Jumat, 01 Januari 2016

Penjelasan Tentang Wudhu Beserta Dalil-nya

Wudhu merupakan suatu hal yang tiada asing bagi setiap muslim, sejak kecil ia telah mengetahuinya bahkan telah mengamalkannya. Akan tetapi apakah wudhu yang telah kita lakukan selama bertahun-tahun atau bahkan telah puluhan tahun itu telah benar sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam? Karena suatu hal yang telah menjadi konsekwensi dari dua kalimat syahadat bahwa ibadah harus ikhlas mengharapkan ridho Allah dan sesuai sunnah Nabi ‎shallallahu ‘alaihi was sallam. Demikian juga telah masyhur bagi kita bahwa wudhu merupakan syarat sah sholat, yang mana jika syarat tidak terpenuhi maka tidak akan teranggap/terlaksana apa yang kita inginkan dari syarat tersebut. Sebagaimana sabda Nabi yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam,

« لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ »

“Tidak diterima sholat orang yang berhadats sampai ia berwudhu”. [HR. Bukhori no. 135, Muslim no. 225.]‎

Demikian juga dalam juga Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada kita dalam KitabNya,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka cucilah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian sampai dengan siku, dan usaplah kepala-kepala kalian dan (cucilah) kaki-kaki kalian sampai pada kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)‎

Dalil diwajibkannya wudhu sebelum shalat
Dalil diwajibkannya wudhu,Allah berfirman dalam Qur'an Surat Al-Maidah:06

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” [Qur'an Surat Al-Maidah:06]

Maka marilah duduk bersama kami barang sejenak untuk mempelajari shifat/tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.

Pengertian wudhu

Secara bahasa wudhu berarti husnu/keindahan dan ‎nadhofah/kebersihan, wudhu untuk sholat dikatakan sebagai wudhu karena ia membersihkan anggota wudhu dan memperindahnya‎. Sedangkan pengertian menurut istilah dalam syari’at, wudhu adalah peribadatan kepada Allah ‘azza wa jalla dengan mencuci empat anggota wudhu ‎ dengan tata cara tertentu. Jika pengertian ini telah dipahami maka kita akan mulai pembahasan tentang syarat, hal-hal wajib dan sunnah dalam wudhu secara ringkas.

Tata Cara Wudhu secara Global

Adapun tata cara wudhu secara ringkas berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari Humroon budak sahabat Utsman bin Affan ‎rodhiyallahu ‘anhu. [Hadits ini merupakan salah satu hadits pokok dalam masalah tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.]

عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ ، فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِى الْوَضُوءِ ، ثُمَّ تَمَضْمَضَ ، وَاسْتَنْشَقَ ، وَاسْتَنْثَرَ ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلاَثًا ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ، ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلاَثًا ، ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا وَقَالَ « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Humroon -bekas budak Utsman bin Affan–, suatu ketika ‘Utsman memintanya untuk membawakan air wudhu (dengan wadah), kemudian ia tuangkan air dari wadah tersebut ke kedua tangannya. Maka ia membasuh kedua tangannya sebanyak tiga kali, lalu ia memasukkan tangan kanannya ke dalam air wudhu kemudian berkumur-kumur, lalu beristinsyaq dan beristintsar. Lalu beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, (kemudian) membasuh kedua tangannya sampai siku sebanyak tiga kali kemudian menyapu kepalanya (sekali saja) kemudian membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengatakan, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu yang semisal ini dan beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Barangsiapa yang berwudhu dengan wudhu semisal ini kemudian sholat 2 roka’at (dengan khusyuk‎)dan ia tidak berbicara di antara wudhu dan sholatnya ‎maka Allah akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu”‎. [HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226.]‎
Dari hadits yang mulia ini dan beberapa hadits yang lain dapat kita simpulkan tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam secara ringkas sebagai berikut‎,

Berniat wudhu (dalam hati) untuk menghilangkan hadats.
Mengucapkan basmalah (bacaan bismillah).
Membasuh dua telapak tangan sebanyak 3 kali.
Mengambil air dengan tangan kanan kemudian memasukkannya ke dalam mulut dan hidung untuk berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air dalam hidung). Kemudian beristintsar (mengeluarkan air dari hidung) dengan tangan kiri sebanyak 3 kali.
Membasuh seluruh wajah dan menyela-nyelai jenggot sebanyak 3 kali.
Membasuh tangan kanan hingga siku bersamaan dengan menyela-nyelai jemari sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan dengan yang kiri.
Menyapu seluruh kepala dengan cara mengusap dari depan ditarik ke belakang, lalu ditarik lagi ke depan, dilakukan sebanyak 1 kali, dilanjutkan menyapu bagian luar dan dalam telinga sebanyak 1 kali.
Membasuh kaki kanan hingga mata kaki bersamaan dengan menyela-nyelai jemari sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan dengan kaki kiri.
Syarat Syarat wudhu dan Penjelasannya :

1. Islam

Maka tidak syah wudhunya orang kafir atau orang murtad

2. Tamiyiz

Yang dimaksud dengan tamiyiz adalah seseorang yang memahami dari pada percakapan atau bisa makan sendiri, minum sendiri dan membersihkan buang hajat sendiri atau bisa membedakan antara kanan dan kiri atau juga bisa membedakan antara kurma dan bara api.

3. Bersih dari haid dan nifas

Haid adalah darah yang keluar pada waktu tertentu bagi setiap wanita yang sudah dewasa. sedangkan nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan.

4. Tidak adanya sesuatupun yang mencegah sampainya air ke kulit anggota wudhu

Yaitu bersihnya kulit anggota wudhu dari semisal cat atau kotoran kotoran lain yang menempel di kulit sehingga air tidak bisa masuk.

5. Tidak ada sesuatupun di anggota wudhu yang bisa merubah air

Yaitu bersihnya anggota tubuh yang bisa merubah air dan mencabut nama air tersebut. contohnya seperti tinta dan jakfaron yang banyak.

6. Mengetahui kefardhuan/kewajiban dari pada wudhu

Seorang yang wudhu harus mengetahui bahwasannya hukum dari pada wudhu adalah fardhu. jia dia meyakini bahwa wudhu hukumnya adalah sunnah maka tidak syah wudhunya.

7. Tidak meyakini kefardhuan/kewajiban dari pada rukun rukun wudhu adalah sunnah

Seseorang yang wudhu tidak boleh meyakini rukun rukun wudhu memiliki hukum sunnah semisal dia meyakini bahwasannya membasuh kedua tangan sampai siku siku adalah sunnah.

8. Memakai air yang suci dan mensucikan

Yaitu air yang digunakan adalah air yang bersih dari najis dan juga bukan air musta'mal. air musta'mal adalah air yang digunakan pertama kali dalam bersuci (basuhan wajib).

9. Masuknya waktu

Seseorang yang terus menerus mengeluarkan najis (anyang anyangan-beser) maka wudhunya harus masuk waktu sholat. diluar waktu sholat tidak syah.

10. Muwalah

Yaitu tanpa adanya jeda waktu antara setiap basuhan wudhu dan sholat bagi yang selalu hadas. jadi setelah melaksanakan wudhu diharuskan langsung melaksanakan sholat.

Catatan : syarat nomer 9 dan 10 berlaku bagi yang selalu mengeluarkan hadast secara terus menerus ( anyang-anyangan).

Rukun wudhu / Fardhu Wudhu

Jika anda belum mengetahui tentang fadhu wudhu saya akan memberikan penjelasan untuk anda dengan keterangan dibawah ini

fadhunya wudhu ada enam perkara

1. Niat ketika Membasuh Muka

Lafazh Niat Wudhu adalah :

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَلِرَفْعِ الْحَدَثِ الْاَصْغَرِفَرْضًالِلّٰهِ تَعَالٰى

Nawaitul Wudhuu’a Liraf’il-hadatsil-ashghari fardhal lillaahi ta’aalaa

Artinya :

” Aku niat berwudhu untuk mengilangkan hadats kecil, fardhu karena Allah“

2. Membasuh seluruh muka ( mulailah dari tempat tumbuhnya rambut kepala hingga bawa dagu, dan kedua telinga kanan dan kiri )

3. Membasuh Kedua tangan sampai siku-siku tangan

4. Mengusap Sebagian Rambut Kepala

5.Membasuh Kedua Belah Kaki Sampai Dengan Mata Kaki

6. Tertib ( berturut-turutan) , artinya mendahulukan mana yang harus dahulu, dan mengakhirkan mana yang harusnya di akhirkan, jadi anda tidak boleh memulai wudhu dengan salah urutannya.

Membaca bismillah ketika hendak wudhu, sebagaimana sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi was sallam,
« لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ »

“Tidak ada sholat bagi orang yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah Ta’ala (bismillah) ketika hendak berwudhu”. [HR. Ibnu Hibban no. 399, At Tirmidzi no. 26, Abu Dawud no. 101, Al Hakim no. 7000, Ad Daruquthni no. 232.]‎‎

Membasuh wajah, termasuk dalam membasuh wajah adalah berkumur-kumur, istinsyaq dan istintsar. ‎Para ‘ulama mengatakan batasan bagian wajah yang dibasuh adalah mulai dari atas ujung dahi (awal tempat tumbuhnya rambut) sampai bagian bawah jenggot dan batas kiri kanan adalah telinga.
Membasuh seluruh muka/wajah sampai rata (3x) disertai niat wudhu
Niat wudhu :



نَوَيْتُ الْوُضُوْءَلِرَفْعِ الْحَدَثِ الْاَصْغَرِفَرْضًالِلّٰهِ تَعَالٰى

"Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardhu karena Allah."
Adapun yang dimaksud dengan istinsyaq adalah sebagaimana yang dikatakan Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolaniy rohimahullah, “Memasukkan air ke hidung dengan menghisapnya sampai ke ujungnya, sedangkan istintsar adalah kebalikannya”‎. Dalil tentang hal ini sebagaimana yang firman Allah ‘azza wa jalla,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah wajah”. (QS Al Maidah [5] : 6).

Sebagaimana dalam ilmu ushul fiqh perintah dalam perkara ibadah memberikan konsekwensi wajib. Maka membasuh wajah dalam wudhu adalah wajib. Sedangkan dalil yang menunjukkan wajibnya berkumur-kumur, istinsyaq dan istintsar adalah ayat di atas yang memerintahkan kita untuk membasuh wajah, sedangkan mulut dan hidung merupakan bagian dari wajah. Demikian juga hadits Nabishallallahu ‘alaihi was sallam,

« إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ بِمَنْخِرَيْهِ مِنَ الْمَاءِ ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ »

“Jika salah seorang dari kalian hendak berwudhu maka beristinsyaqlah di hidungnya dengan air kemudian beristintsarlah”. [HR. Muslim no. 237.]‎

Dalil khusus dalam masalah kumur-kumur adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ »

“Jika engkau hendak wudhu, maka berkumur-kumurlah" [HR. Abu Dawud no. 144]

Berkumur-kumur dan istinsyaq tiga kali
Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim al-Anshari, sedangkan beliau adalah tergolong sahabat Nabi. Dia -Yahya- berkata:

قِيلَ لَهُ تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهَا عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ada yang berkata kepada Abdullah bin Zaid, “Lakukanlah wudhu untuk kami sebagaimana tata cara wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka dia meminta dibawakan sebuah bejana -berisi air- kemudian dia mengambil air itu dengan telapak tangannya dan membasuh keduanya dengan air tersebut, hal itu dilakukannya sebanyak tiga kali. Kemudian dia masukkan tangannya untuk mengambil air kemudian dikeluarkannya untuk dipakai berkumur-kumur dan ber-istinsyaq/menghirup air ke hidung dari cidukan satu telapak tangan, dia melakukannya sebanyak tiga kali. Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam air dan mengeluarkannya untuk membasuh wajahnya, dia melakukan itu sebanyak tiga kali. Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam air dan mengeluarkannya untuk membasuh kedua tangannya hingga dua siku, hal itu dilakukannya sebanyak dua kali-dua kali (kanan dan kiri, pent). Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam air dan dikeluarkannya untuk mengusap kepala dari arah depan ke belakang lalu kembali ke bagian depan lagi. Kemudian dia membasuh kedua kakinya hingga dua mata kaki. Kemudian dia mengatakan, “Demikianlah cara berwudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah, diriwayatkan pula oleh Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’)

Jika ada yang bertanya apakah hal ini hanya berlaku pada tidur di malam hari saja atau umum? Maka jawabannya adalah sebagaimana yang disampaikan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam di atas yaitu semua tidur yang menyebabkan orang tidak tahu di mana tangannya berada ketika ia tidur. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Al Imam Asy Syafi’i ‎rohimahullah, demikian juga mayoritas ‘ulama.‎

Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq dan berkumur-kumur ketika tidak sedang berpuasa. Dalilnya adalah sabda Nabi ‎shollallahu ‘alaihi was sallam,
« بَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا »

“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali jika kalian sedang berpuasa”‎. [HR. Abu Dawud no. 145, Al Baihaqi no. 250] 

Membasuh wajah dengan kedua telapak tangan tiga kali
Dari Atha’ bin Yasar dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma,

أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَمَضْمَضَ بِهَا وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَجَعَلَ بِهَا هَكَذَا أَضَافَهَا إِلَى يَدِهِ الْأُخْرَى فَغَسَلَ بِهِمَا وَجْهَهُ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُمْنَى ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُسْرَى ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَرَشَّ عَلَى رِجْلِهِ الْيُمْنَى حَتَّى غَسَلَهَا ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً أُخْرَى فَغَسَلَ بِهَا رِجْلَهُ يَعْنِي الْيُسْرَى ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ

Suatu saat dia berwudhu dan sedang membasuh wajahnya. Dia mengambil seciduk air dengan telapak tangan lalu dia berkumur-kumur dengannya dan ber-istinsyaq. Kemudian dia mengambil seciduk air dengan satu telapak tangannya dan dituangkannya di atas telapak tangan yang satunya, kemudian dengan kedua belah telapak tangan itu dia membasuh wajahnya. Kemudian dia mengambil seciduk air untuk membasuh tangan kanannya, lalu mengambil seciduk air lagi untuk membasuh tangan kirinya. Kemudian dia mengusap kepalanya. Kemudian dia mengambil seciduk air dengan telapak tangannya lalu disiramkannya sedikit demi sedikit di kaki kanannya hingga terbasuh dengan sempurna. Kemudian dia mengambil seciduk lagi untuk membasuh kakinya, yaitu yang sebelah kiri. Kemudian dia -Ibnu Abbas- mengatakan, “Demikian itulah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan wudhu.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’)

Menyela-nyelai jenggot
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ أَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنَكِهِ فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ وَقَالَ هَكَذَا أَمَرَنِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu apabila berwudhu maka beliau mengambil air dengan telapak tangannya kemudian dia masukkan ke bawah dagunya dan menyela-nyelai jenggotnya dengan air tersebut. Lantas beliau mengatakan, “Demikianlah yang diperintahkan oleh Rabbku ‘azza wa jalla.” (HR. Abu Dawud)

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu biasa menyela-nyelai jenggotnya (HR. Tirmidzi dan beliau mengatakan hadits ini hasan sahih, disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Tirmidzi [1/31]. Imam Tirmidzi mengatakan, “Muhammad bin Isma’il -yaitu Imam Bukhari- mengatakan bahwa riwayat paling sahih dalam bab ini adalah hadits yang dibawakan oleh ‘Amir bin Syaqiq dari Abu Wa’il dari Utsman bin Affan -yaitu hadits di atas-.” (Sunan Tirmidzi [1/53] as-Syamilah)

Membasuh tangan hingga siku, kanan tiga kali lalu kiri tiga kali
Habban bin Wasi’ menuturkan bahwa bapaknya menceritakan kepadanya

أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الْمَازِنِيَّ يَذْكُرُ أَنَّهُ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَضْمَضَ ثُمَّ اسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَهُ الْيُمْنَى ثَلَاثًا وَالْأُخْرَى ثَلَاثًا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدِهِ وَغَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتَّى أَنْقَاهُمَا قَالَ أَبُو الطَّاهِرِ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ

Suatu ketika dia mendengar Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim al-Mazini radhiyallahu’anhu teringat bahwa dahulu dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu. Ketika itu, beliau berkumur-kumur kemudian beristintsar (mengeluarkan air dari hidung). Kemudian beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali. Lalu membasuh tangan kanannya tiga kali demikian juga yang sebelah kiri tiga kali. Lalu beliau mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa air yang dipakai untuk membasuh tangannya tadi. Dan kemudian beliau membasuh kedua kakinya hingga rata dan bersih. Abu Thahir mengatakan: Ibnu Wahb menuturkan kepada kami dari Amr bin al-Harits (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)

Mengusap seluruh rambut kepala cukup sekali
Dari Abdurrahman bin Abi Laila, dia berkata:

رَأَيْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَاحِدَةً ثُمَّ قَالَ هَكَذَا تَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Aku melihat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu melakukan wudhu, maka dia membasuh wajahnya tiga kali, membasuh kedua lengannya tiga kali, dan mengusap rambut kepalanya sekali saja. Kemudian Ali berkata, “Demikianlah cara berwudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Dawud)

Imam Tirmidzi rahimahullah mengatakan, “Banyak riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa beliau mengusap rambut kepalanya hanya sekali. Dan hal inilah yang diamalkan oleh mayoritas ahli ilmu dari kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ulama setelah mereka. Inilah yang dipegang oleh Ja’far bin Muhammad, Sufyan ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, as-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. Mereka berpendapat bahwa mengusap kepala cukup sekali saja.” (Sunan at-Tirmidzi [1/49])

Boleh mengusap tiga kali
Dari Humran, dia berkata:

رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ تَوَضَّأَ فَذَكَرَ نَحْوَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ الْمَضْمَضَةَ وَالِاسْتِنْشَاقَ وَقَالَ فِيهِ وَمَسَحَ رَأْسَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ هَكَذَا وَقَالَ مَنْ تَوَضَّأَ دُونَ هَذَا كَفَاهُ وَلَمْ يَذْكُرْ أَمْرَ الصَّلَاةِ

Aku melihat Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu berwudhu. Kemudian dia menceritakan sebagaimana hadits sebelum ini, namun di dalamnya dia tidak menceritakan berkumur-kumur dan istinsyaq. Dan di dalam riwayat itu disebutkan bahwa Humran mengatakan: Dia -Utsman- mengusap rambut kepalanya sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh kedua kakinya tiga kali. Lalu Utsman mengatakan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu demikian. Dan beliau bersabda, ‘Barang siapa yang berwudhu kurang dari ini maka hal itu pun mencukupi baginya.’ Dan dia tidak menyebutkan tentang perkara sholat (sebagaimana yang ada pada riwayat Muslim di atas, pent).” (HR. Abu Dawud)

al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa pendapat yang menyatakan bahwa mengusap kepala tiga kali termasuk Sunnah (ajaran Nabi) adalah pendapat yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Ibnul Mundzir dari Anas, Atha’ dan yang lainnya. Abu Dawud pun meriwayatkan keterangan itu -mengusap kepala tiga kali- melalui dua jalur yang salah satunya dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah dan ulama yang lain. Di dalam riwayat itu disebutkan bahwa Utsman mengusap kepalanya sebanyak tiga kali, sedangkan tambahan keterangan dari perawi yang terpercaya/tsiqah adalah informasi yang harus diterima (ziyadatu tsiqah maqbulah, istilah dalam ilmu hadits, pen), demikian papar al-Hafizh (silakan periksa Fath al-Bari [1/313],

Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-’Azhim Abadi rahimahullah mengatakan, “Kesimpulan hasil penelitian dalam masalah ini menunjukkan bahwa hadits-hadits yang menyebutkan sekali usapan adalah lebih banyak dan lebih sahih, dan ia lebih terjaga keabsahannya daripada hadits yang menyebutkan tiga kali usapan. Meskipun hadits-hadits tiga kali usapan tersebut juga berderajat sahih melalui sebagian jalannya, akan tetapi ia tidak bisa mengimbangi kekuatan hadits-hadits tersebut. Maka yang semestinya dipilih adalah mengusap sekali saja, walaupun mengusap tiga kali juga tidak mengapa.” (‘Aun al-Ma’bud [1/132] as-Syamilah)

Kedua telinga termasuk bagian kepala yang harus diusap
Dari Utsman bin Abdurrahman at-Taimi. Dia berkata:

سُئِلَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ الْوُضُوءِ فَقَالَ رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ سُئِلَ عَنْ الْوُضُوءِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأُتِيَ بِمِيضَأَةٍ فَأَصْغَاهَا عَلَى يَدِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ أَدْخَلَهَا فِي الْمَاءِ فَتَمَضْمَضَ ثَلَاثًا وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى ثَلَاثًا وَغَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَأَخَذَ مَاءً فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ فَغَسَلَ بُطُونَهُمَا وَظُهُورَهُمَا مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثُمَّ قَالَ أَيْنَ السَّائِلُونَ عَنْ الْوُضُوءِ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ

Ibnu Abi Mulaikah pernah ditanya mengenai wudhu, maka dia menjawab: Aku pernah melihat Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu ditanya tentang wudhu. Maka beliau meminta diambilkan air. Lalu didatangkan kepadanya sebuah timba berisi air lalu dia ambil air itu dengan memasukkan tangan kanannya ke dalam air. Kemudian dia berkumur-kumur tiga kali dan beristintsar tiga kali. Lalu dia membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian dia membasuh tangan kanannya tiga kali dan membasuh tangan yang kiri juga tiga kali. Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam timba itu dan mengambil air untuk mengusap kepala dan kedua daun telinganya. Dia membasuh (mengusap) bagian dalam kedua telinga itu dan bagian luarnya, dia melakukan itu hanya sekali. Kemudian dia membasuh kedua kakinya, lalu dia berkata, “Manakah orang-orang yang bertanya mengenai wudhu tadi? Demikian itu tadi cara berwudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang aku saksikan.” (HR. Abu Dawud.)‎
Mendahulukan membasuh anggota wudhu yang kanan. 
Dalilnya adalah sabda Nabi ‎shollallahu ‘alaihi was sallam,
« كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِى طُهُورِهِ إِذَا تَطَهَّرَ »

“Adalah kebiasaan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam sangat menyukai mendahulukan kanan dalam thoharoh (berwudhu)". [HR. Bukhori 168, Muslim no. 268.]‎

Membasuh anggota wudhu sebanyak 2 kali atau 3 kali. Dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam membasuh anggota wudhunya 2 kali adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Zaid,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ

“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu (membasuh anggota wudhunya sebanyak) dua kali-dua kali".) [HR. Bukhori 158.]‎

Berwudhu dengan sekali basuhan
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, dia berkata,

تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً مَرَّةً

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu sekali-sekali -untuk tiap anggota badan yang dibersihkan- .” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’)
Berwudhu dengan dua kali basuhan
Dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu’anhu

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dua kali-dua kali (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’).
Tidak boleh lebih dari tiga kali
Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya,

أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الطُّهُورُ فَدَعَا بِمَاءٍ فِى إِنَاءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِى أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ « هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ ». أَوْ « ظَلَمَ وَأَسَاءَ ».

Bahwa ada seorang lelaki yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara bersuci?”. Maka beliau pun meminta dibawakan air di dalam ember lalu beliau membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membasuh kedua lengannya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau mengusap kepalanya lalu memasukkan dua jari telunjuknya ke dalam telinganya dan mengusap bagian luar daun telinga dengan kedua ibu jarinya, sedangkan kedua ibu jarinya digunakan untuk mengusap bagian dalam telinganya. Kemudian beliau membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali-tiga kali. Kemudian beliau berkata, “Demikianlah tata cara berwudhu. Barang siapa yang menambah atasnya atau mengurangi, sungguh dia telah berbuat jelek atau melakukan kezaliman.” atau “Berbuat kezaliman atau melakukan kejelekan.” (HR. Abu Dawud [1/51] disahihkan an-Nawawi dalam Syarh Muslim [3/30] dan dinyatakan hasan sahih oleh al-Albani namun tanpa kata-kata ‘atau mengurangi’ sebab ini adalah lafazh yang syadz/menyimpang dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud [1/213] as-Syamilah. Lihat juga keterangan Ibnu Hajar yang mengisyaratkan hal ini di dalam Fath al-Bari [1/283])

Imam Bukhari rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan bahwa wajib wudhu dengan sekali basuhan/usapan untuk tiap anggota badan yang dibersihkan.Selain itu beliau juga berwudhu dua kali-dua kali, dan tiga kali-tiga kali. Namun, beliau tidak pernah lebih dari tiga kali. Para ulama tidak menyenangi perbuatan israf/berlebihan dalam hal itu dan melampaui perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Sahih Bukhari, sebagaimana yang dicetak bersama Fath al-Bari [1/281])

Boleh berbeda bilangan ketika membasuh
Dari Amr dari bapaknya, dia berkata:

شَهِدْتُ عَمْرَو بْنَ أَبِي حَسَنٍ سَأَلَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ عَنْ وُضُوءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِتَوْرٍ مِنْ مَاءٍ فَتَوَضَّأَ لَهُمْ وُضُوءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكْفَأَ عَلَى يَدِهِ مِنْ التَّوْرِ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي التَّوْرِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثَ غَرَفَاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Aku melihat Amr bin bin Abi Hasan bertanya kepada Abdullah bin Zaid radhiyallahu’anhu mengenai tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dia pun meminta dibawakan sebuah ember yang berisi air. Kemudian dia berwudhu untuk mereka sebagaimana cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengambil air dengan tangan kemudian dituangkan di atas telapak tangannya dan membasuh kedua telapak tangan itu, sebanyak tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam ember lalu berkumur-kumur, beristinsyaq dan beristintsar dengan tiga kali cidukan telapak tangan. Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam ember lalu membasuh wajahnya, sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh kedua tangannya sebanyak dua kali hingga dua siku. Kemudian dia masukkan tangan ke dalam ember lalu mengusap kepalanya dari depan ke belakang terus ke depan lagi hanya sekali. Kemudian dia membasuh kedua kakinya hingga kedua mata kaki. (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’, demikian juga Muslim dalam Kitab at-Thaharah)

Hadits ini menunjukkan bahwa boleh membedakan bilangan ketika membasuh. Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Zaid radhiyallahu’anhu. Beliau membasuh telapak tangan dan wajah tiga kali, sedangkan tangan hanya dua kali. Adapun kepala hanya sekali. an-Nawawi rahimahullah berkata, “Perbuatan ini boleh dilakukan, dan wudhu dengan tata cara seperti ini dinilai sah tanpa ada keraguan padanya. Namun yang disunnahkan adalah membersihkan anggota wudhu tiga kali-tiga kali, sebagaimana sudah kami terangkan.” (Syarh Muslim [3/25])

Wajib meratakan basuhan ke semua bagian yang harus dibersihkan
Dari Abu Zubair dari Jabir. Dia berkata:

أَخْبَرَنِى عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ ». فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى.

Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu mengabarkan kepadaku bahwa ada seorang lelaki yang berwudhu dan meninggalkan bagian yang tidak dibasuh di atas kakinya seukuran kuku, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya. Maka beliau bersabda, “Kembalilah, perbaikilah wudhumu.” Lalu dia pun kembali dan kemudian mengerjakan sholat (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)

an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terkandung pelajaran bahwa barang siapa yang meninggalkan sebagian kecil dari bagian yang seharusnya dibersihkan maka bersuci/thaharahnya dinilai tidak sah, ini merupakan perkara yang sudah disepakati.” Beliau juga mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa barang siapa yang meninggalkan anggota badan yang harus dibersihkan dalam keadaan tidak mengetahuinya maka thaharahnya tidak sah.” (Syarh Muslim [3/33] cet Dar Ibn al-Haitsam)
Dalil bahwa beliau membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali adalah hadits yang diriwayatkan Humroon dari tentang wudhu Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu ketika melihat cara wudhu Nabi ‎shollallahu ‘alaihi was sallam,

عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ ، فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ…. ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا…

Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, (ketika ia menjadi budaknya Utsman) suatu ketika beliau memintanya untuk membawakan air wudhu (dengan wadah‎), kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut ke tangan beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak 3 kali…kemudian diamembasuh wajahnya sebanyak 3 kali….

Hal ini sering beliau lakukan pada anggota wudhu selain pada mengusap kepala, berdasarkan salah satu riwayat hadits Abdullah bin Zaid rodhiyallahu ‘anhu di atas yang juga dalam shohihain,

ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ ، فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً

“Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam wadah air lalu menyapu kepalanya ke arah depan dan belakang sebanyak 1 kali”.

Namun demikian dianjurkan juga menyapu kepala sebanyak tiga kal‎, namun hal ini dianjurkan dengan catatan tidak dilakukan terus menerus berdasarkan salah satu riwayat hadits yang diriwayatkan Humroon tentang cara wudhu Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu ketika beliau melihat cara wudhu Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

وَمَسَحَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ هَكَذَا

Beliau (Utsman bin Affan) menyapu kepalanya tiga kali kemudian membasuh kakinya tiga kali, kemudian beliau berkata, “Aku melihat Rosulullah shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu seperti ini”‎.

Membasuh kaki hingga mata kaki, kanan tiga kali lalu kiri tiga kali
Humran bekas budak Utsman memberitakan,

أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلَاة

Bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu meminta diambilkan air wudhu kemudian dia berwudhu dengan membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali. Kemudian dia berkumur-kumur dan ber-istintsar (mengeluarkan air yang dihirup ke hidung, pent). Kemudian dia membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian dia membasuh tangan kanannya hingga siku sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh tangan kiri seperti itu pula. Kemudian dia mengusap kepalanya. Kemudian dia membasuh kaki kanannya hingga mata kaki sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh kaki kiri seperti itu pula. Kemudian Utsman berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu berwudhu seperti yang kulakukan tadi. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang berwudhu seperti caraku berwudhu ini kemudian bangkit dan melakukan sholat dua raka’at dalam keadaan pikirannya tidak melayang-layang dalam urusan dunia niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.” Ibnu Syihab mengatakan, “Para ulama kita dahulu mengatakan bahwa tata cara wudhu seperti ini merupakan tata cara wudhu paling sempurna yang hendaknya dilakukan oleh setiap orang.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah, diriwayatkan pula oleh Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’ dengan redaksi yang agak berbeda)

Kaki tidak cukup diusap
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, dia berkata:

تَخَلَّفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنَّا فِي سَفْرَةٍ سَافَرْنَاهَا فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ أَرْهَقْنَا الْعَصْرَ فَجَعَلْنَا نَتَوَضَّأُ وَنَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنْ النَّارِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tertinggal dari rombongan dalam sebuah perjalanan yang kami lakukan. Kemudian beliau berhasil menyusul kami sementara waktu ‘Ashar sudah hampir habis. Kami pun tergesa-gesa berwudhu dan hanya mengusap kaki kami. Maka beliau pun berseru dengan suara yang tinggi, “Celakalah tumit-tumit yang tidak terbasuh air karena ia akan terkena panasnya api neraka.” Beliau mengucapkannya dua atau tiga kali (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’, demikian juga Muslim dalam Kitab at-Thaharah)

Dari Salim bekas budak Syaddad, dia berkata:

دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ تُوُفِّىَ سَعْدُ بْنُ أَبِى وَقَّاصٍ فَدَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِى بَكْرٍ فَتَوَضَّأَ عِنْدَهَا فَقَالَتْ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ أَسْبِغِ الْوُضُوءَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ ».

Suatu saat aku menemui Aisyah radhiyallahu’anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu ketika hari wafatnya Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu’anhu. Maka Abdurrahman bin Abi Bakr pun masuk dan berwudhu di sisinya. Lalu Aisyah mengatakan, “Wahai Abdurrahman, sempurnakanlah wudhu. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Celakalah tumit-tumit -yang tidak terbasuh air itu- sebab ia terancam dengan api neraka.’.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)‎

Tertib, yang dimaksud tertib di sini adalah membasuh anggota wudhu sesuai tempatnya (urutan yang ada dalam ayat wudhu)‎ Hal ini kami cantumkan di sini sebagai sebuah sunnah bukan wajib dalam wudhu dengan alasan hadits Al Miqdam bin Ma’dikarib Al Kindiy ‎rodhiyallahu ‘anhu,
أُتِىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا

“Rosulullah shallallahu ‘alaihi was sallam melakukan wudhu dengan membasuh tangannya tiga kali kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq tiga kali, kemudian membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kakinya tiga kali, kemudian menyapu kepalanya dan telinga bagian luar maupun dalam”. [HR. Abu Dawud no. 121]‎

Adapun dalil kewajiban tertib dalam melakukan rukun berwudhu adalah perbuatan Nabi SAW, yang diterangkan dalam banyak hadis sahih, diantaranya hadis riwayat dari Abu Hurairah tersebut di atas.

Dalam kitab Al-Majmu’ Imam Nawawi menjelaskan, “Para ulama madzhab Syafi’i menggunakan dalil hadis-hadis yang sahih yang masyhur dari sejumlah sahabat tentang sifat wudhu Nabi SAW. Semua sahabat itu menerangkan bahwa wudhu Nabi SAW itu dilakukan dengan tertib. Padahal jumlah mereka banyak, peristiwa wudhu itu mereka saksikan di banyak tempat dan banyak pula perbedaan mereka dalam berbagai masalah, seperti masalah pengulangan membasuh sebanyak sekali, dua kali atau tiga kali dan lain-lain. Namun mereka tak ada yang berselisih tentang masalah tertib. Perbuatan wudhu Nabi SAW adalah penjelasan tentang wudhu yang diperintahkan. Apabila meninggalkan tertib wudhu itu dibolehkan, tentu beliau akan sesekali melakukannya secara tidak tertib, sebagaimana beliau tidak melakukan pengulangan dalam sebagian wudhunya. (Al-Majmu: 1/484)


Berdo’a ketika telah selesai berwudhu. 

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu’anhu, dia berkata:

كَانَتْ عَلَيْنَا رِعَايَةُ الْإِبِلِ فَجَاءَتْ نَوْبَتِي فَرَوَّحْتُهَا بِعَشِيٍّ فَأَدْرَكْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا يُحَدِّثُ النَّاسَ فَأَدْرَكْتُ مِنْ قَوْلِهِ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ قَالَ فَقُلْتُ مَا أَجْوَدَ هَذِهِ فَإِذَا قَائِلٌ بَيْنَ يَدَيَّ يَقُولُ الَّتِي قَبْلَهَا أَجْوَدُ فَنَظَرْتُ فَإِذَا عُمَرُ قَالَ إِنِّي قَدْ رَأَيْتُكَ جِئْتَ آنِفًا قَالَ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ أَوْ فَيُسْبِغُ الْوَضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ وَأَبِي عُثْمَانَ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرِ بْنِ مَالِكٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَذَكَرَ مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ تَوَضَّأَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Dahulu kami memiliki tugas menjaga unta yang digembalakan. Maka ketika datang orang lain yang akan menggantikanku, maka aku pun pulang meninggalkannya ketika waktu sore sudah tiba. Kemudian aku menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang berdiri memberikan ceramah kepada orang-orang. Di antara sabda beliau yang kudengar adalah, “Tidaklah ada seorang muslim yang berwudhu dan membaguskan wudhunya lalu dia bangkit untuk melakukan sholat dua raka’at dengan hati dan wajah yang penuh konsentrasi di dalamnya melainkan dia pasti akan masuk ke dalam surga.” ‘Uqbah bin ‘Amir berkata: Aku mengatakan, “Alangkah indahnya hal ini.” Tiba-tiba orang lain yang berada di hadapanku berbicara, “Kata-kata sebelumnya lebih indah lagi.” Lalu aku perhatikan, ternyata orang itu adalah umar. Lalu Umar mengatakan, “Aku melihat kamu baru saja datang. [Nabi tadi mengatakan] Tidaklah ada seseorang di antara kalian yang berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya kemudian setelah itu dia membaca doa ‘Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan ‘abdullah warasuluh’ melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga yang dia akan dipersilakan untuk masuk melalui pintu mana pun yang dia inginkan.”

Imam Muslim mengatakan: Abu Bakr bin Abi Syaibah juga menuturkan kepada kami. Dia berkata: Zaid bin al-Hubab menuturkan kepada kami. Dia berkata: Mu’waiyah bin Shalih menuturkan kepada kami dari Rabi’ah bin Yazid dari Abu Idris al-Khaulani dan Abu Utsman dari Jubair bin Nufair bin Malik al-Hadhrami, dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, kemudian dia menyebutkan hadits serupa. Hanya saja di dalam hadits ini beliau mengatakan, “Barang siapa yang berwudhu lalu membaca ‘asyhadu an laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh’.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
At Tirmidzi menambahkan lafafdz,

اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termsuk orang-orang yang selalu mensucikan diri”. [HR. Tirmidzi no. 55‎]

Sholat dua raka’at setelah wudhu. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,
« مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »

“Barangsiapa berwudhu sebagaimana wudhuku ini, kemudian sholat 2 raka’at (dengan khusyuk)setelahnya dan ia tidak berbicara di antara keduanya maka akan diampuni seluruh dosanya yang telah lalu”. [HR. Bukhori no. 159, Muslim no. 226.]
Sunah Wudhu

1. Memakai siwak atau mengosok gigi sebeulm berwudhu.

Rasulallah saw mengajarkan umatnya dengan sabdanya: “Seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan shalat.” (HR Bukhari Muslim).

Sunah ini dilakukan kapan waktu ingin berwudhu kecuali di bulan puasa hukumnya makruh menggunakan siwak setelah waktu dhuhur.

Rasulallah saw bersabda: “Bau mulut orang yang berpuasa bagi Allah lebih wangi dari pada wangi misik” (HR Bukhari Muslim)

2. Membaca bismillah, dimulai dari pertama mencuci kedua telapak tangan.

Sesuai dengan sabda Rasulallah saw: “berwudhulah kamu dengan bismillah – dengan nama Allah.” (HR al-Baihaqi dengan isnad jayyid)

3. Mencuci kedua telapak tangan.

Ustman dan Ali ra menyipatkan wudhu Rasulallah saw bahwa beliau mencuci tangan tiga kali (HR Bukhari Muslim)

4. Berkumur tiga kali

5. Memasukan air ke hidung dan mengeluarkanya.

Sesuai dengan sabda Rasulallah saw “Tidaklah seorang diantara kalian mendekati air wudhunya, lalu dia berkumur, memasukkan air kedalam hidung dan membuangnya, kecuali keluar dosa-dosanya dari rongga hidungnya bersama sama air” (HR Muslim)

6- Mengusap seluruh kepala dari depan ke belakang

Sesuai dengan wudhu Rasulallah saw yang disipatkan oleh Abdullah bin Zeid ra “maka beliau mengusap kepalanya dengan kedua tanganya dari depan ke belakang dan dari belakan ke depan” (HR Bukhari Muslim)

7. Mengusap kedua telinga luar dan dalamnya dengan air baru.

Sesuai dengan wudhu Rasulallah saw: ”sesungguhnya beliau mengusap kepalanya dan kedua telinganya luar dan dalam lalu memasukan kedua jari telunjuknya kedalam lubang lubang telinganya (HR Abu Dawud dan an-Nasai’ – hadist hasan)

8. Membasuh jenggot yang tebal atau memasukan air wudhu ke dalam selah-selah jenggot dengan jari jari tangan.

Hal ini sesuai dengan yang dilakukan Rasulallah saw ketika berwudhu, ”beliau membasuh jenggotnya (dengan jari jari tangan)” (HR at-Tirmidzi)

9. Mecuci selah-selah tangan dan kaki.

Pernah Rasulallah saw bersabda kepada al-Qaith bin Shabrah: “Sempurnahkanlah wudhu’ dan cucilah selah-selah jari-jari” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi dengan isnad shahih)

10. Mendahulukan yang kanan sebelum yang kiri.

Ada sebuah hadist yang diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: ”Sesungguhnya Rasulallah saw menyukai yang kanan dalam segala urusanya, dalam berwudhu, dalam berjalan dan dalam memakai sandalnya” (HR Bukhari Muslim)

11. Membasuh dan mengusap semua anggota wudhu tiga kali-tiga kali

Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Ustman bin Affan ra, ia berkata: ”sesungguhnya Rasulallah saw berwudhu tiga kali-tiga kali.” (HR Muslim)

12. Melebihi pengusapan kepala, begitu pula kedua tangan sampai ke atas siku dan kaki sampai di atas mata kaki.

Rasulallah saw berwasiat kepada umatnya dengan sabdanya: ”Akan datang umatku mereka memiliki cahaya putih di muka, cahaya putih di tangan dan cahaya putih di kaki pada hari kiamat karena penyempurnaan wudhu. Maka barang siapa di antara kalian yang mampu, hendaklah ia memanjangkan cahaya putih tersebut” (HR Bukhari Muslim) 

13. Membaca do’a setelah selesai wudhu. Do’anya:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

”Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci. Maha Suci Engkau ya Allah, aku memuji kepadaMu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku minta ampun dan bertobat kepadaMu”

Rasulallah saw bersabda “barang siapa berwudhu lalu berkata:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

”Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya”,

dibukakan baginya delapan pintu pintu surga dan masuk ke dalam pintu yang ia sukai (HR Muslim).

Begitu pula dalam hadist yang lain “Barang siapa bewudhu’ dan setelah selesai dari wudhunya ia berkata:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

”saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci”,

dibukakan baginya pintu pintu surga dan masuk ke dalam pintu yang ia sukai (HR at-Tirmidzi, al-Bazzar dan at-Thabrani)

Dalam hadist lainnya Rasulallah saw bersabda: “Barangsiapa berwudu lalu berdo’a:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

“Maha suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku senantiasa memohon ampun dan bertaubat pada-Mu”,

maka akan dicatat baginya di kertas dan dicetak sehingga tidak akan rusak hingga hari kiamat.” (HR an-Nasai’, al-Hakim dalam al-Mustadrak)

Yang Membatalkan Wudhu

1. Keluarnya sesuatu dari aurat depan dan belakang

Firman Allah: “dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu” al-Maidah, 6.

Rasulallah saw bersabda “Tidaklah batal wudhu seseorang kecuali keluar suara atau bau (dari aurat belakan) (HR at-Tirmidzi).

Rasulallah saw bersabda: “tentang mazi, hendaknya ia membasuh kemaluannya lalu berwudhu” (HR Bukhari dan Muslim). Sedang keluar mani hukumnya tidak membatalkan wudhu karena mempunyai kewajiban yang lebih besar yaitu mandi junub.

2. Hilangnya akal karena mabuk, gila, pingsan dan tidur.

Dari Aisyah ra ia berkata: ”sesungguhnya Nabi saw pernah pingsan lalu sadar, maka beliau mandi (HR Bukhari Muslim).

Tidur berat jika dilakukan dengan berbaring membatalkan wudhu. Rasulullah saw. bersabda, “Mata adalah tali dubur, maka barang siapa yang tidur hendaknya berwudu.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Sedangkan tidur sambil duduk (dengan mantap) kemudian bangun, boleh mengerjakan shalat tanpa berwudhu lagi. Menurut Anas bin Mâlik, sahabat-sahabat Nabi pun terkadang tidur sambil duduk sampai kepala mereka tertunduk untuk menanti datangnya shalat Isya. Kemudian mereka mengerjakan shalat tanpa berwudhu lagi. (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Daud, dan at-Tirmidzi)

3. Bersentuhan kulit laki laki dan perempuan dewasa yang bukan mahram tanpa pembalut hukumnya batal wudhu penyetuh dan yang disentuh karena keduanya merasakan kelezatat sentuhan

Allah berfirman: ”atau menyentuh perempuan” (al-Maidah: 6)

Bersentuhan dengan mahram atau anak kecil hukumnya tidak membatalkan wudhu, begitu pula menyentuh rambut, gigi dan kuku karena tidak merasakan kelezatan sentuhan

4. Menyentuh aurat (kemaluan) dan dubur belakang dengan telapak tangan.

Sesuai dengan sabda Rasulallah saw: “Jika seseorang menyentuh kemaluannya (dengan telapak tangan) maka hendaknya ia berwudhu, dalam riwayat lain: barang siapa menyentuh kemaluannya maka hendaknya ia berwudhu” (HR. Malik, Syafie, Abu Daud dengan isnad shahih).

Hadisth lainya “Jika seseorang menyentuh kemaluanya (dengan telapak tangan) tanpa hijab dan pembalut maka wajib baginya wudhu” (HR Ibnu Hibban, al-Hakim, al-Baihaqi dan at-Thabrani)‎

Larangan Bagi Yang Tidak Berwudhu

Dilarang bagi yang tidak ada wudhu melakukan tiga perkara:

1. Shalat

Semua yang dinamakan shalat tidak boleh dilakukan tanpa wudhu walaupun sujud tilawah atau shalat janazah, sesuai dengan sabda Rasulallah saw “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci” (HR Muslim)

2. Thawaf

Sesuai dengan sabda Rasulallah saw “Thawaf di Baitullah itu sama dengan shalat hanya saja Allah membolehkan dalam thawaf berbicara” (HR at-Tirmidzi, al-Hakim, ad-Dar quthni)

3. Menyentuh Al-Qur’an atau membawanya, karena ia adalah kitab suci, maka tidak boleh disentuh atau dibawa kecuali dalam keadaan suci

Allah berfirman: “tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan” (alWaqi’ah:77)

Dibolehkan membawa atau menyentuh al-Qur’an tanpa wudhu berupa barang atau tafsir/terjemahan yang kalimatnya lebih banyak dari isi al-Qur’an.

Barang siapa yang ragu apakah ia masih menyimpan wudhu atau tidak maka hendaknya ia bepegang kepada keyakinnya, sesuai dengan hadist Rasulallah saw dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw., “Apabila seseorang dari kalian merasa sesuatu di dalam perutnya, yaitu ragu-ragu apakah keluar darinya sesuatu atau tidak, maka janganlah ia keluar dari masjid (untuk berwudhu) hingga ia dengar suara atau ia merasakan angin (bau).” (HR Muslim)‎‎

Hikmah Wudhu ‎

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ – أَوِ الْمُؤْمِنُ – فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ – فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ – فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ – حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ ».

“Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, kemudian dia membasuh wajahnya maka akan keluar dari wajahnya bersama air itu -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan pandangan kedua matanya. Apabila dia membasuh kedua tangannya maka akan keluar dari kedua tangannya bersama air itu -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua tangannya. Apabila dia membasuh kedua kakinya maka akan keluar bersama air -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua kakinya, sampai akhirnya dia akan keluar dalam keadaan bersih dari dosa-dosa.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ ».

“Barang siapa yang berwudhu dan membaguskan wudhunya, maka akan keluarlah dosa-dosa dari badannya, sampai-sampai ia akan keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ ». قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ ».

“Maukah kutunjukkan kepada kalian sesuatu yang dapat menjadi sebab Allah menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat.” Mereka -para sahabat- menjawab, “Tentu saja mau, wahai Rasulullah.” Maka beliau menjawab, “Yaitu menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak menyenangkan, memperbanyak langkah menuju masjid, dan menunggu sholat berikutnya sesudah mengerjakan sholat, maka itulah ribath.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)‎

Dari Hadits di atas bisa kita pahami bahwa orang yang selalu berwudhu akan di ampuni dosa-dosa nya. Dengan kata lain seorang muslim yang senantiasa menjaga kesucian akan terhindar dari kemaksiatan dan perbuatan keji.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar