Rabu, 13 Januari 2016

Penjelasan Tentang Ujian Bagi Orang Beriman

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman ;

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} [التغابن: 11]
Artinya: “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” QS. At Taghabun: 11.

Syaikh Abdurrahman bin Nashi As Sa’di rahimahullah berkata:

وقال تعالى: {وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ} [التغابن: 11] فهذه هداية عملية، هداية توفيق وإعانة على القيام بوظيفة الصبر عند حلول المصائب إذا علم أنها من عند الله فرضي وسلم وانقاد

“Firman Allah Ta’ala: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan pertunjuk kepada hatinya”, ini adalah petunjuk yang berupa amaliyah, petunjuk berupa taufik dan pertolongan untuk melakukan kewajiban sabar ketika datangnya musibah-musibah jika ia mengetahui bahwa hal itu berasal dari Allah, maka ia ridha, menerima dan taat.” Lihat kitab Taisir Al Lathif Al Manan Fi Khulashati Tafsir Al Quran, 1/49.

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridha, maka baginya keridhaan Allah; namun barangsiapa yang murka, maka baginya kemurkaan Allah.”

Sabda Rasulullah saw. ini ada dalam Kitab Sunan Tirmidzi. Hadits 2320 ini dimasukkan oleh Imam Tirmidzi ke dalam Kitab “Zuhud”, Bab “Sabar Terhadap Bencana”.

Hadits Hasan Gharib ini sampai ke Imam Tirmidzi melalui jalur Anas bin Malik. Dari Anas ke Sa’id bin Sinan. Dari Sa’id bin Sinan ke Yazid bin Abu Habib. Dari Yazid ke Al-Laits. Dari Al-Laits ke Qutaibah.‎

Alloh subhanahu wa ta’ala telah memberikan anugerah dan kenikmatan kepada kita berupa jalan yang lurus, yaitu jalannya para salafush-sholeh. Alloh telah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mempelajari Al-Quran dan sunnah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, menghafal, memahami dan berusaha mengamalkannya dalam kehidupan kita di dunia ini. Selain itu juga, dengan mempelajari aqidah shohihah, tafsir, fiqh dan ilmu-ilmu syar’i lainnya, menyeru umat kepadanya dan membelanya serta senantiasa melazimi masjid-masjid sunnah, tempat yang paling dicintai oleh Alloh di muka bumi ini.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana dalam hadits Abu Huroiroh ‎rodhiyalohu ‘anhu riwayat Musim:

أحب البلاد إلى الله مساجدها، وأبغض البلاد إلى الله أسواقها

“Negeri yang paling dicintai oleh Alloh adalah masjid-masjidnya dan yang paling dibenci oleh Alloh adalah pasar-pasarnya.”


Sementara kebanyakan manusia berada di jalan-jalan yang berdeda-beda dan berliku-liku, bergelimang dengan syubuhat dan syahawat, sibuk dengan urusan-urusan dunia mereka, bahkan sampai saling bermusuhan, saling bunuh-membunuh dan berperang hanya dalam rangka memperebutkan pangkat, jabatan dan harta dunia yang hina.

Ini semua merupakan kenikmatan yang besar bagi kita -wahai Ahlussunnah- yang mengharuskan kita untuk mengingat serta mensyukurinya dan senantiasa kita berdoa kepada Alloh agar menjaga kebaikan serta nikmat-Nya ini agar tidak sirna. Senantiasa berdoa memohon kepada-Nya agar meneguhkan diri-diri kita di atas al-haq, nikmat yang agung inibdi tengah-tengah manusia.

Ketahuilah, bahwa termasuk jalan terbaik dan paling dicintai yang mengantarkan seorang muslim kepada Alloh ta’ala dan jannah-Nya adalah tholabul ilmi, menuntut ilmu syar’iy dengan menghafal Al-Quran, hadits-hadits Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan bersabar dalam mengamalkannya serta memeganginya dengan kuat. Ini adalah jalannya para Nabi dan inilah yang diwariskan oleh mereka kepada kita. 

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
  
ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما، سهل الله له به طريقا إلى الجنة

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, niscaya Alloh akan memudahkannya jalan menuju jannah.” (HR. Muslim dari hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu)  

Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Abu Darda’ rodhiyallohu ‘anhu riwayat Abu Dawud:  

وإن العلماء ورثة الأنبياء، وإن الأنبياء لم يورثوا دينارا، ولا درهما ولكن ورثوا العلم، فمن أخذه أخذ بحظ وافر

“Sungguh ulama itu pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi itu tidaklah mewariskan harta benda (dinar dan dirham), akan tetapi mewariskan ilmu. Siapa yang mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” (hadits shohih)  

Alloh ta’ala menyerukan kepada Nabi-Nya Musa‘alaihis salam:

وكتبنا له في الألواح من كل شيء موعظة وتفصيلا لكل شيء فخذها بقوة وأمر قومك يأخذوا بأحسنها

“Kami telah menuliskan untuk Musa dalam Taurot segala sesuatu yang ia perlukan dalam agamanya, hukum-hukum dan nasehat-nasehat serta perincian halal dan harom, perintah dan larangan, kisah-kisah, keyakinan serta berita-berita gaib. Maka Alloh berseru kepadanya: “Ambillah dan pegangilah (Taurot itu) dengan kuat dan sungguh-sungguh. Perintahkan kaummu untuk mengamalkan apa yang disyariatkan Alloh di dalamnya.” (Tafsir QS. Al-A’rof: 145) 

Setelah ia memegangi dan mengamalkannya dengan baik, maka ia menunjukkannya kepada manusia dan mengajak mereka kepada jalan itu. Ini adalah pahala yang besar. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من دعا إلى هدى، كان له من الأجر مثل أجور من تبعه، لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا

“Siapa yang menyeru kepada hidayah (petunjuk agama yang haq), maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. Muslim dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu)

Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

فوالله لأن يهدى بك رجل واحد خير لك من حمر النعم

“Demi Alloh, kalaulah ada seseorang yang mendapatkan hidayah lantaran seruanmu, maka itu lebih baik bagimu daripada onta merah (harta termahal).” (HR. Bukhori dan Muslim dari Sahl bin Sa’d rodhiyallohu ‘anhu)

Ketahuilah dan sadarilah, bahwa orang-orang yang memegangi Kitab dan Sunnah serta menempuh jalan yang benar itu mesti akan ditimpa bala’ dan berbagai petaka serta ujian, baik berupa kefakiran, kesulitan hidup, penyakit-penyakit, gangguan-gangguan serta makar-makar, karena itu adalah jalan menuju jannah. Sedangkan jannah itu tertutupi dengan hal-hal yang tidak disukai jiwa. Waroqoh bin Naufal berkata kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam awal beliau diangkat menjadi Nabi:

نعم، لم يأت رجل بما جئت به إلا أوذي، وإن يدركني يومك حيا أنصرك نصرا مؤزرا


“Ya, tidaklah seseorang itu datang dengan apa yang engkau bawa berupa ajaran tauhid, melainkan akan diganggu dan disakiti. Jika aku masih hidup dan menemui harimu nanti, maka aku akan menolongmu dengan pertolongan yang sungguh-sungguh.” (HR. Bukhori) 

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

حفت الجنة بالمكاره، وحفت النار بالشهوات

“Jannah itu tertutupi dengan hal-hal yang tidak disukai dan neraka itu ditutupi dengan berbagai syahwat.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu)

Itu semua merupakan bentuk ujian dari Alloh ta’ala atas seorang hamba, bukan dalam rangka membinasakan hamba itu, tetapi agar diketahui dari seorang hamba itu akan kesabaran dan ketabahannya dalam menghadapi itu semua. Juga Alloh ta’ala akan membuktikan siapa yang terbaik amalannya di dunia ini. 

Firman Alloh ta’ala:

تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيء قدير * الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملا وهو العزيز الغفور

“Telah banyak kebaikan Alloh dan kemurahan-Nya atas seluruh makhluk-Nya. Yang di tangan-Nyalah kerajaan dan kekuasaan dunia dan akherat. Perintah dan hukum-Nya berlaku pada keduanya dan Dia mahakuasa atas segala sesuatu. Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian -wahai manusia-, siapa yang terbaik dan terikhlas amalannya? Dia adalah Al-‘Aziz, yang tidak terkalahkan oleh siapapun, lagi Al-Ghofur, maha mengampuni siapa yang bertaubat dari hamba-Nya.” (Tafsir QS. Al-Mulk: 1-2) ‎

أم حسبتم أن تدخلوا الجنة ولما يعلم الله الذين جاهدوا منكم ويعلم الصابرين

“Wahai para sahabat Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, apakah kalian mengira akan masuk jannah, sedangkan kalian belumlah diuji dengan peperangan dan kegentingan?! Tidaklah kalian akan memasukinya, sebelum kalian diuji dan Alloh maha mengetahui dengan sebenarnya siapa yang berjihad di jalan-Nya dan bersabar dalam menghadapi musuh-musuhnya.” (Tafsir QS. Ali-Imron: 142)

Memang, itu semua harus kita hadapi dan ini merupakan sunnatulloh di alam ini. Wajib atas kita untuk menghadapinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan serta rasa ridho, menerima segala cobaan. Tidak dengan sikap tasakkhut, tidak ridho akan takdir Alloh serta berkeluh kesah dan terjatuh kepada kemaksiatan bahkan kekufuran karenanya. 

Firman Alloh ta’ala:  

ومن الناس من يعبد الله على حرف فإن أصابه خير اطمأن به وإن أصابته فتنة انقلب على وجهه خسر الدنيا والآخرة ذلك هو الخسران المبين

“Diantara manusia itu ada yang memasuki Islam dengan kelemahan dan keraguan, sehingga ia beribadah kepada Alloh dengan kebimbangan dan keengganan, seperti seseorang yang berdiri di tepi gunung atau dinding tidak teguh dalam pendiriannya. Ia menambatkan agamanya dengan dunia. Jika ia hidup senang, sehat dan tercukupi, maka ia akan terus dalam ibadahnya. Jika tertimpa ujian atau cobaan dengan kesusahan dan sesuatu yang tidak disukainya, maka akan merasa sial terhadap agamanya, sehingga meninggalkannya dan tidak istiqomah lagi dalam memegangi agamanya. Maka ia pun menjadi merugi baik dunia maupun akheratnya, karena kekafirannya itu tidaklah bisa merubah apa yang telah ditakdirkan untuknya di dunia, sedangkan di akherat nanti, ia akan dimasukkan ke dalam neraka. Ini adalah kerugian yang nyata.” (Tafsir QS. Al-Hajj: 11)  

Akan tetapi bagi seorang muslim, ujian dan cobaan itu dengan kesabarannya dalam menghadapinya, akan menyebabkan dihapuskannya dosa-dosa dan menjadi sebab terangkatnya derajat dirinya di sisi Alloh ta’ala. 

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ditanya:

يا رسول الله، أي الناس أشد بلاء؟ قال:الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل، فيبتلى الرجل على حسب دينه، فإن كان دينه صلبا اشتد بلاؤه، وإن كان في دينه رقة ابتلي على حسب دينه، فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشي على الأرض ما عليه خطيئة

“Wahai Rosululloh, siapa yang paling berat ujiannya? Beliau menjawab: “Para Nabi, kemudian yang seperti mereka dan yang seperti mereka. Maka seseorang itu diuji sesuai dengan kadar agamanya. Jika agamanya kuat, maka akan berat cobaannya dan jika agamanya ringan atau lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kadar agamanya. Senantiasa ujian dan cobaan itu menimpa seorang hamba sampai ia berjalan di atas bumi ini dalam keadaan tidak mempunyai kesalahan.” (HSR. Tirmidzi dari hadits Sa’ad rodhiyallohu ‘anhu)  

Dalam hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha riwayat Bukhori dan Muslim, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ما من مصيبة يصاب بها المسلم، إلا كفر بها عنه حتى الشوكة يشاكها

“Tidaklah suatu musibah itu menimpa seorang muslim, melainkan akan menghapus dosa-dosanya, sampai-sampai sebuah duri yang menusuknya.”

Juga hendaknya kita senantiasa terus tegar dan tsabat dalam memegangi sunnah disertai dengan kembali kepada Alloh dengan penuh ketundukan kepada-Nya, banyak berdoa, istighfar serta bertawakkal hanya kepada-Nya semata tidak kepada selain-Nya. Karena musibah dan perkara yang tidak disenangi itu semua juga disebabkan dosa-dosa dan kesalahan kita semua. 

Alloh ta’ala berfirman:

وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكم ويعفو عن كثير

“Apa yang menimpa kalian -wahai manusia-dari suatu musibah, baik pada agama maupun dunia kalian itu adalah akibat dari perbuatan dosa kalian sendiri dan Robb kalian mengampuni banyak dari dosa-dosa dan kejelekan-kejelekan itu, sehingga kalian tidak diadzab lagi.” (Tafsir QS. Asy-Syuro: 30)


وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِيْنَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِيْنَ

“Sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjuang dan orang-orang yang sabar di antara kamu sekalian.” (QS. Muhammad : 31)


Abu Al Laits Nashir bin Muhammad As Samarqandi (w: 373) berkata:

 وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يعني: يصدق بالله على المصيبة، ويعلم أنها من الله تعالى، يَهْدِ قَلْبَهُ يعني: إذا ابتلي صبر، وإذا أنعم عليه شكر، وإذا ظلم غفر. وروي، عن علقة بن قيس: أن رجلاً قرأ عنده هذه الآية، فقال: أتدرون ما تفسيرها؟ وهو أن الرجل المسلم، يصاب بالمصيبة في نفسه وماله، يعلم أنها من عند الله تعالى، فيسلم ويرضى. ويقال: مَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ للاسترجاع يعني: يوفقه الله تعالى لذلك. وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ أي: عالم بثواب من صبر على المصيبة.

“Dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah” maksudnya adalah mempercayai Allah dengan datangnya musibah dan mengetahui bahwa hal tersebut dari Allah Ta’ala, nicaya “Allah akan memberikan petunjuk kepada hatinya”, maksudnya adalah jika ia diuji maka ia bersabar dan jika ia diberi nikmat maka ia bersabar dan jika ia melakukan kezhaliman maka ia mengampuni, dan diriwayatkan, dari ‘Alqamah bin Qais bahwa pernah seseorang membaca dihadapannya ayat ini, lalu ‘Alqamah bin Qais bertanya: “Apakah kalian mengetahui tafsirannya?, ia adalah seorang muslim yang tertimpa musibah pada diri dan hartanya, ia mengetahui bahwa hal itu berasal dari Allah Ta’ala, maka ia akan menerima dan meridhainya, dan dikatakan (juga) bahwa makna “Barangsiapa yang beriman niscaya ia akan memberikan petunjuk kepada hatinya”, adalah untuk mengucapkan istirja’ (ucapan إنا لله وإنا إليه راجعون) yakni Allah Ta’ala akan memberikan petunjuk akan hal itu. Dan maksud dari “Dan Allah mengetahui segala sesuatu”, yaitu (Allah) Maha mengetahui akan pahala bagi seorang yang bersabar atas musibah.”  Lihat kitab Tafsir As Samarqandi, 3/457.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

    وما أصاب العبد من المصائب فعليه أن يسلم فيها لله، ويعلم أنها مقدرة عليه، كما قال/ تعالى : { مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ } [ التغابن : 11 ] قال علقمة ـ وقد روي عن ابن مسعود : هو الرجل تصيبه المصيبة فيعلم أنها من عند الله فيرضى ويسلم . فالعبد مأمور بالتقوي والصبر، فالتقوى : فعل ما أمر به . ومن الصبر، الصبر على ما أصابه، وهذا هو صاحب العاقبة المحمودة،

“Dan apa saja yang didapati oleh seorang hamba dari musiba-musibah, maka hendaklah ia menerimanya karena Allah dan mengetahui bahwa hal itu telah ditakdirkan atasnya, sebagaimana Firman Allah Ta’ala: “Tidak ada musibah yang didapati seorang hamba meainkan dengan izin Allah dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberikan petunjuka kepada hatinya.” QS. At Taghabun:11.  ‘Alqamah berkata: dan terlah diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau berkata: “Ia adalah seseorang yang tertimpa musibah, lalu ia mengetahui bahwa hal tersebut berasal dari Allah maka ia ridah dan menerima.” Jadi, seorang hamba diperintahkan untuk bertakwa dan bersabar, takwa adalah mengerjakan apa yang diperintahkan dan termasuk dari kesabaran adalah bersabar atas apa yang menimpanya, dan ini adalah seorang yang mendapatkan ujuang yang terpuji.” Lihat kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, 5/113.

Sekarang, mari perhatikan hadits-hadits berikut:

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ إِحْدَى بَنَاتِهِ تَدْعُوهُ وَتُخْبِرُهُ أَنَّ صَبِيًّا لَهَا - أَوِ ابْنًا لَهَا - فِى الْمَوْتِ فَقَالَ لِلرَّسُولِ « ارْجِعْ إِلَيْهَا فَأَخْبِرْهَا إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَىْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ »

Artinya: “Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami pernah bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, salah seorang anak perempuannya mengutus seseorang kepada beliau untuk memanggil beliau memberitahukan kepadanya bahwa anak bayinya –atau anak lelakinya- meninggal, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada utusan tersebut: “Kembalilah kepadanya dan beritahukan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala darinya.” HR. Muslim.

Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits di atas:

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شيء عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ الْحَثُّ عَلَى الصَّبْرِ والتسليم لقضاء الله تعالى وَتَقْدِيرُهُ أَنَّ هَذَا الَّذِي أَخَذَ مِنْكُمْ كَانَ لَهُ لَا لَكُمْ فَلَمْ يَأْخُذْ إِلَّا مَا هو له فينبغي أن لا تَجْزَعُوا كَمَا لَا يَجْزَعُ مَنِ اسْتُرِدَّتْ مِنْهُ وَدِيعَةٌ أَوْ عَارِيَّةٌ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم وله ما أعطى معناه أَنَّ مَا وَهَبَهُ لَكُمْ لَيْسَ خَارِجًا عَنْ مِلْكِهِ بَلْ هُوَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَفْعَلُ فِيهِ مَا يَشَاءُ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ اصْبِرُوا وَلَا تَجْزَعُوا فَإِنَّ كُلَّ مَنْ يَأْتِ قَدِ انْقَضَى أَجَلُهُ الْمُسَمَّى فَمُحَالٌ تَقَدُّمُهُ أَوْ تَأَخُّرُهُ عَنْهُ فَإِذَا عَلِمْتُمْ هَذَا كُلَّهُ فَاصْبِرُوا وَاحْتَسِبُوا مَا نَزَلَ بِكُمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْ قَوَاعِدِ الْإِسْلَامِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى جُمَلٍ مِنْ أُصُولِ الدِّينِ وَفُرُوعِهِ وَالْآدَابِ

Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam “sesungguhnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala dari-Nya, maknanya adalah perintah untuk sabar dan menerima terhadap takdir Allah Ta’ala, dan ungkapannya adalah bahwa sesuatu yang diambil dari kalian ini adalah milik-Nya bukan milik kalian, maka Dia tidak mengambil kecuali yang merupakan milik-Nya. Jadi semestinya kalian tidak gelisah sebagai seorang tidak gelisah dari seseorang yang memninta kembali darinya barang titipan atau pinjaman. Dan “Maksud dari “dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya” adalah bersabarlah dan jangan mengeluh, karen setiap yang datang telah ditentukan batas waktunya, maka mustahil pemdahuluannya atau pengakhirannya, maka jika kalian mengetahui hal ini seluruhnya, maka bersabarlah dan berharaplah pahala dari apa yang tertimpa pada kalian. Wallahu a’lam. Hadits ini termasuk dari pokok-pokok ajaran Islam yang mencakup pokok-pokok dan cabang serta adab-adabnya. Lihat kitab Al Minhaj Syarah An Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 6/225.

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar : 10)‎
                                             

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim tertimpa kecelakaan, kemiskinan, kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun keduka-citaan bahkan tertusuk duri sekalipun, niscaya Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan apa yang menimpanya itu.” (HR. Bukhari)

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

"Tidak ada seorang muslim yang tertimpa cobaan berupa sakit maupun selainnya, melainkan dihapuskan oleh Allah Ta'ala dosa-dosanya, seperti sebatang pohon yang menggugurkan daunnya." (HR. Muslim)

مَا يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةً

"Tidak ada satu pun musibah (cobaan) yang menimpa seorang muslim berupa duri atau yang semisalnya, melainkan dengannya Allah akan mengangkat derajatnya atau menghapus kesalahannya." (HR. Muslim)

مَا مِنْ مُصِيْبَةٍ يُصَابُ بِهَا الْمُسْلِمُ إِلَّا كُفِّرَ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا

"Tidak ada satu pun musibah (cobaan) yang menimpa seorang muslim, melainkan dosanya dihapus oleh Allah Ta'ala karenanya, sekalipun musibah itu hanya karena tertusuk duri." (HR. Muslim)

مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ حَتَّى الشَّوْكَةِ تُصِيْبُهُ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً أَوْ حُطَّتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةٌ

"Tidak ada satu pun musibah (cobaan) yang menimpa seorang mukmin walaupun berupa duri, melainkan dengannya Allah akan mencatat untuknya satu kebaikan atau menghapus satu kesalahannya." (HR. Muslim)

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيْهِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ اَلْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِيْنِهِ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِيْنِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيْئَةٍ

Dari Mush'ab bin Sa'd dari Ayahnya Sa'd bin Abu Waqash dia berkata, Saya bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya?" beliau menjawab: "Para Nabi, kemudian kalangan selanjutnya (yang lebih utama) dan selanjutnya. Seorang hamba akan diuji sesuai kadar agamanya (keimanannya). Jika keimanannya kuat maka cobaannya pun akan semakin berat. Jika keimanannya lemah maka ia akan diuji sesuai dengan kadar imannya. Tidaklah cobaan ini akan diangkat dari seorang hamba hingga Allah membiarkan mereka berjalan di muka bumi dengan tanpa dosa." (HR. Ibnu Majah)

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُوعَكُ فَوَضَعْتُ يَدِي عَلَيْهِ فَوَجَدْتُ حَرَّهُ بَيْنَ يَدَيَّ فَوْقَ اللِّحَافِ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ مَا أَشَدَّهَا عَلَيْكَ قَالَ إِنَّا كَذَلِكَ يُضَعَّفُ لَنَا الْبَلَاءُ وَيُضَعَّفُ لَنَا الْأَجْرُ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ اَلْأَنْبِيَاءُ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ الصَّالِحُوْنَ إِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيُبْتَلَى بِالْفَقْرِ حَتَّى مَا يَجِدُ أَحَدُهُمْ إِلَّا الْعَبَاءَةَ يُحَوِّيْهَا وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيَفْرَحُ بِالْبَلَاءِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بِالرَّخَاءِ

Dari Abu Sa'id Al-Khudri dia berkata, Aku pernah menjenguk Nabi saw. ketika beliau sedang sakit panas, aku meletakkan tanganku dan aku mendapati panasnya terasa hingga di atas selimut. Aku lalu berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah panasnya sakit yang menimpa dirimu." Beliau bersabda: "Sesungguhnya begitulah kita, ketika dilipatgandakan cobaan bagi kita maka akan dilipatgandakan pula pahalanya." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat cobaannya?" Beliau menjawab: "Para Nabi." Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?" Beliau menjawab: "Kemudian orang-orang yang shalih, salah seorang di antara mereka ada yang dicoba dengan kefakiran sehingga tidak menemukan kecuali mantel untuk dia pakai, dan ada salah seorang dari mereka yang senang dengan cobaan sebagaimana salah seorang dari kalian senang dengan kemewahan." (HR. Ibnu Majah)

عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

"Besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Oleh karena itu, barangsiapa yang ridha (menerima cobaan tersebut) maka baginya keridhaan (Allah), dan barangsiapa murka maka baginya kemurkaan (Allah)." (HR. Ibnu Majah)

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَقُوْلُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ ابْنَ آدَمَ إِنْ صَبَرْتَ وَاحْتَسَبْتَ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى لَمْ أَرْضَ لَكَ ثَوَابًا دُوْنَ الْجَنَّةِ

Dari Nabi saw., beliau bersabda: Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman: "Hai anak Adam, jika kamu bersabar dan ikhlas saat tertimpa musibah, maka Aku tidak akan meridhai bagimu sebuah pahala kecuali surga." (HR. Ibnu Majah)

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ

“Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang baik maka ditimpakan musibah (ujian) kepadanya.” (HR. Bukhari)

تَعَوَّذُوْا بِاللَّهِ مِنْ جَهْدِ الْبَلَاءِ وَدَرَكِ الشَّقَاءِ وَسُوْءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ

"Mintalah perlindungan kepada Allah dari cobaan yang menyulitkan, kesengsaraan yang menderitakan, takdir yang buruk dan cacian musuh." (HR. Bukhari)

Dan dari buah manis dari beriman takdir adalah bersabar ketika datangnya musibah-musibah, maka seorang yang beriman dengan takdir ia tidak akan dikuasai sifat gelisah, resah dan tidak menyambutnya dengan menggerutu dan kepanikan, akan tetapi menyambut musibah-musibah setahun dengan sikap tegar, seperti teguhnya gunung-gunung, sungguh telah tetap pada leher-lehernya, Allah berfirman:

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23) } [الحديد: 22 - 24]

Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” QS. Al Hadid: 22-24.

Maka beriman kepada Al Qadar termasuk dari obat yang paling hebat yang menolong seorang beriman untuk menghadapi keadaan sulit, musibah dan bala, dan ini adalah salah satu buah dari buah yang paling agung dari beriman kepada takdir.” Lihat kitab Al Iman Bi Al Qadar.

Dan bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan doa kepada para shahabat radhiyallahu ‘anhum untuk menghadapi rasa gundah gelisah, resah dengan doa yang di dalamnya di kaitkan dengan beriman kepada takdir:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا أَصَابَ أَحَداً قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى. إِلاَّ أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجاً ». قَالَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَتَعَلَّمُهَا فَقَالَ « بَلَى يَنْبَغِى لِمَنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا ».

Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang tertimpa rasa gundah, sedih, lalu ia mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى

(Wahai Allah, sesungguhnya aku ini adalah hamba-Mu dan anak dari hamba-Mu (yang lelaki) dan anak dari hamba-Mu (yang perempuan), takdirku di tangan-Mu, keputusan-Mu telah tetap padaku dan qadha-Mu adalah adil untukku, aku memohon kepada-Mu, dengan setiap nama yang Engkau miliki, yang telah Engkau beri nama dengannya diri-Mu atau yang telah Engkau ajarkan nama tersebut kepada siapapun dari makhluk-MU atau yang telah Engkau turunkan di dalam kitab (suci)-Mu atau yang telah Engkau simpan di dalam Imu gaib milik-Mu, jadikanlah Al Quran sebagai penyejuk hatiku, cahaya di dalam dadaku dan penghilang kesedihanku serta pelenyap kegundahanku.” HR. Ahmad.
Ketahuilah, jika kita bersama Alloh, yakin akan pertolongan Alloh ta’ala, maka berbagai musibah itu pasti akan berlalu dan bersamaan dengan kesulitan itu akan datang kemudahan serta jalan keluar. Ini adalah janji Robb kita dan Dia tidaklah mengkhianati janji-Nya. 

Alloh ta’ala berfirman: 

فإن مع العسر يسرا * إن مع العسر يسرا

“Maka janganlah gangguan musuh-musuhmu itu membuat engkau bimbang dari menyebarkan risalah Robbmu. Sesungguhnya bersamaan dengan kesempitan itu ada jalan keluar. Sungguh, bersamaan dengan kesempitan itu ada jalan keluar.” (Tafsir QS. Asy-Syarh: 5-6)

Dalam hadits Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

واعلم أن في الصبر على ما تكره خيرا كثيرا، وأن النصر مع الصبر، وأن الفرج مع الكرب، وأن مع العسر يسرا

“Ketahuilah, bahwasanya pada kesabaran terhadap segala yang tidak engkau sukai itu terdapat kebaikan yang banyak. Sungguh, pertolongan itu bersama dengan kesabaran dan jalan keluar itu bersama dengan kesusahan. Bersamaan dengan kesulitan itu ada kemudahan.” (HR. Ahmad, hadits shohih; lihat Ash-Shohihah, no. 2382 dan Tahqiq Musnad Ahmad: 5/19)

Jika kita menghadapinya dengan penuh kesabaran, tetap teguh di atas al-haq, istighfar, khudhu’ (tunduk),tadhorru’ (memohon dan merendahkan diri), bertawakkal dankembali kepada Alloh tidak kepada selain-Nya, berdoa kepada-Nya semata dengan menengadahkan kedua tangan kepada-Nya, niscaya Alloh akan mengabulkan doa kita dan mengangkat bala’ tersebut karena terampuninya dosa-dosa kita dan menggantikannya dengan kenikmatan yang tiada tara, baik di dunia maupun akherat kelak, cepat ataupun lambat. 

Alloh ta’ala berfirman:

وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون

“Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang-Ku -wahai Nabi-, maka jawablah: “Sesungguhnya Aku ini dekat dengan mereka. Aku mengabulkan doa seseorang jika ia berdoa kepada-Ku.Maka taatilah perintah-Ku dan jauhilah larangan-Ku serta berimanlah kepada-Ku, sehingga mereka mendapatkan petunjuk kepada kebaikan agama dan dunia mereka.” (Tafsir QS. Al-Baqoroh: 186) 

أمن يجيب المضطر إذا دعاه ويكشف السوء ويجعلكم خلفاء الأرض أإله مع الله قليلا ما تذكرون

“Apakah mengibadahi sekutu-sekutu Alloh itu lebih baik daripada dzat yang mengabulkan doa orang yang kesusahan ketika ia berdoa, menyingkap kejelekan yang turun padanya serta menjadikan kalian sebagai pengganti para pemimpin sebelum kalian di muka bumi ini?! Apakah ada sekutu Alloh yang memberikan kepada kalian berbagai kenikmatan ini?! Sedikit sekali kalian memikirkannya, sehingga kalian sekutukan Alloh dalam peribadahan dengan selain-Nya.” (Tafsir QS. An-Naml: 62)

Hendaknya kita senantiasa berprasangka baik terhadap Alloh ta’ala dan banyak mengingat-Nya dengan memperbanyak dzikir, karena denganhusnudzon kita kepada Alloh, maka Dia akan mendatangkan kebaikan kepada kita dan dengan banyak mengingat Alloh, maka hati kita menjadi tenang dan tuma’ninah. Dalam sebuah hadits qudsi, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن الله يقول: أنا عند ظن عبدي بي وأنا معه إذا دعاني

“Sesungguhnya Alloh ta’ala berkata: “Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku dan Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku.” (HR. Muslim dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu)

Alloh ta’ala berfirman:

الذين آمنوا وتطمئن قلوبهم بذكر الله ألا بذكر الله تطمئن القلوب

“Dialah Alloh yang memberikan petunjuk kepada orang-orang yang tenang hatinya dengan bertauhid kepada Alloh dan mengingat-Nya. Ketahuilah, bahwa dengan ketaatan kepada Alloh dan mengingat-Nya, maka hati itu menjadi tenang.” (Tafsir QS. Ar-Ro’du: 28)

Oleh karena itu -wahai Ahlussunnah-, bersabarlah, bertaubatlah dan bertawakkallah hanya kepada Alloh semata, sibukkan kalian dengan menuntut ilmu dan beramal sholeh, sampai datangnya pertolongan Alloh dan jalan keluar dari-Nya. Sesungguhnya pertolongan dan jalan keluar itu dekat…

ومن يتق الله يجعل له مخرجا * ويرزقه من حيث لا يحتسب ومن يتوكل على الله فهو حسبه إن الله بالغ أمره قد جعل الله لكل شيء قدرا

“Siapa yang takut kepada Alloh dan mengerjakan apa yang diperintahkan atasnya serta menjauhi larangan-Nya, niscaya Alloh akan memberikan kepadanya jalan keluar dari segala kesempitan dan memudahkannya untuk mendapatkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka dan dikiranya. Siapa yang bertawakkal hanya kepada Alloh, maka Dia akan mencukupi segala kebutuhan yang diinginkan. Sesungguhnya Alloh telah menyempurnakan perkaranya, tidak ada yang tertinggal sedikitpun dan tidak ada yang memberatkan-Nya. Sungguh Alloh telah menetapkan akhir dari segala sesuatu dan takdir yang tidak akan luput.” (Tafsir QS. Ath-Tholaq: 2-3)

 أم حسبتم أن تدخلوا الجنة ولما يأتكم مثل الذين خلوا من قبلكم مستهم البأساء والضراء وزلزلوا حتى يقول الرسول والذين آمنوا معه متى نصر الله ألا إن نصر الله قريب

“Apakah kalian mengira -wahai kaum mukminin- bahwa kalian akan masuk jannah,sedangkan kalian belum tertimpa cobaan seperti apa yang menimpa kaum mukminin sebelum kalian, berupa kefakiran, penyakit, rasa takut dan gentar serta tergoncang dengan berbagai ketakutan, sampai-sampai Rosul dan kaum mukminin yang bersamanya ketika itu -karena ingin segera mendapatkan pertolongan- mengatakan: “Kapan datangnya pertolongan Alloh itu?” Ketahuilah, sungguh pertolongan Alloh bagi kaum mukminin itu dekat…” (Tafsir QS. Al-Baqoroh: 214)‎

Takhtimah‎

Ketahuilah … Allah Taala akan menguji setiap hamba-Nya dengan berbagai musibah, dengan berbagai hal yang tidak mereka sukai, juga Allah akan menguji mereka dengan musuh mereka dari orang-orang kafir dan orang-orang munafiq. Ini semua membutuhkan kesabaran, tidak putus asa dari rahmat Allah dan tetap konsisten dalam beragama. Hendaknya setiap orang tidak tergoyahkan dengan berbagai cobaan yang ada, tidak pasrah begitu saja terhadap cobaan tersebut, bahkan setiap hamba hendaklah tetap komitmen dalam agamanya. Hendaknya setiap hamba bersabar terhadap rasa capek yang mereka emban ketika berjalan dalam agama ini.
Sikap seperti di atas sangat berbeda dengan orang-orang yang ketika mendapat ujian merasa tidak sabar, marah, dan putus asa dari rahmat Allah. Sikap seperti ini malah akan membuat mereka mendapat musibah demi musibah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib)
Dari Mush’ab bin Sa’id (seorang tabi’in) dari ayahnya berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka dia akan mendapat ujian begitu kuat. Apabila agamanya lemah, maka dia akan diuji sesuai dengan agamanya. Senantiasa seorang hamba akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih)
Semoga kita yang sedang mendapat ujian atau musibah merenungkan hadits-hadits di atas. Sungguh ada sesuatu yang tidak kita ketahui di balik musibah tersebut. Maka bersabarlah dan berusahalah ridho dengan taqdir ilahi. Sesungguhnya para Nabi dan orang sholeh dahulu juga telah mendapatkan musibah sebagaimana yang kita peroleh. Lalu kenapa kita harus bersedih, mengeluh dan marah? Bahkan orang sholeh dahulu -sesuai dengan tingkatan keimanan mereka-, mereka malah memperoleh ujian lebih berat. Cobalah kita perhatikan perkataan ulama berikut.
Al Manawi mengatakan, “Barangsiapa yang menyangka bahwa apabila seorang hamba ditimpa ujian yang berat, itu adalah suatu kehinaan; maka sungguh akalnya telah hilang dan hatinya telah buta (tertutupi). Betapa banyak orang sholih (ulama besar) yang mendapatkan berbagai ujian yang menyulitkan. Tidakkah kita melihat mengenai kisah disembelihnya Nabi Allah Yahya bin Zakariya, terbunuhnya tiga Khulafa’ur Rosyidin, terbunuhnya Al Husain, Ibnu Zubair dan Ibnu Jabir. Begitu juga tidakkah kita perhatikan kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di dalam buih, Imam Malik yang dibuat telanjang kemudian dicambuk dan tangannya ditarik sehingga lepaslah bahunya, begitu juga kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup. … Dan masih banyak kisah lainnya.” (Faidhul Qodhir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/518)
Semoga kita termasuk orang-orang yang bersabar ketika menghadapi musibah, baik dengan hati lisan atau pun anggota badan. Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang selalu ridho dengan taqdir-Mu.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar