Sabtu, 12 Desember 2015

Penjelasan Tentang Mencintai Ahlu Bait Rosululloh SAW

Rosululloh Sholallohu 'Alaihi Wa Alihi Wasalam Bersabda;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ وَعِتْرَتِى أَهْلَ بَيْتِى. رواه أحمد والترمذي.

“Wahai umat manusia, sesungguhnya aku meninggalkan dua hal untuk kalian, jika kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Al-Quran dan keluargaku.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Sudah ramai diketahui baik oleh kalangan khusus atau kalangan awam, bahwa hukum mencintai ahlul bait Rasulullah dan dzuriyah-nya adalah wajib bagi seluruh umat Islam. Terdapat banyak ayat-ayat Al-Quran dan sunnah nabawiyah yang berisi anjuran dan perintah mencintai mereka. Hal ini juga dikatakan oleh ulama-ulama sahabat dan tabi'in serta imam-imam kaum salaf.

Ayat-ayat al-Quran yang menunjukkan kewajiban mencintai ahlul bait diantaranya adalah firman Allah kepada Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam;‎

قُلْ لاَ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى

Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". (QS. As-Syuura: 23)
Dengan ada semua keterangan ini insya Allah para pembaca khususnya bisa mengetahui bahwa keturunan Rasulallah saw. itu belum punah dan akan wujud sampai akhir zaman.

Pembahasan mengenai keturunan Rasulallah saw. ini sama sekali tidak ber- maksud hendak membuka perdebatan atau polemik, tidak lain bermaksud menyampaikan wasiat Rasulallah saw. kepada kaum muslimin yang belum pernah mendengar atau mengenalnya. Karena semua yang diwasiatkan serta dianjurkan oleh Rasulallah saw. pada kita adalah wahyu dari Allah swt. sebagaimana firman-Nya:

وَمَا اَتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا

“Apa yang diberikan Rasul(Muhammad) kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”. (QS Al-Hasyr : 7)

Semua ucapan Rasulallah saw. adalah kebenaran yang diwahyukan Allah swt. pada beliau saw. sebagaimana firman-Nya :

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الهَـوَى إنْ هُوَا إلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى

"Dan dia (Muhammad saw.) tidak mengucapkan sesuatu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya bukan lain adalah wahyu yang diwahyukan Allah kepadanya’. ( Surat An-Najm : 3-4)

Memberi pengertian mengenai soal yang belum banyak dimengerti atau belum jelas merupakan hal yang perlu diupayakan, apalagi soal-soal yang berkaitan dengan agama Islam hukumnya adalah wajib. Soal-soal yang kita maksudkan disini ialah masalah dzurriyyatu (keturunan) Rasulallah saw. atau keturunan Ahlul-Bait Rasulallah saw.

Sejak masa kelahiran dan pertumbuhan Islam hingga zaman terakhir tidak ada orang muslim yang mempermasalahkan soal keturunan Nabi saw. ini, karena memang merupakan kenyataan yang sangat jelas. Kenyataan ini di saksikan oleh semua sahabat Nabi saw, oleh semua kaum Salaf, kaum Tabi’in, Tabi’it-Tabi’in dan oleh kaum muslimin yang hidup dalam zaman-zaman berikutnya hingga zaman kita dewasa ini. Selama lebih dari 1400 tahun hingga sekarang kaum muslimin dimana-mana dimuka bumi ini selalu mengucapkan Sholawat kepada Nabi saw. dan keluarganya sekurang-kurangnya lima kali sehari semalam Allahumma sholli ‘ala (sayyidinaa) Muhammad wa ‘ala aali (sayyidina) Muhammad.

Namun dalam zaman belakangan ini terdengar bisikan berbisa yang berusaha menanamkan kepercayaan bahwa Rasulallah saw. tidakmempunyai dzurriyat atau keturunan yang masih hidup hingga sekarang. Mereka (golongan pengingkar) ini secara terselubung menyebarkan riwayat, bahwa Al-Husain ra cucu Rasulallah saw. yang diharap menjadi cikal-bakal keturunan beliau saw. semuanya telah tewas dimedan perang Karbala.

Golongan pengingkar menanamkan keraguan tentang kenyataan adanya putera Al-Husain ra, bernama ‘Ali Zainal ‘Abidin, yang luput dari pembantaian pasukan Bani Umayyah di Karbala, berkat ketabahan dan kegigihan bibinya Zainab ra dalam menentang kebengisan penguasa Kufah, ‘Ubaidillah bin Ziyad. Ketika itu ‘Ali Zainal ‘Abidin masih kanak-kanak berusia kurang dari 13 tahun. ‘Ali Zainal-‘Abidin bin Al-Husain cikal bakal keturunan Rasulallah saw. itulah yang mereka sembunyikan riwayat hidupnya, dengan maksud hendak memenggal tunas-tunas keturunan beliau saw.

Lebih jauh lagi golongan pengingkar ini sesungguhnya orang-orang yang mengerti, tetapi atas dorongan maksud tertentu mereka tidak mau mengerti. Secara terus-terang mereka berkeinginan agar jangan ada orang didunia ini khususnya di Indonesia yang menyebut nama orang-orang keturunan Ahlul-Bait dengan kata Habib, Sayyid atau Syarif. ‎Akan tetapi mereka merasa sangat kecewa karena hingga sekarang kaum muslimin masih tetap menyebut keturunan Ahlul-Bait dengan kata gelar kehormatan tersebut.

Julukan/panggilan kehormatan Habib dan lain sebagainya itu diberikan oleh kaum muslimin bukan permintaan dari keturunan Nabi saw. sebagai penghargaan kepada orang-orang keturunan Rasulallah saw.. Kita sering bertanya-tanya mengapa justru keturunan Nabi saw. fihak yang diberi julukan yang menjadi sasaran golongan pengingkar ini bukan terhadap kaum muslimin yang sebagai fihak pemberi julukan? Sayang sekali golongan pengingkar ini belum mau berterus terang,apakah perbuatan mereka ini karena dengki ataukah iri hati terhadap golongan Ahlul-Bait ?!

Memandang ahlulbait dan keturunan Rasulallah saw. sebagai orang-orang yang mulia sama sekali tidak mengurangi makna atau arti firman Allah swt. dalam surat Al-Hujurat : 13 berikut ini:

يَآ اَيُّهَا النَّـاسُ إنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ أنْثىَ وَجَعَلنَاكُمْ شُعُوبًا اَوْ قَبَآئِل َلِـتَعَارَفُوْا, إنَّ أكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أتقَاكُم

“Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian terhadap Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu “.

Dan tidak pula mengurangi makna sabda Rasulallah saw. yang mengatakan : “Tiada kelebihan bagi orang Arab atas orang bukan Arab(‘ajam), dan tiada kelebihan bagi orang bukan Arab atas orang Arab kecuali karena taqwa”.

Begitu juga firman Allah Al-Hujurat : 13 dan hadits Rasulallah saw. diatas ini tidak bertentangan dengan surat Al-Ahzab : 33 yang menegaskan :


إنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا

“Sesungguhnya Allah hendak menghapuskan noda dan kotoran (ar-rijsa) dari kalian, ahlul-bait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya”

Kemuliaan yang diperoleh seorang beriman dari kebesaran taqwanya kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kemuliaan yang bersifat umum, yakni hal ini dapat diperoleh setiap orang yang beriman dengan jalan taqwa. Lain halnya dengan kemuliaan ahlul-bait dan keturunan Rasulallah saw. Mereka memperoleh kemuliaan berdasarkan kesucian yang dilimpahkan dan di karuniakan Allah swt. kepada mereka sebagai keluarga dan keturunan Rasulallah saw. Jadi kemuliaan yang ada pada mereka ini bersifat khusus, dan tidak mungkin dapat diperoleh orang lain yang bukan ahlul-bait dan bukan keturunan Rasulallah saw..

Akan tetapi itu bukan berarti bahwa keturunan Rasulallah saw. tidak diharus- kan bertaqwa kepada Allah dan Rasul-Nya. Malah sebaliknya, Allah swt. ber- firman dalam surat Al-Ahzab:30-31 bahwa bila mereka (ahlul-bait) berbuat maksiat akan dilipatkan dua kalidosanya dan bila mereka berbuat kebaikan akan dilipatkan dua kali pahalanya. Dengan memperbesar ketaqwaan pada Allah dan Rasul-Nya mereka ini memperoleh dua kemuliaan yaitu kemuliaan khusus dan kemuliaan umum. Sedangkan orang-orang selain mereka ini dengan ketaqwaan kepada Allah dan Rasul-Nya hanya memperoleh ‎kemuliaan umum. Itulah yang membedakan martabat kemuliaan ahlul-bait dan keturunan Rasulallah saw. dengan martabat kemuliaan orang-orang selain ahlul-bait dan keturunan Rasulallah saw.. Ketinggian martabat yang di berikan Allah swt. kepada mereka (ahlul-bait) ini merupakan penghargaan Allah swt. kepada Rasul-Nya junjugan kita Muhammad saw..

Begitu pun juga kemuliaan para sahabat yang setia dan patuh pada Nabi saw. Allah swt. telah menyatakan pujian dan penghargaan-Nya ataskesetiaan mereka kepada Allah swt. dan Rasul-Nya serta keikhlasan mereka dalam perjuangan menegakkan kebenaran Allah swt. dimuka bumi. Hal ini diungkap kan dalam firman-firman Allah swt. (Aali Imran ; 110 ; Al-Baqarah ; 143 ; At Tahrim ; 8 ; Al-Fath ; 18 ; At-Taubah ; 100 ; Al-Anfal : 64 dan lain-lain).

Keturunan nabi saw. merupakan orang-orang yang memiliki fadhilah dzatiyyah (keutamaan dzat) yang dikaruniakan Allah swt. kepada mereka melalui hubungan darah/pertalian nasab dengan manusia pilihan Allah swt. dan paling termulia Rasulallah saw. Jadi bukanpilihan atau maunya mereka sendiri untuk menjadi keturunan nabi saw. dan bukan berdasarkan fadhilah pengamalan baik mereka melainkan telah menjadi qudrat dan kehendak Ilahi sejak mula. Karena itu tidak ada alasan apapun untuk merasa iri hati,dengki terhadap keutamaan mereka. Hal inilah justru yang dipertanyakan Allah swt. dalam firman-Nya:

اَمْ يَحْسُدُوْنَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ

“..Ataukah (apakah) mereka (orang-orang yang dengki) merasa irihati (hasut) terhadap orang-orang yang telah diberi karunia oleh Allah “ (An-Nisa’ : 54)


Sebagaimana pula halnya keluarga para nabi sebelum Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wa Sallam, seperti isteri dan anak nabi Nuh ‘Alaihis Salam, bapak nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, dan isteri nabi Luth ‘Alaihis Salam. Sekalipun mereka tersebut keluarga para nabi, namun hubungan keturunan tidak bisa menghalangi azab Allah.
Demikian pula orang-orang yang mengaku keturunan Ahlul Bait, jika mereka enggan untuk mengikuti syari’at Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam atau membuat ajaran yang bertentangan dengan ajaran Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam, maka dengan sendirinya mereka tersebut telah mengeluarkan diri mereka dari bagian Ahlul Bait. Sekalipun pada kenyataannya mereka benar-benar keturunan Ahlul Bait. Sebab hubungan keturunan tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai dengan iman dan amal sholeh.
Sebagaimana sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam:
« وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ ». [رواه مسلم]
“Barangsiapa yang dilambatkan amalnya tidak akan bisa dipercepat oleh hubungan  keturunnya”.
Sebagaimana pula beliau katakan kepada paman dan anak perempuan beliau sendiri:
« يَا بَنِى عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أُغْنِى عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أُغْنِى عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ سَلِينِى بِمَا شِئْتِ لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ». متفق عليه.
 “Wahai anak keturunan Abdul Muthalib! Aku tidak dapat membela kalian sedikitpun dari Allah, wahai Abbas bin Abdul Muthalib aku tidak dapat membela kalian engkau dari Allah, wahai Shofiyah bibik Rasulullah aku tidak dapat membela engkau sedikitpun dari Allah, wahai Fatimah binti Rasulullah! Mintalah apa yang engkau mau, aku tidak dapat membela engkau sedikitpun dari Allah”.
Kemulian Ahlul Bait Dalam Al Qur’an
Berikut ini kita sebutkan ayat yang menerangkan keutamaan Ahlul bait serta kometar para ulama tafsir dalam menjelaskan ayat tersebut.
Isteri sesorang adalah merupakan bagian dari keluarganya. Sebagaimana ketika Allah menceritakan tentang keluarga Nabi Ibrohim ‘Alaihis Salam.
قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ [هود/73]‎
“Para malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.”
Imam Qurtuby berkata: “Ayat ini memberi penjelasan bahwa isteri seseorang termasuk bagian dari keluarganya (Ahlu baitihi). Hal ini menunjukkan bahwa isteri para nabi adalah bagian dari keluarganya (Ahlu baitihi). Maka ‘Aisyah radhialllahu ‘anhadan lainnya adalah termasuk dari jumlah Ahlul bait Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam, yakni termasuk diantara orang yang disebutkan Allah dalam firman-Nya:
إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا [الأحزاب/33]
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Lalu ketika menafsirka ayat tersebut di atas Imam Qurtuby berkata: ”Allah telah memuliakan isteri-isteri Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam dengan menjadikan mereka sebagai ummahatul mukminin (ibunda orang-orang beriman). Yaitu dalam hal tentang wajibnya memuliakan, berbuat baik, menghormati dan diharamkan menikahinya atas kaum laki-laki. Hal yang membedakan mereka dari ibu kandung sndiri adalah mereka diwajibkan untuk berhijab dari (kaum laki-laki yang bukan mahram)”.
Demikian pula syeikh Syanqiithy memjelaskan ayat yang sama dan membantah pendapat yang mengeluarkan isteri nabi dari bagian Ahlull bait: ”Sesungguhnya Qorinah (bukti) dari maksud konteks ayat secara tegas menyatakan bahwa para isteri Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam termasuk kedalam ayat tersebut. Karena diawal ayat Allah berfirman:
{قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ}
”Katakanalah kepada Iisteri-isterimu jka mereka menginginkan ….”
Lalu setelah itu Allah berfirman:
{إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ}
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait”
Lalu Allah lanjutkan dengan firman-Nya:
{وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ}
”Dan ingatlah (isteri-isteri nabi) apa yang dibacakan di rumahmu”
Maksud syeikh Syanqiithy adalah bahwa Ayat–ayat di atas semuanya bercerita tentang isteri-isteri Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Dan ayat yang menyebutkan tentang ahlul bait berada diantara ayat-ayat tersebut, maka hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan Ahlul bait adalah mereka isteri-isteri Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam.
Kemudian beliau kemukakan dalil lain bahwa isteri seseorang adalah termasuk yang disebut keluarganya (Ahlu Baitihi). Kata beliau: “Hal yang sama,  dari prihal masuknya para isteri dalam sebutan Ahlul Bait adalah firman Allah tentang isteri nabi Ibrohim ‘Alaihis Salam:
قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَتُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ}.
“Para malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.”
Adapun dalil yang menunjukkan tentang masuknya selain mereka (isteri-isteri) kedalam ayat tersebut adalah berdasarkan hadits dari Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam, bahwa ia bersabda tentang Ali, Fathimah, Hasan dan Husain mereka adalah bagian dari ahlul bait. Dan Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam berdo’a kepada Allah untuk mereka agar dihilangan kotoran dosa dari mereka dan dibersihkan dengan sebersih-bersihnya. Hal tersebut telah diriwayatkan oleh sekolompok sahabat dari Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Diantara mereka adalah Ummul mukminin Ummu Salamah, Abu Sa’id, Anas, Watsilah bin Asqo’ dan Ummul mukminin ‘Aisyah serta yang lainnya"

Jika ada yang berkata: sesungguhnya dhomir (kata ganti) dalam ayat: {لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ} dan {يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً} mennggunakan kata ganti untuk laki-laki! Kalau seandainya yang dimaksud isteri-isteri Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam tentu akan di gunakan kata ganti untuk permpuan ليذهب عنكن ويطهركن!

Maka jawabanya dari dua sisi:
Pertama: Seperti yang telah kita jelaskan bahwa ayat tersebut mencakup mereka (isteri-isteri Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam dan lain mereka yaitu; Ali, Hasan, Husain dan Fathimah. Seluruh ulama pakar bahasa terlah bersepakat bila digabung antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah ungkapan maka digunakan kata ganti laki-laki.
Kedua:  Diantara bentuk uslub (tata) bahasa Arab -yang dengannya diturunkan Al Qur’an- bahwa isteri seseorang disebut Ahlu (keluarga), dan kalimat tersebut juga dipergunakan untuk penyebutan plural (jama’) laki-laki. Alasan digunakan kata ganti laki-laki dalam ayat tersebur agar sesuai dengan lafaz Ahlu. (Sedangakan yang dimaksud Ahlu di sini ialah iterinya). Seperti firman Allah tentang Musa ‘Alaihis Salam ketika ia berkata isterinya:
إِذْ قَالَ مُوسَى لِأَهْلِهِ إِنِّي آَنَسْتُ نَارًا سَآَتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْآَتِيكُمْ بِشِهَابٍ قَبَسٍ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ [النمل/7]
“Ingatlah) ketika Musa berkata kepada keluarganya: “Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan membawakepadamu khabar daripadanya, atau aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang.”
Pada ayat yang lain:
وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى (9) إِذْ رَأَى نَارًا فَقَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُواإِنِّي آَنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آَتِيكُمْ مِنْهَا بِقَبَسٍ [طه/9، 10]
”Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: “Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu”.
Lawan bicara Nabi Musa ‘Alaihis Salam di sini adalah isterinya, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama”.
Melalui apa yang dijelaskan oleh syeikh Syanqiithy di atas dapat kita simpulkan beberapa hal:
Bahwa yang dimaksud tentang Ahlul Bait dalam surat Al Ahzaab adalah para isteri Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam karena ayat tersebut turun di rumah mereka. Demikian pula dengan melihat konteks ayat yang sebalum dan sesudahnya, jika kita cermati dengan seksama semuanya berbicara tentang isteri-isteri Rsulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Mulai dari ayat no 28 dari surat Al Ahzaab sampai pada ayat no 34 pada surat yang sama, seluruh berbicara tentang isteri-isteri Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Sedangkan ayat yang mengenai Ahlul Bait berada diperantaraan ayat-ayat tersebut, yaitu pada ayat no 33.
Masuknya selain isteri-isteri nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam kedalam kandungan makna ayat tersebut tidak berdasarkan ayat, karena ayat turun di rumah isteri Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Akan tetapi berdasarkan hadits yang menyatakan bahwa mereka termasuk kedalam makna ayat tersebut. Seprti hadits berikut ini:
قَالَتْ عَائِشَةُ خَرَجَ النَّبِىُّ  صلى الله عليه وسلم غَدَاةً وَعَلَيْهِ مِرْطٌ مُرَحَّلٌ مِنْ شَعْرٍ أَسْوَدَ فَجَاءَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِىٍّ فَأَدْخَلَهُ ثُمَّ جَاءَ الْحُسَيْنُ فَدَخَلَ مَعَهُ ثُمَّ جَاءَتْ فَاطِمَةُ فَأَدْخَلَهَا ثُمَّ جَاءَ عَلِىٌّ فَأَدْخَلَهُ ثُمَّ قَالَ (إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا)
‘Aisyah berkata: “Pada suatu pagi Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam keluar berselimut kain yang disulam berwarna hitam. Lalu datang Hasan bin Ali maka ia selimuti, kemudian datang Husain maka ia selimuti bersama, kemudian datang Fathimah maka ia selimuti pula, kemudian datang Ali maka ia selimuti juga. 

Kemudian beliau membaca firman Allah:
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Bahwa para sahabat tidak pernah menyembunyikan keutamaan Ali Radhiallahu ‘anhu dan keluarganya. Jika kita cermati riwayat di atas adalah dari ‘Aisyah. Hal ini menunjukkan bahwa ‘Aisyah tidak menyembunyikan  keutamaan Ali dan keluarganya apa lagi sampai membenci mereka. Demikian pula para ulama Ahlussunnah tidak pernah menyembunyikan keutamaan Ahlul bait, sebagaiman yang dituduhkan oleh kaum syi’ah Rafidhah. Buktinya kitab-kitab Ahlussunnah penuh dengan riwayat-riwayat yang menyebutkan keutamaan-keutamaan Ahlul bait. Akan tetapi memang tidak memuat riwayat-riwayat palsu yang sampai pada tingkat mengkultuskan Ahlul bait.
Berkata syeikh Islam Ibnu Taimiyah tentang keutamaan dan kemulian para isteri Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam: “Diantara pokok-pokok aqidah Ahlussunnah adalah mereka beroyalitas kepada isteri-isteri Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam, Ummahatul mukminin (ibunda orang-orang beriman)…. ».
Sebagaimana Alah nyatakan dalam firman-Nya :
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ [الأحزاب/6]
«Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka».
PERBEDAAN AHLUL BAIT DALAM ISTILAH SYAR’I DENGAN VERSI SYIAH ?
Setelah kita mengetahui siapa sebenarnya Ahlul Bait itu, perlu kita pahami bahwa istilah Ahlu Bait merupakan istilah syar’i yang dipakai dalam Al Quran maupun As Sunnah dan bukan merupakan istilah bid’ah. Allah berfirman tentang para istri Nabi :

وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا 

Dan taaitlah kalian kepada Allah dan RasulNya, sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan memberbersihkan kamu sebersih-bersihnya. [Al-Ahzab : 33]

Berkata syaikh Abdurrahman As Sa’di : Makna rijs adalah (Ahlul bait di jauhkan) segala macam gangguan, kejelekan dan perbutan keji.

Allah berfirman memerintah para istri Nabi :

وَاذْكُرْنَ مَايُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ ءَايَاتِ اللهِ وَالْحِكْمَةِ 

Dan ingatlah apa yang di bacakan di rumahmu dari ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabimu). [Al Ahzab : 34]

Ibnu Katsir berkata: “yaitu kerjakanlah dengan apa yang di turunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Rasulnya berupa Al Quran dan As sunnah di rumah-rumah kalian.

Berkata Qotadah dan yang lainnya “dan ingatlah dengan nikmat yang di khususkan kepada kalian dari sekalian manusia yaitu berupa wahyu yang turun ke rumah-rumah kalian tanpa yang lain.

Dalam sebuah hadis juga di jelaskan :

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قاَلَ قاَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلىالله عليه و سلم يَوْمًا خَطِيْبًا (فَقَالَ): أَذْكُرُكُمُ اللهَ فيِ أَهْلِ بَيْتيِ –ثلاثا- فَقَالَ حُصَيْنُ بْنُ سَبْرَةَ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَْيدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ: إِنَّ نِسَاءَهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حَرُمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قاَلَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ آَلُ عَلِيْ و آَلُ عُقَيْلٍ وَ آلُ الْعَبَاسِ قَالَ أَكُلُّ هَؤُلاَءِ حَرُمَ الصَّدَقَة ؟ قَالَ: نَعَمْ (صحيح مسلم 7/122-123)

Dari Zaid bin Arqom bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam suatu hari berkhutbah: Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul Baitku (sampai tiga kali) maka Husain bin Sibroh (perawi hadits) bertanya kepada Zaid “Siapakah Ahlul Bait beliau wahai Zaid bukankah istri-istri beliau termasuk ahlil baitnya? Zaid menjawab para istri Nabi memang termasuk Ahlul Bait akan tetapi yang di maksud di sini, orang yang di haramkan sedekah setelah wafatnya beliau. Lalu Husain berkata: siapakah mereka beliau menjawab:“Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas ? Husain bertanya kembali Apakah mereka semuanya di haramkan zakat ? Zaid menjawab Ya… [Shahih muslim 7/122-123]

Dari sini jelas penggunaan istilah Ahlul Bait adalah istilah syari dan bermakna istri dan kerabat dekat beliau dari keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas yang merupakan keluarga bani Hasyim

Sedangkan Ahlul Bait menurut orang Syiah hanyalah sahabat Ali, kemudian anaknya, Hasan bin Ali dan putrinya yaitu Fatimah, mereka dengan terang-terangan mengatakan bahwa semua pemimpin kaum muslimin selain Ali dan Hasan adalah thogut walaupun mereka menyeruh kepada kebenaran. Orang Syiah menganggap bahwa Khulafaur rasyidin adalah para perampas kekuasaan Ahlul Bait sehingga mereka mengkafirkan semua Khalifah, bahkan semua pemimpin kaum muslimin. Tidak di ragukan lagi, bahwa mereka telah menyimpang dari Aqidah yang lurus, yaitu Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Maka kita katakan bahwa membatasi Ahlul bait itu hanya terbatas pada Ali, Hasan bin Ali serta Fatimah, yang keduanya adalah anak Sahabat Ali adalah merupakan batasan yang tidak ada sandaran yang benar baik dari Al-Quran maupun As sunnah. Sesungguhnya pembatasan ini adalah merupakan perkara bid’ah yang tidak di kenal oleh ulama salaf sebelumnya.

Anggapan ini sebenarnya hanyalah muncul dari hawa nafsu orang-orang Syiah karena dendam kesumat serta kedengkian mereka terhadap Islam dan Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga orang- orang Syiah sejak zaman sahabat tidak menginginkan kejayaan Islam dam kaum muslimin, dan di kenal sebagai firqoh yang ingin merongrong Islam dan ingin menghancurkannya dengan segala cara dan salah satu cara mereka adalah berlindung dibalik slogan cinta ahli bait Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun secara hakikat sebenarnya merekalah yang membenci dan memusuhi mereka.
Kemulian Ahlul Bait Dalam Sunnah 
Hadits-hadits yang menujukkan perintah mencintai ahlul bait sangat banyak. Berikut ini kita sebutkan beberapa hadits yang menunjukkan tentang kewajiban memuliakan Ahlul bait:

Diantaranya ialah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas bin Abdil Mutthalib, sesungguhnya Rasulullah–shallallahu alayhi wa sallam—bersabda:


ما بال أقوام إذا جلس إليهم أحد من أهل بينتي قطعوا حديثهم؟ والذي نفسي بيده ، لا يدخل قلب امرئ الإيمان حتى يحبهم لله ولقرابتي

"Bagaimana sikap kaum yang ketika seorang ahli baitku duduk diantara mereka dan mereka memotong pembicaraan mereka? Demi dzat dimana diriku ada pada kekuasaanNya, Iman tidak akan masuk ke dalam hati seseorang kecuali ia mencintai ahli baitku karena Allah dan karena keluargaku".(HR. Ibnu Majah: 140)

Diceritakan pula dari Abdullah bin Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda:


أحبوا الله لما يغدوكم به من نعمه ، وأحبوني لحب الله ، وأحبوا أهل بيتي لحبي

"Cintaikah Allah karena ia telah memberikan nikmat-nikmatNya. Cintailah aku karena cinta kepada Allah dan cintailah keluargaku karena cinta kepadaku". (HR. At-Tirmidzi: 3789, Ahmad dalam Fadla'il as-Shahabah: 2/986, Al-Hakim: 3/162, Al-Baihaqi dalam Syubul Iman: 1/366).

At-Thabrani dan Abu As-Syaikh meriwayatkan bahwa Rasulullah –shallallahu alayhi wa sallam—bersabda:"Sesunggunya Allah azza wa jalla mempunyai tiga kehormatan, barang siapa menjaganya, maka Allah akan menjaga agama, dan dunianya. Dan barang siapa tidak menjaganya, maka Allah tidak akan menjaga agama dan dunianya". Diucapkan "Apakah itu?".Rasulullah menjawab: "Kehormatan Islam, kehormatanku dan kehormatan keluargaku". (HR. At-Thabrani dalam Al-Kabir: 3/126, Al-Awsath: 1/72 dari Abi Sa'id Al-Khudzriy –radliyallahu anhu--. Dlaif dalam sanadnya seperti yang dijelaskan dalam Majma' az-Zawaid (Al-Haitsami): 1/88)

Rasulullah –shallallahu alayhi wa sallam—bersabda:‎

لا يؤمن عبد حتى أكون أحب إلي من نفسه ، وتكون عترتي أحب إليه من عترته ، ويكون أهلي أحب إليه من أهله

"Seorang hamba tidak beriman kecuali aku lebih dicintainya dari pada dirinya sendiri, keturunanku lebih ia cintai dari pada keturunannya dan keluargaku lebih ia cintai dari pada keluarganya". (HR, At-Thabrani dalam Al-Kabir: 7/75, Al-Awsath: 6/59, Al-Baihaqi dalm Syu'bul Iman: 2/189. Menurut Al-Haytsami dalam Al-Majma', dalam sana ada Muhammad bin Abdurahman, ia jelek hafalannya dan tidak bisa dibuat hujjah).
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam pernah bekhutbah di hadapan para sahabat sekembalinya beliau dari melaksanakan haji Wada’ di suatu tempat antara Makkah dan Madinah di sebur Ghadiir Khum:
« أَمَّا بَعْدُ أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِىَ رَسُولُ رَبِّى فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ ». فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ « وَأَهْلُ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى ».
“Berikutnya; Ketahuilah wahai para manusia! Sesungguhnya aku adalah sorang manusia, boleh jadi sudah dekat kedatangan utusan Rabbku, lalu aku menjawabnya. Dan aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua perkara; pertama; Kitabullah (Al Qur’an). Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka ambillah dan berpegang teguhlah dengannya. (Berkata rawi hadits): maka ia mendorong dan menganjurkan untuk berpegang teguh dengannya. Kemudia ia (Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam) berkata: Dan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang (hak-hak) keluargaku. Beliau mengulangnya tiga kali”.

Dalam hadits ini Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam memberitahukan kepada para sahabat tentang ajal beliau yang sudah dekat. Hal Ini menunjukkan akan pentingnya nasehat tersebut untuk senantiasa mereka jaga. Nasehat pertama berpegang teguh dengan Al Qur’an. Nasehat kedua menjaga hak-hak keluarga beliau. Yang dimaksud dengan hak-hak keluarga beliau adalah memuliakan dan menghormati mereka. Dan mengikuti nasehat-nasehat mereka selama sesuai dengan ajaran yang beliau tinggalkan. Adapun jika ada pendapat mereka yang tidak sesuai dengan ajaran yang beliau tinggalkan, maka kita tidak boleh taklit kepada mereka. Karena hadits tersebut tidak ada perintah untuk wajib berpegang teguh dengan segala perkataan mereka. Sebagaimana yang dipahami oleh sebahagian orang.
Berkata Imam Qurtuby: ”Wasiat ini dan ketegasan ini adalah menunjukkan tentang wajibnya menghormati keluarga beliau, berbuat baik, memuliakan dan mencintai mereka. Kewajiban yang sangat ditekankan, tidak ada alasan bagi seorangpun untuk tidak melaksanakannya.”.
« إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِى هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِى مِنْ بَنِى هَاشِمٍ ».
“Sesungguhnya Allah telah memilih Kinaanah dari anak keturunan Ismail. Dan memilih Quraisy dari kalangan suku Kinaanah. Dan memilih Bani Hasyim dari kalangan bangsa Quraisy. Dan memilih aku dari kalang Bani Hasyim”.
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang keutamaan Bani Hasyim. Karena mereka memiliki sifat-sifat baik dan terpuji yang lebih menonjol dari sukuk-suku lain, maka Allah memilih Rasul yang paling mulia dari kalangan suku mereka.
((أنا محمَّدُ بْنُ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ إنَّ اللَّهَ تعالى خَلَقَ الخَلْقَ فَجَعَلَنِي في خَيْرِهِمْ ثمَّ جَعَلَهُمْ فِرْقَتَيْنِ فجَعَلَني في خيْرِهِمْ فِرْقَةً ثمَّ جَعَلَهُمْ قَبائِلَ فَجَعَلَنِي في خيْرِهِمْ قَبِيلَةً ثمَّ جَعَلَهُمْ بُيُوتاً فَجَعَلَنِي في خَيْرِهِمْ بَيْتاً فأنا خَيْرُكُمْ بَيْتاً وأنا خَيْرُكُمْ نَفْساً)).‎
“Saya adalah anak Abdullah bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan makhluk, lalu Ia menjadikan aku dalam bagian mereka yang terbaik. Kemudian Allah menjadikan mereka kepada dua golongan, maka Allah menjadikan aku pada golongan yang terbaik. Kemudian Allah menjadikan mereka berbangsa-bangsa, maka Allah menjadikan aku pada bangsa yang terbaik. Lalu Allah menjadikan mereka bersuku-suku, maka Allah menjadikan pada suku yang terbaik. Aku adalah yang terbaik diantara dari segi suku dan jiwa”.
Dalam hadits ini juga terdapat kemulian Ahlul bait karena Allah telah memilih Nabi yang paling mulia dari suku mereka. Akan tetapi kemulian ini secara umum tidak secara person (setiap pribadi) mereka. Karena dari kalangan luar Ahlull bait secara person ada yang lebih mulia dari sebagian person Ahlul bait. Seperti jawaban Ali Radhiallahu ‘anhu ketika ditanya oleh anaknya sendiri Muhammad Ibnul Hanafiah:
((عَنْ مُحَمَّدِ ابْنِ الْحَنَفِيَّةِ قَالَ قُلْتُ لأَبِى أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ ؟ قَالَ: أَبُو بَكْرٍ. قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ. قَالَ ثُمَّ خَشِيتُ أَنْ يَقُولَ عُثْمَانُ فَقُلْتُ ثُمَّ أَنْتَ يَا أَبَةِ قَالَ مَا أَنَا إِلاَّ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ)).
“Dari Muhammad Ibnu Hanafiyah, ia berkata: aku bertanya pada ayahku, siapa manusia yang paling baik setelah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam?. Jawabnya: Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Kemudia aku tanya lagi, kemudian siapa? Jawabnya: Umar Radhiallahu ‘anhu. Kemudian aku cemas bila ia katakan Utsman, maka aku katakan: kemudian engkau ya ayahku? Ia menjawab: aku ini hanyalah salah seorang dari kaum muslimin”.


عن إياس بن سلمة بن الأكوع عن أبيه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركبها نجا [مناقب أمير المؤمنين لابن المغازلي برقم 174

Dari Iyas bin Salamah bin Al-Akwa’ ra. dari bapaknya berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan ahli baitku adalah seperti kapal Nuh as, barangsiapa menaikinya akan selamat.” [Manaqib Amir Al-Mukminin li Ibni Al-Maghazali hal: 174]

عن عبدالله بن الزبير أن النبي (ص) قال : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركبها سلم ومن تركها غرق [مجمع الزوائد الجزء 9 صفحة 265

Dari Abdullah bin Zubair ra. berkata, Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan ahli baitku adalah seperti kapal Nuh as, barangsiapa menaikinya akan selamat dan barangsiapa yang bertetentangan darinya [tidak menaikinya] akan tenggelam.” [Majma’ Az-Zawaid juz 9: 265]

عن أبو الطفيل عامر بن واثلة ، قال سمعت رسول الله (ص): يقول : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركبها نجا ومن تركها غرق [الكنى والالقاب لالدولابي – من إبتداء كنيته ( ط

Dari Abu Thufail ‘Amir bin Wailah ra. berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan ahli baitku adalah seperti kapal Nuh as, barangsiapa menaikinya akan selamat dan barangsiapa yang bertetentangan darinya [tidak menaikinya] akan tenggelam.”

Ungkapan Ulama Ahlussunnah Tentang Kemulian Ahlul Bait ‎
Jika kita membaca kitab-kitab para ulama niscaya akan kita dapati begitu banyak ungkapan mereka tentang wajibnya memuliakan dan menghormati Ahlull bait. Berikut ini kita sebutkan ungkapan para ulama Ahlussunnah, terutama yang sering mendapat tuduhan bahwa mereka tidak memuliakan Ahlul bait. Agar terbukti kebohongan orang-orang yang menuduh mereka tidak mencintai Ahlul bait.
Perkataan Umar bin Abdul Aziz, salah seorang dari khalifah Bani Umayyah.
Berkata Umar bin Abdul Aziz kepada Abdullah bin Hasan bin Husain (cucu dari Husain bin Ali Radhiallahu ‘anhu): “Jika engkau ada kebutuhan maka tulislah kepada! Sesungguhnya aku malu kepada Allah bila Ia melihat engkau (berdiri) di depan pintu rumahku. Tidak ada di muka bumi ini keluarga yang lebih aku cintai daripada kalian. Sungguh kalian lebih aku cintai dari pada keluargaku sendiri”.
Pada suatu kali yang lain ia berkata pula kepada Fathimah binti Ali Radhiallahu ‘anhu (anak perempuan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu): “Wahai anak perempuan Ali! Demi Allah tidak ada di muka bumi ini keluarga yang lebih aku cintai daripada kalian. Sungguh kalian lebih aku cintai dari pada keluargaku sendiri”.
Sengaja kita sebutkan di sini perkataan Umar bin Abdul Aziz untuk membantah prasangka buruk yang senantiasa dituduhkan oleh sekolompok orang terhadap keluarga Bani Umaiyyah, bahwa mereka memusuhi atau membenci Ahlul bait. Melalui ungkapan Umar bin Abdul Aziz di atas amat jelas bagaimana bersarnya kemulian Ahlul bait dalam pandangannya. Dan ini sebagai bukti bahwa tidak ada permusuhan antara bani Umayyah dengan Ahlul bait. Yang ada hanyalah kecintaan dan penghargaan yang tinggi terhadap Ahlul bait. Di sini terbuktilah kebohongan tuduhan kelompok yang senantiasa menyebarkan prasangka buruk tersebut.
Perkataan Imam Al Ajurry.
Berkata Imam Al Ajurry: “Diwajibkan atas setiap orang mukmin laki-laki dan orang mukmin perempuan mencintai keluarga (Ahlul bait) Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Yaitu: Bani Hasyim; Ali bin Abi Thalib beserta anak dan cucu-cucunya, Fathimah beserta anak dan cucu-cucunya, Hasan dan Husain beserta anak dan cucu-cucunya, Ja’far Ath Thayyaar beserta anak dan cucu-cucunya, Hamzah beserta anak dan cucu-cucunya, Abbas beserta anak dan cucu-cucunya. Mereka itulah keluarga Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Diwajibkan atas orang-orang muslim mencintai dan memuliakan mereka”.
Dari ungkapan Imam Al Jurri di atas menjadi jelas bagi kita bahwa Ahlul bait tersebut tidak hanya keturunan Ali saja atau keturnan husain saja, sebagaimana asumsi orang-orang Syi’ah Rofidhah. Akan tetapi mencakup siapa saja yang beriman dari paman-paman Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam serta anak dan cucu-cucu mereka.
Perkataan Syeikh Islam Ibnu Taimiyah.
Berkata syeikh Islam Ibnu Taimiyah: “Diantara pkok-pokok aqidah Ahlussunnah …bahwa sesungguhnya mereka mencintai para keluarga (ahlul bait) Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam dan berolayalitas pada mereka serta menjaga benar wasiat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam ketika ia bersabda pada hari Ghadiir Khum;
((أذكركم الله في أهل بيتي)) .
“Aku ingatkan kalian pada Allah tentang (hak-hak) kelurgaku“.
Beliau juga berkata: “Tidak diragukan lagi bahwa bagi keluarga nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wa Sallam memiliki hak di atas umat ini yang tidak diesrtai oleh selain mereka. Mereka berhak untuk lebih dicintai dan dimuliakan, yang mereka tidak disertai oleh suku-suku Quraisy yang lain“.
Dari ungkapan beliau ini terbantah pulalah tuduhan bohong kepada beliau, bahwa beliau tidak mencitai keluarga Rasul Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Seungguhnya ungkapan-ungkapan beliau yang semakna dengan ungkapan yang di atas sangat banyak sekali dalam kitab-kitab beliau.
Banyak orang yang beranggapan bahwa mazhab para Ahlul bait  adalah aliran syi’ah Rafidhah yang tercela. Sehingga isu tersebut menyebabkan sebagahagian orang membenci  Ahlull BAit. Ini adalah persepsi yang salah dan keliru. Anggapan tersebut merupakan penghinaan dan pencemaran terhadap nama baik Ahlul bait, seakan-akan mereka adalah para penyeru kepada bid’ah dan khurafat. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang sebenarnya. Karena para Ahlul bait tersebar di berbagai belahan pelosok dunia sesuai dengan menyebarnya agama Islam keberbagai penjuru dunia. Dan mereka menganut mazhab yang tersebar di tengah-tengah masyarakat di mana tempat mereka tinggal.
Berkata imam Asy Syaukany: “Sesungguhnya mereka (para Ahlul bait) telah terpencar-pencar di berbagai tempat. Mereka tinggal diberbagai negeri yang berjauhan. Dan masing-masing dari mereka mengukuti mazhab negeri dimana mereka tinggal".
Jika kita mencoba mengenal biografi para ulama Ahlussunnah, niscaya akan kita dapati tidak sedikit diantara mereka adalah dari kalangan Ahlul bait. Mereka adalah para pejuang agama dan memerangi berbagai bentuk kesesatan serta para pelakunya. Demikian pula jika kita menganal pusat-pusat kajian Ahlussunnah yang menyebarkan ilmu di Yaman, niscaya akan kita temui di sana para masyikh dan da’i yang menyebarkan ilmu adalah dari kalangan Ahlul bait. Yang mana dengan sebab keberadaan mereka, banyak sekali manusia yang mendapat hidayah kepada jalan yang lurus.
Para Ahlul bait tidak pernah memiliki mazhab tertentu. Seperti yang tuturkan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu keitka ia menjawab pertanyaan salah seorang sahabat yaitu Abu Juhaifah Radhiallahu ‘anhu: Apakah kalian memiliki sesuatu yang tidak terdapat dalam Al Qur’an? Pada kali yang lain ia bertanya: Apakah kalian memiliki sesuatu yang tidak ada pada manusia lain? Jawab Ali Radhiallahu ‘anhu:
((والذي فلق الحبة وبرأ النسمة ما عندنا إلا ما في القرآن -إلا فهماً يعطى رجل في كتابه- وما في الصحيفة. قلت: وما في الصحيفة؟ قال: العقل وفكاك الأسير وأن لا يقتل مسلم بكافر)).
“Demi Zat yang menumbuhkan biji-bijian, dan yang menciptakan jiwa. Tidak ada di sisi kecuali apa yang terdapat dalam Al Qur’an, yaitu kecuali pemahaman yang diberikan Allah kepada seseorang tentang kitabNya. Dan apa yang ada dalam lembaran ini. Abu Juhaifah bertanya: apa yang ada dalam lembaran tersebut? Jawab Ali Radhiallahu ‘anhu: Hukum diat, hukum tentang pembebasan tawanan, dan tidak boleh dibunuh seorang lantaran membunuh seorang kafir”.

Dalam jawaban Ali Radhiallahu ‘anhu di atas terbukti segala kebohongan tentang adanya wasiat untuk Ali Radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam untuk menjadi khalifah setelahnya. Kemungkinan pertanyaan tersebut diajukan oleh Abu Juhaifah Radhiallahu ‘anhu karena adanya desas-desus tentang wasit tersebut, sehingga Abu Juhaifah ingin menanyakan secarang lasung pada Ali Radhiallahu ‘anhu.
Orang-orang Syi’ah Rafidhah menganggap diri mereka orang yang paling mencintai Ahlul bait, dan selain mereka menzalimi Ahlul bait. Pada hal sebenarnya orang-orang Rafidhah-lah yang telah menzalimi Ahlul bait kezaliman yang tiada tara. Mereka-lah yang membuat Ahlul bait terhina dan menipu menreka serta ditolaknya riwayat-riwayat Ahlul bait disebabkan karena orang-orang Rafidhah sangat terkenal dalam berbohong atas nama Ahlul bait.
Ditambah lagi orang-orang Rafidhah membatasi cinta mereka pada sebahagian kecil saja dari Ahlul bait. Sedangkan kebanyakan dari oarang-orang shaleh Ahlul bait mereka benci. Bahkan jumlah yang dibenci oleh orang-orang Rafidhah merka jauh lebih banyak dibanding dengan jumlah yang pura-pura mereka cintai. Seperti mereka membanci keluarga Abbas beserta anak keturunnya.
Berkata syeikh Islam Ibnu Taimiyah:”Manusia yang paling jauh dari melaksanakan wasiat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam terhadap keluarga beliau adalah orang-orang Rafidhah. Sesungguhnya mereka memusuhi Abbas beserta ana keturunannya. Bahkan mereka memusuhi sebahagian besar Ahlull bait dan membantu orang-orang kafir untuk menghabisi mereka”. Sebagaimana mereka membantu orang-orang mongolia untuk menghancurkan kekuasaan Abbasiyah di bagdad tahun 656H, dengan tokoh sentralnya Ibnu Al Qomy dan Nasiruddin Tusy.‎

Membaca Shalawât bagi Nabi adalah Salah Satu Bentuk Kecintaan

Membaca shalawât bagi Nabi adalah salah satu bentuk kecintaan. Dan shalawât juga dikaitkan dengan shalat dan doa hingga shalat tanpa shalawât menjadi tidak sah dan doa tanpa shalawât menjadi mahjûb (terhalang). Dan shalawât bagi Nabi itu mesti disertakan keluarganya supaya tidak batrâ (buntung), dan shalawât batrâ itu dilarang, Rasûlullah saw berkata:

 لاَ تُصَلُّوا عَلَيَّ الصَّلاَةَ الْبَتْرَاءَ. فَقَالُوا : وَ مَا الصَّلاَةُ الْبَتْرَاءُ ؟ قَالَ : تَقُولُونَ : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ تَمْسِكُونَ, بَلْ قُولُوا : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ “

Janganlah kamu ber-shalawât atasku dengan shalawât yang buntung.” Lalu mereka bertanya, “Apakah shalawât yang buntung itu wahai Rasûlullah?” Beliau berkata, “Kalian ber-shalawât atasku dan kalian diam (tidak ber-shalawât bagi keluargaku), tetapi ucapkanlah: Ya Allah, curahkanlah shalawât atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad.” Maka singkatan saw mesti dibaca: Shallallâhu ‘alaihi wa ãlihi wa sallam atau shallallâhu ‘alaihi wa ãlih (Allah mencurahkan shalawât dan salâm atasnya dan keluarganya) supaya tidak melanggar larangan Rasûlullah dalam ber-shalawât .

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : أَحِبُّوا اللهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ وَ أَحِبُّونِي لِحُبِّ اللهِ وَ أَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي لِحُبِّي. 

Dari Ibnu ‘Abbâs berkata: Rasûlullâh saw bersabda, “Cintailah Allah karena Dia telah memberimu kenikmatan, cintailah aku karena kecintaan kepada Allah, dan cintailah keluargaku kerena kecintaan kepadaku.”

 قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ, وَ عَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ, وَ عَنْ مَالِهِ فِيْمَا أَنْفَقَهُ وَ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ, وَ عَنْ حُبِّنَا أَهْلِ الْبَيْتِ 

Rosululloh saw berkata, “Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga dia ditanya tentang empat perkara: Tentang umurnya pada apa dia telah menghabiskannya, tentang jasadnya yang pada apa dia telah merusakkannya, tentang hartanya ke mana saja dibelanjakannya dan dari mana diperolehnya, dan tentang kecintaan kepada kami Ahlulbait.” 

Pahala bagi Orang yang Mencintai Ahlulbait Rosululloh ‎

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ شَهِيْدًا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ مَغْفُورًا لَهُ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ تَائِبًا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ مُؤْمِنًا مُسْتَكْمِلَ الإِيْمَانِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ بَشَّرَهُ مَلَكُ الْمَوْتِ بِالْجَنَّةِ ثُمَّ مُنْكَرٌ وَ نَكِيْرٌ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ يُزَفُّ إِلَى الْجَنَّةِ كَمَا تُزَفُّ الْعَرُوسُ إِلَى بَيْتِ زَوْجِهَا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ فُتِحَ لَهُ فِي قَبْرِهِ بَابَانِ إِلَى الْجَنَّةِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ جَعَلَ اللهُ قَبْرَهُ مَزَارً لِمَلاَئِكَةِ الرَّحْمَنِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ عَلَى السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ 

Rasûlullâh saw berkata, “Siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati sebagai syahîd. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati dalam keadaan diampuni dosanya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, dia mati dalam keadaan bertobat. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati dalam keadaan beriman dengan sempurna keimanannya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya Malakul Maut memberikan kabar gembira dengan surga, lalu malaikat Munkar dan Nakîr. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, dia akan diantarkan ke surga seperti pengantin perempuan yang diantarkan ke rumah suaminya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dibukakan baginya dua pintu ke surga di dalam kuburnya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya Allah menjadikan kuburnya tempat ziarah para malaikat Al-Rahmân. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati di atas Al-Sunnah wal jamâ‘ah.” 

عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ : إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: اِلْزَمُوا مَوَدَّتَنَا أَهْلَ الْبَيْتِ فَإِنَّهُ مَنْ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ هُوَ يَوَدُّنَا دَخَلَ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَتِنَا. وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَنْفَعُ عَبْدًا عَمَلُهُ إِلاَّ بِمَعْرِفَةِ حَقِّنَا 

Dari Al-Hasan bin ‘Ali as: Sesungguhnya Rasûlullâh saw telah berkata, “Teguhkanlah oleh kalian kecintaan kepada kami Ahlulbait, karena sesungguhnya siapa yang berjumpa dengan Allah ‘azza wa jalla sedang dia mencintai kami, niscaya dia masuk surga dengan syafa‘at kami. Demi yang diriku di tangan-Nya, tidak berguna bagi seorang hamba akan amalnya kecuali dengan mengenal hak kami.”

 عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : شَفَاعَتِي لِأُمَّتِي مَنْ أَحَبَّ أَهْلَ بَيْتِي وَهُمْ شِيْعَتِي 


Dari ‘Ali bin Abî Thâlib as berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Syafa‘atku bagi ummatku yang mencintai Ahlulbaitku dan mereka adalah para pengikutku.” 

عَنْ عَلِيِّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ : أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ. قَالَ : ذَاكَ مَنْ أَحَبَّ اللهَ وَ رَسُولَهُ وَ أَحَبَّ أَهْلَ بَيْتِي صَادِقًا غَيْرَ كَاذِبٍ 


Dari ‘Ali as bahwa Rasûlullâh saw tatkala turun ayat ini: Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah tenteramlah hati-hati . Dia berkata, “Yang demikian itu ialah orang yang mencintai Allah dan Rasûl-Nya dan mencintai Ahlulbaitku dengan benar tidak dusta.”

 عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ : إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : اِلْزَمُوا مَوَدَّتَنَا أَهْلَ الْبَيْتِ, فَإِنَّهُ مَنْ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ هُوَ يَوَدُّنَا دَخَلَ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَتِنَا, وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَنْفَعُ عَبْدًا عَمَلُهُ إِلاَّ بِمَعْرِفَةِ حَقِّنَا 

Dari Al-Hasan bin ‘Ali as: Sesungguhnya Rasûlullâh saw telah berkata, “Tetaplah dalam mencintai kami Ahlulbait, sebab sesungguhnya orang yang berjumpa dengan Allah ‘azza wa jalla dan dia mencintai kami niscaya masuk ke surga dengan syafa‘at kami, demi yang diriku di tangan-Nya, tidak berguna bagi seorang hamba amalnya kecuali dengan mengenal hak kami.” 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لاَ يُحِبُّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ وَ لاَ يُبْغِضُنَا إِلاَّ مُنَافِقٌ شَقِيٌّ 

Dari Jâbir bin ‘Abdullâh berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Tidak mencintai kami Ahlulbait selain orang mu`min yang ber-taqwâ, dan tidak membenci kami kecuali orang munâfiq yang celaka.”


 عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : حُبِّي وَ حُبُّ أَهْلِ بَيْتِي نَافِعٌ فِي سَبْعَةِ مَوَاطِنَ, أَهْوَالُهُنَّ عَظِيْمَةٌ: عِنْدَ الْوَفَاةِ, وَ فِي الْقَبْرِ, وَ عِنْدَ النُّشُورِ, وَ عِنْدَ الْكِتَابِ, وَ عِنْدَ الْحِسَابِ, وَ عِنْدَ الْمِيْزَانِ, وَ عِنْدَ الصِّرَاطِ 

Dari ‘Ali bin Al-Husain berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Mencintaiku dan mencintai Ahlulbaitku bermanfaat pada tujuh tempat yang ketakutannya sangat besar: 
(1) Ketika wafat, 
(2) di dalam kubur, 
(3) ketika dibangkitkan, 
(4) ketika dibagi kitab, ‎
(5) ketika dihisab, 
(6) ketika ditimbang amal, dan 
(7) ketika di Al-Shirâth.”

Shirâth.” عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ رَزَقَهُ اللهُ حُبَّ اْلأَئِمَّةِ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَقَدْ أَصَابَ خَيْرَ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ فَلاَ يُشَكَّنَّ أَحَدٌ أَنَّهُ فِي الْجَنَّةِ, فَإِنَّ فِي حُبِّ أَهْلِ بَيْتِي عِشْرُونَ خَصْلَةً : عَشْرٌ مِنْهَا فِي الدُّنْيَا, وَ عَشْرٌ مِنْهَا فِي اْلآخِرَةِ. أَمَّا الَّتِي فِي الدُّنْيَا فَالزُّهْدُ, وَ الْحِرْصُ عَلَى الْعَمَلِ, وَ الْوَرَعُ فِي الدِّيْنِ, وَ الرَّغْبَةُ فِي الْعِبَادَةِ, وَ التَّوبَةُ قَبْلَ الْمَوْتِ, وَ النَّشَاطُ فِي قِيَامِ اللَّيْلِ, وَ الْيَأْسُ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ, وَ الْحِفْظُ لِأَمْرِ اللهِ وَ نَهْيِهِ عَزَّ وَ جَلَّ, وَ التَّاسِعَةُ بُغْضُ الدُّنْيَا, وَ الْعَاشِرَةُ السَّخَاءُ. وَ أَمَّا الَّتِي فِي اْلآخِرَةِ: فَلاَ يُنْشَرُ لَهُ دِيْوَانٌ, وَ لاَ يُنْصَبُ لَهُ مِيْزَانٌ, وَ يُعْطَى كِتَابُهُ بِيَمِيْنِهِ, وَ يُكْتَبُ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ, وَ يُبَيَّضُ وَجْهُهُ, وَ يُكْسَى مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ, وَ يُشَفَّعُ فِي مِائَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ, وَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِ بِالرَّحْمَةِ, وَ يُتَوَّجُ مِنْ تِيْجَانِ الْجَنَّةِ, وَ الْعَاشِرَةُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ. فَطُوبَى لِمُحِبِّي أَهْلِ بَيْتِي 

Dari Abû Sa‘îd Al-Khudri berkata: Telah berkata Rasûlullâh saw, “Siapa yang diberi karunia oleh Allah mencintai para imam dari Ahlulbaitku, maka sesungguhnya dia telah memperoleh kebaikan dunia dan akhirat, dan seseorang (yang mencintai mereka) tidak diragukan bahwa dia di surga, maka sesungguhnya dalam mencintai Ahlibaitku itu ada dua puluh perkara: Sepuluh darinya di dunia, dan sepuluh lagi di akhirat. Adapun sepuluh yang di dunia adalah: 
(1) Zuhud (tidak dikuasai dunia), 
(2) semangat dalam beramal, 
(3) wara‘ (berhati-hati menjalankan) dalam ajaran, 
(4) senang dalam ibadah, 
(5) bertobat sebelum mati, 
(6) giat dalam bangun malam, 
(7) putus asa dari apa-apa yang ada pada tangan orang lain, 
(8) menjaga perintah Allah dan larangannya ‘azza wa jalla, 
(9) benci kepada dunia dan 
(10) dermawan.
 Adapun yang sepuluh di akhirat adalah: 
(1) Tidak dibentangkan dîwân (penayangan amal) baginya, 
(2) tidak ditegakkan neraca baginya, 
(3) diberikan kitabnya di sebelah kanannya, 
(4) dicatatkan baginya 'bebas dari neraka', 
(5) diputihkan wajahnya, 
(6) diberi busana surga, 
(7) disyafa‘ati 100 orang dari keluarganya, 
(8) Allah memandang kepadanya dengan kasih, 
(9) dimahkotai dengan mahkota surga dan 
(10) masuk ke surga tanpa hisab. 
Maka beruntung manusia-manusia yang mencintai Ahlibaitku.” 

Hukuman bagi Orang yang Membenci Ahlulbait Rosululloh ‎


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى بُغْضِ آلِ مُحَمَّدٍ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَكْتُوبًا بَيْنَ عَيْنَيْهِ آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى بُغْضِ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ كَافِرًا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى بُغْضِ آلِ مُحَمَّدٍ لَمْ يَشُمَّ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ 

Rosululloh  saw berkata, “Ketahuilah siapa yang mati di atas kebencian kepada keluarga Muhammad, dia datang pada hari kiamat dengan tertulis di antara kedua matanya: Orang yang putus asa dari rahmat Allah. Ketahuilah siapa yang mati di atas kebencian kepada keluarga Muhammad, dia mati sebagai orang yang kâfir. Ketahuilah siapa yang mati di atas kebencian kepada keluarga Muhammad, dia tidak mencium harum surga.” 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ إِنِّي سَأَلْتُ اللهَ لَكُمْ ثَلاَثًا : أَنْ يُثَبِّتَ قَائِمَكُمْ, وَ أَنْ يَهْدِيَ ضَالَّكُمْ, وَ أَنْ يُعَلِّمَ جَاهِلَكُمْ وَ سَأَلْتُ اللهَ أَنْ يَجْعَلَكُمْ جَوْدَاءَ نُجَدَاءَ رُحَمَاءَ, فَلَوْ أَنَّ رَجُلاً صَفَنَ فَصَلَّى وَ صَامَ ثُمَّ لَقِيَ اللهَ وَ هُوَ مُبْغِضٌ لِأَهْلِ بَيْتِ مُحَمَّدٍ دَخَلَ النَّارَ 

Dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bahwa Rasûlullâh saw berkata, “Wahai anak-anak ‘Abdul Muththalib, sesungguhnya aku meminta kepada Allah tiga hal bagi kalian: Meneguhkah qâ`im kalian (Al-Mahdi as yang menegakkan keadilan), Dia menunjuki orang yang tersesat dari kalian dan Dia mengajari orang jahil dari kalian dan aku meminta kepada Allah agar Dia menjadikan kalian manusia-manusia yang murah hati, mulia dan penyayang, maka kalaulah seseorang memberdirikan kakinya lalu dia shalat dan shaum kemudian dia bertemu dengan Allah sedang dia benci kepada Ahlulbait Muhammad, tentu dia masuk ke neraka.” 

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يُبْغِضُنَا أَهْلَ الْبَيْتِ أَحَدٌ إِلاَّ أَدْخَلَهُ اللهُ النَّار 

Dari Abû Sa‘îd Al-Khudri berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Demi yang diriku di tangan-Nya, tidak seorang pun membenci kami Ahlulbait melainkan Allah memasukkannya ke dalam neraka.” 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لَيْسَ فِي الْقِيَامَةِ رَاكِبٌ غَيْرُنَا وَ نَحْنُ أَرْبَعَةٌ – فَذَكَرَ النَّبِيُّ ص وَ صَالِحٌ وَ حَمْزَةُ وَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ ع (إِلَى أَنْ قَالَ) وَ لَوْ أَنَّ عَابِدًا عَبَدَ اللهَ بَيْنَ الرُّكْنِ وَ الْمَقَامِ أَلْفَ عَامٍ وَ أَلْفَ عَامٍ حَتَّى يَكُونَ كَالشِّنِّ الْبَالِي وَ لَقِيَ اللهَ مُبْغِضًا لِآلِ مُحَمَّدٍ أَكَبَّهُ اللهُ عَلَى مِنْخَرِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ 

Dari Ibnu ‘Abbâs berkata: Rasûlullâh saw bersabda, “Pada hari kiamat, tidak ada yang berkendaraan selain kami berempat---maka Nabi saw menyebutkan (dirinya) dan Shâlih, Hamzah dan ‘Ali bin Abî Thâlib as sampai beliau mengatakan---dan kalaulah seorang ahli ibadah mengabdi kepada Allah di antara rukun (sudut Ka‘bah yang padanya terdapat Hajar Aswad) dan maqâm (tempat berdiri Nabi Ibrâhîm as) selama seribu tahun dan seribu tahun sampai kurus lagi lusuh dan dia bertemu dengan Allah dalam keadaan benci kepada keluarga Muhammad, niscaya Allah menyeretnya di atas batang hidungnya ke dalam neraka Jahannam.”

 عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ أَبْغَضَنَا أَهْلَ البَيْتِ فَهُوَ مُنَافِقٌ 

Dari Abû Sa‘îd berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Siapa yang membenci kami Ahlulbait maka dia itu orang munâfiq.”

 عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ خَدِيْجٍ قَالَ : أَرْسَلَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ إِلَى الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ أَخْطُبُ عَلَى يَزِيْدَ بِنْتًا لَهُ – أَوْ أُخْتُا لَهُ – فَأَتَيْتُهُ فَذَكَرْتُ لَهُ يَزِيْدَ فَقَالَ: إِنَّا قَوْمٌ لاَ نُزَوِّجُ نِسَاءَنَا حَتَّى نَسْتَأْمِرَهُنَّ. فَأَتَيْتُهَا فَذَكَرْتُ لَهَا يَزِيْدَ فَقَالَتْ: وَ اللهِ لاَ يَكُونُ ذَلِكَ حَتَّى يَسِيْرَ فِيْنَا صَاحِبُكَ كَمَا سَارَ فِرْعَوْنُ فِي بَنِي إِسْرَائِيْلَ يَذْبَحُ أَبْنَاءَهُمْ وَ يَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ. فَرَجَعْتُ إِلَى الْحَسَنِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقُلْتُ: أَرْسَلْتَنِي إِلَى فَلَقَةٍ تُسَمِّي أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ فِرْعَوْنَ. قَالَ: يَا مُعَاوِيَةُ لاَ يُبْغِضُنَا وَ لاَ يَحْسُدُنَا أَحَدٌ إِلاَّ ذِيْدَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَنِ الْحَوْضِ بِسِيَاطٍ مِنَ النَّارِ 


Dari Mu‘âwiyah bin Khadîj telah berkata, “Mu‘âwiyah bin Abû Sufyân mengutusku kepada Al-Hasan bin ‘Ali as saya melamar putrinya----atau saudara perempuannya----atas nama Yazîd lalu saya mendatanginya, maka saya menyebutkan Yazîd kepadanya. Maka dia berkata, 'Kami tidak menikahkan perempuan-perempuan kami sehingga kami bermusyawarah dengan mereka.' Maka saya mendatangi perempuan tersebut dan saya sebutkan Yazîd kepadanya, lalu dia berkata, 'Demi Allah hal itu tidak terjadi walau sahabatmu (Yazîd) berjalan kepada kami sebagaimana Fir‘aun berjalan pada Banî Isrâ`îl membunuh anak-anak lelaki mereka dan membiarkan hidup kaum perempuan mereka.' Kemudian aku kembali kepada Al-Hasan as, lalu saya berkata: Kamu telah mengirimku kepada suatu bencana dia (perempuan itu) menyebut Amîrul Mu`minîn Fir‘aun.” Dia berkata, “Wahai Mu‘âwiyah, janganlah kamu membenci kami karena Rasûlullâh saw telah berkata, ‘Tidak membenci kami dan tidak iri kepada kami seseorang melainkan pada hari kiamat dia dihalau dari telaga dengan cambuk dari neraka.’” ‎

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيِّ قَالَ : جَطَبَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَسَمِعْتُه وَ هُوَ يَقُولُ : أَيُّهَا النَّاسُ مَنْ أَبْغَضَنَا أَهْلَ البَيْتِ حَشَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَهُودِيًّا. فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ وَ إِنْ صَامَ وَ صَلَّى. قَالَ : وَ إِنْ صَامَ وَ صَلَّى وَ زَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ

 Dari Jâbir bin ‘Abdullâh Al-Anshâri berkata: Rasûlullâh saw berkhotbah kepada kami, lalu kami mendengarnya mengatakan, “Wahai manusia, siapa yang membenci kami Ahlulbait, niscaya Allah menghimpunnya pada hari kiamat sebagai yahudi.” Lalu saya berkata, “Wahai Rasûlullâh, sekalipun dia shaum dan shalat?" Beliau berkata, “Sekalipun dia shaum dan shalat dan mengaku muslim.”‎

اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي فِيهِ مُحِبّا لِأَوْلِيَائِكَ وَ مُعَادِيا لِأَعْدَائِكَ مُسْتَنّا بِسُنَّةِ خَاتَمِ أَنْبِيَائِكَ يَا عَاصِمَ قُلُوبِ النَّبِيِّينَ

"Ya Allah...‎
Jadikanlah aku orang-orang yang mencintai auliya-Mu dan memusuhi musuh-musuh-Mu. Jadikanlah aku pengikut sunnah-sunnah penutup Nabi-Mu. Wahai Penjaga hati para nabi."

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda.‎

1 komentar:

  1. Segenap Manajemen Bolavita Mengucapkan Selamat Merayakan Tahun Baru Imlek 2570

    Kongzili Semoga Di Tahun Babi Tanah Diberikan Rejeki Lebih Banyak
    Dibandingkan Tahun Sebelumnya

    WA : +62812-2222-995

    BalasHapus