Minggu, 13 Desember 2015

Penjelasan Tentang Puji-Pujian Antara Adzan Dan Iqomat

Kebiasaan para muadzin di beberapa daerah untuk mengumandangkan (melantunkan) puji-pujian atau shalawat setiap sebelum atau setelah adzan atau pada waktu-waktu tertentu merupakan salah satu jenis bid‘ah hasanah yang diridhoi.  Bid‘ah yang tidak pantas untuk ditolak, karena Al-Quran dan Hadis telah memerintahkan untuk mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah saw tanpa batasan waktu, keadaan, dan tempat.‎

 Benar, memang ada beberapa waktu yang dikhususkan untuk bershalawat.  Pengkhususan ini untuk menambah pahala.  Namun, perintah dan keutamaan membaca shalawat berlaku secara umum untuk setiap waktu dan keadaan, baik diucapkan dengan suara pelan maupun keras, sendiri maupun bersama-sama.  Pembacaan shalawat yang dilakukan oleh muadzin ini tidak boleh ditolak.  Jika ada yang menolak, maka tidak perlu kita tanggapi, kecuali jika ada dalil yang menguatkan penolakan itu.  Namun, pada kenyataannya, dalil tersebut tidak pernah ada.  Jadi, gugurlah ucapan orang yang menolaknya.
Betapa besar manfaat dari tradisi pujian setekah adzan dalam pendidikan dan pembelajaran bagi masyarakat. Berapa banyak anak yang menghafal 20 sifat wajib Allah karena mereka mendengar dari suara pujian yang dilantunkan setelah dikumandangkan adzan. Dan juga nasehat lainnya yang berbentuk syair dari para ulama, yang merupakan tuntunan dalam menjalani kehidupan.

Pujian setelah adzan walaupun dilafalkan dengan bahasa Jawa yang berisi beragam nasehat agama, namun selalu diiringi sholawat serta adakalanya syair tersebut mengambil dari hadits ataupun maqolah. Demikian pula sebaliknya dalam majelis sholawat, disisipkan beberapa bait nasehat agama. Hal ini karena, inti dari pujian setelah adzan adalah sholawat. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

“Apabila kamu mendengar muadzin mengumandangkan adzan, ucapkanlah seperti apa yang diucapkan. Kemudian bersholawatlah kepadaku, karena sesungguhnya barangsiapa yang bersholawat kepadaku satu kali niscaya Allah akan bersholawat kepadanya sebanyak sepuluh kali. Setelah itu mintalah (kepada Allah) al‐wasilah untukku, karena al‐wasilah itu suatu manzilah (kedudukan yang mulia) di surga, yang tidak sepatutnya diberikan kecuali untuk seorang hamba Allah. Dan aku berharap semoga akulah hamba itu. Maka barangsiapa yang memohon al‐wasilah untukku, ia akan mendapatkan syafaatku” (HR.Muslim, no. 849)
Sejak zaman hadulu, di sebagian masjid atau mushalla di Jawa ada kebiasan yang tidak dilakukan di masjid atau mushalla lain, yaitu setelah adzan shalat maktubah dibacakan pujian berupa dzikir, do’a, shalawat nabi atau sya’ir-sya’ir yang islami dengan suara keras. Beberapa menit kemudian baru iqamat. Akhir-akhir ini banyak dipertanyakan bahkan dipertentangkan apakah kebiasaan tersebut mempunyai rujukan dalil syar’i? Dan mengapa tidak semua kaum muslimin di negeri ini melakukan kebiasaan tersebtu? Dengan munculnya pertanyaan seperti itu warga Nahdliyin diberi pengertian untuk menjawab : Apa pujia itu? Bagaimana historisnya? Bagaimana tinjauan hukum syari’at tentang pujian? Dan apa fungsinya?

Pengertian Pujian dan Historisnya
Pujian bersal dari akar kata puji, kemudian diberi akhiran “an” yang artinya : pengakuan dan penghargaan dengan tulus atas kebaikan/ keunggulan sesuatu. Yang dimaksud dengan pujian di sini ialah serangkaian kata baik yang berbahasa Arab atau berbahasa Daerah yang berbentuk sya’ir berupa kalimat-kalimat yang isinya mengagungkan asma Allah, dzikir, do’a, shalawat, seruan atau nasehat yang dibaca pada saat di antara adzan dan iqamat.
Secara historis, pujian tersebut berasal dari pola dakwah para wali songo, yakni membuat daya tarik bagi orang-orang di sekitar masjid yang belum mengenal ajaran shalat. Al-hamdulillah dengan dilantunkannya pujian, tembang-tembang/sya’ir islami seadanya pada saat itu secara berangsur/dikit demi sedikit, sebagian dari mereka mau berdatangan mengikuti shalat berjamaah di masjid.

Pujian Ditinjau dari Aspek Syari’at

Secara tekstual, memang tidak ada dalil syar’i yang sharih (jawa : ceplos) mengenai bacaaan pujian setelah di kumandangkannya adzan, yang ada dalilnya adalah membaca do’a antara adzan dan iqamat. Sabda Nabi SAW :

الدُّعَاءُ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ مُسْتَجَابٌ، فَادْعُوْا. رواه أبو يعلى

“Do’a yang dibaca antara adzan dan iqamat itu mustajab (dikabulkan oleh Allah). Maka berdo’alah kamu sekalian”. (HR. Abu Ya’la)
Kemudian bagaimana tinjauan syari’at tentang hukum bacaan pujian di masjid atau mushalla seperti sekarang ini? Perlu diketahui, bahwa membaca dzikir dan sya’ir di masjid atau mushalla merupakan suatu hal yang tidak dilarng oleh agama. Pada zaman Rasulullah SAW. para sahabat juga membaca sya’ir di masjid.

 Diriwayatkan dalam sebuat hadits :

عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ مَرَّ عُمَرُ بِحَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ وَهُوَ يُنْشِدُ فِى الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ أَنْشَدْتُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَجِبْ عَنِّى اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ. قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ. رواه أبو دادو والنسائي
“Dari Sa’id bin Musayyab ia berkata : suatu ketika Umar berjalan bertemu dengan Hassan bin Tsabit yang sedang melantunkan sya’ir di masjid. Umar menegur Hassan, namun Hassan menjawab : aku melantunkan sya’ir di masjid yang di dalamnya ada seorang yang lebih mulia dari pada kamu, kemudian dia menoleh kepada Abu Hurairah. Hassan melanjutkan perkataannya, Ya Allah, mudah-mudahan Engkau menguatkannya dengan ruh al-qudus. Abu Hurairah menjawab : Ya Allah, benar (aku telah mendengarnya)”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).

Sehubungan dengan riwayat ini syaikh Isma’il Az-Zain dalam kitabnya Irsyadul Mukminin menjelaskan : Boleh melantunkan sya’ir yang berisi puji-pujian, nasehat, pelajaran tata karama dan ilmu yang bermanfaat di dalam masjid.

Persoalan pujian yang dikeraskan, jawaban Hasan bin Tsabit adalah dalil paling jelas dalam hal ini:

عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ مَرَّ عُمَرُ بِحَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ وَهُوَ يُنْشِدُ فِى الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ أَنْشَدْتُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَجِبْ عَنِّى اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ. قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ. رواه أبو دادو والنسائي

Dari Sa’id bin Musayyab ia berkata bahwa Umar bin Khaththab pernah berjalan melewati Hassan yang sedang melantunkan sya’ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; “Dulu saya pernah melantunkan syair di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah).” Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; “Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya’ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dengan Ruhul Kudus” Abu Hurairah menjawab; “Ya, Saya pernah mendengarnya.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)

Seringkali pula, diantara bait puji-pujian itu diselingi syair doa. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda:

الدُّعَاءُ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ مُسْتَجَابٌ, فَادْعُوْا. رواه أبو يعلى

“Do’a yang dibaca antara adzan dan iqamat itu mustajab (dikabulkan oleh Allah). Maka berdo’alah kamu sekalian”. (HR. Abu Ya’la)

Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub hal 179 juga menjelaskan :

وَأَمَّا الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقِبَ اْلأَذَانِ فَقَدْ صَرَّحَ اْلأَشْيَاخُ بِسُنِّيَّتِهِمَا، وَلاَ يَشُكُّ مُسْلِمٌ فِيْ أَنَّهُمَا مِنْ أَكْبَرِ الْعِبَادَاتِ، وَالْجَهْرُ بِهِمَا وَكَوْنُهُمَا عَلَى مَنَارَةٍ لاَ يُخْرِجُهُمَا عَنِ السُّنِّيَّةِ. إهـ

“Adapun membaca shalawat dan salam atas Nabi SAW. setelah adzan (jawa : Pujian) para masyayikh menjelaskan bahwa hal itu hukumnya sunat. Dan seorang muslim tidak ragu bahwa membaca shalawat dan salam itu termasuk salah satu cabang ibadah yang sangat besar. Adapun membacanya dengan suara keras dan di atas menara itu pun tidak menyebabkan keluar dari hukum sunat”.

Pujian Ditinjau dari Aspek Selain Syari’at

Apa yang dilakukan para wali di tanah jawa mengenai bacaaan pujian ternyata mempunyai banyak fungsi. Fungsi-fungsi itu antara lain :
1.    Dari sisi syi’ar dan penanaman akidah.
Karena di dalam bacaan pujian ini terkandung dzikir, seruan dan nasehat, maka hal itu menjadi sebuah syi’ar dinul islam dan strategi yang jitu untuk menyebarkan ajaran Islam dan pengamalannya di tengah-tengah masyarakat.
2.    Dari aspek psikologi (kejiwaan).
Lantunan sya’ir yang indah itu dapat menyebabkan kesejukan jiwa seseorang, menambah semangat dan mengkondisikan suasana. Amaliyah berupa bacaaan pujian tersebut dapat menjadi semacam persiapan untuk masuk ke tujuan inti, yakni shalat maktubah lima waktu, mengahadap kepada Allah yang Maha Satu.
3.    Ada lagi manfaat lain, yaitu :
-       Untuk mengobati rasa jemu sambil menunggu pelaksanaan shalat berjamaah;
-       Mencegah para santri agar tidak besenda gurau yang mengakibatkan gaduhnya suasana;
-       Mengkonsentrasikan para jamaah orang dewasa agar tidak membicarakan hal-hal yang tidak perlu ketika menunggu sahalat jamaah dilaksanakan.
Dengan beberapa alasan sebagaimana tersebut di atas, maka membaca pujian sebelum pelaksanaan shalat jamaah di masjid atau mushalla adalah boleh dan termasuk amaliyah yang baik, asalkan dengan memodifikasi pelaksanaannya, sehingga tidak mengganggu orang yang sedang shalat. Memang soal terganggu atau tidaknya seseorang itu terkait pada kebiasaan setempat. 

Modifikasi tersebut misalnya : dengan cara membaca bersama-sama dengan irama yang syahdu, dan sebelum imam hadir di tempat shalat jamaah.
Kalau semua masalah tentang pujian sudah demikian jelasnya, maka tidak perlu ada label “BID’AH DLALALAH” dari pihak yang tidak menyetujuinya.
Hukum Melantunkan Puji-pijian Sebelum Sholat 

Pada dasarnya, membaca pujian di Masjid atau di Mushalla menjelang shalat bukanlah tradisi Muslim Indonesia, akan tetapi tradisi umat Islam berbagai belahan dunia sebelum datangnya aliran Wahabi. Berikut ini akan kami paparkan melalui kronologi kesejarahan.

Pembacaan Tasbih Pada Waktu Sahur

Dalam kitab-kitab sejarah diterangkan, bahwa pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Maslamah bin Makhlad radhiyallahu ‘anhu, Gubernur yang diangkat oleh Muawiyah, melakukan i’tikaf pada malam hari di Masjid Jami’ Amr bin al-‘Ash di Mesir. Lalu ia mendengar suara gong atau lonceng gereja-gereja Koptik yang sangat keras. Ia mengadukan hal tersebut kepada Syurahbil bin Amir, Kepala para muadzin di Masjid tersebut. Kemudian Maslamah memerintahkan para muadzin mengumandangkan pembacaan tasbih pada waktu pertengahan malam (nishful-lail, atau sekitar jam 12 malam ke atas) di tempat-tempat adzan, sampai menjelang waktu shubuh. Kemudian tradisi pembacaan tasbih tersebuh berlangsung di berbagai negeri Islam. (Syaikh Abdul Aziz  al-Tsa’alibi, al-Risalah al-Muhammadiyyah, hal. 140). Tanpa ada seorang pun ulama yang menganggapnya bid’ah tercela atau haram.
Pembacaan Akidah Ahlussunnah‎

Sebelum Sultan Shalahuddin al-Ayyubi menguasai Mesir, selama dua ratus tahun lebih Mesir dan sekitarnya dikuasai oleh Dinasti Fathimi yang beraliran Syiah Isma’iliyah. Dinasti Fathimi menyebarkan ajaran Syiah Ismailiyah melalui mesin kekuasaan. Setelah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi menguasai Mesir, maka seluruh daerah Mesir dan Syam, yang meliputi Syria, Lebanon dan Palestina, berada di bawah kekuasaanya, setelah mengusir pasukan Salibis Kristen dari Baitul Maqdis di Palestina. Untuk memberantas ajaran Syiah Ismailiyah yang dianut oleh banyak penduduk Mesir dan Syam, Sultan Shalahuddin memerintahkan para muadzin untuk membacakan kitab al-‘Aqidah al-Mursyidah, sebuah nazham yang ditulis oleh Ibnu Hibatillah al-Makki, isinya tentang Akidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah sesuai dengan madzhab al-Asy’ari. Dengan membacakan kitab tersebut setiap malam, Sultan Shalahuddin berhasil memberantas ajaran Syiah dan menyebarkan ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. (Syaikh Abdul Aziz  al-Tsa’alibi, al-Risalah al-Muhammadiyyah, hal. 140). Tradisi ini kemudian diikuti oleh umat Islam di Indonesia, dengan membacakan kitab nazham ‘Aqidah al-‘Awam karya Sayyid al-Marzuqi setiap menjelang waktu shalat maktubah.‎‎

Pembacaan Shalawat Menjelang Shalat Maktubah‎

Pembacaan shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelang shalat maktubah lima waktu berlangsung sejak masa Sultan Shalahuddin al-Ayyubi dan atas instruksi beliau. Hal ini beliau lakukan, karena sebelum itu, ketika Khalifah  al-Hakim bin al-‘Aziz, penguasa dinasti Fathimi di Mesir yang beraliran Syiah Ismailiyah, terbunuh, saudarinya yang bernama Sittul Malik, memerintahkan para muadzin agar mengucapkan salam kepada putra al-Hakim, yaitu Khalifah al-Zhahir dengan mengucapkan as-Salam ‘ala al-Imam al-Zhahir (salam sejahtera kepada Imam al-Zhahir). Kemudian ucapan salam tersebut terus dilakukan kepada para khalifah Fathimi sesudahnya dari generasi ke generasi, hingga akhirnya Sultan Shalahuddin al-Ayyubi membatalkannya, dan menggantinya dengan membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.  Para ulama menganggap kebijakan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi tersebut sebagai kebijakan yang bagus dan layak didoakan agar diberi balasan pahala oleh Allah subhanahu wata’ala. (Al-Hafizh al-Sakhawi, al-Qaul al-Badi’ fi al-Shalat ‘ala al-Habib al-Syafi’, hal. 279-280; al-Imam Ibnu ‘Allan al-Shiddiqi, al-Futuhat al-Rabbaniyyah juz 2 hal. 113).


Pandangan Para Ulama

Para ulama memandang tradisi pujian menjelang shalat di atas sebagai tradisi yang baik dan termasuk bid’ah hasanah yang mendatangkan pahala bagi pelakunya. Al-Hafizh as-Sakhawi berkata:

وَقَدِ اخْتُلِفَ فِيْ ذَلِكَ هَلْ هُوَ مُسْتَحَبٌّ أَوْ مَكْرُوْهٌ أَوْ بِدْعَةٌ أَوْ مَشْرُوْعٌ وَأسْتُدِلَّ لِلأَوَّلِ بِقَوْلِهِ تَعَالىَ : وَافْعَلُوا الْخَيْرَ ، وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ الصَّلاَةَ وَالسَّلاَمَ مِنْ أَجَلِّ الْقُرَبِ لاَ سِيَّمَا وَقَدْ تَوَارَدَتْ اْلأَخْبَارُ عَلىَ الْحَثِّ عَلىَ ذَلِكَ مَعَ مَا جَاءَ فِي فَضْلِ الدُّعَاءِ عَقِبَ اْلأَذَانِ وَالثُّلُثِ اْلأَخِيْرِ مِنَ اللَّيْلِ وَقُرْبِ الْفَجْرِ وَالصَّوَابُ أَنَّهُ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ يُؤْجَرُ فَاعِلُهُ بِحُسْنِ نِيَّتِهِ. (الحافظ السخاوي، القول البديع في الصلاة على الحبيب الشفيع، 280).

“Pembacaan shalawat menjelang shalat tersebut diperselisihkan, apakah dihukumi sunnah, makruh, bid’ah atau disyari’atkan? Pendapat yang pertama berdalil dengan firman Allah: “Kerjakanlah semua kebaikan.” Telah dimaklumi bahwa membaca shalawat dan salam termasuk ibadah sunnah yang paling agung, lebih-lebih telah datang sekian banyak hadits yang mendorong hal tersebut, serta hadits yang datang tentang keutamaan berdoa setelah adzan, sepertiga malam dan menjelang fajar. Pendapat yang benar adalah, bahwa hal tersebut bid’ah hasanah, yang pelakunya diberi pahala dengan niatnya yang baik.” (Al-Hafizh as-Sakhawi, al-Qaul al-Badi’, hal. 280).

Pernyataan senada juga dikemukakan oleh al-Imam Syihabuddin Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya, al-Durr al-Mandhud, hal. 209, dengan mengutip fatwa gurunya Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari, yang menyimpulkan bahwa dzikir bersama dan membaca shalawat menjelang shalat maktubah adalah bid’ah hasanah yang mendatangkan pahala. Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan Ibnu Qayyimil Jauziyah, ulama panutan kaum Wahabi yang berkata, dalam kitabnya Jala’ al-Afham, bahwa di antara tempat yang dianjurkan membaca shalawat, adalah ketika berkumpul untuk berdzikir kepada Allah, berdasarkan hadits berikut:

لِحَدِيْثِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ أَنَّ للهِ سَيَّارَةً مِنَ الْمَلاَئِكَةِ إِذَا مَرُّوْا بِحِلَقِ الذِّكْرِ قَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ اُقْعُدُوْا فَإِذَا دَعَا الْقَوْمُ اَمَّنُوْا عَلىَ دُعَائِهِمْ فَإِذَا صَلَّوْا عَلىَ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّوْا مَعَهُمْ حَتَّى يَفْرَغُوْا ثُمَّ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ طُوْبَى لِهَؤُلاَءِ يَرْجِعُوْنَ مَغْفُوْرًا لَهُمْ

“Karena hadits Abu Hurairah radhiayallahu ‘anh, bahwa  Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu berjalan. Apabila mereka menjumpai majlis dzikir, sebagian mereka berkata: “Duduklah”. Apabila kaum itu berdoa, para malaikat itu membaca amin atas doa mereka. Apabila mereka bershalawat, merekapun bershalawat bersama mereka sampai selesai. Kemudian mereka berkata: “Beruntung kaum itu, pulang dengan memperoleh ampunan Allah.” (Ibnu Qayyimil Jauziyyah, Jala’ al-Afham, hal. 237)

Hadits tersebut bernilai hasan, diriwayatkan oleh al-Bazzar. Asal hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya [2689], sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim. Lihat pula, as-Sakhawi, dalam al-Qaul al-Badi’, hal. 180 dan 348.

Beberapa pernyataan ulama di atas memberikan kesimpulan bahwa tradisi pujian pada waktu menjelang subuh, dan setelah adzan shalat maktubah, pada dasarnya tradisi positif, bid’ah hasanah yang mendatangkan pahala bagi pelakunya. Bukan perbuatan haram dan bid’ah tercela yang mendatangkan dosa. Bahkan memiliki dasar hadits yang sangat kuat. 

Pujian setelah adzan adalah suatu amaliah yang sangat jelas dalilnya. Maka, aneh jika terjadi kasus penghentian ‘paksa’ di beberapa masjid. Masyarakat awam yang mengamalkannya ditekan dengan berbagai slogan dan dalil yang sebenarnya tidak nyambung namun dipaksakan sebagai argumen. Masyarakat awam yang tidak mampu berdalil, akhirnya menyerah dan kalah.

Tindakan memaksakan kehendak inilah yang menyebabkan tidak terwujudnya ukhuwah islamiyah hingga kini. Mari kita lestarikan kembali pujian setelah adzan sebagai salah satu bentuk pembelajaran yang tepat sasaran untuk masyarakat.
Contoh Syair Puji-Pujian Tentang Tholabul 'Ilmi

صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ
صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ

Wajib luru ngilmu siro. Lanang wadon podo podo
Supoyo uripe bejo. Ing dunyo lan akhirat iro


صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ
صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ‎
Ganjarane wong kang ngaji. Luwih Agung yen kang tlili
Ketimbang wong kang nglakoni. Sembahyang sunat sak wengi


صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ
صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ‎
Ngibadah kang tanpo ngilmu. Paribasan koyo lebu
Mawur-mawur yen den damu. Setan bungah lan dho ngguyu


صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ
صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ‎
Pirang-pirang wong Ngibadah. Nanging akeh kang ora sah
Senajan awake dho payah. Sebab luru ngilmu ogah


صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ
صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ‎
Duh ya Alloh kito nyuwun. Gesang Ingkang istiqomah
Duh ya Alloh kito nyuwun. Benjang yen pejah husnul khotimah


صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ
صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ‎
Semoga bermanfaat ‎



Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

2 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل

    BalasHapus
  2. Segenap Manajemen Bolavita Mengucapkan Selamat Merayakan Tahun Baru Imlek 2570

    Kongzili Semoga Di Tahun Babi Tanah Diberikan Rejeki Lebih Banyak
    Dibandingkan Tahun Sebelumnya

    WA : +62812-2222-995

    BalasHapus