat itu (berdiri). Maka hafallah orang yang hafal dan lupalah orang yang lupa, dan para sahabatnya telah mengetahui hal itu. Sungguh, aku dapat mengingat apa yang disampaikan saat itu, sebagaimana seorang laki-laki yang mengingat wajah orang yang pergi kemudian bertemu lagi."]]] [HR. Abudaud No.3702].‎

حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ عَنْ بَدْرِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ عَامِرٍ عَنْ رَجُلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَكُونُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ أَرْبَعُ فِتَنٍ فِي آخِرِهَا الْفَنَاءُ

[[[Telah menceritakan kepada kami [Harun bin Abdullah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Dawud Al Hafari] dari [Badr bin Utsman] dari [Amir] dari [seorang laki-laki] dari [Abdullah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Pada umatku akan terjadi empat macam fitnah, dan yang terakhir adalah kebinasaan."]]]  [HR. Abudaud No.3703].‎

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عُثْمَانَ بْنِ سَعِيدٍ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَالِمٍ حَدَّثَنِي الْعَلَاءُ بْنُ عُتْبَةَ عَنْ عُمَيْرِ بْنِ هَانِئٍ الْعَنْسِيِّ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ كُنَّا قُعُودًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ فَذَكَرَ الْفِتَنَ فَأَكْثَرَ فِي ذِكْرِهَا حَتَّى ذَكَرَ فِتْنَةَ الْأَحْلَاسِ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا فِتْنَةُ الْأَحْلَاسِ قَالَ هِيَ هَرَبٌ وَحَرْبٌ ثُمَّ فِتْنَةُ السَّرَّاءِ دَخَنُهَا مِنْ تَحْتِ قَدَمَيْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَزْعُمُ أَنَّهُ مِنِّي وَلَيْسَ مِنِّي وَإِنَّمَا أَوْلِيَائِي الْمُتَّقُونَ ثُمَّ يَصْطَلِحُ النَّاسُ عَلَى رَجُلٍ كَوَرِكٍ عَلَى ضِلَعٍ ثُمَّ فِتْنَةُ الدُّهَيْمَاءِ لَا تَدَعُ أَحَدًا مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِلَّا لَطَمَتْهُ لَطْمَةً فَإِذَا قِيلَ انْقَضَتْ تَمَادَتْ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا حَتَّى يَصِيرَ النَّاسُ إِلَى فُسْطَاطَيْنِ فُسْطَاطِ إِيمَانٍ لَا نِفَاقَ فِيهِ وَفُسْطَاطِ نِفَاقٍ لَا إِيمَانَ فِيهِ فَإِذَا كَانَ ذَاكُمْ فَانْتَظِرُوا الدَّجَّالَ مِنْ يَوْمِهِ أَوْ مِنْ غَدِهِ

[[[Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Utsman bin Sa'id Al Himshi] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Al Mughirah] berkata, telah menceritakan kepadaku [Abdullah bin Salim] berkata, telah menceritakan kepadaku [Al 'Ala bin Utbah] dari [Umair bin Hani Al 'Ansi] ia berkata; Aku mendengar [Abdullah bin Umar] berkata, "Saat kami duduk-duduk di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bercerita tentang fitnah, panjang lebar beliau bercerita seputar fitnah itu hingga beliau menyebutkan tentang fitnah Al Ahlas. Seorang laki-laki lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, apa itu fitnah Al Ahlas?" beliau menjawab: "Adanya permusuhan dan peperangan, kemudian fitnah kesenangan yang asapnya muncul dari bawah kedua kaki seorang laki-laki ahli baitku. Ia mengaku berasal dari keturunanku, padahal bukan. Wali-waliku hanya orang-orang yang bertakwa. Kemudian orang-orang akan berdamai pada seorang laki-laki layaknya pangkal paha yang bertumpuk di tulang rusuk (kesepakatan yang semu). Kemudian akan muncul fitnah seorang yang buta (dengan kekuasaan), tidak seorang pun dari umat ini kecuali ia akan mendapat satu tamparan di mukanya (bencana kerusakan darinya). Ketika fitnah itu telah dianggap usai, namun fitnah tersebut justru berkelanjutan. Seorang laki-laki yang paginya beriman menjadi kafir di waktu sore, sehingga manusia akan menjadi dua kelompok; sekelompok orang yang beriman dan tidak ada kemunafikan dalam keimanannya, dan sekelompok orang yang penuh kemunafikan dan tidak ada keimanan padanya. Jika kondisi kalian sudah begitu, maka tunggulah munculnya Dajjal pada hari itu atau keesokan harinya."]]] [HR. Abudaud No.3704].‎

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ فَارِسٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا ابْنُ فَرُّوخَ أَخْبَرَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ أَخْبَرَنِي ابْنٌ لِقَبِيصَةَ بْنِ ذُؤَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ وَاللَّهِ مَا أَدْرِي أَنَسِيَ أَصْحَابِي أَمْ تَنَاسَوْا وَاللَّهِ مَا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَائِدِ فِتْنَةٍ إِلَى أَنْ تَنْقَضِيَ الدُّنْيَا يَبْلُغُ مَنْ مَعَهُ ثَلَاثَ مِائَةٍ فَصَاعِدًا إِلَّا قَدْ سَمَّاهُ لَنَا بِاسْمِهِ وَاسْمِ أَبِيهِ وَاسْمِ قَبِيلَتِهِ

[[[Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yahya bin Faris] berkata, telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Maryam] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Farrukh] berkata, telah mengabarkan kepadaku [Usamah bin Zaid] berkata, telah mengabarkan kepadaku [Ibnu Qabishah bin Dzuaib] dari [Bapaknya] ia berkata; [Hudzaifah bin Yaman] berkata, "Demi Allah, aku tidak tahu apakah para sahabatku lupa atau pura-pura lupa. Demi Allah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan penyeru fitnah hingga berakhirnya masa kehidupan dunia, yang jumlahlah lebih dari tiga ratus orang kecuali beliau menyebutkan kepada kami akan namanya, nama bapak dan kabilahnya."]]] [HR. Abudaud No.3705].‎‎

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ نَصْرِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ سُبَيْعِ بْنِ خَالِدٍ قَالَ أَتَيْتُ الْكُوفَةَ فِي زَمَنِ فُتِحَتْ تُسْتَرُ أَجْلُبُ مِنْهَا بِغَالًا فَدَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا صَدْعٌ مِنْ الرِّجَالِ وَإِذَا رَجُلٌ جَالِسٌ تَعْرِفُ إِذَا رَأَيْتَهُ أَنَّهُ مِنْ رِجَالِ أَهْلِ الْحِجَازِ قَالَ قُلْتُ مَنْ هَذَا فَتَجَهَّمَنِي الْقَوْمُ وَقَالُوا أَمَا تَعْرِفُ هَذَا هَذَا حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ إِنَّ النَّاسَ كَانُوا يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ فَأَحْدَقَهُ الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقَالَ إِنِّي أَرَى الَّذِي تُنْكِرُونَ إِنِّي قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ هَذَا الْخَيْرَ الَّذِي أَعْطَانَا اللَّهُ أَيَكُونُ بَعْدَهُ شَرٌّ كَمَا كَانَ قَبْلَهُ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فَمَا الْعِصْمَةُ مِنْ ذَلِكَ قَالَ السَّيْفُ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ثُمَّ مَاذَا يَكُونُ قَالَ إِنْ كَانَ لِلَّهِ خَلِيفَةٌ فِي الْأَرْضِ فَضَرَبَ ظَهْرَكَ وَأَخَذَ مَالَكَ فَأَطِعْهُ وَإِلَّا فَمُتْ وَأَنْتَ عَاضٌّ بِجِذْلِ شَجَرَةٍ قُلْتُ ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ يَخْرُجُ الدَّجَّالُ مَعَهُ نَهْرٌ وَنَارٌ فَمَنْ وَقَعَ فِي نَارِهِ وَجَبَ أَجْرُهُ وَحُطَّ وِزْرُهُ وَمَنْ وَقَعَ فِي نَهْرِهِ وَجَبَ وِزْرُهُ وَحُطَّ أَجْرُهُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ هِيَ قِيَامُ السَّاعَةِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ فَارِسٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ نَصْرِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ خَالِدٍ الْيَشْكُرِيِّ بِهَذَا الْحَدِيثِ قَالَ قُلْتُ بَعْدَ السَّيْفِ قَالَ بَقِيَّةٌ عَلَى أَقْذَاءٍ وَهُدْنَةٌ عَلَى دَخَنٍ ثُمَّ سَاقَ الْحَدِيثَ قَالَ وَكَانَ قَتَادَةُ يَضَعُهُ عَلَى الرِّدَّةِ الَّتِي فِي زَمَنِ أَبِي بَكْرٍ عَلَى أَقْذَاءٍ يَقُولُ قَذًى وَهُدْنَةٌ يَقُولُ صُلْحٌ عَلَى دَخَنٍ عَلَى ضَغَائِنَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ الْقَعْنَبِيُّ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ يَعْنِي ابْنَ الْمُغِيرَةِ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ نَصْرِ بْنِ عَاصِمٍ اللَّيْثِيِّ قَالَ أَتَيْنَا الْيَشْكُرِيَّ فِي رَهْطٍ مِنْ بَنِي لَيْثٍ فَقَالَ مَنْ الْقَوْمُ قُلْنَا بَنُو لَيْثٍ أَتَيْنَاكَ نَسْأَلُكَ عَنْ حَدِيثِ حُذَيْفَةَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ فِتْنَةٌ وَشَرٌّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَعْدَ هَذَا الشَّرِّ خَيْرٌ قَالَ يَا حُذَيْفَةُ تَعَلَّمْ كِتَابَ اللَّهِ وَاتَّبِعْ مَا فِيهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَعْدَ هَذَا الشَّرِّ خَيْرٌ قَالَ هُدْنَةٌ عَلَى دَخَنٍ وَجَمَاعَةٌ عَلَى أَقْذَاءٍ فِيهَا أَوْ فِيهِمْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ الْهُدْنَةُ عَلَى الدَّخَنِ مَا هِيَ قَالَ لَا تَرْجِعُ قُلُوبُ أَقْوَامٍ عَلَى الَّذِي كَانَتْ عَلَيْهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَبَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ فِتْنَةٌ عَمْيَاءُ صَمَّاءُ عَلَيْهَا دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ النَّارِ فَإِنْ تَمُتْ يَا حُذَيْفَةُ وَأَنْتَ عَاضٌّ عَلَى جِذْلٍ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تَتَّبِعَ أَحَدًا مِنْهُمْ حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ صَخْرِ بْنِ بَدْرِ الْعِجْلِيِّ عَنْ سُبَيْعِ بْنِ خَالِدٍ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَنْ حُذَيْفَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ يَوْمَئِذٍ خَلِيفَةً فَاهْرُبْ حَتَّى تَمُوتَ فَإِنْ تَمُتْ وَأَنْتَ عَاضٌّ وَقَالَ فِي آخِرِهِ قَالَ قُلْتُ فَمَا يَكُونُ بَعْدَ ذَلِكَ قَالَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا نَتَجَ فَرَسًا لَمْ تُنْتَجْ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

[[[Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Awanah] dari [Qatadah] dari [Nashr bin Ashim] dari [Subai' bin Khalid] ia berkata, "Aku pernah datang ke Kufah saat penaklukan kota Tustar tempat yang biasa aku membeli domba. Aku lantas masuk ke sebuah masjid, orang-orang banyak berkumpul, dan ternyata di sana ada seorang lelaki -jika kamu melihat, kamu akan tahu bahwa ia dari wilayah Hijaz; Makkah dan Madinah-. Aku bertanya, "Siapakah lelaki ini?" orang-orang memandangiku dengan sorotan tajam, mereka berkata, "Engkau tidak tahu orang ini! ini adalah [Hudzaifah Ibnul Yaman], seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Hudzaifah lalu berkata, "Orang-orang banyak bertanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang kebaikan, sementara aku bertanya beliau tentang keburukan." Orang-orang sepontan memperhatikan Hudzaifah dengan pandangan tajam, Hudzaifah melanjutkan, "Aku tahu apa yang kalian ingkari (cemaskan). Aku pernah bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, apakah setelah kebaikan yang Allah berikan kepada kita ini, akan muncul keburukan setelahnya seperti masa-masa sebelumnya?" Beliau menjawab: "Benar." Aku bertanya lagi, "Bagaimana bisa selamat dari hal itu?" beliau menjawab: "Dengan pedang." Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, lantas apa yang bakal terjadi?" Beliau menjawab: "Jika Allah mempunyai Khalifah di muka bumi, lalu ia memukul punggung dan mengambil hartamu, maka taatilah ia. Jika tidak begitu, maka matilah kamu dalam keadaan menggigit akar pohon (tidak taat dan pergi menyepi)." Aku bertanya lagi, "Lalu apa yang akan terjadi?" beliau menjawab: "Akan muncul dajjal dengan membawa sungai dan api. Siapa yang jatuh ke dalam apinya, maka ia akan mendapatkan pahala dan akan dihapus dosanya. Dan siapa yang jatuh ke dalam sungainya, maka ia akan mendapat dosa dan digugurkan pahalanya." Aku bertanya lagi, "Lalu apa lagi?" beliau menjawab: "Kiamat akan datang." Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yahya bin Faris] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abdurrazaq] dari [Ma'mar] dari [Qatadah] dari [Nashr bin Ashim] dari [Khalid bin Khalid Al Yasykuri] dengan hadits yang sama. Ia (Hudzaifah) berkata, "Setelah pedang apa lagi?" beliau menjawab: "Akan tersisa kotoran mata (keburukan) dan kerisuhan yang berkedok kedamaian." Lalu ia menyebutkan hadits selengkapnya." Ia (perawai) berkata, "Qatadah menganalogikan 'kotoran mata' adalah peristiwa riddah (pemurtadan) yang ada di masa Abu Bakar. Dan 'kerisuhan yang berkedok kedamaian' adalah upaya damai yang semu." Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Maslamah Al Qa'nabi] berkata, telah menceritakan kepada kami [Sulaiman] -maksudnya Sulaiman bin Al Mughirah- dari [Humaid] dari [Nashr bin Ashim Al Laitsi] ia berkata, "Kami pernah mendatangi [Al Yasykuri] dalam sebuah rombongan bani Laits, ia bertanya, "Siapakah orang-orang itu?" kami menjawab, "Mereka adalah orang-orang bani Laits. Kami mendatangimu untuk menanyakan seputar hadits Hudzaifah.. lalu ia menyebutkan hadits tersebut. Hudzaifah berkata, "Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?" beliau menjawab: "Fitnah dan keburukan." Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apakah setelah keburukan ini akan muncul kebaikan?" beliau menjawab: "Wahai Hudzaifah, pelajarilah Al-Qur'an dan ikuti apa yang ada di dalamnya." Beliau ulangi kata-kata itu hingga tiga kali. Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apakah setelah keburukan ini ada kebaikan?" beliau menjawab: "Kericuhan berkedok kedamaian, dan kelompok yang diselimuti oleh kekufuran." Aku berkata, "Wahai Rasulullah, maksud kerisuhan berkedok kedamaian itu apa?" beliau menjawab: "Jika hati orang-orang tidak lagi sebagaimana fitrahnya." Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apakah setelah kebaikan ini akan muncul keburukan?" beliau menjawab: "Fitnahnya orang yang buta dan tuli (dari kebenaran), mereka mempunyai penyeru-penyeru yang berada di pintu neraka. Wahai Hudzaifah, jika engkau mati dalam keadaan menggigit akar pohon (pergi menjauh), maka itu lebih baik dari pada kamu mengikuti mereka." Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abdul Warits] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu At Tayyah] dari [Shakhr bin Badr Al 'Ijli] dari [Subai' bin Khalid] dengan hadits ini, dari [Hudzaifah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Jika pada hari itu engkau tidak mendapatkan seorang khalifah (yang adil), maka menjauhlah hingga engkau mendapati kematian, meskipun engkau mati dalam keadaan menggigit akar pohon." Dan pada penghujung hadits Hudzaifah berkata, "Aku bertanya, "Apa yang akan terjadi setelah itu?" beliau menjawab: "Andai kala itu ada seorang laki-laki yang mengawinkan kuda, maka ia tidak akan mendapatkan hasil hingga datang kiamat."]]] HR Abu Daud No. 3706

Berpandukan kepada wahyu Ilahi, junjungan kita Nabi S.A.W., telah berjaya menyatukan seluruh Umat Islam dari berbagai bangsa dan suku puak, berkat perpaduan ini Umat Islam telah menjadi sebaik-baik umat disemua lapangan, dan menjadi contoh teladan bagi seluruh umat manusia. Demikian pula para sahabat berpandukan al-Quran dan Sunnah Nabi S.A.W., mereka telah berjaya menyebarkan luas ajaran Islam keseluruh pelosok dunia.

 Jika kita kembali kepada sejarah kebangkitan Islam dan Umatnya dibawah pimpinan Nabi S.A.W. dan para sahabat, dan mahu mendalami ajaran Islam yang sebenarnya, maka tahulah kita bahwa Islam mengajak umat manusia kearah perpaduan, ini jelas dalam amal ibadah kita hanya menyembah Tuhan yang Maha Esa, yaitu Allah S.W.T.. Dalam ibadah menyembah Allah S.W.T. hanya mempunyai arah yang satu yaitu Ka’bah di Makkah. Kitab panduan yang sama  al-Quranul Karim dan Sunnah Nabi S.A.W.. Umat manusia diingatkan bahwa mereka berasal dari ayah yang satu yaitu Nabi Adam A.S., kita disuruh saling berkenalan satu dengan lainnya, dan kita dilarang menghina keyakinan agama lain, dan banyak lagi petunuk Allah S.W.T. untuk menyatupadukan umat manusia, khasnya umat Islam, supaya mereka hidup aman damai dan dalam suasana kasih sayang (hal ini telah saya jelaskan dalam uraian berkenaan “Membina Kerukunan Ummat.” 

Jika kita mahu menyelesaikan segala perbalahan yang timbul dengan berpandukan al-Quran dan Sunnah Nabi S.A.W., InsyaAllah akan terciptakan kembali kedamaian dan keamanan dikalangan Umat manusia, khasnya umat Islam. 

Jauhkanlah diri kita dari sifat suka memfitnah, mengumpat, mengadu domba, mengikutkan hawa nafsu jahat, berpuak-puak, dan berbagai perangai yang tidak baik. Dekatkanlah diri kita kepada Allah S.W.T. dengan melakukan segala perintah dan menjaukan diri kita dari segala apa yang dilarangNya.  

Sebagai manusia biasa sudah tentu kita mempunyai banyak kelemahan dan kesalahan, oleh itu lebih baik kita memperbaiki diri kita masing-masing, sambil mohon ampun atas segala kesalahan dan kelemahan kita. Belum lagi terlambat jika kita sudi melakukan perubahan terutama pada diri kita masing-masing sambil memohon petujuk dan panduan dari Allah S.W.T. Tinggalkan sifat suka sangat mencari-cari kesalahan orang lain dan melupakan kesalahan sendiri, seperti kata peribahasa: “Semut diseberang lautan kelihatan, gajah dipelupuk mata, tak nampak.”

Tidak ada yang sempurna di dunia yang fana ini, kita disuruh kepada yang baik dan menjauhkan diri dari yang mungkar. Ajaklah manusia kejalan Allah S.W.T. secara hikmah dan pengajaran yang baik. Kalaupun nak bantah, bantahlah dengan cara yang lebih baik, hentikan segala fitnah memfitnah. Bekerjasama dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama, jauhkan diri dari amal perbuatan yang boleh menimbulkan haru biru, yang hanya menguntungkan orang lain dan akan merugikan diri sendiri, malah akan membawa akibat hingga ke anak cucu dimasa akan datang. “Menang sorak kampong tergadai.” 

Sejarah telah mengajar kita akibat bersengketa sesama kita, orang lain akan menangguk diair keruh. Nabi S.A.W. telah berjaya membawa umat kearah persaudaraan dan perpaduan, sehingga umat Islam ketika itu menjadi umat yang terbilang. Jumlah umat Islam yang sedikit dapat mengalahkan musuh yang jauh lebih banyak, sehingga mereka menjadi sebaik-baik ummat. Kita yakin dan percaya, zaman kegemilangan umat Islam akan menjadi kenyataan kembali, asalkan kita sanggup kembali berpandukan al-Quran dan Sunnah Nabi S.A.W.. 

Buang yang keruh dan ambillah yang jernih, demi kebahagian dan keselamatan kita dan anak cucu kita dikemudian hari.  ‎

Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar