Minggu, 24 Januari 2016

Penjelasan Mengenai Santet

Ilmu Hitam. Ilmu hitam atau di Indonesia lebih sering disebut guna-guna, merupakan jenis ilmu sihir untuk mengendalikan alam (termasuk kejadian, obyek, orang, dan fenomena fisik) melalui mistik, paranormal, atausupranatural. Dalam banyak kebudayaan, ilmu hitam adalah sesuatu yang tidak rasional bagi ilmu pengetahuan, dan agama sangat melarang penggunaan ilmu ini. Ilmu hitam identik dengan segala sihir yang bertujuan ke arah negatif, karena ilmu ini bersifat sihir yang mencelakakan. Hal ini yang menjadikan ilmu hitam termasuk dosa dalam agama. Ilmu hitam telah dikenal sejak sangat lama di Nusantara, dan mempunyai banyak sebutan lokal Nusantara seperti Tenung(Jawa) atau Teluh (Sunda).
Sihir. Sihir dari segi istilah merupakan satu perbuatan menyakiti atau mempengaruhi badan, hati atau akal orang yang disihir secara tersembunyi (ghaib) yang melibatkan makhluk halus, dan dilakukan di luar hukum alam bagi mencapai tujuan tertentu, contohnya menyakiti seseorang, mengobati penyakit dan juga meramal masa depan. Penggunaan istilah sihir dalam alam Melayu pada kebiasaannya merujuk kepada ilmu hitam.
Santet. Santet adalah upaya seseorang untuk mencelakai orang lain dari jarak jauh dengan menggunakan ilmu hitam. Santet dilakukan menggunakan berbagai macam media antara lain rambut, foto, boneka, dupa, rupa-rupa kembang, paku dan lain-lain. Seseorang yang terkena santet akan berakibat cacat atau meninggal dunia. Santet sering di lakukan orang yang mempunyai dendam karena sakit hati kepada orang lain.
Tenung/Teluh.  kepandaian dsb untuk mengetahui (meramalkan) sesuatu yg gaib (spt meramalkan nasib, mencariorang hilang): juru (tukang, pandai) --; 2 ilmu hitam untuk mencelakakan orang.


Kesurupan. kemasukan (setan, roh) sehingga bertindak yg aneh-aneh/diluar kesadaran.

Dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak ada yang menyebut istilah ‘santet’. Yang ada adalah istilah ‘sihir’, dan santet itu merupakan bagian dari sihir. Banyak nash yang menyebutkannya, diantaranya :
Allah ta’ala berfirman :

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihiritu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui” [QS. Al-Baqarah : 102].


قَالُوْا إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ يُرِيْدَانِ أَن يُّخْرِجَاكُمْ مِنْ أَرْضِكُمْ بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَ بِطَرِيْقَتِكُمُ الْمُثْلىَ. فَأَجْمِعُوْا كَيْدَكُمْ ثُمَّ ائْتُوْا صَفًّا وَقَدْ أَفْلَحَ الْيَوْمَ مَنْ اسْتَعْلىَ. قَالُوْا يَا مُوْسَى إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَن نَّكُوْنَ أَوَّلَ مَنْ أَلْقَى. قَالَ بَلْ أَلْقُوْا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى. فَأَوْجَسَ فَيْ نَفْسِهِ خِيْفَةً مُوْسَى. قُلْنَا لاَ تَخْفْ إِنَّكَ أَنْتَ اْلأَعْلىَ. وَأَلْقِ مَا فِيْ يَمِيْنِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوْا إِنَّمَا صَنَعُوْا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلاَ يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى.


“Mereka berkata: Sesungguhnya dua orang ini (Musa dan Harun) adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian dengan sihirnya, serta hendak melenyapkan kedudukan kalian yang utama. Maka himpunkanlah segala daya (sihir) kalian kemudian datanglah dengan berbaris dan sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menang pada hari ini. Setelah mereka berkumpul, mereka berkata: Hai Musa, (pilihlah) apakah kamu yang melempar dahulu atau kamilah yang mula-mula melemparkan? Musa berkata: Silakan kalian melemparkan. Maka tiba-tiba tali dan tongkat mereka terbayang kepada Musa seakan-akan dia merayap dengan cepat lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami (Allah) berkata: Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya dia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka) dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja dia datang.” (Thaha: 63-69)



قَالَ مُوسَى أَتَقُولُونَ لِلْحَقِّ لَمَّا جَاءَكُمْ أَسِحْرٌ هَذَا وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُونَ

“Musa berkata: "Apakah kamu mengatakan terhadap kebenaran waktu ia datang kepadamu, sihirkah ini?" padahal ahli-ahlisihir itu tidaklah mendapat kemenangan" [QS. Yuunus : 77].

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ * مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ * وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ * وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ * وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ

“Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki” [QS. Al-Falaq : 1-5].
Begitu juga beberapa riwayat shahih dalam As-Sunnah :

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قالت: سَحَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ مِنْ يَهُودِ بَنِي زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ، قَالَتْ: حَتَّى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَمَا يَفْعَلُهُ، حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ ذَاتَ لَيْلَةٍ دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ دَعَا ثُمَّ دَعَا، ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ: " أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ؟ "، جَاءَنِي رَجُلَانِ، فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ، فَقَالَ: الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ أَوِ الَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ لِلَّذِي عِنْدَ رَأْسِي مَا وَجَعُ الرَّجُلِ، قَالَ: مَطْبُوبٌ، قَالَ: مَنْ طَبَّهُ؟، قَالَ: لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ، قَالَ: فِي أَيِّ شَيْءٍ؟، قَالَ: فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ، قَالَ: وَجُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ، قَالَ: فَأَيْنَ هُوَ؟، قَالَ: فِي بِئْرِ ذِي أَرْوَانَ، قَالَتْ: فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ: " وَاللَّهِ لَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ، وَلَكَأَنَّ نَخْلَهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ "، قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا أَحْرَقْتَهُ؟، قَالَ: " لَا، أَمَّا أَنَا فَقَدْ عَافَانِي اللَّهُ، وَكَرِهْتُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى النَّاسِ شَرًّا، فَأَمَرْتُ بِهَا فَدُفِنَتْ "

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, dari Hisyaam, dari ayahnya, dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata : Rasulullah ‎shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir oleg seorang laki-laki Yahudi dari Bani Zuraiq yang bernama Labiid bin Al-A’sham. (Dalam sihir tersebut), Terbayangkan oleh Rasulullah ‎shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melakukan sesuatu, padahal tidak melakukannya. Hingga pada suatu hari atau suatu malam, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa, lalu berdoa, doa, dan berdoa; dan kemudian bersabda : “Wahai ‘Aaisyah, apakah engkau mengetahui bahwa Allah telah memberi fatwa atas apa yang aku minta fatwa kepada-Nya ?. Telah datang kepadaku dua orang laki-laki, lalu salah satu di antara keduanya duduk di dekat kepalaku dan yang lain di dekat kedua kakiku. Laki-laki yang di dekat kepalaku berkata kepada laki-laki yang ada di dekat dua kakiku – atau laki-laki yang di dekat kedua kakiku berkata kepada laki-laki yang ada di kepalaku - : ‘Sakit apa laki-laki ini ?’. Temannya menjawab : ‘Disihir’. Laki-laki itu bertanya : ‘Siapa yang telah menyihirnya ?’. Temannya menjawab : ‘Labiib bin Al-A’sham’. Laki-laki itu berkata : ‘Pada apa ia berada ?’. Temannya menjawab : ‘Pada sisir, rambut, dan serbuk sari kurma jantan’. Laki-laki itu bertanya : ‘Dimanakah ia berada ?’. Temannya menjawab : ‘Di sumur Dzu-Arwaan”. ‘Aaisyah berkata : “Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi sumur itu bersama para shahabatnya. Kemudian beliau datang dan berkata : ‘Wahai ‘Aaisyah, demi Allah, seakan-akan airnya seperti celupan daun hinaa, dan kepala kurmanya seperti kepala syaithaan’.Aku (‘Aaisyah) berkata : ‘Wahai Rasulullah, tidakkah engkau membakarnya ?’. Beliau menjawab : ‘Tidak. Adapun aku, sungguh Allah telah menyembuhkanku, dan aku tidak suka menimpakan kejelekan pada manusia. Lalu aku perintahkan untuk menguburnya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2189].

حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الأَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ، عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي الْغَيْثِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ "، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: " الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ "

Telah menceritakan kepadaku Haaruun bin Sa’iid Al-Ailiy : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Sulaimaan bin Bilaal, dari Tsaur bin Zaid, dari Abul-Ghaits, dari Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan”. Dikatakan : “Wahai Rasulullah, apakah itu ?”. Beliau menjawab : “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan harta anak yatim, memakan riba, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh wanita mukminah baik-baik lagi suci telah berbuat zina” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 89].
Dalil-dalil di atas secara tegas menunjukkan eksistensi sihir secara jelas. Ada secara hakekat, bukan sekedar lafadh. Seandainya sihir tidak ada, tentu membicarakannya sebuah kesia-siaan, atau ‘pepesan kosong. 
Oleh karenanya, para shahabat radliyallaahu ‘anhum pun banyak membicarakannya, dan bahkan menfatwakan hukum bunuh kepada para penyihir.

حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، سَمِعَ بَجَالَةَ، يُحَدِّثُ عَمْرَو بْنَ أَوْسٍ، وَأَبَا الشَّعْثَاءِ، قَالَ: كُنْتُ كَاتِبًا لِجَزْءِ بْنِ مُعَاوِيَةَ عَمِّ الأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ إِذْ جَاءَنَا كِتَابُ عُمَرَ قَبْلَ مَوْتِهِ بِسَنَةٍ اقْتُلُوا كُلَّ سَاحِرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَ كُلِّ ذِي مَحْرَمٍ مِنْ الْمَجُوسِ وَانْهَوْهُمْ عَنِ الزَّمْزَمَةِ

Telah menceritakan kepada kami Musaddad bin Musarhad : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Amru bin Diinaar, bahwa ia mendengar Bajaalah menceritakan hadits kepada ‘Amru bin Aus dan Abusy-Sya’tsaa’, ia (Bajaalah) berkata : Aku dulu pernah menjadi sekretaris Jaz’ bin Mu’aawiyyah, paman dari Al-Ahnaf bin Qais. Lalu tiba-tiba datang kepada kami surat ‘Umar (bin Al-Khaththaab) setahun sebelum kematiannya yang isinya berbunyi : “Bunuhlah semua tukang sihir, pisahkanlah setiap orang yang mempunyai ikatan pernikahan dengan orang Majusi, dan laranglah mereka dari zamza’ah (suara bisik-bisik yang tidak terdengar jelas maknanya).......” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3043; sanadnya shahih].

Al-Khaththaabiy rahimahullah berkata :

أَنَّ السِّحْرَ ثَابِتٌ، وَحَقِيقَتُهُ مَوْجُودَةٌ، اتَّفَقَ أَكْثَرُ الأُمَمِ مِنَ الْعَرَبِ، وَالْفُرْسِ، وَالْهِنْدِ، وَبَعْضِ الرُّومِ عَلَى إِثْبَاتِهِ، وَهَؤُلاءِ أَفْضَلُ سُكَّانِ أَهْلِ الأَرْضِ، وَأَكْثَرُهُمْ عِلْمًا وَحِكْمَةً، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ، وَأَمَرَ بِالاسْتِعَاذَةِ مِنْهُ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ، وَوَرَدَ فِي ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَارٌ لا يُنْكِرُهَا إِلا منْ أَنْكَرَ الْعِيَانَ وَالضَّرُورَةَ، وَفَرَّعَ الْفُقَهَاءُ فِيمَا يَلْزَمِ السَّاحِرِ مِنَ الْعُقُوبَةِ، وَمَا لا أَصْلَ لَهُ لا يَبْلُغُ هَذَا الْمَبْلَغُ فِي الشُّهْرَةِ وَالاسْتِفَاضَةِ، فَنَفْيُ السِّحْرِ جَهْلٌ، وَالرَّدُّ عَلَى منْ نَفَاهُ لَغْوٌ وَفَضْلٌ.

“Bahwasannya sihir itu tsaabit, hakekatnya benar-benar ada. Kebanyakan umat dari bangsa ‘Arab, Persia, India, dan sebagian bangsa Romawi telah bersepakat dalam penetapannya. Mereka semua itu adalah penduduk bumi yang utama, dan paing banyak mempunyai ilmu dan hikmah. Allah ta’ala telah berfirman : ‘Mereka mengajarkan sihir kepada manusia’ (QS. Al-Baqarah : 102), dan memerintahkan untuk meminta perlindungan darinya. Allah ‘azza wa jalla berfirman : ‘dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul’ (QS. Al-Falaq : 4). Dan telah datang riwayat dari Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu (sihir) dimana tidak ada yang mengingkarinya, kecuali orang yang mengingkari sesuatu yang jelas dan aksiomatik. Para fuqahaa’ telah menyebutkan beberapa bentuk hukuman yang mesti dijatuhkan kepada tukang sihir. Sesuatu yang tidak ada asalnya biasanya tidak dapat terkenal dan tersebar luas (dalam pembicaraannya). Sehingga menafikkan keberadaan sihir adalah kebodohan, dan membantah orang yang menafikkannya adalah kesia-siaan belaka” [Syarhus-Sunnah, 12/187-188].
Sebagaimana dikatakan oleh Al-Khaththaabiy rahimahullah, mengingkari sihir adalah kebodohan, karena realita di sekitar kita membuktikannya. Contoh yang paling mudah adalah beragam peristiwa yang direkam berbagai media bahwa beberapa orang menderita sakit karena jarum, paku, dan benda-benda lain mendekam di tubuhnya.

Santet adalah ilmu Hikmah yang bertujuan menghancurkan musuh, seperti agar musuhnya lumpuh, buta, muntah darah, gila, rumah tangganya hancur, Jodohnya ditutup, usahanya bangkrut, mati dengan sangat menderita. Dll.

Cara yang dipakai penganut santet untuk menghancurkan musuhnya adalah dengan memasukkan berbagai benda berbahaya kedalam korbannya.Benda benda tersebut bisa dari logam tajam, kaca beling, paku berkarat, jarum, rambut atau benda apapun yang bisa membahayakan orang.

Benda -benda berbahaya tersebut dimasukkan kedalam tubuh orang dari jarak jauh dengan cara ghaib, atau cara yang tidak bisa diterima oleh akal manusia.Semakin tinggi ilmu tukang santet, maka semakin banyak pula benda yang bisa dimasukkan kedalam tubuh musuh.

Pendapat Ulama 

Ahlus Sunnah mengimani keberadaan sihir. Sihir tidak akan dapat memberikan manfaat maupun mudharat kecuali jika Allah menghendaki.

Syaikhul Islam Abu Utsman Ismail Ashabuni berkata: “Mereka (Ashabul Hadits) juga berkeyakinan bahwa di dunia ini memang ada sihir dan tukang sihir, akan tetapi tukang sihir tersebut tidak dapat mencelakakan seseorang kecuali dengan izin Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana firman Allah Ta'ala:

وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ 

"Dan mereka (tukang sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah." (QS. Al-Baqarah:102) 

Siapa yang menjadi penyihir atau menggunakan jasa sihir, sementara ia berkeyakinan bahwa sihir bisa memberi manfaat atau memberi mudharat tanpa izin Allah, maka ia telah kafir kepada Allah Ta'ala.” (Aqidatus Salaf Ashabul Hadits oleh Syaikhul Islam Ashabuni)

Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan: “Al-Maziri berkata: Sebagian ahli bid’ah mengingkari sihir yang menimpa Rasulullah ini. Mereka menyangka bahwa hal ini akan menjatuhkan kedudukan nubuwwah dan akan memberi keraguan. Mereka berkata: Siapa saja yang berkata demikian maka itu adalah pengakuan batil.” (Fathul Bari 10/226)

Ibnu Hajar Al-Asqalani mengisahkan: “Terdapat sebuah boneka dari lilin untuk disantet kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini seperti terkandung dalam riwayat Umrah dari Aisyah. Ini adalah salah satu cara kerja ahli nujum.” (Fathul Bari 10/230)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Dan sekelompok manusia telah mengingkari hal ini (disihirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam-red). Mereka mengatakan: “Ini tidak boleh menimpa diri Rasul,” bahkan mereka menganggap ini sebagai suatu kekurangan dan aib. Dan perkaranya tidak seperti yang mereka duga, akan tetapi sihir tersebut adalah dari jenis perkara (penyakit) yang berpengaruh terhadap diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, hal ini termasuk  dari jenis-jenis penyakit yang menimpanya sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam juga tertimpa racun, di mana tidak ada perbedaan antara pengaruh sihir dengan racun.” (Zaadul Ma’ad 4/ 124)

Ibnul Qayyim rahimahullah juga  menyebutkan dari Qadhi Iyadh rahimahullah, bahwasanya beliau berkata: “Kejadian disihirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menodai kenabian beliau. Adapun keberadaan atau kejadian beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dikhayalkan melakukan sesuatu padahal beliau tidak melakukannya, hal ini tidaklah mengurangi sifat shiddiq (jujur) yang ada pada diri beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dikarenakan adanya dalil bahkan ijma’ (kesepakatan umat Islam) atas kemaksuman (terpelihara dari dosa dan kesalahan) beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dari hal tersebut, akan tetapi hal ini suatu perkara duniawi yang mungkin bisa menimpanya. Yang beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak diutus karena sebab tersebut dan tidak diberi keutamaan, karenanya pula beliau dalam hal ini seperti manusia yang lainnya, maka tidak mustahil untuk dikhayalkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dari perkara-perkara yang tidak ada hakekatnya baginya, kemudian hilang dari beliau dan kembali seperti keadaan semula.” (Zaadul Ma’ad 4/ 124)

Qadhi Iyadh berkata: “Tampaklah sesungguhnya sihir. Dia mampu menguasai jasad dan memperlihatkan pengaruhnya. Namun bukan pada keistimewaan dan keyakinannya. Sihir yang menimpanya bagai penyakit yang dengan kehendak Allah lalu disembuhkan. Ini bukanlah perkara yang mengandung nilai kekurangan, bukan juga perkara aneh bagi Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam, seperti sakit wajar bagi seorang Nabi, rasa pusing Rasulullah, kakinya robek atau tubuhnya terluka. Ini adalah ujian yang diberikan Allah agar makin meningkatkan derajat dan menambahkan kemuliaannya. Ujian terhebat yang pernah menimpa manusia adalah ujian bagi para Nabi. Mereka diuji oleh umatnya dengan berbagai percobaan pembunuhan, pemukulan, makian dan penyanderaan. Karena itu, bukanlah sesuatu yang dibuat-buat jika Nabi diserang oleh musuhnya dengan sihir. Seperti halnya orang yang menguji Rasul dengan melemparinya hingga tulangnya patah. Diuji dengan penyakit yang muncul di punggung plasentanya hingga tak berdaya, dan lainnya. Ini bukanlah kekurangan, atau aib memalukan terhadap para Nabi. Hal ini bahkan menambah kesempurnaan dan ketinggian derajat mereka.” (Fathul Bari 10/227 dan Tafsir Al-Muawwidzatain oleh Ibnul Qayyim hal. 29, 30)

Al Qurthubi rahimahullahu mengatakan: “Ahlus Sunnah telah berpendapat bahwa sihir itu telah pasti ada dan memiliki hakikat. Sedangkan penganut Mu'tazilah secara umum dan Abu Ishaq al-Istirabadi, salah seorang penganut madzhab Syafi'i berpendapat, bahwa sihir itu tidak memiliki hakikat, tetapi sihir hanya merupakan tindakan pengelabuhan, pemunculan bayangan dan penipuan terhadap sesuatu, tidak seperti yang (tampak) sebenarnya. Sihir ini tidak ada bedanya dengan hipnotis dan sulap. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala: "Terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka". (QS. Thaha : 66)

Dan Allah tidak mengunakan kata tas'aa untuk pengertian yang sebenarnya, tetapi Dia mengatakan: Terbayangkan oleh Musa. Selain itu, Dia juga berfirman: "Mereka menyihir mata umat manusia". (QS. Al-A'raf : 116) Yang demikian itu tidak mengandung hujjah sama sekali, karena tidak memungkiri pengelabuan dan juga selainnya,yang merupakan bagian dari sihir. Tetapi, telah ditetapkan di balik itu berbagai hal yang diterima oleh akal dan pendengaran. Diantara hal itu adalah apa yang disebutkan dalam ayat diatas yang menyebutkan sihir dan mempelajarinya. Seandainya sihir itu tidak memiliki hakikat, maka tidak mungkin untuk dipelajari dan juga Allah Ta'ala tidak akan memberitahukan bahwa mereka mengajarkan sihir itu kepada umat manusia. Yang mana hal itu menunjukan bahwa sihir itu memang mempunyai hakikat. Begitupun firman Allah Ta'ala yang menceritakan tentang kisah para tukang sihir Fir'aun:“Mereka mendatangkan sihir yang besar.”(Al- A'raf : 116) dan Surat Al-Falaq, di mana para ahli tafsir telah bersepakat bahwa sebab turunnya ayat ini adalah berkenaan dengan sihir Labid bin al-A'sham, hal tersebut juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori dan Imam Muslim serta perawi lainnya, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah disihir oleh seorang Yahudi dari suku Bani Zuraiq, yang bernama Labid Al A'sham.” Di dalam hadits tersebut disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pada saat mengobati sihir berkata:“Sesungguhnya Allah telah menyembuhkanku.” Kata Asy-syifa adalah terjadi dengan menghilangkan sebab dan menghilangkan penyakit, sehingga hal itu menunjukan bahwa sihir itu memang ada dan hakiki. Keberadaan dan kejadian sihir itu dipastikan ada melalui pemberitahuan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya. Ulama telah mengeluarkan Ijma' (kesepakatan) mengenai hal tersebut. Dengan adanya kesepakatan mereka ini, maka tidak perlu dipedulikan lagi kebodohan kaum Mu'tazilah dan penentangan mereka terhadap pemegang kebenaran. Pada zaman-zaman dulu, sihir ini telah tersebar luas dan banyak di perbincangkan oleh umat manusia, dan tidak tampak adanya penolakan (tentang adanya sihir) dari para Sahabat dan Tabi'in.” (Tafsir al-Qurtubi II / 46)

Al Khaththabi berkata: "Sejumlah pakar ilmu pengetahuan alam mengingkari adanya sihir dan menolak hakikatnya. Sementara itu, sejumlah ahli kalam (filosof) menolak hadits ini. Mereka berkata, sekiranya sihir dapat mempengaruhi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, maka sihir dikhawatirkan juga mempengaruhi wahyu, syariat yang diturunkan kepada beliau. Itu artinya penyesatan umat!... Telah dinukil secara shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam beberapa hadits. Orang-orang yang mengingkarinya, sama artinya mengingkari sesuatu yang terlihat nyata dan pasti adanya. Para ahli fiqh juga telah menyebutkan beberapa hukuman terhadap tukang sihir. Sesuatu yang tak hakiki atau tak riil tentu tak mencari kepopuleran dan kemasyhuran seperti ini. Menafikan adanya sihir merupakan kejahilan. Membantah orang yang menafikannya merupakan perbuatan sia-sia dan tak ada gunanya." (Al Baghawi menukilnya dalam kitab Syarah Sunnah, XII/187-188 dan membenarkannya)

Al-Maziri rahimallahu mengatakan: “Hadits tersebut telah ditolak oleh para pelaku bid'ah, dengan alasan karena hal itu telah menjatuhkan posisi kenabian dan menimbulkan keraguan terhadapnya. Masih menurut para pelaku bid'ah, membenarkan hadits tersebut secara otomatis menghilangkan kepercayaan terhadap syari'at. Mereka berkata, Bisa jadi pada saat itu muncul bayangan bahwa Jibril Alaihissalam mendatangi beliau, padahal Jibril tidak datang, dan seakan-akan Jibril menyampaikan wahyu kepada beliau padahal tidak demikian. Apa yang mereka katakan itu sudah pasti tidak benar sama seakali, karena dalil risalah, yaitu mukjizat, menunjukan kebenaran apa yang beliau sampaikan dari Allah Ta'ala dan Kema'suman beliau dalam hal itu, dan membolehkan apa yang menjadi kebalikannya merupakan suatu hal yang bathil.” (Zaadul Muslim IV/221)

Al-Maziri berkata: “Sihir merupakan suatu hal yang tetap dan mempunyai hakikat seperti berbagai wujud lainnya, dan dia mempunyai pengaruh terhadap diri orang yang disihir. Pendapat ini bertentangan dengan orang yang mengklaim bahwa sihir itu tidak mempunyai hakikat, dan hal-hal yang sesuai dengan sihir itu tidak mempunyai hakikat, dan hal-hal yang sesuai dengan sihir itu tidak lain hanyalah hayalan semata, yang tidak mempunyai hakikat sama sekali. Apa yang mereka klaim itu justru bathil dan tidak benar, karena Allah Ta'ala telah menyebutkan di dalam kitab-Nya, Al-Quran, bahwa sihir itu dapat dipelajari dan bahkan dapat menyebabkan seseorang menjadi kafir, serta bisa juga memisahkan pasangan suami isteri. Juga dalam hadits yang menceritakan tentang penyihiran terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, disebutkan bahwasannya sihir itu berupa sesuatu yang ditimbun. Semuanya itu merupakan suatu hal yang tidak mungkin berlaku pada sesuatu yang tidak mempunyai hakikat, dan bagaimana mungkin sesuatu yang tidak mempunyai hakikat itu di pelajari?” (Zaadul Muslim IV/225)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir: Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam pernah disihir oleh Lubaid bin Al A’shom Al Yahudi hingga beliau jatuh sakit. Kemudian karenanya Allahta’ala menurunkan surat Al Falaq dan surat An Naas (Al Mu’awidzatain) sebagai obat bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.(Tafsir Ibnu Katsir, Asy-Syamilah)

Imam Al-Baghawi berkata: “Setelah terjalin persetujuan dalam akad, Labid lalu menjalankan aksinya. Turunlah 2 surat untuk meminta perlindungan, yang jumlah total seluruhnya mencapai 11 ayat. Dengan rincian, Surat Al-Falaq 5 ayat dan Surat An-Naas 6 ayat. Ketika Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam membaca kedua surat tersebut, terlepaslah semua ikatan sihir yang melingkupi Rasul Shollallahu ‘alaihi wasallam. Bangkitlah Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam dan dia merasakan kebugarannya seperti sedia kala, pikirannya menjadi terang benderang.” (Tafsir Al-Muawwidzatain oleh Ibnul Qayyim hal. 29 cet. Safliah)

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan: “Sihir adalah ikatan-ikatan, jampi-jampi, perkataan yang dilontarkan secara lisan maupun tulisan, atau melakukan sesuatu yang mempengaruhi badan, hati atau akal orang yang terkena sihir tanpa berinteraksi langsung dengannya. Sihir ini mempunyai hakikat, diantaranya ada yang bisa mematikan, membuat sakit, membuat seorang suami tidak dapat mencampuri istrinya atau memisahkan pasangan suami istri, atau membuat salah satu pihak membenci lainnya atau membuat kedua belah pihak saling mencintainya.” (Al-Mughni, 10/104)

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi melanjutkan: “Sihir itu memiliki hakikat, ada diantaranya yang mematikan, ada juga yang menghalangi pasangan suami isteri, di mana suami tidak dapat mencampuri isterinya dan ada juga sihir yang memisahkan antara suami dan isteri. Sudah merupakan suatu hal yang populer di kalangan masyarakat umum, di mana ada pasangan suami isteri yang telah melakukan akad nikah, tetapi sang suami tidak kuasa mencampuri isterinya, dan jika akad pernikahannya telah putus, mantan suami itu baru bisa melakukan hubungan badan, yakni setelah dia tidak mungkin mencampurinya. Berita ini mencapai derajat mutawatir yang tidak mungkin diingkari.” (Al-Mughni 10/106)

Abul Hasan Al Asy'ari mengatakan: “Kami meyakini sihir dan tukang sihir benar-benar ada di dunia ini. Dan kekuatan sihir merupakan kenyataan.” (Al Ibanah 'an Ushulid Diyaanah, Abul Hasan Al Asy'ari, hal. 54)

Al Maziri berkata: “Mayoritas Ahlu Sunnah dan jumhur ulama menegaskan, sihir memang benar nyata. Sihir memiliki hakikat, sebagaimana perkara-perkara lainnya. Berbeda dengan orang-orang yang mengingkari hakikatnya dan menganggapnya sebagai halusinasi batil yang tak riil. Allah telah menyebutkan sihir di dalam Al Qur`an, dan menggolongkannya sebagai ilmu yang dipelajari. Allah juga menyebutkan, sihir merupakan perkara yang membuat kafir dan pengaruhnya dapat memisahkan suami isteri. Semua itu tidaklah mungkin bila tak nyata. Hadits dalam bab ini juga menegaskan bahwa, sihir itu memang benar ada. Ilmu sihir termasuk ilmu yang terkubur, dan kemudian muncul kembali. Semua itu menyanggah perkataan orang-orang yang mengingkarinya. Dan menganggapnya tak nyata, adalah suatu perkara yang mustahil.” (Dinukil oleh Imam An Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim IV/174, dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, X/222-223. Dan keduanya membenarkan ucapan tersebut.)

Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata: “Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul” (QS. Al Falaq: 4). Dan hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha di atas menetapkan adanya pengaruh dan hakikat sihir. Sebagian ahli kalam dari kalangan Mu'tazilah dan lainnya ada yang mengingkarinya. Mereka mengatakan, sebenarnya pengaruh sihir itu tak ada. Baik berupa penyakit, pembunuhan, kerasukan, keterpikatan atau pengaruh-pengaruh lain. Menurut mereka, semua itu hanyalah halusinasi orang-orang yang melihatnya dan bukan sesuatu yang nyata.” (Badaa-i'ul Fawaa-id II/227-228)

Ibnu Abil Izzi Al Hanafi (murid Ibnu Katsir) berkata: “Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat sihir dan jenis-jenisnya, tetapi mayoritas ulama Ahlu Sunnah wal Jama'ah berpendapat sihir dapat memberikan pengaruh langsung terhadap kematian orang yang disihir atau membuatnya jatuh sakit, tanpa terlihat tanda-tanda lahiriyah yang menyebabkannya. Sebagian lainnya -yakni dari kalangan ahli filsafat dan kelompok Mu'tazilah- mereka mengklaim jika sihir hanyalah khayal (ilusi) belaka.” (Syarah Aqidah Thahawiyah, Ibnu Abil Izzi, hlm. 505)

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan: “Yang benar adalah bahwa sihir itu mempunyai hakikat. Hal yang sama juga dipastikan oleh jumhur ulama secara keseluruhan. Hal tersebut didasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah yang shahih lagi masyhur.” (Dinukil dari kitab Fathul Baari X/222)

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah mengatakan: “Sihir adalah jampi-jampi, mantra-mantra dan ikatan-ikatan yang memberikan pengaruh pada hati dan badan, sehingga ia bisa menimbulkan sakit, membunuh, atau memisahkan pasangan suami isteri. Allah Ta'ala berfirman: “Maka, mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya.” (QS. Al-Baqarah: 102) Dia juga berfirman: “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.” (QS. Al-Falaq : 4) Yakni, wanita-wanita tukang sihir yang membuat buhul-buhul dalam sihir mereka dan meniup ke dalam buhul-buhul itu. Seandainya sihir itu tidak mempunyai hakikat, niscaya Allah tidak akan memerintahkan umat manusia untuk meminta perlindungan darinya.” (Al-Kafi 3/164)

Hafidz bin Ahmad Al-Hakami rahimahullah mengatakan: “Sihir adalah sesuatu yang benar-benar ada dan pengaruhnya tidak terlepas dari takdir Allah sebagaimana Allah berfirman: “Mereka belajar dari keduanya perkara yang akan memecah belah hubungan suami istri dan mereka tidak akan bisa berbuat mudharat kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah.” Dan pengaruhnya ada sebagaimana dalam hadits-hadits yang shahih.” (I’lam As Sunnah Al-Mansyurah hal. 153

Mungkin saja di tempat Anda ada kejadian yang sama.
Singkatnya, sihir atau santet ini memang ada. Bagi yang mengingkari eksistensi sihir dengan alasan tidak rasional, sangat dipersilakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena sihir di atas dengan alasan ‘serasional’ mungkin menurut kadar ilmunya !.

Dikarenakan sihir atau santet merupakan kejahatan, maka perlu aturan untuk mencegah praktek-praktek seperti ini berkembang di masyarakat. Minimal, ada aturan untuk melarang praktek sihir dan pengiklanannya kepada masyarakat.
Semoga Allah ta’ala memberikan petunjuk bagi para pimpinan kita untuk menetapi kebenaran.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar