Jumat, 22 Januari 2016

Penjelasan Tentang Mengapa Umat Islam Banyak Yang Miskin

Rosululloh Sholallohu 'Alaihi Wasallam Bersabda:

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ ، وَجَنَّةُ الكَافِرِ

“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” (HR. Muslim)

Kita terkadang mendengar pertanyaan mengapa orang kafir kaya-kaya sedangkan orang Islam yang sholat malah miskin-miskin? Sebenarnya orang muslim dan sholat yang kaya juga banyak. Namun lebih banyak lagi adalah orang kafir yang kaya. Penjelasan mengenai hal ini ada beberapa sebab  :

Karena Sifat Rahman Allah

Sesungguhnya Allah memiliki sifat Rahman dan Rahiim. Perbedaan antara Rahman dan Rahiim adalah bahwa sifat Rahman itu adalah kasih Allah pada semua manusia, tidak pandang ia beriman atau kafir. Namun Rahman  Allah itu hanya sebatas di dunia saja. Selama di dunia, orang beriman maupun orang kafir semuanya mendapatkan rezeki, semuanya mendapatkan udara dan sinar matahari gratis. Sedangkan Rahiim adalah kasing sayang Allah hanya untuk orang beriman saja kelak di akhirat.

كُلا نُمِدُّ هَؤُلاءِ وَهَؤُلاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا

Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu  Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Q.S. Al-Israa’ [17] : 20)

Allah Swt. berfirman:

{كُلا}

Kepada masing-masing. (Al-Isra: 20)

Maksudnya, kepada tiap-tiap orang dari kedua golongan itu, yakni golongan yang mengharapkan dunia dan golongan yang mengharapkan akhirat, Kami berikan bantuan kepadanya,

{مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ}

dari kemurahan Tuhanmu. (Al-Isra: 20)

Yakni Dialah yang mengatur lagi memutuskan yang tidak pernah aniaya dalam keputusan-Nya. Maka Dia memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang berhak diterimanya, yakni nasib bahagia dan nasib celakanya. Tiada yang dapat menolak keputusan-Nya, tiada yang dapat mencegah apa yang diberikan-Nya, dan tiada yang dapat mengubah apa yang dike-hendaki-Nya. Karena itulah Allah Swt. berfirman dalam ayat selanjutnya:

{وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا}

Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Al-Isra: 20)

Artinya, tiada seorang pun yang dapat mencegahnya dan tiada seorang pun yang dapat menolak apa yang dikehendaki-Nya.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Al-Isra: 20) Bahwa yang dimaksud dengan mahzura ialah dikurangi.

Sedangkan menurut Al-Hasan dan lain-lainnya, makna yang dimaksud ialah dicegah.

Perhatikanlah ayat di atas kedua golongan itu sama-sama diberi bantuan. Siapakah kedua golongan itu? Lihatlah 2 ayat sebelumnya.

Golongan pertama, adalah orang yang menginginkan kehidupan di dunia. Mereka bahkan disegerakan diberi keduniawaian sebagaimana yang mereka minta.

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا (18) وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا (19)

Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam kea­daan tercela dan terusir. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.

Allah Swt. menyebutkan bahwa tidaklah setiap orang yang mencari duniawi dan kesenangan-kesenangannya dapat memperolehnya, melainkan dunia itu dapat diperoleh oleh orang yang dikehendaki oleh Allah untuk memperolehnya. Makna ayat ini mengikat kemutlakan makna yang terdapat dalam ayat-ayat lainnya. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah mengatakan dalam firman-Nya:

{عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا}

maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam. (Al-Isra: 18)
Yakni di akhirat kelak.

{يَصْلاهَا}

ia akan memasukinya. (Al-Isra: 18)

Maksudnya, ia akan dimasukkan ke dalamnya sehingga neraka Jahannam meliputinya dari segala penjuru (yakni ia tenggelam di dalamnya).

{مَذْمُومًا}

dalam keadaan tercela. (Al-Isra: 18)

Ia masuk ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan tercela. Hal itu sebagai balasan dari sepak terjang dan amal perbuatannya yang buruk, karena ia lebih memilih dunia daripada akhirat yang kekal.

{مَدْحُورًا}

lagi dalam keadaan terusir. (Al-Isra: 18)

Yakni dijauhkan dari rahmat Allah lagi terhina dan terusir.

قَالَ الإمام أحمد: حدثنا حسين، حدثنا ذويد ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ زُرْعَة، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الدُّنْيَا دَارُ مَنْ لَا دَارَ لَهُ، وَمَالُ مَنْ لَا مَالَ لَهُ، وَلَهَا يَجْمَعُ مَنْ لَا عَقْلَ لَهُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepada kami Ruwaid, dari Abu Ishaq, dari Zar'ah, dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Dunia ini adalah rumah bagi orang yang tidak punya rumah, dan harta bagi orang yang tidak berharta, dan hanya karena dunialah orang yang tidak berakal menghimpunnya.

Golongan kedua, adalah orang yang menginginkan akhirat dan berusaha sungguh2 ke arah itu. Mereka diberi kesenangan akhirat sebagaimana yang mereka minta.

Firman Allah Swt.:

{وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ}

Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat. (Al-Isra: 19)

Yaitu menginginkan kampung akhirat berikut segala kenikmatan dan kegembiraan yang ada padanya.

{وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا}

berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh. (Al-Isra: 19)

Maksudnya, dia mencari hal itu dengan menempuh jalannya dan selalu mengikuti Rasul Saw.

{وَهُوَ مُؤْمِنٌ}

sedangkan ia adalah mukmin. (Al-Isra: 19)

Yakni hatinya beriman dan membenarkan adanya pahala dan pembalasan di hari akhirat.

{فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا}

maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (Al-Isra: 19)

Dan baik muslim maupun non-muslim,  yang satu dilebihkan rezekinya, dilebihkan kekuasaannya, dilebihkan kesenangannya dibanding yang lain. Artinya orang muslim ada yang miskin, setengah kaya, kaya dan kaya sekali. Demikian pula orang kafir juga ada yang miskin, setengah kaya, kaya dan kaya sekali.

انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَلَلآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلا

Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya (Q.S. Al-Israa’ [17] : 21)

Dikatakan demikian karena perbedaan keadaan mereka di kampung akhi­rat jauh lebih mencolok daripada kedaan mereka ketika di dunia. Di antara mereka ada yang tinggal di dasar neraka Jahannam dalam keadaan terbelenggu oleh rantai-rantainya, ada pula yang tinggal pada kedudukan yang tertinggi bergelimangan dengan kenikmatan dan kegembiraan. Kemudian ahli neraka pun berbeda-beda pula tingkatan tempatnya, sebagaimana berbeda-bedanya tingkatan kedudukan ahli surga; karena sesungguhnya surga itu terdiri atas seratus derajat (tingkatan), jarak antara satu tingkatan ke tingkat yang lainnya sama dengan jarak antara bumi dan langit. Di dalam kitab Sahihain disebutkan:

"إِنَّ أَهْلَ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى لَيَرَوْنَ أَهْلَ عِلِّيِّينَ، كَمَا تَرَوْنَ الْكَوْكَبَ الْغَابِرَ فِي أُفُقِ السَّمَاءِ"

Sesungguhnya penduduk surga tingkatan tinggi, benar-benar dapat melihat penduduk surga 'Illiyyin (yang lebih tinggi darinya)sebagaimana kalian melihat bintang-bintang yang terletak jauh di ufuk langit.

Karena itulah dalam ayat ini di sebutkan oleh firman-Nya: Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatannya dan lebih besar keutamaannya. (Al-Isra: 21)

Di dalam kitab Imam Tabrani melalui riwayat Zazan, dari Salman secara marfu' disebutkan hadis berikut:

«ما من عبد يريد أن يرتفع في الدنيا درجة فارتفع، إلا وضعه الله في الآخرة أكبر منها» ثم قرأ وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا.

Tiada seorang hamba (Allah) pun yang menginginkan diangkat satu tingkat kedudukannya di dunia ini, lalu ia ditinggikan, melainkan merendahkannya di akhirat nanti ketingkatan bawah yang lebih rendah dari itu. Kemudian Salman membacakan firman-Nya: Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatannya dan lebih besar keutamaannya. (Al-Isra: 21)

Maka dalam sebuah hadits diceritakan bahwa betapa Allah itu sangat Rahman dan sabar atas kelaliman hambanya, karena setiap  hari manusia durhaka kepada Allah, dan kebanyakan manusia menyangka yang tidak benar kepada Allah namun Allah tetap memberi mereka rezeki :

Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah Telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Sa’id bin Jubair dari Abu Abdurrahman As Sulami dari Abu Musa ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak ada yang lebih sabar atas suatu hinaan daripada Allah ‘azza wajalla. Dia dipersekutukan dan dituduh mempunyai anak, namun dengan kesemuanya Dia yang memberi kecukupan, menolak bala` dari mereka dan memberi rezeki pada mereka.” (H.R. Ahmad No. 18807)

Namun Allah mengingatkan bahwa yang pasti adalah kehidupan akhirat itu lebih tinggi dan lebih besar kesenangannya dibanding kehidupan dunia yang paling senang sekalipun. Kehidupan akhirat itu lebih nikmat daripada yang paling nikmat sekalipun.

Karena Dunia ini Remeh Di Mata Allah

Suatu hari Rasulullah s.a.w. bersama para sahabat melewati bangkai seekor keledai. Lalu Rasulullah s.a.w. bertanya : “Apakah kalian jijik dengan bangkai keledai itu?” Sahabat menjawab : “Ya”. Rasulullah SAW bersabda : “Seandainya bukan karena dunia ini dalam pandangan Allah lebih remeh dari pada bangkai keledai itu niscaya Allah tak akan rela memberikan dunia ini kepada orang kafir”

Demikianlah dunia di mata Allah ini amat sangat remeh dan menjijikkan maka janganlah kaum beriman iri dengan dunia yang berada dalam genggaman orang-orang kafir karena sesungguhnya itu adalah istidraj, yaitu penguluran waktu dan kesenangan yang sedikit.

Kedua karena remehnya dunia, maka Allah di sini berlaku rumus : siapa yang menginginkan dunia baik itu kafir atau muslim akan diberikan dunia sesuai dengan kadar usahanya, sesuai dengan kadar ikhtiarnya

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16) 

Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak mem­peroleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (surat Hud 15-16)

Sehubungan dengan ayat ini Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya orang-orang yang suka riya (pamer dalam amalnya), maka pahala mereka diberikan di dunia ini. Demikian itu karena mereka tidak dianiaya barang sedikit pun. Ibnu Abbas mengatakan, "Barang siapa yang beramal saleh untuk mencari keduniawian, seperti melakukan puasa, atau salat, atau bertahajud di malam hari, yang semuanya itu ia kerjakan hanya semata-mata untuk mencari keduniawian, maka Allah berfirman, 'Aku akan memenuhi apa yang dicarinya di dunia, ini sebagai pembalasannya, sedangkan amalnya yang ia kerjakan untuk mencari keduniawian itu digugurkan, dan dia di akhirat nanti termasuk orang-orang yang merugi'."

Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Anas ibnu Malik dan Al-Hasan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Mujahid dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang suka riya.

Qatadah mengatakan, "Barang siapa yang dunia merupakan niat, dambaan, dan buruannya, maka Allah membalas kebaikannya di dunia ini. Dan bila ia datang ke akhirat, maka ia tidak lagi memiliki pahala amal kebaikan yang akan diberikan kepadanya. Adapun orang mukmin, maka amal kebaikannya dibalas di dunia ini, dan kelak di akhirat dia mendapat pahala dari amalnya itu." Dalam hadis yang marfu’ telah disebutkan hal yang semisal dengan ini.


{مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ}


Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya; dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat (Asy-Syura: 20)


وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ (144) وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ (145) وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (147) فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (148)


Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang. maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.(Q.S. Ali-Imran  [3] :144-148)

Setelah kaum muslim mengalami kekalahan dan terpukul mundur dalam perang uhud serta banyak yang gugur diantara mereka, maka setan berseru, "Ingatlah, sesungguhnya Muhammad telah terbunuh!"

Ibnu Qumaiah kembali kepada pasukan kaum musyrik, lalu berkata kepada mereka, "Aku telah membunuh Muhammad." Padahal sesungguhnya dia hanya memukul Rasulullah saw dan melukai kepala beliau. Tetapi seruan tersebut memang mempengaruhi sebagian besar pasukan kaum muslim sehingga mereka menyangka bahwa Rasulullah Saw. benar-benar telah terbunuh (gugur), dan mereka berkeyakinan bahwa terbunuh adalah suatu hal yang mungkin terjadi pada diri Rasulullah Saw. Seperti yang dikisahkan oleh Allah Swt. perihal nasib yang dialami oleh banyak nabi terdahulu. Maka mereka menjadi kendur semangatnya dan lemah serta mundur dari medan perang; sehubungan dengan peristiwa inilah diturunkan firman-Nya: 


{وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ}

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. (Ali Imran: 144), hingga akhir ayat.

Yakni dia mempunyai teladan pada mereka dalam hal kerasulan, juga dalam hal dapat terbunuh (sebagaimana banyak dari kalangan mereka yang dibunuh oleh kaumnya).

Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari ayahnya, bahwa seorang lelaki dari kalangan Muhajirin bersua dengan seorang lelaki dari kalangan Ansar (dalam medan perang), sedangkan orang Ansar itu tubuhnya dipenuhi oleh darah (dari lukanya). Lalu lelaki Muhajirin berkata kepadanya, "Hai Fulan, tahukah kamu bahwa Muhammad Saw. telah terbunuh?" Maka lelaki Ansar itu menjawab, "Jika Muhammad telah terbunuh, berarti beliau telah menyampaikan risalahnya. Karena itu, berperanglah kalian untuk membela agama kalian." Lalu turunlah firman-Nya: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. (Ali Imran: 144)

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi meriwayatkannya di dalam kitab Dalailun Nubuwwah; kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini berpredikat munkar mengingat ada di antara perawinya yang daif. 

{أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ}

Apakah jika dia wafat atau dibunuh kalian berbalik ke belakang? (Ali Imran: 144)


Yakni kalian mundur ke belakang.


{وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ}

Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Ali Imran: 144)

Yang dimaksud dengan 'orang-orang yang bersyukur' ialah mereka yang menjalankan ketaatan kepada-Nya, berperang membela agama-Nya, dan mengikuti Rasul-Nya, baik sewaktu beliau masih hidup ataupun sudah wafat.

Demikian pula telah ditetapkan di dalam kitab-kitab sahih serta kitab-kitab musnad, juga kitab-kitab sunnah serta kitab-kitab Islam lainnya sebuah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur yang memberikan pengertian adanya suatu kepastian. Kami mengetengahkan hal tersebut di dalam kedua kitab Musnad Syaikhain, yaitu Abu Bakar dan Umar radiyallahu anhuma. Disebutkan bahwa ketika Rasulullah Saw. wafat, Abu Bakar As-Siddiq r.a. membacakan ayat ini.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَير، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقيل عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمة؛ أَنَّ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَخْبَرَتْهُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَقْبَلُ عَلَى فَرَس مِنْ مَسْكنه بالسَّنْح حَتَّى نَزَلَ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ، فَلَمْ يُكلم النَّاسَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ فتيمَّم رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلموَهُوَ مُغَشى بِثَوْبٍ حِبَرَةٍ، فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] ثُمَّ أَكُبَّ عَلَيْهِ وقَبَّله وَبَكَى، ثُمَّ قَالَ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي. وَاللَّهِ لَا يَجْمَعُ اللَّهُ عَلَيْكَ موْتَتَين؛ أَمَّا الْمَوْتَةُ الَّتِي كُتبت عَلَيْكَ فَقَدْ مُتَّها.
وَقَالَ الزُّهْرِيُّ: وَحَدَّثَنِي أَبُو سَلمة عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ أَبَا بَكْرٍ خَرَجَ وَعُمَرُ يُحَدِّث النَّاسَ فَقَالَ: اجْلِسْ يَا عُمَرُ فَأَبَى عمرُ أَنْ يَجْلِسَ، فَأَقْبَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ وَتَرَكُوا عُمَرَ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: أَمَّا بَعْدُ، مَنْ كانَ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ، وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَيّ لَا يَمُوتُ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ} إِلَى قَوْلِهِ: {وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ} قَالَ: فَوَاللَّهِ لكَأنّ النَّاسَ لَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ هَذِهِ الْآيَةَ حَتَّى تَلَاهَا أَبُو بَكْرٍ، فَتَلَقَّاهَا النَّاسُ مِنْهُ كُلُّهُمْ، فَمَا سَمِعَهَا بَشَرٌ مِنَ النَّاسِ إِلَّا تَلَاهَا.
وَأَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ المُسَيَّب أَنَّ عُمر قَالَ: وَاللَّهِ مَا هُوَ إِلَّا أَنْ سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ تَلَاهَا فَعقرتُ حَتَّى مَا تُقِلُّنِي رِجْلَايَ وَحَتَّى هَوَيتُ إِلَى الْأَرْضِ.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Aqil, dari Ibnu Syihab, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah, bahwa Siti Aisyah menceritakan kepadanya bahwa Abu Bakar r.a. (di hari wafatnya Rasulullah Saw.) tiba memakai kendaraan kuda dari tempat tinggalnya yang terletak di As-Sanah, lalu ia turun dan masuk ke dalam Masjid (Nabawi). Orang-orang tidak ada yang berbicara, hingga Abu Bakar masuk menemui Siti Aisyah. Lalu menuju ke arah jenazah Rasulullah Saw. yang saat itu telah diselimuti dengan kain hibarah (kain yang bersalur). Kemudian ia Membuka penutup wajah Rasulullah Saw., lalu menangkupinya dan menciuminya seraya menangis. Setelah itu Abu Bakar berkata:  Demi Ayah dan Ibuku menjadi tebusanmu. Demi Allah, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan atas dirimu sekarang telah engkau laksanakan,

Az-Zuhri mengatakan telah menceritakan kepadaku Abu Salamah, dari Ibnu Abbas bahwa ketika Umar sedang berbicara dengan orang-orang, Abu Bakar keluar, lalu berkata, "Duduklah kamu, hai Umar." Lalu Abu Bakar berkata: Amma ba'du Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat Dan barang siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah hidup kekal dan tidak akan mati.
Kemudian Ia membacakan firman-Nya:Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul Sampai dengan firman-Nya: dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Ali Imran: 144) Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak menyadari bahwa Allah Swt. telah menurunkan ayat ini sebelum Abu Bakar membacakannya kepada mereka. Maka semua orang ikut membacakannya bersama bacaan Abu Bakar dan tidak ada seorang pun yang mendengarnya melainkan  ia ikut membacanya."

Telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnul Musayab bahwa sahabat Umar r.a. pernah mengatakan, "Demi Allah aku masih dalam keadaan belum sadar kecuali setelah aku mendengar Abu Bakar rnembacakannya, maka tubuhku penuh dengan keringat hingga kedua kakiku tidak dapat menopang diriku lagi karena lemas, hingga aku terjatuh ke tanah."

Abul Qasim At-Tabrani mengatakan telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hammad ibnu Talhah Al-Qainad. telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Nasr dari samak ibnu Harb. dari ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa sahabat ali —-semasa Rasulullah Saw. masih hidup— pernah membacakan firman-Nya: Apakah jika dia wafat atau terbunuh  kalian berbalik ke belakang? (Ali lmran: 144), hingga akhir ayat. Lalu ia berkata: "Demi Allah. kami tidak akan berbalik mundur ke belakang setelah Allah memberi kami petunjuk. Demi Allah, sekiranya beliau wafat atau terbunuh, sungguh aku akan tetap bertempur meneruskan perjuangannya hingga tetes darah penghabisan. Demi Allah, sesungguhnya aku adalah saudaranya, walinya anak paman-nya, dan ahli warisnya. siapakah orangnya yang  lebih berhak terhadap beliau selain daripada diriku sendiri." 

Firman Allah Swt.:


وَما كانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتاباً مُؤَجَّلًا

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. (Ali Imran: 145)


Artinya, tidak ada seorang pun yang mati melainkan berdasarkan takdir Allah dan setelah ia memenuhi waktu yang telah ditetapkan oleh Allah untuknya. Karena itulah dalam ayat ini diungkapkan: 


{كِتَابًا مُؤَجَّلا}

sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. (Ali Imran: 145)


Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:


وَما يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلَّا فِي كِتابٍ

Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuz).(Fathir: 11)

Seperti firman-Nya yang lain, yaitu:


هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ طِينٍ ثُمَّ قَضى أَجَلًا وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ

Dialah Yang menciptakan kalian dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal (kematian kalian) dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya). (Al-An'am: 2)

Ayat ini mengandung makna yang memberikan semangat kepada orang-orang yang pengecut dan membangkitkan keberanian mereka untuk berperang. Sesungguhnya maju dan menggeluti peperangan tidak dapat mengurangi atau menambah umur. 

Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Yazid Al-Abdi, bahwa ia pernah mendengar Abu Mu'awiyah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Habib ibnu Zabyan yang mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan pasukan kaum muslim yang dikenal dengan nama Hijr ibnu Addi berkata, "Apakah gerangan yang menghambat kalian untuk menyeberangi Sungai Tigris ini untuk menghadapi musuh kita, padahal seseorang tidak akan mati kecuali dengan seizin Allah menurut ketetapan waktu yang telah ditentukan-Nya." Selanjutnya lelaki itu maju, menyeberangi Sungai Tigris dengan kudanya. Ketika ia maju, maka semua pasukan kaum muslim mengikuti jejaknya. Ketika musuh melihat mereka berani menyeberangi sungai itu, maka musuh mereka menjadi kecut dan takut, lalu mereka lari.

Firman Allah Swt.: 


{وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا}

Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu; dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. (Ali Imran: 145)


Yakni barang siapa yang amalnya hanya untuk dunia saja, niscaya dia akan mendapatkannya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuknya, sedangkan di akhirat nanti ia tidak mendapat bagian apa pun. Barang siapa yang berniat dengan amalnya untuk pahala akhirat, niscaya Allah akan memberinya, juga diberikan apa yang telah dibagikan oleh Allah untuknya dalam kehidupan dunia ini. 

Bagi Yang Mengejar Dunia Akan Memperoleh Sesuai Ikhtiarnya

Bagi orang yang menginginkan dunia, maka baik kafir maupun muslim akan dikenai rumus yang sama. Yaitu akan diberi dunia sesuai dengan kadar usahanya, sesuai dengan kepandaian dan kerja kerasnya.

Maka wajar saja jika orang kafir mendapatkan lebih banyak karena mereka bekerja lebih banyak. Orang kafir bekerja siang malam untuk dunia, sedangkan orang muslim sholat



وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ (22) وَمَنْ كَفَرَ فَلا يَحْزُنْكَ كُفْرُهُ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ فَنُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (23) نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلَى عَذَابٍ غَلِيظٍ (24)


Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. Dan barang siapa kafir, maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kamilah mereka kembali, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati. Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.(Q.S. Luqman[31] :22-24)

فَذَرْهُمْ يَخُوضُوا وَيَلْعَبُوا حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي يُوعَدُونَ

Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka (Q.S. Al-Ma’arij  [70] : 42)

Allah memberi rezeki kepada hambaNya sesuai dengan kegiatan dan kemauan kerasnya serta ambisinya. (H.R. Aththusi)

Demikian pula orang kafir menghalalkan segala cara, bisa menyogok, menipu, manipulasi yang penting mendapat untung lebih besar. Sedangkan orang beriman tak bisa melakukan segala cara, tak mau menipu, tak mau mengurangi timbangan, maka bisa jadi labanya lebih kecil namun lebih berkah.

Dari Abu Hurairah r.a. katanya Nabi s.a.w. bersabda : “dunia ini penjara bagi orang beriman (karena dibatasi kesenangannya) dan surga bagi bagi orang kafir (karena bebas menuruti hawa nafsunya)”.  (H.R. Muslim Jilid 2 No. 308)

Sebagian Keunggulan Itu Karena Ketetapan Allah

Sebagian dari keunggulan orang kafir itu sebagai sebuah ketetapan Allah dan skenario Allah. Namun itu pun tidak berarti akan selamanya demikian. Apabila kebatilan itu merajalela dan kekafiran memiliki kekuasaan, itu hanyalah istidraj yang akhirnya kebatilan itu akan dikalahkan dan kekafiran itu pun akan dilenyapkan.

وَلَقَدْ آتَيْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezki-rezki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). (Q.S. Al-Jatsiyah [45] :16)

Bani Israil dilebihkan atas bangsa-bansa lain karena itu ketetapan Allah namun kelebihan ini ternyata tidak dimanfaatkan untuk urusan yang baik bahkan sebaliknya mereka menyombongkan diri dan menggunakan kelebihan mereka untuk berbuat kerusakan di muka bumi, maka ini adalah istidraj

Sebagian Keunggulan Itu Karena Pergiliran

Jika saat ini dikatakan orang kafir lebih unggul dari pada orang beriman, diantaranya karena sunatullah dimana kemenangan dan kekalahan, kejayaan dan kemunduran itu dipergilirkan antara orang beriman dan orang kafir.


قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُروا كَيْفَ كانَ عاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (137) هَذَا بَيانٌ لِلنَّاسِ وَهُدىً وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (138) وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (139) إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُداوِلُها بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَداءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ (140) وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكافِرِينَ (141)أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ (142) وَلَقَدْ كُنْتُمْ تَمَنَّوْنَ الْمَوْتَ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَلْقَوْهُ فَقَدْ رَأَيْتُمُوهُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ (143)

Sesungguhnya   telah   berlalu   sebelum   kalian   sunnah-sunnah Allah Karena itu. berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Al-Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. Janganlah kalian bersikap lemah, dan jangan (pula) kalian bersedih hati, padahal kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian orang-orang yang beriman. Jika kalian (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kalian dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir. Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, pada¬hal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian, dan belum nyata orang-orang yang sabar. Sesungguhnya kalian mengharapkan mati (syahid) sebelum kalian menghadapinya; (sekarang) sungguh kalian telah melihatnya dan kalian menyaksikannya. (Q.S. Ali Imran [3] :137-143)

Pada masa Rasulullah SAW, Romawi dan Persia adalah 2 super power yang menguasai dunia. Lalu bandul beralih ke pihak kaum muslimin. Lebih dari 7 abad umat Islam menguasai  peradaban dunia, keunggulan materi maupun ilmu pengetahuan  dan spiritual berada di tangan umat Islam. Tapi memasuki abad ke-19 sampai abad ke 21 ini bandul kembali beralih ke arah kaum kafir. Namun semua umat itu ada ajalnya baik muslim maupun non muslim.

Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu  maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya (Q.S. Al-A’raaf [7] :34)

Maka nanti akan datan kembali giliran umat Islam untuk meraih kemenangan dan memimpin dunia

Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar(Q.S. Al-Israa’ [17] : 7)

Walau Berbeda Namun Kekafiran Bersatu Melawan Kaum Beriman

Orang kafir itu semakin kaya dan bahkan diberi kekuasaan oleh Allah maka mereka dengan kekayaan dan kekuasaannya itu digunakan untuk mendukung kebathilan dan digunakan untuk membuat kekafiran semakin kukuh di muka bumi ini.  Benar, hal ini telah disadari oleh Allah bahkan Allah berfirman bahwa harta orang kafir itu akan digunakan untuk menyokong kekafiran mereka.

Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan (Q.S. Al-Anfal [8] : 36)

Orang kafir itu bermacam-macam, ada yang tak percaya Tuhan sama sekali, atheis, ada juga kaum musyrik penyembah api, dewa-dewa, dan ada juga ahlul kitab yang telah jauh dari ajaran aslinya. Walaupun berbeda-beda ideologinya namun mereka merasa memiliki musuh bersama yaitu muslim.

Dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain (Q.S. Al-Jatsiyah [45] : 19)

Sebagian Ujian Bagi Orang Beriman

Salah satu hikmah dibalik diberinya kekuatan, kekayaan dan kekuasaan kepada orang kafir dan musuh-musuh Allah adalah karena mereka diperankan oleh Allah sebagai ujian bagi orang yang beriman dan musuh bagi kebenaran.

Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. (Q.S. Ali Imran [3] : 186)

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (Q.S. Al-Ankabut  [29] : 2)

Dengan ujian ini Allah menyisihkan orang yang munafik dari orang yang beriman, emas sepuhan dari emas murni dan loyang dari besi.

“Allah Sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, hingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dengan yang baik (mu’min)…” (Q.S. Ali Imran [3] : 179)

Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (Q.S. Al-Ankabut  [29] : 3)

Sebagian Sparing Partner (Lawan) Orang Beriman

Allah menjadikan orang-orang kafir itu musuh bagi orang beriman sehingga dengan itu orang beriman mendapatkan pahala dakwah, pahala jihad bahkan pahala syahid. Maka bagaimana mungkin orang kafir itu bisa menjadi  musuh (lawan) dan ujian bagi orang  beriman jika mereka tidak memiliki keunggulan, kekayaan dan kekuasaan ?

demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin (Q.S. Al-An’aam [6] :112)

Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa (Q.S. Al-Furqon [25] :31)

Demikianlah maka orang berdosa pun mereka mendapatkan rezeki bahkan semakin bertambah kekayaan mereka sebagai ujian bagi orang beriman. Tentu sebagai konsekuensinya orang-orang yang berdosa itu kemudian berfoya foya dan bersenang-senang  dengan kekayaan yang melimpah itu.

Seorang mukmin meskipun dia masuk ke dalam lubang biawak, (tetap saja) Allah akan menentukan baginya orang yang akan mengganggunya (H.R. Al-Bazzaar)

Karena Istidraj

Orang kafir diberi rezeki berlimpah diantaranya karena istidraj, yaitu sebuah uluran waktu akan adzab yang akan menimpanya di akhirat kelak akibat kekafirannya. Maka Allah biarkan mereka bersenang-senang dengan dunia, karena dunia ini surga bagi orang kafir sedangkan di akhirat sudah pasti berakhir di  neraka.

Umar bin Khattab r.a. berkata pada Rasulullah s.a.w. : “Berdoalah wahai Rasulullah untuk kelapangan umatmu karena orang Persia dan Romawi telah dilapangkan bagi mereka, padahal mereka tidak menyembah Allah” Beliau s,a,w, meluruskan duduknya kemudian bersabda : “Apakah ada keraguan pada dirimu wahai Ibnul Khattab? Mereka adalah kaum yang disegerakan kesenangan mereka dalam kehidupan dunia (istidraj)”  (H.R. Ahmad No.  217)

Istidraj  Itu Harus Lebih Kaya Dunia Daripada Orang Beriman

Cobalah kita renungkan filosofi ini. Ketika kita memahami bahwa “istidraj” itu adalah sebuah penguluran dan tipuan dari Allah agar orang semakin lalai dan tenggelam dalam kesesatannya, maka adalah sebuah keniscayaan jika secara materi dan duniawi, orang yang “istidraj” lebih unggul daripada yang  “tidak istidraj”.

Maka janganlah harta dan anak-anak mereka (kaum musyrikin) membuatmu kagum. Sesungguhnya Allah bermaksud dengan hal itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan mati dalam keadaan kafir (Q.S. Taubah [9] : 55)

Bagaimana tidak? Jika tujuan istidrah itu membuat orang lalai tentu harus dibuat bahwa yang memperoleh istidraj itu merasa lebih baik tetap dalam kekafirannya ketimbang menjadi orang beriman. Jika orang yang beriman itu selalu lebih unggul secara materi duniawi, maka istidraj itu menjadi kehilangan fungsinya. Orang kafir akan sadar dan insyaf jika melihat bahwa orang yang beriman selalu lebih sejahtera di dunia. Maka mengertilah kita, justru karena Allah menghendaki dibukakan dunia itu menjadi istidraj, maka pasti dia lebih unggul daripada orang beriman.

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (Q.S. An-Nisaa [4] : 32)

Takhtimah

Imam Ibnu Abil Iz mengatakan,

والمحققون من أهل السنة يقولون : الإرادة في كتاب الله نوعان : إرادة قدرية كونية خلقية وإرادة دينية أمرية شرعية فالإرادة الشرعية هي المتضمنة للمحبة والرضى والكونية هي المشيئة الشاملة لجميع الموجودات

"Para ulama di kalangan ahlus sunnah mengatakan, 'Iradah (kehendak Allah) dalam Alquran ada dua: iradah qadariyah kauniyah khalqiyah dan iradah diniyah amriyah syar'iyah. Adapun iradah syar'iyah adalah kehendak yang mengandung cinta dan ridha, sedangkan iradah kauniyah kehendak Allah yang meliputi semua makhluk yang ada." (Syarh Aqidah Thahawiyah, 1:113)

Syekhul Islam Ibn Taimiyah mengatakan,

وقد ذكر الله في كتابه الفرق بين " الإرادة " و " الأمر "...بين الكوني الذي خلقه وقدره وقضاه ؛ وإن كان لم يأمر به ولا يحبه ...وبين الديني الذي أمر به وشرعه وأثاب عليه...

“Allah telah menyebutkan dalam kitab-Nya tentang perbedaan antara iradah dengan perintah .... Antara kauni, yang Allah ciptakan, Allah takdirkan, dan Allah tetapkan, meskipun tidak dia perintahkan dan tidak dia cintai ... Antara ad-din, yang Allah perintahkan, Dia syariatkan, dan Allah berikan pahala bagi orang yang melaksanakannya ....” Kemudian beliau menyebutkan penjelasan tentang iradah kauniyah dan iradah syar'iyah. (Al-Furqan bayna Auliya Ar-Rahman wa Auliya Asy-Syaithan, hlm. 149)

Sebagai motivasi bagi kita cukuplah hadits berikut jadi pelajaran berharga bagi kita yang hidup dalam kesusahan

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

Amr an-Naqid menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Hammad bin Salamah memberitakan kepada kami dari Tsabit al-Bunani dari Anas bin Malik, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

“Pada hari kiamat nanti akan didatangkan penduduk neraka yang ketika di dunia adalah orang yang paling merasakan kesenangan di sana. Kemudian dia dicelupkan di dalam neraka sekali celupan, lantas ditanyakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan sebelum ini? Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan sebelum ini?’. Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, belum pernah wahai Rabbku!’. Dan didatangkan pula seorang penduduk surga yang ketika di dunia merupakan orang yang paling merasakan kesusahan di sana kemudian dia dicelupkan ke dalam surga satu kali celupan. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesusahan sebelum ini? Apakah kamu pernah merasakan kesusahan sebelum ini?’. Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, belum pernah wahai Rabbku, aku belum pernah merasakan kesusahan barang sedikit pun. Dan aku juga tidak pernah melihat kesulitan sama sekali.’.” (HR. Muslim dalam Kitab Shifat al-Qiyamah wa al-Jannah wa an-Naar)

Hadis Riwayat Ahmad Bin Hanbal 

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ دَرَّاجٍ عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ مُوسَى قَالَ أَيْ رَبِّ عَبْدُكَ الْمُؤْمِنُ مُقَتَّرٌ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا قَالَ فَيُفْتَحُ لَهُ بَابُ الْجَنَّةِ فَيَنْظُرُ إِلَيْهَا قَالَ يَا مُوسَى هَذَا مَا أَعْدَدْتُ لَهُ فَقَالَ مُوسَى أَيْ رَبِّ وَعِزَّتِكَ وَجَلَالِكَ لَوْ كَانَ أَقْطَعَ الْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ يُسْحَبُ عَلَى وَجْهِهِ مُنْذُ يَوْمَ خَلَقْتَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَكَانَ هَذَا مَصِيرَهُ لَمْ يَرَ بُؤْسًا قَطُّ قَالَ ثُمَّ قَالَ مُوسَى أَيْ رَبِّ عَبْدُكَ الْكَافِرُ تُوَسِّعُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا قَالَ فَيُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنْ النَّارِ فَيُقَالُ يَا مُوسَى هَذَا مَا أَعْدَدْتُ لَهُ فَقَالَ مُوسَى أَيْ رَبِّ وَعِزَّتِكَ وَجَلَالِكَ لَوْ كَانَتْ لَهُ الدُّنْيَا مُنْذُ يَوْمَ خَلَقْتَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَكَانَ هَذَا مَصِيرَهُ كَأَنْ لَمْ يَرَ خَيْرًا قَطُّ (رواه احمد)


Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ishaq berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah dari Darraj dari Abu Al Haitsam dari Abu Sa'id Al Khudri dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda: "Sesungguhnya Musa berkata: 'Ya Rabb, mengapa hamba-Mu yang beriman hidup di dunia dalam keadaan miskin? '" beliau bersabda: "Lalu pintu surga dibukakan untuk Musa hingga ia dapat melihat ke dalamnya, kemudian Allah berfirman: 'Wahai Musa, inilah yang telah Aku persiapkan untuknya! ' maka Musa pun berkata; 'Wahai Rabb, demi kemuliaan dan keagungan-Mu, kalaupun sekiranya kedua tangan dan kakinya terpotong dan dia berjalan dengan mukanya semenjak Engkau menciptakannya hingga hari kiamat nanati, jika tempat kembalinya adalah sepeti ini maka dia tidak akan rugi sedikitpun." Beliau bersabda: "Kemudian Musa berkata: 'Mengapa hamba-Mu yang kafir Engkau lapangkan kehidupannya di dunia? ' beliau bersabda: "Lalu pintu neraka dibukakan untuk Musa kemudian dikatakan kepadanya: 'Wahai Musa, inilah yang telah Aku persiapkan untuknya.' Maka Musa pun berkata; 'Wahai Rabb, demi kemuliaan dan keagungan-Mu, sekiranya ia telah memiliki dunia semenjak Engkau ciptakan, jika tempat kembalinya adalah seperti ini maka tidak ada kebaikan sedikitpun baginya." (HR. Ahmad)


Jadi, kesimpulannya, Kenapa Orang Kafir hidupnya kaya dan berkecukupan, sedang Orang Islam rata-rata hidup Miskin? Itu karena bagi orang yang tidak mempercayai Tuhan atau percaya pada Tuhan tapi menyembah yang selain-Nya, seperti berhala, patung dan sebagainya hanya mendapat kesenangan di dunia saja, sedang Muslim telah dipersiapkan kehidupan yang penuh kenikmatan di Surga kelak.

Bukan berarti, setelah tahu isi hadis ini kita kemudian hidup berleha-leha karena alasan Takdir'. Sebab walaupun demikian, itu sebenarnya hanya gambaran keseluruhan antara kehidupan yang dialami oleh orang Islam dan orang Kafir, tapi tidak menutup kemungkinan anda juga akan bernasib baik dengan memperoleh kekayaan yang melimpah berkat kerja keras dan bekerja pintar dalam mencari penghidupan yang layak. 

Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk beramal sholeh.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar