Selasa, 05 Januari 2016

Penjelasan Tentang Tafakkur Alam

Ayat yang menjadi acuan utama mengenai penciptaan alam adalah surat al-Baqarah:117, yang berbunyi:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
 “Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengucapkan kepadanya “jadilah” lalu jadilah ia”.

Ayat ini menegaskan bahwa Allah pemilik mutlak dari alam semesta dan penguasa alam yang tidak dapat disangkal, di samping pemeliharaanya yang maha pengasih. Karena kekuasaan-Nya bila Ia hendak menciptakan bumi dan langit, Dia hanya mengatakan “jadilah”.
Secara umum ayat-ayat Alquran tentang penciptaan alam dapat dipetakan melalui dua pendekatan: maudhu’i-mushafi, yaitu pengelompokan ayat-ayat tentang penciptaan alam yang tersebar di berbagai surat sesuai dengan susunannya dalam mushhaf, ‎maudhu’i- tanzili, yaitu pengelompokan ayat-ayat itu yang tersebar di berbagai surat sesuai dengan susunannya waktu diturunkan 

Duhai alangkah ingkarnya manusia itu. Apakah kalian bisa menemukan ada seorang manusia yang mampu merubah hukum-hukum fisika dan hukum-hukum magnet? Hal yang dimampui oleh manusia hanyalah mengarahkan sebagian penerapan hukum-hukum fisika dan magnet untuk kepentingan manusia. Ia mempergunakan akalnya dan membuat inovasi untuk memetik buah-buah dari hukum-hukum tersebut, karena ia tidak akan mampu untuk merubah hukum-hukum tersebut. Ia tidak mampu mengadakan hukum-hukum tersebut, tidak pula menghilangkannya.

Tafakur Alam merupakan perbuatan yang diperintahkan dalam agama dan ditunjukkan bagi mereka yang memiliki pengetahuan untuk merenungkan berbagai fenomena alam.

Allah SWT Berfirman :

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ﴿ە۱۹﴾ ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًۭا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ﴿۱۹۱﴾

 "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, ( yaitu ) orang -orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi ( seraya berkata ), "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalahkami dari siksa neraka.( Q.S 3 Ali-Imran : 190-191 )

Secara umum, objek tafakur adalah memikirkan dan merenungkan makhluk Allah SWT. termasuk dalam kategori Makhluk Allah ialah alam semesta beserta segala yang dikandungnya.

Perenungan terhadap gejala alam sangat bermanfaat dalam rangka mengungkap tanda-tanda kekuasaan Allah sehingga manusia menjadi tunduk, patuh, dan taat kepada Penciptanya, yaini Allah SWT.

Batasan penting yang harus diperhatikan dalam bertafakur ialah bahwa kaum Mukminim dilarang memikirkan atau merenungkan Dzat Allah SWT. 

Seseorang pernah bertanya kepada Imam Malik bin Anas tentang bagaimana bersemayamnya Allah ( istawa ) di atas Arrasy, maka sang imam pun berfikir sejenak lantas memberikan jawaban :

الاستواءمعلوم والكيف غير معلوم والايمان به واجب والسوءال عنه بدعة

Istiwa' itu telah diketahui maknanya, tetapi bagaimana caranya tidak diketahui, mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah bidah.

Jawaban Imam Malik ini selanjutnya jadi kaidah yang terkenal di kalangan para ulama dalam menyikapi persoalan seputar Dzat dan sifat Allah.

Dengan demikian, terlarang hukumnya bagi seorang Mukmin untuk bertafakur memikirkan Dzat atau Sifat Allah SWT. Syekh Sa'id bin Wahf al-Qahtan menjelaskan dalam kitab Syarhu 'Aqidatil Wasithiyyah, bhawa yang harus kita lakukan mengenai keberadaan dalil-dalil ynag memaparkan tentang Dzat atau SIfat Allah ialah mengimani dan menetapkan tanpa takwil ( tafsir ), takyif ( bertanya tentang caranya ), ta'thil ( menolak sebagian atau seluruhnya ), dan tamtsil ( menyetarakannya dengan zat atau sifat makhluk ).

Selanjutnya, termasuk dalam aktivitas ialah menelaah Ayat-ayat Allah SWT, sehingga dapat dipahami dan diamalkan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari. Yang patut menjadi perhatian, sebagaimana disinggung diatas, perintah menafakuri Ayat-ayat Allah hanya ditunjukkan bagi mereka yang memilikki pengetahuann terutama pengetahuan agama.

Memikirkan Ayat-ayat Allah tidak dapat dilakukan kecuali terlebih dahulu mengetahui ilmu yang berhubungan dengan ayat-ayat tersebut. ‎

Sesungguhnya benda-benda langit dan langit yang difirmankan oleh Allah:

(لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ)

"Sungguh penciptaan langit dan bumi itu lebih besar dari penciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak memahaminya." (QS. Ghafir [40]: 57)
Benda-benda langit dan langit memiliki hukum-hukum fisika, kimia, matematika, arsitek dan lain-lain; yang mengokohkan dan mengatur urusannya. Semua hukum tersebut dijalankan dan diatur secara langsung oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, tidak ada makhluk yang lebih besar dari-Nya, tidak ada sesuatu makhluk pun yang tersembunyi dan tidak diketahui-Nya. Inilah awal keimanan nabi Ibrahim 'alaihis salam.
Maka lihatlah kembali benda-benda langit dan langit dua kali, niscaya engkau tidak akan melihat ada kekurangan padanya. Sebuah keserasian yang sangat mengagumkan, sebuah karya yang agung dalam pengaturan urusan langit dan bumi, tidak ada celah dan kekurangan padanya.
Manusia menerima amanat yang langit, bumi dan gunung pun keberatan untuk mengembannya. Sungguh manusia itu sangat zalim dan bodoh. Maka langit dan bumi tetap diperjalankan menurut hukum-hukum tersebut yang menjaga keseimbangannya. Sementara kita, umat manusia, menerima amanat tersebut.
Maka Allah menciptakan bagi kita kehidupan dunia dan Allah menyerahkan kepada kita sebagian hukum-hukum-Nya yang tidak tercampuri oleh sedikit pun celah kekurangan. Allah memberi kita pilihan untuk menetapi hukum-hukum tersebut dan hal itu dinamakan-Nya ketaatan. Allah juga memberi kita pilihan untuk tidak menetapi hukum-hukum tersebut dan hal itu dinamakan-Nya kemaksiatan. Sementara hukum-hukum-Nya disebut syariat.
Jika hukum-hukum fisika merupakan praktik keseimbangan bagi alam semesta, maka syariat merupakan hukum-hukum keseimbangan bagi sebagian makhluk bernama "manusia", yang tinggal di planet bumi. Maka seluruh alam semesta dan makhluk dalam kondisi tunduk (istilah Al-Qur'annya adalah sujud) secara totalitas kepada hukum-hukum Allah. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta'ala:

(أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ )


"Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya bersujud kepada Allah segala makhluk yang berada di langit dan di bumi, demikian juga sujud kepada-Nya matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, binatang melata dan banyak manusia? Tetapi banyak manusia yang pantas mendapatkan azab. Dan barangsiapa yang dihinakan oleh Allah niscaya tiada seorang pun yang dapat menjadikannya mulia. Sesungguhnya Allah Maha Mengerjakan apa yang Dia kehendaki."(QS. Al-Hajj [22]: 18)

Sementara itu berkenaan dengan syariat, maka sungguh manusia itu paling banyak membantah. Bukannya melakukan inovasi dalam mempraktekkan hukum-hukum syariat dan mempergunakan akalnya untuk mengambil buah darinya, meminum dari mata airnya; manusia justru menentang hukum-hukum syariat, tidak cerdas memahaminya, bahkan bodoh dan hina. Ia diberi akal oleh Allah, namun ia justru mengkafiri (menolak, mengingkari, membenci dan memusuhi—pent) syariat-Nya dan berdalih ia bebas memilih. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta'ala:

(أَوَلَمْ يَرَ الإِنسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ * وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ .. )

"Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia kemudian menjadi musuh yang nyata. Dan dia membuat perumpamaan bagi kami dan melupakan asal kejadiannya." (QS. Yasin [36]: 77-78)

Syariat bukanlah hukum hudud (pidana Islam) semata, namun ia adalah undang-undang manusia di planet bumi, agar selaras dan serasi dengan alam semesta. Maka Anda tidak akan melihat adanya kekurangan pada penciptaan dan ketetapan-Nya. Dengan begitulah hadits-hadits tentang akhir zaman bisa dipahami, ketika Isa 'alaihis salam memerintah planet bumi dengan Islam:

(يَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ إِمَامًا هَادِيًا وَمِقْسَطًا عَادِلا ، فَإِذَا نَزَلَ كَسَرَ الصَّلِيبَ ، وَقَتَلَ الْخِنْزِيرَ ، وَوَضَعَ الْجِزْيَةَ ، وَتَكُونُ الْمِلَّةُ وَاحِدَةً ، وَيُوضَعُ الأَمْرُ فِي الأَرْضِ ، حَتَّى أَنَّ الأَسَدَ لَيَكُونُ مَعَ الْبَقَرِ تَحْسِبُهُ ثَوْرَهَا ، وَيَكُونُ الذِّئْبُ مَعَ الْغَنَمِ تَحْسِبُهُ كَلْبَهَا ، وَتُرْفَعُ حُمَةُ كُلِّ ذَاتِ حُمَةٍ حَتَّى يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ الْحَنَشِ فَلا يَضُرُّهُ ، وَحَتَّى تُفِرَّ الْجَارِيَةُ الأَسَدَ ، كَمَا يُفَرُّ وَلَدُ الْكَلْبِ الصَّغِيرِ ، وَيُقَوَّمَ الْفَرَسُ الْعَرَبِيُّ بِعِشْرِينَ دِرْهَمًا ، وَيُقَوَّمَ الثَّوْرُ بِكَذَا وَكَذَا ، وَتَعُودَ الأَرْضُ كَهَيْئَتِهَا عَلَى عَهْدِ آدَمَ ، وَيَكُونَ الْقِطْفُ يَعْنِي الْعِنْقَادَ يَأْكُلُ مِنْهُ النَّفَرُ ذُو الْعَدَدِ ، وَتَكُونَ الرُّمَّانَةُ يَأْكُلُ مِنْهَا النَّفَرُ ذُو الْعَدَدِ)

"Isa bin Maryam akan turun sebagai seorang pemimpin, pemberi petunjuk dan penguasa yang adil dan menegakkan keadilan. Jika ia telah turun, ia akan mematahkan salib, membunuh babi, menghapuskan jizyah, dan hanya ada satu agama (Islam) dan perintah Allah dilaksanakan di muka bumi. Sampai-sampai seekor singa akan damai bersama dengan kumpulan sapi betina seakan kumpulan sapi betina itu mengganggapnya sebagai sapi jantannya, seekor srigala akan damai bersama kawanan kambing seakan kawanan kambing itu menganggapnya anjing penjaga.
Pada waktu itu bisa dihilangkan dari setiap hewan berbisa, sampai-sampai seseorang meletakkan telapak tangannya pada kepala seekor ular berbisa namun hal itu tidak mencelakainya, sampai-sampai seorang anak perempuan bermain dengan seekor singa seperti bermainnya anak anjing yang kecil.
Pada waktu itu seekor kuda Arab hanya berharga 20 dirham, sementara seekor sapi akan dihargai segini dan segini (sangat mahal, karena zaman tersebut zaman cocok tanam dan kemakmuran, bukan zaman perang, pent). Bumi akan kembali kepada keadaannya semula seperti pada masa nabi Adam. Sampai-sampai setangkai kurma bisa mengenyangkan banyak orang dan setangkai anggur bisa mengenyangkan banyak orang."(HR. Ma'mar bin Rasyid dalam Al-Jami' no. 1465)
Ini yang berkaitan dengan fisika benda-benda langit dan hukum-hukum alam.
Adapun unta adalah Ikhwan yang Allah karuniakan syariat kepada mereka, namun mereka ragu-ragu terhadapnya, malu-malu darinya, dan menawarnya demi meraih ridha Barat, orang-orang liberal dan orang-orang sekuler, dan mereka menuntut daulah madaniyah, negara sipil (Negara berdasar hukum buatan manusia ). Maka pantaslah apabila mereka terkena sabda Nabi yang tercinta:

مَنْ أَرْضَى اللهَ فِي سَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَرْضَى النَّاسَ فِي سَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ

"Barangsiapa membuat Allah ridha walau manusia tidak menyukainya, niscaya Allah akan meridhainya. Dan barangsiapa membuat manusia ridha walau Allah tidak menyukainya, niscaya Allah akan membencinya dan Allah akan membuat manusia membencinya." (HR. Ibnu Hibban)

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar