Minggu, 27 Maret 2016

Penjelasan Bahayanya Narkoba,Miras Dan Judi

Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah yang sempurna. Namun, dibalik kesempurnaan manusia tersebut, Allah juga memberikan sifat ketidaksempurnaan pada diri manusia. Hal itu terbukti dengan banyaknya perbuatan manusia yang menyalahi aturan yang berlaku. Entah itu peraturan agama ataupun peraturan yang manusia buat sendiri.

Salah satu topik yang masih sangat hangat diperbincangkan adalah larangan minum khaar dan berjudi.

Sudah bukan suatu yang asing bahwa orang-orang Arab sebelum datangnya islam sangatlah gemar meminum khamar (minuman keras). Kegemaran itu ditandai dengan banyaknya syair-syair yang mengagungkan khamar dan tampak dari kebiasaan mereka yang melekat kuat. Ketika agama Islam datang, minuman keras ini merupakan suatu tantangan yang paling kuat yang karenanya Islam dalam sejarah tidak serta-merta mengharamkannya secara langsung.
Saat Nabi ditanya tentang Khamar/Minuman keras oleh para sahabat, Nabi tidak langsung bilang itu haram. Bayangkan, apa yang terjadi jika penduduk Arab yang adat istiadat sebelumnya adalah minum-minuman keras, kemudian bertanya, khamar haram atau halal kemudian Nabi langsung bilang haram. Bisa-bisa mereka langsung murtad.

Namun pengharaman terjadi secara bertahap/berproses.

Allah SWT berfirman tentang khamr pada tahap pertama,

وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالأعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا

“Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik…” [An Nahl 67]

Ayat di atas belum menyinggung soal dosa. Pada ayat berikutnya, baru soal dosa mulai disinggung meski dijelaskan juga ada manfaatnya:‎

يَسْئَلُوْنَكَ عَنِ اْلخَمْرِ وَ اْلمَيْسِرِ، قُلْ فِيْهِمَا اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّ مَنَافِعُ لِلنَّاسِ، وَ اِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَا، وَ يَسْأَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ، قُلِ اْلعَفْوَ، كَذلِكَ يُبَيّنُ اللهُ لَكُمُ اْلايتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ. البقرة:219

Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafqahkan. Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berfikir. [QS. Al-Baqarah : 219]

Ada beberapa pendapat tentang asbabu nuzul dari ayat ini. Adapun dari beberapa pendapat dapat ditemui dua perkara yaitu masalah khamar dan judi serta masalah sedekah. Adapun dua pendapat tersebut sebagai berikut:

                                                   i.            Khamar dan judi
روى أحمد عن أبي هريرة قال: قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة وهم يشربون الخمر ويأكلون الميسر، فسألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم عنهما فنزلت الآية فقال الناس: ما حرّم علينا، إنما قال: إثم كبير، وكانوا يشربون الخمر حتى كان يوم صلى رجل من المهاجرين وأمّ الناس في المغرب فخلّط في قراءته، فأنزل الله آية أغلظ منها «يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكارى حَتَّى تَعْلَمُوا ما تَقُولُونَ» ثم نزلت آية أغلظ من ذلك «يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصابُ وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطانِ» إلى قوله: «فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ» قالوا انتهينا ربّنا

Artinya: Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata: Rasulullah s.a.w. mendatangi kota Madinah sedangkan mereka (penduduk Madinah) dalam keadaan meminum minuman keras (khomer) dan memakan hasil judi, lantas mereka menanyakan perihal kedua perkara ini kepada Rasulullah s.a.w. maka turunlah ayat tersebut. Lalu mereka berkata: “Hal itu tidak diharamkan kepada kita”, Ia sesungguhnya berfirman “(adalah) dosa yang besar”, dan mereka pun meminum khomer hingga suatu ketika salah satu kaum muhajirin sholat dan mengimami sholat maghrib lalu berbuat kesalahan dalam bacaan sholatnya, maka Allah s.w.t. menurunkan ayat yang lebih tegas dari sebelumnya yaitu:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكارى حَتَّى تَعْلَمُوا ما تَقُولُونَ

kemudian turunlah ayat lain yang lebih keras darinya yakni ayat:

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصابُ وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطانِ
hingga ayat فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ mereka pun berkata: “Tuhan kita (sungguh) telah melarang kita”.

                                                 ii.            Sedekah
Firman Allah ta'ala, "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi." Sebab turunnya ayat ini akan dijelaskan pada surah al-Maa'idah.
Firman Allah ta’ala:
"Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan."
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun perintah untuk memberi sedekah fi sabilillah, beberapa sahabat mendatangi Nabi saw., lalu mereka berkata, '"Sungguh kami tidak tahu tentang sedekah yang engkau perintahkan kepada kami, apa yang kami sedekahkan darinya?"
Maka Allah menurunkan firman-Nya,
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. "
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Yahya bahwa dia mendengar Mu'adz bin Jabal dan Tsa'labah mendatangi Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mempunyai budak-budak dan keluarga, maka apa yang kami sedekahkan dari harta kami." Maka Allah menurunkan ayat di atas.
Setelah turun ayat ini, para sahabat yang dulunya pemabuk sudah mulai mengurangi kebiasaan minum minuman keras. Namun, masih ada yang suka mabuk. 

Di dalam hadits riwayat Ahmad dari Abu Hurairah diterangkan sebab turunnya ayat tersebut sebagai berikut : Ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, didapatinya orang-orang minum khamr dan berjudi (sebab hal itu sudah menjadi kebiasaan mereka sejak dari nenek moyang mereka). Lalu para shahabat bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hukumnya, maka turunlah ayat tersebut. Mereka memahami dari ayat tersebut bahwa minum khamr dan berjudi itu tidak diharamkan, tetapi hanya dikatakan bahwa pada keduanya terdapat dosa yang besar, sehingga mereka masih terus minum khamr. Ketika waktu shalat Maghrib, tampillah seorang Muhajirin menjadi imam, lalu dalam shalat tersebut bacaannya banyak yang salah, karena sedang mabuk setelah minum khamr. Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya :


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (QS. An-Nisa’ : 43)

Sampai di sini, frekuensi interaksi dengan minuman keras (khamr) berkurang lagi. Kemudian diturunkan ayat yang lebih tegas lagi dari ayat yang terdahulu :


ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْآ اِنَّمَا اْلخَمْرُ وَ اْلمَيْسِرُ وَ اْلاَنْصَابُ وَ اْلاَزْلاَمُ رِجْسٌ مّنْ عَمَلِ الشَّيْطنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ اْلعَدَاوَةَ وَ اْلبَغْضَآءَ فِى اْلخَمْرِ وَ اْلمَيْسِرِ وَ يَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَ عَنِ الصَّلوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ. المائدة:90-91

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). [QS. Al-Maidah : 90-91]

Saat itu pun, jalan-jalan di kota Madinah basah oleh arak dan berbau arak karena seluruh arak langsung dibuang. Minuman keras itu haram!!

Dari ayat-ayat diatas, sudah jelas bahwa Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan khamr dengan pengharaman yang tegas. Dan bahkan peminumnya dikenai hukuman had. Rasulullah SAW menghukum peminum khamr dengan 40 kali dera.
Kemudian para shahabat ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana nasib orang-orang yang gugur di jalan Allah dan yang mati di atas tempat tidur padahal mereka dahulu peminum arak dan makan dari hasil judi, padahal Allah menetapkan bahwa kedua hal itu termasuk perbuatan syaithan yang keji ?”. Maka Allah menurunkan ayat 93 surat Al-Maaidah sebagai berikut :

لَيْسَ عَلَى الَّذِيْنَ امَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّلِحتِ جُنَاحٌ فِيْمَا طَعِمُوْآ اِذَا مَا اتَّقَوْا وَ امَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّلِحتِ ثُمَّ اتَّقَوْا وَّ امَنُوْا ثُمَّ اتَّقَوْا وَ اَحْسَنُوْا، وَ اللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ. المائدة:93


Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh karena memakan makanan telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertaqwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kemudian mereka tetap bertaqwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertaqwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [QS. Al-Maaidah : 93]

Kenapa seluruh ayat yang dimansukh tidak dihapus dari Al Qur’an? Ini karena memang saat kita berdakwah di tempat yang memang adalah orang-orang kafir dan minum minuman keras serta judi adalah budaya mereka, maka dakwah pun harus dilakukan sesuai proses di atas agar bisa berhasil. Harus melihat situasi dan kondisi.

Meski semua ayat tersebut kita sampaikan dalam 1 hari atau 1 jam, sebaiknya sampaikan bertahap kepada orang-orang kafir yang memang budayanya adalah meminum minuman keras.

Jika Nabi Muhammad yang dibimbing Allah saja perlu proses, apalagi kita.

Sebaliknya jika kita sudah paham Khamar itu haram, tidak boleh kita kembali ke ayat yang dimansukh tersebut. Jika kita meminum Khamar meski setetes saja, maka itu dosa.

Rasulullah SAW bersabda tentang haramnya minuman keras (khamr) :


كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَمَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِى الدُّنْيَا فَمَاتَ وَهُوَ يُدْمِنُهَا لَمْ يَتُبْ لَمْ يَشْرَبْهَا فِى الآخِرَةِ

Setiap minuman yangmemabukkan adalah khamar dan setiap yang memabukkan adalah haram. Barang siapa minum khamar di dunia lalu ia mati dalam keadaan masih tetap meminumnya (kecanduan) dan tidak bertobat, maka ia tidak akan dapat meminumnya di akhirat (di surga) (HR. Muslim)

Tiap minuman yang memabukkan adalah haram (baik sedikit maupun banyak). (HR. Ahmad)‎


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” [Al Maa’idah:90]

Minuman keras (khamr) adalah induk kejahatan


الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ وَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَلاَةً أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَإِنْ مَاتَ وَهِىَ فِى بَطْنِهِ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

Khamr itu adalah induk keburukan (ummul khobaits) dan barangsiapa meminumnya maka Allah tidak menerima sholatnya 40 hari. Maka apabila ia mati sedang khamr itu ada di dalam perutnya maka ia mati dalam keadaan bangkai jahiliyah. (HR At-Thabrani, Ad-Daraquthni dan lainnya)

Minuman keras itu berbahaya karena merusak otak dan pikiran kita. Saat mabuk, kita jadi tidak sadar akan apa yang kita ucapkan dan kita lakukan. Sehingga ada yang memaki-maki teman dan keluarganya saat mabuk. Bahkan ada yang berkelahi dan membunuh. Yang berzina dan memperkosa saat mabuk pun tidak terhitung.

Sehingga ada satu cerita saat seorang pemuda yang saleh ditawari apakah mau berzina, membunuh anak kecil, atau minum arak, dia memilih minum arak dengan alasan dosanya lebih kecil. Tapi ternyata setelah minum arak, dia jadi mabuk dan kehilangan kesadaran. Sehinga akhirnya berzina. Kemudian karena takut ketahuan, dia bunuh juga anak kecil tersebut. Akibat minuman keras, semua kejahatan dilakukan!‎

Rasulullah bersabda :

 انّ من العنب خمرا، ومن التّمر خمرا، وانّ من االعسل خمرا، وانّ من الشعير خمرا (رواه ابوداود والترمذى والنساء وابن ماجه)

“Anggur bisa dibuat khamar, kurma bisa dibuat khamar, madu bisa dibuat khamar, dan kacang kedelai pun bisa dibuat khamar” (Hadits riwayat Abu Daud, Turmudzi, An-Nasai dan Ibnu Majjah).

Begitu pula aneka ragam minuman yang memabukkan selain yang telah kami sebutkan, seperti whiskey, champagne, cognac, vodka dan lain sebagianya.
Rasulullah bersabda :

 كلّ مسكر خمر وكلّ خمر حرام (رواه البخارى و مسلم)

“Setiap barang yang memabukkan dinamakan khamar, dan setiap khamar itu haram hukumnya” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

 كلّ شراب أشكر فهو حرام (رواه البخارى و مسلم)

“Setiap minuman yang memabukkan hukumnya haram” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

Islam tidak menentukan kadar – sedikit atau banyaknya – barang yang diminum, dan tidak menentukan sedikit atau banyaknya alkohol yang dikandung di dalam minuman tersebut. Bahkan Islam secara mutlak mengharamkan minuman keras. Hal ini bisa dipahami berdasarkan sabda Rasul

 وما اسكر كثيره فقليله حرام (رواه ابوداود والترمذى والنساء وابن ماجه)

“Dan apa yang diminum dalam jumlah yang memabukkan, maka sedikitnya pun diharamkan” (Hadits riwayat Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majjah).

Begitu pula Islam secara tegas menolak pengobatan yang menggunakan khamar. Telah diriwayatkan bahwa Thariq ibnu Suwaid Al-Ju’fy bertanya kepada Nabi tentang khamar. Lalu dijawab oleh Nabi dengan kata-kata larangan. Kemudian Al-Ju’fy bertanya lagi : “Wahai Rasulullah, saya membuat untuk pengobatan, bagaimana pendapat anda?” Rasulullah menjawab : “Khamar itu bukanlah obat, tetapi khamar adalah penyakit (Hadits riwayatMuslim)”.

Saat ini berbagai minuman keras seperti Bir Bintang, Heinneken, dsb dijual secara bebas di pasar Swalayan seperti Alphamart, Indomaret, Carrefour, dan sebagainya. Sementara sebagian besar pramuniaganya adalah Muslim. Padahal itu dosa.

Yang berdosa bukan Cuma orang yang minum minuman keras. Tapi juga yang memeras anggur, yang minta diperas, penjualnya, pembelinya, pengantar minuman, dan sebagainya:

Rosululloh melaknat 10 orang yang berkaitan dengan Khomr, sebagaimana dalam hadis Nabi SAW:

عَنْ اَنَسٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ فِى اْلخَمْرِ عَشْرَةً: عَاصِرَهَا وَ مُعْتَصِرَهَا وَ شَارِبَهَا وَ حَامِلَهَا وَ اْلمَحْمُوْلَةَ اِلَيْهِ وَ سَاقِيَهَا وَ بَائِعَهَا وَ آكِلَ ثَمَنِهَا وَ اْلمُشْتَرِيَ لَهَا وَ اْلمُشْتَرَاةَ لَهُ.   (رواهالترمذى و ابن ماجه)

“Rasulullah s.a.w. melaknat tentang arak, sepuluh golongan: (1) yang memerasnya, (2) yang minta diperaskannya, (3) yang meminumnya, (4) yang membawanya, (5) yang minta dihantarinya, (6) yang menuangkannya, (7) yang menjualnya, (8) yang makan harganya, (9) yang membelinya, (10) yang minta dibelikannya.” (Riwayat Tarmizi dan Ibnu Majah)‎

Adapun hadits-hadits lain tentang haramnya khamr diantaranya sebagai berikut :

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مُدْمِنُ اْلخَمْرِ كَعَابِدِ وَثَنٍ. ابن ماجه

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Peminum khamr itu bagaikan penyembah berhala”. [HR. Ibnu Majah]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: نَزَلَ فِى اْلخَمْرِ ثَلاَثُ ايَاتٍ، فَاَوَّلُ شَيْءٍ نَزَلَتْ <يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ اْلخَمْرِ وَ اْلمَيْسِرِ> اْلآيَةَ. فَقِيْلَ: حُرِّمَتِ اْلخَمْرُ. فَقِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، نَنْتَفِعُ بِهَا كَمَا قَالَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ. فَسَكَتَ عَنْهُمْ ثُمَّ اُنْزِلَتْ هذِهِ اْلآيَةُ <لاَ تَقْرَبُوا الصَّلوةَ وَ اَنْتُمْ سُكرى> فَقِيْلَ: حُرِّمَتِ اْلخَمْرُ بِعَيْنِهَا. فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّا لاَ نَشْرَبُهَا قُرْبَ الصَّلاَةِ، فَسَكَتَ عَنْهُمْ، ثُمَّ نَزَلَتْ <ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا اِنَّمَا اْلخَمْرُ وَ اْلمَيْسِرُ وَ اْلاَنْصَابُ وَ اْلاَزْلاَمُ رِجْسٌ مّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ> الآية. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: حُرِّمَتِ اْلخَمْرُ. ابو داود الطياليسى فى مسنده

Dari Ibnu Umar RA, ia berkata : Ada tiga ayat yang turun tentang khamr, yaitu pertama yang artinya (Mereka akan bertanya kepadamu tentang khamr dan judi  ….. dst). Lalu dikatakan (oleh orang-orang) bahwa khamr telah diharamkan. Kemudian ditanyakan, “Ya Rasulullah, bolehkah kami memanfaatkannya sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ‘azza wa jalla ?”. Nabi SAW terdiam dari pertanyaan mereka, kemudian turunlah ayat (Jangan kamu mendekati shalat padahal kamu sedang mabuk). Lalu dikatakan (oleh orang-orang), “Khamr betul-betul telah diharamkan”. Lalu mereka (para shahabat) bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tidak meminumnya menjelang shalat”. Nabi SAW terdiam dari mereka, kemudian turunlah ayat (Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi sembelihan untuk berhala, dan mengundi nasib itu tidak lain (dari perkara) kotor dari perbuatan syaithan…. dst). Ibnu Umar berkata, Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Khamr itu telah diharamkan”. [HR. Abu Dawud Ath-Thayalisi, di dalam musnadnya].

عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: صَنَعَ لَنَا عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ عَوْفٍ طَعَامًا فَدَعَانَا وَ سَقَانَا مِنَ اْلخَمْرِ، فَاَخَذَتِ اْلخَمْرُ مِنَّا، وَ قَدْ حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَقَدَّمُوْنِى فَقَرَأْتُ <قُلْ ياَيُّهَا اْلكفِرُوْنَ، لاَ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ، وَ نَحْنُ نَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ، قَالَ: فَاَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ <ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تَقْرَبُوا الصَّلوةَ وَ اَنْتُمْ سُكرى حَتّى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ. الترمذى و صححه

Dari Ali, ia berkata : ‘Abdurrahman bin ‘Auf pernah membuat makanan untuk kami, lalu ia mengundang kami dan menuangkan khamr untuk kami, lalu diantara kami ada yang mabuk, padahal (ketika itu) waktu shalat telah tiba, lalu mereka menunjukku menjadi imam, lalu aku baca Qul yaa-ayyuhal kaafiruun, laa a’budu maa ta’buduun, wa nahnu na’budu maa ta’buduun (Katakanlah : Hai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah, dan kami menyembah apa yang kamu sembah)”. Ali berkata, “Lalu Allah menurunkan firman-Nya Yaa ayyuhalladziina aamanuu, laa taqrobushsholaata wa antum sukaaroo hattaa ta’lamuu maa taquuluun. (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati shalat, padahal kamu (sedang) mabuk, hingga kamu mengerti apa yang kamu katakan)”. [HR. Tirmidzi, dan ia menshahihkannya]

عَنْ اِبِى سَعِيْدٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: ياَيُّهَا النَّاسُ، اِنَّ اللهَ اَبْغَضَ اْلخَمْرَ، وَ لَعَلَّ اللهَ سَيُنْزِلُ فِيْهَا اَمْرًا، فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهَا شَيْءٌ فَلْيَبِعْهُ وَ لْيَنْتَفِعْ بِهِ، قَالَ: فَمَا لَبِثْنَا اِلاَّ يَسِيْرًا حَتَّى قَالَ ص: اِنَّ اللهَ حَرَّمَ اْلخَمْرَ، فَمَنْ اَدْرَكَتْهُ هذِهِ اْلآيَةُ وَ عِنْدَهُ مِنْهَا شَيْءٌ فَلاَ يَشْرَبُ وَ لاَ يَبِيْعُ، قَالَ: فَاسْتَقْبَلَ النَّاسُ بِمَا كَانَ عِنْدَهُمْ مِنْهَا طُرُقُ اْلمَدِيْنَةِ فَسَفَكُوْهَا. مسلم

Dari Abu Sa’id, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Hai manusia, sesungguhnya Allah membenci khamr, dan mudah-mudahan Ia akan menurunkan suatu ketentuan padanya. Oleh karena itu barangsiapa masih mempunyai sedikit dari padanya, maka hendaklah ia menjualnya dan memanfaatkannya”. Abu Sa’id berkata : Maka tidak lama kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah (telah) mengharamkan khamr, maka barangsiapa sampai kepadanya ayat ini [QS. Al-Maidah : 90], padahal ia masih mempunyai sedikit dari padanya, maka ia tidak boleh meminumnya, dan tidak boleh menjualnya”. Abu Sa’id berkata, “Lalu orang-orang sama pergi menuju ke jalan-jalan Madinah sambil membawa sisa khamr yang ada pada mereka, lalu mereka menuangkannya”. [HR. Muslim]

عَنْ اَنَسٍ قَالَ: كُنْتُ اَسْقِى اَبَا عُبَيْدَةَ  وَ اُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ مِنْ فَضِيْخِ زَهْوٍ وَ تَمْرٍ، فَجَاءَهُمْ آتٍ فَقَالَ: اِنَّ اْلخَمْرَ حُرِّمَتْ. فَقَالَ اَبُوْ طَلْحَةَ: قُمْ يَا اَنَسُ فَاَهْرِقْهَا، فَاَهْرَقْـتُهَا. احمد و البخارى و مسلم

Dari Anas, ia berkata : Saya pernah menuangkan (minuman) kepada Abu ‘Ubaidah dan Ubay bin Ka’ab, (yang dibikin) dari perasan kurma segar dan kurma kering, lalu ada seseorang datang kepada mereka, kemudian berkata, “Sesungguhnya khamr telah diharamkan”. Lalu Abu Thalhah berkata, “Berdirilah hai Anas, lalu buanglah”. Kemudian saya pun menuangkan (membuang) minuman tersebut”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]‎

Ada segolongan orang yang merubah nama khamr dengan nama yang lain sehingga mereka menganggap halal dan meminumnya.

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَتَسْتَحِلَّنَّ طَائِفَةٌ مِنْ اُمَّتِى اْلخَمْرَ بِاسْمٍ يُسَمُّوْنَهَا اِيَّاهُ. احمد

Dari ‘Ubadah bin Shamit, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh akan ada segolongan dari ummatku yang menghalalkan khamr dengan menggunakan nama lain”. [HR. Ahmad]

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: يَشْرَبُ نَاسٌ مِنْ اُمَّتِى اْلخَمْرَ بِاسْمٍ يُسَمُّوْنَهَا اِيَّاهُ. ابن ماجه

Dari ‘Ubadah bin Shamit, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh akan ada segolongan dari ummatku yang meminum khamr dengan menamakannya dengan nama lain”. [HR. Ibnu Majah]

عَنْ اَبِى اُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ تَذْهَبُ اللَّيَالِى وَ اْلاَيَّامُ حَتَّى تَشْرَبَ طَائِفَةٌ مِنْ اُمَّتِى اْلخَمْرَ وَ يُسَمُّوْنَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا. ابن ماجه

Dari Abu Umamah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak lewat beberapa malam dan hari (Tidak lama sepeninggalku) sehingga segolongan dari ummatku minum khamr dengan memberi nama yang bukan namanya”. [HR. Ibnu Majah]

عَنِ ابْنِ مُحَيْرِيْزٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ اَصْحَابِ النَّبِيِّ ص عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: يَشْرَبُ نَاسٌ مِنْ اُمَّتِى اْلخَمْرَ وَ يُسَمُّوْنَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا. النسائى

Dari Ibnu Muhairiz dari salah seorang shahabat Nabi SAW beliau bersabda, “(Akan) ada sekelompok  manusia dari ummatku yang minum khamr, dan mereka menamakannya dengan nama lain”. [HR. Nasai]

عَنْ اَبِى مَالِكٍ اْلاَشْعَرِيِّ اَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ ص يَقُوْلُ: لَيَشْرَبَنَّ اُنَاسٌ مِنْ اُمَّتِى اْلخَمْرَ وَ يُسَمُّوْنَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا. احمد و ابو داود

Dari Abu Malik Al-Asy’ariy, bahwa ia mendengar Nabi SAW bersabda, “Sungguh akan ada sekelompok manusia dari ummatku yang minum khamr, dan mereka menamakannya dengan nama lain”. [HR. Ahmad dan Abu Dawud]

Dari Hadits di atas bisa kita ketahui bahwa khamr itu bisa jenis sabu-sabu heroin ataupun lainnya yang secara global disebut Narkoba.

Khamr yang telah diharamkan oleh Allah tidak boleh dijual ataupun dihadiahkan.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ لِرَسُوْلِ اللهِ ص صَدِيْقٌ مِنْ ثَقِيْفٍ وَ دَوْسٍ فَلَقِيَهُ يَوْمَ اْلفَتْحِ بِرَاحِلَةٍ اَوْ رَاوِيَةٍ مِنْ خَمْرٍ يُهْدِيْهَا اِلَيْهِ فَقَالَ: يَا فُلاَنُ اَمَا عَلِمْتَ اَنَّ اللهَ حَرَّمَهَا؟ فَاَقْبَلَ الرَّجُلُ عَلَى غُلاَمِهِ فَقَالَ: اِذْهَبْ فَبِعْهَا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِنَّ الَّذِيْ حَرَّمَ شُرْبَهَا حَرَّمَ بَيْعَهَا، فَاَمَرَ بِهَا فَاُفْرِغَتْ فِى اْلبَطْحَاءِ. احمد و مسلم و النسائى

Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata : Rasulullah SAW pernah mempunyai seorang kawan dari Tsaqif dan Daus, lalu ia menemui beliau pada hari penaklukan kota Makkah dengan membawa satu angkatan atau seguci khamr untuk dihadiahkan kepada beliau, lalu Nabi SAW bersabda, “Ya Fulan, apakah engkau tidak tahu bahwa Allah telah mengharamkannya ?”. Lalu orang tersebut memandang pelayannya sambil berkata, “Pergi dan juallah khamr itu”. Lalu Rasulullah SAW pun bersabda, “Sesungguhnya minuman yang telah diharamkan meminumnya, juga diharamkan menjualnya”. Lalu Rasulullah SAW menyuruh (agar ia membuang)nya, lalu khamr itu pun dibuang dibathha’. [HR. Ahmad, Muslim dan Nasai]

و فى رواية لاحمد اَنَّ رَجُلاً خَرَجَ وَ اْلخَمْرُ حَلاَلٌ فَاَهْدَى لِرَسُوْلِ اللهِ ص رَاوِيَةَ خَمْرٍ. وَ ذَكَرَ نَحْوَهُ.

Dan dalam satu riwayat bagi Ahmad, dinyatakan bahwa ada seorang laki-laki keluar, sedang khamr pada saat itu masih dihalalkan, lalu ia menghadiahkan kepada Rasulullah SAW seguci khamr. (Selanjutnya ia menuturkan seperti hadits tersebut diatas).

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَجُلاً كَانَ يُهْدِى لِلنَّبِيِّ ص رَاوِيَةَ خَمْرٍ، فَاَهْدَاهَا اِلَيْهِ عَامًا وَ قَدْ حُرِّمَتْ، فَقَالَ النَّبِيُّ ص: اِنَّهَا قَدْ حُرِّمَتْ. فَقَالَ الرَّجُلُ: اَفَلاَ اَبِيْعُهَا؟ فَقَالَ: اِنَّ الَّذِى حَرَّمَ شُرْبَهَا حَرَّمَ بَيْعَهَا. قَالَ:اَفَلاَ اُكَارِمُ بِهَا اْليَهُوْدَ؟ قَالَ: اِنَّ الَّذِى حَرَّمَهَا حَرَّمَ اَنْ يُكَارَمَ بِهَا اْليَهُوْدُ. قَالَ: فَكَيْفَ اَصْنَعُ بِهَا؟ قَالَ: شِنَّهَا عَلَى اْلبَطْحَاءِ. الحميدى فى مسنده فى نيل الاوطار 8: 191

Dari Abu Hurairah RA, bahwa pernah ada seorang laki-laki menghadiahkan kepada Rasulullah SAW seguci khamr, ia menghadiahkannya kepada beliau pada tahun diharamkannya khamr, lalu Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya khamr telah diharamkan”. Lalu orang itu bertanya, “Apa tidak boleh aku menjualnya ?”. Jawab Nabi SAW, “Sesungguhnya minuman yang diharamkan meminumnya, juga diharamkan menjualnya”. Orang itu bertanya (lagi), “Apakah tidak boleh aku pergunakan untuk mengungguli kedermawanan orang Yahudi ?”. Nabi SAW menjawab, “Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan, maka haram (pula) untuk dipergunakan mengungguli kedermawanan orang Yahudi”. Orang itu bertanya (lagi), “Lalu harus aku gunakan untuk apa ?”. Nabi SAW bersabda, “Tuangkan saja di Bathha’ “.[HR. Al-Humaidi di dalam musnadnya – dalam Nailul Authar juz 8, hal 191]

عَنْ اَنَسٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص فِى اْلخَمْرِ عَشْرَةً: عَاصِرَهَا وَ مُعْتَصِرَهَا وَ شَارِبَهَا وَ حَامِلَهَا وَ اْلمَحْمُوْلَةَ اِلَيْهِ وَ سَاقِيَهَا وَ بَائِعَهَا وَ آكِلَ ثَمَنِهَا وَ اْلمُشْتَرِيَ لَهَا وَ اْلمُشْتَرَاةَ لَهُ. الترمذى و ابن ماجه فى نيل الاوطار 5: 174

Dari Anas ia berkata, “Rasulullah SAW melaknat tentang khamr sepuluh golongan : 1. yang memerasnya, 2. pemiliknya (produsennya), 3. yang meminumnya, 4. yang membawanya (pengedar), 5. yang minta diantarinya, 6. yang menuangkannya, 7. yang menjualnya, 8. yang makan harganya, 9. yang membelinya, 10. yang minta dibelikannya”. [HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah – dalam Nailul Authar juz 5 hal. 174]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: لُعِنَتِ اْلخَمْرَةُ عَلَى عَشْرَةِ وُجُوْهٍ: لُعِنَتِ اْلخَمْرَةُ بِعَيْنِهَا وَ شَارِبِهَا وَ سَاقِيَهَا وَ بَائِعِهَا وَ مُبْتَاعِهَا وَ عَاصِرِهَا وَ مُعْتَصِرِهَا وَ حَامِلِهَا وَ اْلمَحْمُوْلَةِ اِلَيْهِ وَ آكِلِ ثَمَنِهَا. احمد و ابن ماجه فى نيل الاوطار 5: 174

Dari Ibnu ‘Umar ia berkata, “Telah dilaknat khamr atas sepuluh hal : 1. khamr itu sendiri, 2. peminumnya, 3. yang menuangkannya, 4. penjualnya, 5. pembelinya, 6. yang memerasnya, 7. pemilik (produsennya), 8. yang membawanya, 9. yang minta diantarinya, 10. yang memakan harganya”. [HR. Ahmad dan Ibnu Majah – dalam Nailul Authar juz 5 hal. 174]

Khamr tidak boleh dijadikan cuka.

عَنْ اَنَسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص سُئِلَ عَنِ اْلخَمْرِ يُتَّخَذُ خَلاًّ فَقَالَ: لاَ. احمد و مسلم و ابو داود و الترمذى و صححه

Dari Anas, bahwa Nabi SAW ditanya tentang khamr yang dijadikan cuka, lalu beliau menjawab, “Tidak boleh”. [HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi, dan ia menshahihkannya]

عَنْ اَنَسٍ اَنَّ اَبَا طُلْحَةَ سَأَلَ النَّبِيَّ عَنْ اَيْتَامٍ وَرِثُوْا خَمْرًا، قَالَ: اَهْرِقْهَا. قَالَ: اَفَلاَ نَجْعَلُهَا خَلاًّ؟ قَالَ: لاَ. احمد و ابو داود

Dari Anas, bahwa Abu Thalhah bertanya kepada Nabi SAW tentang beberapa anak yatim yang mewarisi khamr, beliau SAW menjawab, “Tuangkanlah !”. (Abu Thalhah) bertanya, “Apakah tidak boleh kami jadikan cuka ?”. Jawab beliau, “Tidak”. [HR. Ahmad dan Abu Dawud]

عَنْ اَنَسٍ اَنَّ يَتِيْمًا كَانَ فِى حِجْرِ اَبِى طَلْحَةَ فَاشْتَرَى لَهُ خَمْرًا. فَلَمَّا حُرِّمَتْ سُئِلَ النَّبِيُّ ص: اَتُتَّخَذُ خَلاً؟ قَالَ: لاَ. احمد و الدارقطنى

Dari Anas bahwa seorang anak yatim berada (dalam asuhan) Abu Thalhah, lalu ia (Abu Thalhah) membelikan khamr untuknya. Ketika khamr telah diharamkan, Nabi SAW ditanya, “Bolehkah khamr itu dijadikan cuka ?”. Nabi SAW menjawab, “Tidak”. [HR. Ahmad, dan Daruquthni]

Boleh minum perasan kurma atau anggur selama tidak menjadi khamr     (belum rusak).

عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كُنَّا نَنْبُذُ لِرَسُوْلِ اللهِ ص فِى سَقَاءٍ فَنَأْخُذُ قَبْضَةً مِنْ تَمْرٍ وَ قَبْضَةً مِنْ زَبِيْبٍ فَنَطْرَحُهُمَا، ثُمَّ نَصُبُّ عَلَيْهِ  اْلمَاءَ فَنَنْبُذُهُ غُدْوَةَ فَيَشْرَبُهُ عَشِيَّةً وَ نَنْبُذُهُ عَشِيَّةً فَيَشْرَبُهُ غُدْوَةً. ابن ماجه

Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Kami pernah membuatkan minuman Rasulullah SAW dalam suatu wadah, kami mengambil segenggam kurma dan segenggam anggur lalu kami tuangkan air. Kami membuatnya pada pagi hari kemudian diminum pada sore hari dan (jika) kami membuatnya pada sore hari lalu diminum pada pagi hari. [HR. Ibnu Majah]

عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كُنَّا نَنْبُذُ لِرَسُوْلِ اللهِ ص سَقَاءٍ يُوْكَى اَعْلاَهُ وَ لَهُ عَزْلاَءُ نَنْبُذُهُ غُذْوَةً فَيَشْرَبُهُ عَشِيًّا وَ نَنْبُذُهُ عَشِيًّا فَيَشْرَبُهُ غُذْوَةً. احمد و مسلم و ابو داود و الترمذى

Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Kami (biasa) membuat minuman untuk Rasulullah SAW di wadah (minuman) yang tertutup (bagian) atasnya dan mempunyai pelepas (untuk membuka). Kami membuatnya di pagi hari lalu beliau (Nabi SAW) meminumnya di sore hari dan (jika) kami membuat di sore hari maka (Nabi SAW) meminumnya di pagi hari”. [HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُنْبَذُ لَهُ اَوَّلَ اللَّيْلِ فَيَشْرَبُهُ اِذَا اَصْبَحَ يَوْمَهُ ذلِكَ وَ اللَّيْلَةَ الَّتِى تَجِيْءُ وَ اْلغَدَ وَ اللَّيْلَةَ اْلاُخْرَى وَ اْلغَدَ اِلَى اْلعَصْرِ، فَاِذَا بَقِيَ شَيْءٌ سَقَاهُ اْلخَدَّامَ اَوْ اَمَرَ بِهِ فَصَبَّ. احمد و مسلم

Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW dibuatkan minuman pada malam (hari yang) pertama, lalu beliau meminumnya ketika pagi harinya, dan malam berikutnya dan pagi harinya (hari kedua), dan malam berikutnya lagi serta pagi harinya sampai waktu ‘ashar (hari ketiga). Lalu apabila masih ada sisanya diberikan kepada pelayan atau beliau menyuruh (membuangnya), lalu dibuang”. [HR. Ahmad dan Muslim]

و فى رواية: كَانَ يُنْقَعُ لَهُ اْلزَبِيْبُ فَيَشْرَبُهُ اْليَوْمَ وَ اْلغَدَ وَ بَعْدَ اْلغَدِ اِلَى مَسَاءِ الثَّالِثَةِ، ثُمَّ يَأْمُرُ بِهِ فَيُسْقَى اْلخَادِمَ اَوْ يُهْرَاقُ. احمد و مسلم و ابو داود

Dan dalam lafadh lain dikatakan, “Suatu ketika dipersiapkan untuk (Rasulullah SAW minuman) anggur, lalu beliau meminumnya hari itu, esok paginya dan lusa, sampai sore hari ketiga, kemudian beliau menyuruh diberikan kepada pelayan atau dibuang”. [HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud]

و فى رواية: كَانَ يُنْبَذُ لِرَسُوْلِ اللهِ ص فَيَشْرَبُهُ يَوْمَهُ ذلِكَ وَ اْلغَدَ وَ اْليَوْمَ الثَّالِثَ، فَاِنْ بَقِيَ شَيْءٌ مِنْهُ اَهْرَاقَهُ، اَوْ اَمَرَ بِهِ فَاُهْرِيْقَ. النسائى و ابن ماجه

Dan dalam riwayat lain dikatakan, “Adalah (biasa) Rasulullah SAW dibuatkan minuman, lalu beliau meminumnya pada hari itu, pada esok paginya, dan hari ketiganya. Kalau (masih) ada sisa, beliau membuangnya atau menyuruh untuk membuangnya, lalu dibuang [HR An Nasa’i dan Ibnu Majah] 

Hukuman Peminum Khamr

عَنْ اَنَسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص اُتِيَ بِرَجُلٍ قَدْ شَرِبَ اْلخَمْرَ فَجُلِدَ بِجَرِيْدَتَيْنِ نَحْوَ اَرْبَعِيْنَ، قَالَ: وَ فَعَلَهُ اَبُوْ بَكْرٍ. فَلَمَّا كَانَ عُمَرُ اسْتَشَارَ النَّاسَ فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ عَوْفٍ: اَخَفُّ اْلحُدُوْدِ ثَمَانِيْنَ فَاَمَرَ بِهِ عُمَرُ. احمد و مسلم و ابو داود و الترمذى و صححه

Dari Anas RA, sesungguhnya Nabi SAW pernah dihadapkan kepada beliau seorang laki-laki yang telah minum khamr. Lalu orang tersebut dipukul dengan dua pelepah kurma (pemukul) sebanyak 40 kali. Anas berkata, “Cara seperti itu dilakukan juga oleh Abu Bakar”. Tetapi (di zaman ‘Umar) setelah ‘Umar minta pendapat para shahabat yang lain, maka ‘Abdur Rahman bin ‘Auf berkata, “Hukuman yang paling ringan ialah 80 kali. Lalu ‘Umar pun menyuruh supaya didera 80 kali”. [HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi menshahihkannya]

عَنْ اَنَسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص جَلَدَ فِى اْلخَمْرِ بِاْلجَرِيْدِ وَ النِّعَالِ: وَ جَلَدَ اَبُوْ بَكْرٍ اَرْبَعِيْنَ. احمد و البخارى و مسلم

Dari Anas, sesungguhnya Nabi SAW pernah memukul (orang) karena minum khamr dengan pelepah kurma dan sandal. Dan Abu Bakar mendera 40 kali. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ اْلحَارِثِ قَالَ: جِيْءَ بِالنُّعْمَانِ اَوِ ابْنِ النُّعْمَانِ شَارِبًا، فَاَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ ص مَنْ كَانَ فِى اْلبَيْتِ اَنْ يَضْرِبُوْهُ، فَكُنْتُ فِيْمَنْ ضَرَبَهُ، فَضَرَبْنَاهُ بِالنِّعَالِ وَ اْلجَرِيْدِ. احمد و البخارى

Dari ‘Uqbah bin Al-Harits, ia berkata, “Nu’man atau anaknya Nu’man pernah dihadapkan (kepada Nabi SAW) karena minum khamr, lalu Rasulullah SAW menyuruh orang-orang yang di rumah itu supaya memukulnya, maka aku (‘Uqbah) termasuk salah seorang yang memukulnya. Kami pukul dia dengan sandal dan pelepah kurma”. [HR. Ahmad dan Bukhari]

عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ قَالَ: كُنَّا نُؤْتَى بِالشَّارِبِ فِى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص وَ فِى إِمْرَةِ اَبِى بَكْرٍ وَ صَدْرًا مِنْ إِمْرَةِ عُمَرَ فَنَقُوْمُ اِلَيْهِ نَضْرِبُهُ بِاَيْدِيْنَا وَ نِعَالِنَا وَ اَرْدِيَتِنَا، حَتَّى كَانَ صَدْرًا مِنْ إِمْرَةِ عُمَرَ فَجَلَدَ فِيْهَا اَرْبَعِيْنَ، حَتَّى اِذَا عَتَوْا فِيْهَا وَ فَسَقُوْا جَلَدَ ثَمَانِيْنَ. احمد و البخارى

Dari Saib bin Yazid, ia berkata, “Pernah dihadapan seorang peminum khamr kepada kami di zaman Rasulullah SAW, juga di zaman pemerintahan Abu Bakar dan di permulaan pemerintahan ‘Umar, lalu kami berdiri menghampiri dia (peminum khamr itu), maka kami pukul dia dengan tangan-tangan kami, dengan sandal-sandal kami dan dengan selendang-selendang kami sehingga pada permulaan pemerintahan ‘Umar RA, ia memukul peminum khamr itu sebanyak 40 kali, sehingga apabila mereka melampaui batas dalam minum khamr itu dan durhaka (mengulangi lagi), ia dera sebanyak 80 kali”. [HR. Ahmad dan Bukhari]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: اُتِيَ النَّبِيُّ ص بِرَجُلٍ قَدْ شَرِبَ فَقَالَ: اِضْرِبُوْهُ، فَقَالَ اَبُوْ هُرَيْرَةَ: فَمِنَّا الضَّارِبُ بِيَدِهِ، وَ الضَّارِبُ بِنَعْلِهِ، وَ الضَّارِبُ بِثَوْبِهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ بَعْضُ اْلقَوْمِ: اَخْزَاكَ اللهُ، قَالَ: لاَ تَقُوْلُوْا هكَذَا، لاَ تُعِيْبُوْا عَلَيْهِ الشَّيْطَانَ. احمد و البخارى و ابو داود

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Pernah dihadapkan seorang laki-laki yang telah minum khamr kepada Nabi SAW, maka Nabi SAW bersabda, “Pukullah dia”. Abu Hurairah berkata, “Maka diantara kami ada yang memukulnya dengan tangannya, ada yang memukulnya dengan sandal dan ada pula yang memukul dengan pakaiannya”. Kemudian setelah selesai sebagian kaum itu ada yang berkata, “Semoga Allah menjadikan engkau hina (hai peminum khamr)”. Maka sabda Nabi SAW, “Jangan kalian berkata begitu, jangan kalian minta bantuan syaithan untuk menghukum dia”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Abu Dawud]

عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ قَالَ: جُلِدَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص فِى اْلخَمْرِ بِنَعْلَيْنِ اَرْبَعِيْنَ. فَلَمَّا كَانَ زَمَنُ عُمَرَ جَعَلَ بَدَلَ كُلِّ نَعْلٍ سَوْطًا. احمد

Dari Abu Sa’id, ia berkata, “Peminum khamr di zaman Rasulullah SAW didera dengan dua sandal sebanyak 40 kali. Kemudian di zaman pemerintahan ‘Umar, masing-masing sandal itu diganti dengan cambuk”.[HR. Ahmad]

عَنْ حُضَيْنِ بْنِ اْلمُنْذِرِ قَالَ: شَهِدْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ أُتِيَ بِاْلوَلِيْدِ قَدْ صَلَّى الصُّبْحَ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قَالَ: اَزِيْدُكُمْ، فَشَهِدَ عَلَيْهِ رَجُلاَنِ اَحَدُهُمَا حُمْرَانُ اَنَّهُ شَرِبَ اْلخَمْرَ، وَ شَهِدَ آخَرُ اَنَّهُ رَآهُ يَتَقَيَّؤُهَا، فَقَالَ عُثْمَانُ: اِنَّهُ لَمْ يَتَقَيَّأْهَا حَتَّى شَرِبَهَا، فَقَالَ: يَا عَلِيُّ قُمْ فَاجْلِدْهُ، فَقَالَ عَلِيٌّ: قُمْ يَا حَسَنُ فَاجْلِدْهُ، فَقَالَ اْلحَسَنُ: وَلِّ حَارَّهَا مَنْ تَوَلَّى قَارَّهَا، فَكَأَنَّهُ وَجَدَ عَلَيْهِ، فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَعْفَرٍ قُمْ فَاجْلِدْهُ، فَجَلَدَهُ وَ عَلِيٌّ يَعُدُّ حَتَّى بَلَغَ اَرْبَعِيْنَ، فَقَالَ: اَمْسِكْ، ثُمَّ قَالَ: جَلَدَ النَّبِيُّ ص اَرْبَعِيْنَ، وَ اَبُوْ بَكْرٍ اَرْبَعِيْنَ، وَ عُمَرُ ثَمَانِيْنَ وَ كُلٌّ سُنَّةٌ وَ هذَا اَحَبُّ اِلَيَّ. مسلم

Dari Hudlain bi Mundzir, ia berkata, “Aku pernah menyaksikan Walid dihadapkan kepada ‘Utsman bin ‘Affan, setelah selesai shalat Shubuh dua rekaat. Kemudian ‘Utsman bertanya, “Apakah aku akan menambah kalian ?”. Lalu ada dua orang yang menjadi saksi atas Walid, salah satu diantara keduanya itu adalah Humran, (ia berkata) bahwa Walid benar-benar telah minum khamr, sedang yang satu lagi menyaksikan, bahwa ia melihat Walid muntah khamr. Lalu ‘Utsman berkata, “Sesungguhnya dia tidak akan muntah khamr jika dia tidak meminumnya”. Lalu ‘Utsman berkata, “Hai ‘Ali, berdirilah, deralah dia”. Maka ‘Ali pun berkata, “Hai Hasan, berdirilah, deralah dia”. Lalu Hasan berkata, “Serahkanlah pekerjaan yang berat kepada orang yang dapat menguasainya dengan tidak berat”. Seolah-olah ia pun merasakan keberatan itu. Lalu ia berkata, “Hai ‘Abdullah bin Ja’far, berdirilah, deralah dia”. Lalu ia pun menderanya, sedang ‘Ali sendiri menghitung, hingga sampai 40 kali. Lalu ia berkata, “Berhenti”, lalu ia berkata, “Nabi SAW mendera sebanyak 40 kali, Abu Bakar juga 40 kali, sedang ‘Umar mendera 80 kali. Namun semuanya itu adalah sesuai dengan sunnah (Rasul). Dan inilah yang paling saya senangi”. [HR. Muslim]

عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عَدِّى بْنِ اْلخِيَارِ اَنَّهُ قَالَ لِعُثْمَانَ: قَدْ اَكْثَرَ النَّاسُ فِى اْلوَلِيْدِ، فَقَالَ: سَنَأْخُذُ مِنْهُ بِاْلحَقِّ اِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى، ثُمَّ دَعَا عَلِيًّا فَاَمَرَهُ اَنْ يَجْلِدَهُ، فَجَلَدَهُ ثَمَانِيْنَ. مختصار من البخارى، و فى رواية عنه: اَرْبَعِيْنَ. وَ يَتَوَجَّهُ اْلجَمْعُ بَيْنَهُمَا بِمَا رَوَاهُ اَبُوْ جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ اَنَّ عَلِيَّ بْنَ اَبِى طَالِبٍ جَلَدَ بِسَوْطٍ لَهُ طَرَفَانِ. الشافعى فى مسنده

Dari ‘Abdullah bin ‘Adi bin Khiyar, sesungguhnya dia pernah berkata kepada ‘Utsman, “Banyak orang yang keberatan tentang masalah Walid itu”. Lalu ‘Utsman berkata, “Baiklah, kami akan mengambil darinya dengan benar, insya Allah”. Kemudian ia memanggil ‘Ali seraya menyuruhnya untuk mendera Walid, maka ‘Ali mendera Walid sebanyak 80 kali. [Diringkas dari Bukhari]. Dan dalam satu riwayat lain oleh Bukhari juga, “Ali mendera 40 kali”. Dan dapat dikompromikan antara kedua riwayat itu dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far Muhammad bin ‘Ali, sesungguhnya ‘Ali bin Abu Thalib mendera Walid dengan satu cemeti berujung dua. [HR. Syafi’i dalam musnadnya]

عَنْ عَلِيٍّ رض فِى شُرْبِ اْلخَمْرِ قَالَ: اِنَّهُ اِذَا شَرِبَ سَكَرَ، وَ اِذَا سَكَرَ هَذَى، وَ اِذَا هَذَى افْتَرَى وَ عَلَى اْلمُفْتَرِى ثَمَانُوْنَ جَلْدَةً. الدارقطنى و مالك بمعناه

Dari Ali RA tentang orang yang minum khamr, ia berkata, “Sesungguhnya jika dia minum khamr, maka ia mabuk. Dan jika mabuk, ia berkata tidak karuan. Dan jika berkata-kata tidak karuan, ia berdusta. Sedang orang yang berdusta harus didera sebanyak 80 kali”. [HR. Daruquthni dan juga Malik semakna dengan itu]

عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ اَنَّ عُمَرَ خَرَجَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ: اِنِّى وَحَدْتُ مِنْ فُلاَنٍ رِيْحَ شَرَابٍ، فَزَعَمَ اَنَّهُ شَرِبَ الطِّلاَءَ، وَ اِنِّى سَائِلٌ عَمَّا شَرِبَ، فَاِنْ كَانَ مُسْكِرًا جَلَدْتُهُ، فَجَلَدَهُ عُمَرُ اْلحَدَّ تَامًّا. النسائى و الدارقطنى

Dari Saib bin Yazid, sesungguhnya ‘Umar keluar ke tengah-tengah orang banyak, lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku mencium dari fulan bau minuman khamr”. Lalu ia yaqin bahwa dia itu telah minum thila’ (khamr yang paling lezat). Dan aku sendiri yang bertanya tentang apa yang ia minum. Jika dia mabuk, maka akan kudera dia. Lalu ia didera oleh ‘Umar sebagai hukuman dengan sempurna. [HR. Nasai dan Daruquthni]

عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ قَالَ: اُتِيَ رَسُوْلُ اللهِ ص بِرَجُلٍ نَشْوَانَ فَقَالَ: اِنِّى لَمْ اَشْرَبْ خَمْرًا، اِنَّمَا شَرِبْتُ زَبِيْبًا وَ تَمْرًا فِى دُبَّاءَةٍ، قَالَ: فَاَمَرَ بِهِ فَنُهِزَ بِاْلاَيْدِى وَ خُفِقَ بِالنِّعَالِ، وَ نَهَى عَنِ الدُّبَّاءِ، وَ نَهَى عَنِ الزَّبِيْبِ وَ التَّمْرِ يَعْنِى اَنْ يُخْلَطَا. احمد

Dari Abu Sa’id, ia berkata, “Pernah terjadi seorang laki-laki yang sedang mabuk dibawa ke tempat Rasulullah SAW lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku tidak minum khamr, tetapi aku hanya minum anggur kering yang dicampur kurma dalam sebuah dubba’ (wadah minuman keras yang terbuat dari waluh yang sudah dibuang isinya)”. Lalu beliau menyuruh supaya ia dipukul, lalu ia dipukul dengan tangan dan dipukul dengan sandal, dan beliau melarang mempergunakan dubba’ dan melarang juga minum anggur kering yang dicampur dengan kurma”. [HR. Ahmad]

عَنِ ابْنِ شِهَابٍ اَنَّهُ سُئِلَ عَنْ حَدِّ اْلعَبْدِ فِى اْلخَمْرِ، فَقَالَ: بَلَغَنِى اَنَّ عَلَيْهِ نِصْفَ حَدِّ اْلحُرِّ فِى اْلخَمْرِ، وَ اَنَّ عُمَرَ وَ عُثْمَانَ وَ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ جَلَدُوْا عَبِيْدَهُمْ نِصْفَ اْلحَدِّ فِى اْلخَمْرِ. مالك فى الموطأ

Dari Abu Syihab, sesungguhnya ia pernah ditanya tentang hukuman seorang budak yang (mabuk) karena minum khamr, maka jawabnya, “Telah sampai berita kepadaku, bahwa dia itu dihukum separuh hukuman orang merdeka yang mabuk karena minum khamr. Dan sesungguhnya ‘Umar, ‘Utsman, ‘Abdullah bin ‘Umar pernah mendera budak-budak mereka dengan separuh hukuman minum khamr”. [HR. Malik dalam Muwatha’]

Keterangan :

Hadits-hadits tersebut menunjukkan ditetapkannya hukuman minum khamr. Dan hukuman dera itu tidak kurang dari 40 kali. Dan tidak ada riwayat yang menerangkan, bahwa Nabi SAW membatasi 40 kali. Dan kadang-kadang beliau mendera dengan pelepah kurma, kadang-kadang dengan sandal, kadang-kadang dengan pelepah kurma dan sandal, kadang-kadang dengan pelepah kurma dan sandal serta pakaian dan kadang-kadang dengan tangan dan sandal. Oleh karena itu bisa dipahami, alat apa yang akan digunakan terserah kepada Hakim.

Tentang dihapuskannya hukuman bunuh bagi peminum khamr yang mengulang hingga 4 kali.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ شَرِبَ اْلخَمْرَ فَاجْلِدُوْهُ، فَاِنْ عَادَ فَاجْلِدُوْهُ، فَاِنْ عَادَ فَاجْلِدُوْهُ، فَاِنْ عَادَ فَاقْتُلُوْهُ. قَالَ عَبْدُ اللهِ: اُئْتُوْنِى بِرَجُلٍ قَدْ شَرِبَ اْلخَمْرَ فِى الرَّابِعَةِ فَلَكُمْ عَلَيَّ اَنْ اَقْتُلَهُ. احمد

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa minum khamr maka deralah ia, kemudian jika kembali minum lagi, maka deralah dia, kemudian jika kembali lagi maka deralah dia, dan jika kembali minum lagi maka bunuhlah dia”. ‘Abdullah berkata, “Bawalah kemari seseorang dari kalian yang minum khamr yang keempat kalinya, maka aku akan bunuh dia”. [HR. Ahmad]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنْ سَكِرَ فَاجْلِدُوْهُ، ثُمَّ اِنْ سَكِرَ فَاجْلِدُوْهُ، فَاِنْ عَادَ فِى الرَّابِعَةِ فَاضْرِبُوْا عُنُقَهُ. الخمسة الا الترمذى

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Jika (seseorang) mabuk, maka deralah dia, kemudian jika ia mabuk lagi, maka deralah dia kemudian jika ia kembali lagi yang keempat kalinya, maka penggallah lehernya”. [HR. Khamsah kecuali Tirmidzi]

عَنْ مُعَاوِيَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اِذَا شَرِبُوا اْلخَمْرَ فَاجْلِدُوْهُمْ، ثُمَّ اِذَا شَرِبُوْا فَاجْلِدُوْهُمْ، ثُمَّ اِذَا شَرِبُوا الرَّابِعَةَ فَاقْتُلُوْهُمْ. الخمسة الا النسائى. قَالَ التِّرْمِذِى: اِنَّمَا كَانَ هذَا فِى اَوَّلِ اْلاَمْرِ ثُمَّ نُسِخَ بَعْدُ.

Dari Mu’awiyah, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda, “Apabila mereka minum khamr, maka deralah mereka, kemudian jika mereka minum lagi, deralah mereka, kemudian jika mereka minum untuk keempat kalinya, maka bunuhlah mereka”. [HR. Khamsah kecuali Nasai]. Tirmidzi berkata, “Ini hanya terjadi di zaman permulaan, kemudian sesudah itu hukuman tersebut dihapus”.

عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: اِنْ شَرِبَ اْلخَمْرَ فَاجْلِدُوْهُ فَاِنْ عَادَ الرَّابِعَةَ فَاقْتُلُوْهُ، قَالَ: ثُمَّ اُتِيَ النَّبِيُّ ص بَعْدَ ذلِكَ بِرَجُلٍ قَدْ شَرِبَ فِى الرَّابِعَةِ فَضَرَبَهُ وَ لَمْ يَقْتُلْهُ. محمد بن اسحاق، فى نيل الاوطار 7:166

Dari Jabir, dari Nabi SAW, beliau telah bersabda, “Jika (seseorang) minum khamr, maka deralah dia, kemudian jika mengulang lagi yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia”. Jabir berkata, “Kemudian setelah itu dihadapkan seorang laki-laki yang telah minum khamr keempat kalinya kepada Nabi SAW, tetapi beliau hanya menderanya dan tidak membunuhnya”. [HR. Muhammad bin Ishaq dalam Nailul Authar 7, hal 166]

Keterangan :

Orang yang telah berulang kali mendapat hukuman dera karena minum khamr tetapi tidak jera, orang seperti itu jelas orang yang nekad dan sangat jahat, dan dia pantas mendapat hukuman yang lebih berat. Namun karena hukuman bunuh bagi peminum khamr yang keempat kalinya itu telah dihapus, maka bagaimanapun juga hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman bunuh bagi peminum khamr, walaupun dia sudah minum yang keempat kali atau lebih.

Larangan Duduk Pada Jamuan Makan yang di situ Disuguhkan/ Diedarkan Khamr.

Berdasar sunnah Nabi SAW, orang Islam diharuskan meninggalkan tempat jamuan yang ada khamrnya, termasuk duduk-duduk dengan orang yang sedang minum khamr.

Diriwayatkan dari ‘Umar bin Khaththab RA, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يَقْعُدَنَّ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا اْلخَمْرُ. احمد

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali ia duduk pada suatu hidangan yang padanya diedarkan khamr. [HR. Ahmad]

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يَقْعُدْ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا اْلخَمْرُ. الدارمى

Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia duduk pada jamuan makan yang  ada minum khamr padanya”. [HR. Ad-Darimiy]

Setiap muslim diperintah untuk menghentikan kemungkaran jika menyaksikan-nya. Tetapi jika tidak mampu, dia  harus menyingkir atau meninggalkannya.

Dalam salah satu kisah diceritakan, bahwa Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pernah mendera orang-orang yang minum khamr dan yang ikut menyaksikan jamuan mereka itu, sekalipun orang yang menyaksikan itu tidak turut minum bersama mereka.

Dan diriwayatkan pula, bahwa pernah ada suatu qaum yang diadukan kepadanya karena minum khamr, kemudian beliau memerintahkan agar semuanya didera. Lalu ada orang yang berkata, bahwa diantara mereka itu ada yang berpuasa. Maka jawab ‘Umar, “Dera dulu, dia !”. Apakah kamu tidak mendengar firman Allah :

وَ قَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِى اْلكِتبِ اَنْ اِذَا سَمِعْتُمْ ايتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَ يُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُوْا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوْضُوْا فِى حَدِيْثٍ غيْرِهِ اِنَّكُمْ اِذًا مّثْلُهُم. النساء:140

Sungguh Allah telah menurunkan kepadamu dalam Al-Qur’an, bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah ditentang dan diejeknya. Maka itu janganlah kamu duduk bersama mereka, sehingga mereka itu memasuki dalam pembicaraanan yang lain. Sebab sesungguhnya jika kamu berbuat demikian adalah sama dengan mereka. [QS. An-Nisaa’ : 140]

Nabi SAW pernah melarang wadah yang biasa digunakan membuat/ menyimpan khamr, kemudian membolehkannya.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ قَدِمُوْا عَلَى النَّبِيِّ ص. فَسَأَلُوْهُ عَنِ النَّبِيْذِ، فَنَهَاهُمْ أَنْ يَنْبُذُوْا فِى الدُّبَّاءِ وَالنَّقِيْرِ وَالْمُزَفَّتِ وَالْحَنْتَمِ. متفق عليه

Dari ‘Aisyah RA, bahwa utusan Abdul Qais menghadap Nabi SAW, lalu mereka bertanya kepada beliau tentang (membuat) minuman. Lalu Nabi SAW melarang mereka membuat minuman di tempat (wadah) dari dubba’, naqir, muzaffat dan guci. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim].

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص. قَالَ لِوَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ اَنْهَاكُمْ عَمَّا يُنْبَذُ فِى الدُّبَّاءِ وَالنَّقِيْرِ وَالْحَنْتَمِ وَالْمُزَفَّتِ. متفق عليه

Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada utusan Abdul Qais : “Aku melarang kamu (minum) minuman yang dibuat pada dubba’, pada naqir, pada guci dan di wadah yang dicat”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]

عَنْ مَيْمُوْنَةَ أَنَّ النَّبِيَّ ص. قَالَ: لاَ تَنْبُذُوْا فىِ الدُّبَّاءِ ، وَلاَ فىِ الْمُزَفَّتِ ، وَلاَ فِى النَّقِيْرِ، وَلاَ فِى الْجِرَارِ، وَ قَالَ: كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ. احمد

Dari Maimunah RA, dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda, “Jangan kamu membuat minuman pada dubba’, jangan pada wadah yang dicat, jangan pada lubang kayu, dan jangan di guci”. Dan beliau bersabda, “Setiap minuman yang memabukkan itu haram”. [HR. Ahmad].

عَنِ ابْنِ أَبِى اَوْفَى قَالَ: نَهَى النَّبِيُّ ص. عَنْ نَّبِيْذِ الْجَرِّ اْلاَخْضَرِ. متفق عليه

Dari Ibnu Abi Aufa RA ia berkata, “Nabi SAW melarang minuman (yang dibuat pada) guci hijau”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim].

عَنْ عَلِيٍّ رض قَالَ: نَهَى النَّبِيُّ ص اَنْ تَنْبُذُوْا فِى الدُّبَّاءِ وَ الْمُزَفَّتِ. متفق عليه

Dari Ali RA. ia berkata, “Rasulullah SAW melarang kamu membuat minuman pada dubba’ dan pada wadah yang dicat”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim].

وَ فِى رِوَايَةٍ  اَنَّ النَّبِيَّ ص نَهَى عَنِ الْمُزَفَّتِ وَ الْحَنْتَمِ وَ النَّقِيْرِ، قِيْلَ ِلاَبِى هُرَيْرَةَ: مَا الْحَنْتَمُ ؟ قَالَ: اَلْجِرَارُ الْخُضَرُ. احمد و مسلم

Dan dalam riwayat lain dikatakan, bahwa Nabi SAW melarang (membuat minuman pada) wadah yang dicat, pada hantam dan pada lubang kayu. Abu Hurairah ditanya, “Apa Hantam itu ?”. Ia menjawab, “Guci yang hijau”. [HR. Ahmad dan Muslim].

عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ أَنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَاذَا يَصْلُحُ لَنَا مِنَ اْلاَشْرِبَةِ ؟ قَالَ: لاَ تَشْرَبُوْا فِى النَّقِيْرِ، فَقَالُوْا جَعَلْنَا اللهُ فِدَاكَ، اَوَ تَدْرِى مَا النَّقِيْرُ؟ قَالَ: نَعَمْ، اَلْجَذْعُ يُنْقَرُ فِى وَسَطِهِ، وَ لاَ فِى الدُّبَّاءِ، وَ لاَ فِى الْحَنْتَمِ، وَ عَلَيْكُمْ بِالْمُوْكِى. احمد و مسلم

Dari Abu Sa’id, bahwa utusan Abdul Qais bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang boleh bagi kami dari berbagai minuman ? Nabi SAW menjawab, “Jangan kamu minum di wadah naqir”. Lalu mereka bertanya, “Semoga Allah menjadikan kami tebusanmu. Apa naqir itu ?” Nabi menjawab, “Yaitu batang kurma yang dilubangi pada tengah-tengahnya. Jangan kamu (minum) pada dubba’, jangan (pula) pada guci, dan hendaklah kamu (minum) pada bejana yang tertutup”.[HR. Ahmad dan Muslim]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص نَهَى  عَنِ الدُّبَّاءِ وَالْحَنْتَمِ، وَ الْمُزَفَّتِ. مسلم و النسائى و ابو داود

Dan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW melarang memakai wadah dubba’, guci dan wadah yang dicat. [HR. Muslim, Nasai dan Abu Dawud].

عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالاَ: حَرَّمَ رَسُوْلُ اللهِ ص نَبِيْذَ اْلجَرِّ. احمد و مسلم و النسائى و ابو داود

Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, mereka berkata, “Rasulullah SAW mengharamkan (minuman) dalam guci”. [HR. Ahmad, Muslim, Nasai  dan Abu Dawud].

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ اْلحَنْتَمَةِ، وَ هِيَ اْلجَرَّةُ، وَ نَهَى عَنِ الدُّبَّاءِ وَ هِيَ اْلقَرْعَةُ، وَ نَهَى عَنِ النَّقِيْرِ، وَ هِيَ اَصْلُ النَّخْلِ يُنْقَرُ نَقْرًا وَ يُنْسَحُ نَسْحًا، وَ نَهَى عَنِ اْلمُزَفَّتِ، وَ هُوَ اْلمُقَـيَّرُ، وَ اَمَرَ اَنْ يُنْبَذَ فِى اْلاَسْقِيَةِ. احمد و مسلم و النسائى و الترمذى و صححه

Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah SAW melarang (minuman pada) hantam, yaitu guci, dan beliau melarang dari dubba’ yaitu labu (waloh yang dihilangkan isinya), melarang (minuman pada) naqir, yaitu batang kurma yang dilubangi atau dikerat, melarang (minum pada) muzaffat, yaitu wadah yang diberi tir, dan (Nabi) menyuruh membuat minuman pada tempat-tempat minuman (biasa). [HR. Ahmad, Muslim, Nasai dan Tirmidzi, dan Tirmidzi mengesahkannya].

عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ اْلاَشْرِبَةِ اِلاَّ فِى ظُرُوْفِ اْلاَدَمِ، فَاشْرَبُوْا فِى كُلِّ وِعَاءٍ غَيْرَ اَنْ لاَ تَشْرَبُوْا مُسْكِرًا. احمد و مسلم و ابو داود و النسائى

Dari Buraidah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda : “Aku pernah melarang kamu beberapa minuman kecuali (minuman yang) di kantong-kantong kulit yang disamak. Sekarang minumlah (minuman) di semua tempat minuman, tapi jangan kamu minum (minuman yang) memabukkan”. [HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Nasai]

و فى رواية: نَهَيْتُكُمْ عَنِ الظُّرُوْفِ وَ اِنَّ ظَرْفًا لاَ يُحِلُّ شَيْئًا وَّ لاَ يُحَرِّمُهُ، وَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ. الجماعة الا البخارى و ابا داود

Dan dalam riwayat lain dikatakan, “Aku pernah melarang kamu beberapa wadah (minuman), namun (ketahuilah) sesungguhnya wadah (itu sendiri) tidak bisa menghalalkan sesuatu dan mengharamkannya dan setiap minuman yang memabukkan itulah yang haram”. [HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Abu Dawud].

عَنْ اَنَسٍ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ النَّبِيْذِ فِى الدُّبَّاءِ وَ النَّقِيْرِ وَ اْلمُزَفَّتِ، ثُمَّ قَالَ بَعْدَ ذلِكَ: اَلاَ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ النَّبِيْذِ فِى اْلاَوْعِيَةِ فَاشْرَبُوْا فِيْمَا شِئْتُمْ وَ لاَ تَشْرَبُوْا مُسْكِرًا. مَنْ شَاءَ اَوْكَى سِقَائَهُ عَلَى اِثْمٍ. احمد

Dari Anas, ia berkata : Rasulullah SAW melarang membuat minuman di dubba’, di lubang kayu, di guci dan di wadah yang dicat. Kemudian sesudah itu, beliau bersabda : “Benar aku pernah melarang kamu membuat minuman di beberapa wadah, namun (sekarang) boleh kamu minum di wadah mana saja yang kamu sukai, tapi janganlah minum minuman yang memabukkan, barang siapa (tetap) menghendaki (minuman yang memabukkan) berarti ia menutupi wadahnya itu dengan dosa”. [HR. Ahmad].

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُغَفَّلٍ قَالَ: اَنَا شَهِدْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص حِيْنَ نَهَى عَنِ النَّبِيْذِ اْلجَرِّ. وَ اَنَا شَهِدْتُهُ حِيْنَ رَخَّصَ فِيْهِ، وَ قَالَ: وَ اجْتَنِبُوْا كُلَّ مُسْكِرٍ. احمد

Dari Abdullah bin Mughaffal RA ia berkata, saya menyaksikan Rasulullah SAW ketika beliau melarang membuat minuman pada guci dan saya pun menyaksikan ketika beliau memberi keringanan padanya. Seraya bersabda, “Dan jauhilah setiap minuman yang memabukkan”. [HR. Ahmad].

Keterangan :

Dubba’ ialah labu (waloh) yang dihilangkan isinya. Hantam atau jarrah ialah guci (hijau). Naqir ialah batang (glugu) kurma dilubangi tengahnya, dan muqayyar atau muzaffat ialah wadah yang diberi tir atau yang diberi cat.

Wadah-wadah tersebut pada waktu itu biasa digunakan membuat/menyimpan minuman keras. Oleh karena itu beliau melarangnya menggunakan wadah-wadah tersebut.

Tetapi setelah orang-orang mengetahui dengan jelas tentang haramnya khamr, maka beliau membolehkan minum pada wadah apa saja, asalkan bukan minum minuman yang memabukkan.

Khamr Tidak Boleh Dijadikan Sebagai Obat.

Tentang menggunakan khamr sebagai obat itu, diterangkan dalam hadits sebagai berikut :

مَا اَنْزَلَ اللهُ مِنْ دَاءٍ اِلاَّ اَنْزَلَهُ شِفَاءً. البخارى صحيح

Allah tidak menurunkan penyakit, melainkan Dia menurunkan penawar baginya. [HSR. Bukhari]

اِنَّ اللهَ اَنْزَلَ الدَّاءَ وَ الدَّوَاءَ وَ جَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَ لاَ تَتَدَاوَوْا بِحَرَامٍ. ابو داود صحيح

Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan juga obat(nya). Dan Dia telah mengadakan obat bagi tiap-tiap penyakit. Maka berobatlah, dan jangan berobat dengan (barang) yang haram. [HSR Abu Dawud]

اِنَّ اللهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً اِلاَّ اَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَ جَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ. احمد

Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, melainkan Dia menurunkan penawar baginya, yang diketahui oleh orang yang pandai dan tidak diketahui oleh orang yang bodoh. [HR. Ahmad]

قَالَ اَبُوْ هُرَيْرَةَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ الدَّوَاءِ اْلخَبِيْثِ. مسلم

Abu Hurairah RA berkata, “Rasulullah SAW melarang berobat dengan obat yang jelek”. [HSR. Muslim]

Di dalam perkataan jelek itu, termasuk juga barang yang diharamkan seperti : khamr, babi, dan lain-lainnya.

Dengan keterangan-keterangan hadits, nyatalah bagi kita, bahwa tiap-tiap penyakit itu, ada obatnya. Tetapi kebanyakan dari kita tidak mempedulikan hal itu, hingga menyebabkan kita berobat dengan barang-barang yang diharamkan Allah. Dari keterangan-keterangan itu, kita dapat mengerti, bahwa berobat dengan barang yang telah diharamkan oleh syara’ itu haram pula hukumnya. Dan larangan berobat dengan arak itu, dengan terang dan tegas disebut dalam hadits sebagai berikut :

قَالَ وَائِلُ بْنُ حُجْرٍ: اِنَّ طَارِقَ بْنَ سُوَيْدٍ سَأَلَ النَّبِيَّ ص عَنِ اْلخَمْرِ، فَنَهَاهُ عَنْهَا فَقَالَ: اَصْنَعُهَا لِلدَّوَاءِ. قَالَ: اِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَ لكِنَّهُ دَاءٌ. مسلم و الترمذى صحيح

Wail bin Hujr telah berkata, bahwasanya Thariq bin Suwaid pernah bertanya kepada Nabi SAW tentang khamr, maka Nabi melarang hal itu. Lalu ia berkata, “Saya membuatnya untuk dijadikan obat”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya khamr itu bukan obat, tetapi penyakit”. [HSR. Muslim dan Tirmidzi]

قَالَ بْنُ مَسْعُوْدٍ فِى اْلمُسْكِرِ: اِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَ كَمْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ. البخارى صحيح

Ibnu Mas’ud telah berkata tentang barang yang memabukkan, “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat bagimu pada barang yang Dia telah mengharamkan padanya”. [HSR. Bukhari]

Dua keterangan yang baru tersebut ini menegaskan bahwa khamr itu bukan obat, tetapi penyakit, yakni bisa menimbulkan penyakit, walaupun orang menggunakan sebagai obat. Dan kita dilarang menjadikan khamr sebagai obat.

Jampi-jampi yang Dibolehkan

عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ اْلاَشْجَعِيِّ قَالَ: كُنَّا نَرْقِى فِى اْلجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ تَرَى فِى ذلِكَ؟ فَقَالَ: اِعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ. لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ. مسلم

Dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’iy ia berkata, “Dahulu kami biasa melakukan jampi-jampi di masa Jahiliyah, lalu kami bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang yang demikian itu ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Perlihatkanlah dulu kepadaku bagaimana jampi-jampi kalian. Tidak mengapa menjampi selama tidak mengandung syirik”.[HR. Muslim 4:1727]

عَنْ اَبِى سَعِيْدِ اْلخُدْرِيِّ اَنَّ نَاسًا مِنْ اَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ ص كَانُوْا فِى سَفَرٍ فَمَرُّوْا بِحَيٍّ مِنْ اَحْيَاءِ اْلعَرَبِ فَاسْتَضَافُوْهُمْ فَلَمْ يُضِيْفُوْهُمْ. فَقَالُوْا لَهُمْ: هَلْ فِيْكُمْ رَاقٍ؟ فَاِنَّ سَيِّدَ اْلحَيِّ لَدِيْغٌ اَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ: نَعَمْ، فَاَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ، فَاُعْطِيَ قَطِيْعًا مِنْ غَنَمٍ، فَاَبَى اَنْ يَقْبَلَهَا وَ قَالَ: حَتَّى اَذْكُرَ ذلِكَ لِلنَّبِيِّ ص فَاَتَى النَّبِيَّ ص فَذَكَرَ ذلِكَ لَهُ. فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ اللهِ مَا رَقَيْتُ اِلاَّ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَ قَالَ: وَ مَا اَدْرَاكَ اَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ ثُمَّ قَالَ خُذُوْا مِنْهُمْ وَ اضْرِبُوْا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ. و فى رواية : فَجَعَلَ يَقْرَأُ اُمَّ اْلقُرْآنِ، وَ يَجْمَعُ بُزَاقَهُ، وَ يَتْفُلُ فَبَرَأَ الرَّجُلُ. مسلم

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy bahwasanya beberapa orang diantara shahabat Rasulullah SAW sedang dalam perjalanan (musafir) lalu mereka melewati suatu kampung dari kampung-kampung Arab. Mereka berharap bisa menjadi tamu di kampung tersebut, tetapi penduduk kampung itu tidak mau menerimanya. Lalu penduduk kampung tersebut bertanya kepada mereka, “Apakah diantara kalian ada orang yang bisa menjampi ?”. Karena kepala kampung di sini baru terkena sengatan. Seorang dari rombongan sahabat itu menjawab, “Ya, ada”. Lalu shahabat tersebut datang kepada kepala kampung tersebut dan menjampinya dengan Surat Al-Fatihah.Ternyata kepala kampung itu sembuh, lalu shahabat tersebut diberi upah beberapa ekor kambing. Tetapi shahabat yang menjampinya itu tidak mau mengambilnya dan berkata, “Saya akan menyam-paikannya dulu kepada Nabi SAW”. Kemudian dia datang kepada Nabi SAW dan menceritakan hal tersebut kepada beliau. Ia berkata, “Ya Rasulullah, demi Allah saya tidak menjampi kecuali dengan membacakan surat Al-Fatihah”. Maka Nabi SAW tersenyum dan bersabda, “Darimana kau tahu bahwasurat Al-Fatihah itu bisa untuk menjampi ?”. Lalu beliau bersabda, “Ambillah (kambing-kambing itu) dari mereka dan ikutkan saya dalam pembagian kalian”. Dan dalam riwayat lain disebutkan, shahabat itu membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) dan mengumpulkan ludahnya lalu meludahkannya, maka sembuhlah kepala kampung itu. [HR. Muslim 4:1727, Bukhari dan Ibnu Hibban. Dan di dalam Ibnu Hiibban diterangkan bahwa kambing tersebut 30 ekor]

عَنْ اَبِى سَعِيْدِ اْلخُدْرِيِّ قَالَ: نَزَلْنَا مَنْزِلاً فَاَتَتْنَا امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: اِنَّ سَيِّدَ اْلحَيِّ سَلِيْمٌ لُدِغَ. فَهَلْ فِيْكُمْ مِنْ رَاقٍ؟ فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ مِنَّا. مَا كُنَّا نَظُنُّهُ يُحْسِنُ رُقْيَةً. فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ فَبَرَأَ فَاَعْطَوْهُ غَنَمًا، وَ سَقَوْنَا لَبَنًا فَقُلْنَا: اَكُنْتَ تُحْسِنُ رُقْيَةً؟ فَقَالَ: مَا رَقَيْتُهُ اِلاَّ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ. قَالَ، فَقُلْتُ: لاَ تُحَرِّكُوْهَا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ ص فَاَتَيْنَا النَّبِيَّ ص فَذَكَرْنَا ذلِكَ لَهُ، فَقَالَ: مَا كَانَ يَدْرِيْهِ اَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ اِقْسِمُوْا وَ اضْرِبُوْا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ. مسلم

Dari Abu Sa’id Al-Kudriy, ia berkata, “Kami sedang beristirahat di suatu tempat, tiba-tiba seorang wanita datang kepada kami dan berkata, “Sesungguhnya kepala kampung kami tersengat kalajengking. Apakah diantara kalian ada yang bisa menjampi ?”. Maka seseorang diantara kami berdiri lalu pergi bersama wanita itu. Kami tidak menduga sebelumnya, bahwa teman kami itu pandai menjampi. Lalu dia menjampi kepala kampung itu dengan membaca surat Al-Fatihah, maka sembuh. Lalu orang-orang kampung memberinya kambing dan memberi kami minum susu. Kami bertanya kepada teman kami, “Apakah engkau memang pandai menjampi ?”. Dia menjawab, “Aku hanya menjampinya dengan surat Al-Fatihah”. Aku (Abu Sa’id) berkata, “Jangan kalian apa-apakan dulu kambing itu sebelum kita datang melapor kepada Nabi SAW”. Kemudian kami datang kepada Nabi SAW dan menuturkan hal itu kepada beliau. Mendengar penuturan kami beliau bersabda, “Bukankah tidak ada yang memberitahu, bahwa suratAl-Fatihah itu bisa untuk menjampi ? Bagilah kambing-kambing itu dan berilah aku bagian bersamamu”. [HR. Muslim 4:1728]

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَأْمُرُنِى اَنْ اَسْتَرْقِيَ مِنَ اْلعَيْنِ. مسلم

Dari Aisyah ia berkata, “Rasulullah SAW pernah menyuruhku untuk meminta jampi dari sakit mata”. [HR. Muslim 4:1725]

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ فِى الرُّقَى قَالَ: رُخِّصَ فِى اْلحُمَةِ وَ النَّمْلَةِ وَ اْلعَيْنِ. مسلم

Dari Anas bin Malik, ia berkata tentang menjampi, “Diidzinkan untuk mengatasi racun, luka di lambung dan mata”. [HR. Muslim 4:1725]

عَنْ اَبِى الزُّبَيْرِ اَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُوْلُ: اَرْخَصَ النَّبِيُّ ص فِى رُقْيَةِ اْلحَيَّةِ لِبَنِى عَمْرٍو، قَالَ اَبُو الزُّبَيْرِ: وَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُوْلُ: لَدَغَتْ رَجُلاً مِنَّا عَقْرَبٌ وَ نَحْنُ جُلُوْسٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَرْقِى؟ قَالَ: مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ اَنْ يَنْفَعَ اَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ. مسلم

Dari Abuz Zubair bahwasanya ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata, “Nabi SAW memberi idzin untuk menjampi ular kepada Bani ‘Amr”. Abuz Zubair berkata, “Aku mendengar Jabir bin Abdullah berkata, “Seseorang diantara kami tersengat kalajengking. Ketika itu kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW. Lalu ada orang bertanya, “Ya Rasulullah, bolehkah aku menjampinya ?” Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa diantara kalian sanggup menolong saudaranya (kawannya), hendaklah dia lakukan”. [HR. Muslim 4:1726]

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ الرُّقَى فَجَاءَ آلُ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّهُ كَانَتْ عِنْدَنَا رُقْيَةٌ نَرْقِى بِهَا مِنَ اْلعَقْرَبِ وَ اِنَّكَ نَهَيْتَ عَنِ الرُّقَى. قَالَ: فَعَرَضُوْهَا عَلَيْهِ. فَقَالَ: مَا اَرَى بَأْسًا مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ اَنْ يَنْفَعَ اَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ. مسلم

Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW melarang jampi-jampi. Lalu datanglah keluarga ‘Amr bin Hazm kepada Rasulullah SAW. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, kami mempunyai mantra yang bisa untuk menjampi sengatan kalajengking. Sedangkan engkau melarang jampi-jampi”. Lalu mereka memperlihatkan jampi-jampi mereka kepada Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Aku kira tidak apa-apa. Barangsiapa diantara kalian bisa menolong saudaranya, hendaklah dia lakukan”. [HR. Muslim 4:1726]

Keterangan :

Dari hadits-hadits diatas bisa dipahami bahwa ruqyah (jampi-jampi) yang tidak mengandung syirik itu tidak dilarang. Menurut riwayat Bukhari Nabi SAW biasa melakukan ruqyah ketika akan tidur, yaitu melaksanakan suwuk (menghembus pada kedua tapak tangan yang disatukan dan membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Naas, lalu mengusapkan ke seluruh badan semaksimalnya). Dan ketika Nabi SAW menjenguk orang sakit, beliau juga melakukan ruqyah dengan membaca doa bagi orang sakit.

Petunjuk Nabi SAW Tentang Wabah Yang Berjangkit Di Suatu Daerah

عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدِ بْنِ اَبِى وَقَّاصٍ عَنْ اَبِيْهِ اَنَّهُ سَمِعَهُ يَسْأَلُ اُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ: مَاذَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص فِى الطَّاعُوْنِ؟ فَقَالَ اُسَامَةُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَلطَّاعُوْنُ رِجْزٌ اَوْ عَذَابٌ اُرْسِلَ عَلَى بَنِى اِسْرَائِيْلَ اَوْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ. فَاِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِاَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوْا عَلَيْهِ. وَ اِذَا وَقَعَ بِاَرْضٍ وَ اَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوْا فِرَارًا مِنْهُ. مسلم

Dari ‘Amir bin Sa’ad bin Abu Waqqash, dari ayahnya, bahwasanya dia mendengar (Sa’ad bin Abu Waqqash) bertanya kepada Usamah bin Zaid, “Apa yang kamu dengar dari Rasulullah SAW tentang penyakit tha’un ?”. Usamah menjawab, Rasulullah SAW bersabda, “Penyakit tha’un (lepra) itu ialah suatu hukuman atau siksaan yang ditimpakan kepada kaum Bani Israil, atau kepada ummat-ummat sebelum kalian. Maka apabila kalian mendengar penyakit tha’un itu melanda suatu daerah, janganlah kalian datang ke daerah itu. Dan apabila menimpa suatu daerah sedangkan kamu berada padanya, maka janganlah kalian keluar lari dari daerah itu”. [HR. Muslim 4:1737]

عَنْ اُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَلطَّاعُوْنُ آيَةُ الرِّجْزِ ابْتَلَى اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ بِهِ نَاسًا مِنْ عِبَادِهِ. فَاِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فَلاَ تَدْخُلُوْا عَلَيْهِ. وَ اِذَا وَقَعَ بِاَرْضٍ وَ اَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَفِرُّوْا مِنْهُ. مسلم

Dari Usamah bin Zaid, ia berkata : Rasulullah SAW besabda, “Penyakit tha’un (lepra) adalah tandanya hukuman (siksa). Dengan penyakit tersebut Allah Azza wa Jalla menguji manusia dari hamba-hamba-Nya. Maka apabila kalian mendengar penyakit tersebut menimpa (suatu daerah), janganlah kalian masuk ke daerah itu. Dan apabila menimpa suatu daerah sedangkan (pada waktu itu) kamu berada padanya, maka janganlah kalian lari darinya”. [HR. Muslim 4:1738]

عَنْ اُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ قَالَ: اِنَّ هذَا اْلوَجَعَ اَوِ السَّقَمَ رِجْزٌ عُذِّبَ بِهِ بَعْضُ اْلاُمَمِ قَبْلَكُمْ. ثُمَّ بَقِيَ بَعْدُ بِاْلاَرْضِ فَيَذْهَبُ اْلمَرَّةَ وَ يَأْتِى اْلاُخْرَى. فَمَنْ سَمِعَ بِهِ بِاَرْضٍ فَلاَ يَقْدَمَنَّ عَلَيْهِ وَ مَنْ وَقَعَ بِاَرْضٍ وَ هُوَ بِهَا فَلاَ يُخْرِجَنَّهُ اْلفِرَارُ مِنْهُ. مسلم

Dari Usamah bin Zaid, dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda,  “Sesungguhnya sakit (lepra) ini atau penyakit ini adalah suatu siksa (hukuman) yang dengannya sebagian ummat-ummat sebelum kalian dahulu disiksa. Kemudian setelah itu penyakit tersebut menetap di bumi. Lalu penyakit itu suatu saat hilang, dan suatu saat datang lagi. Maka barangsiapa yang mendengar bahwa penyakit tha’un tersebut menimpa di suatu daerah, janganlah sekali-kali ia datang kepadanya. Dan barangsiapa yang berada di suatu daerah yang sedang ditimpa penyakit tersebut, maka jangan sekali-kali dia keluar karena ingin menghindari”. [HR. Muslim 4:1738]

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، اَنَّ عُمَرَ بْنَ اْلخَطَّابِ خَرَجَ اِلَى الشَّامِ حَتَّى اِذَا كَانَ بِسَرْغٍ لَقِيَهُ اَهْلُ اْلاَجْنَادِ اَبُوْ عُبَيْدَةَ بْنُ اْلجَرَّاحِ وَ اَصْحَابُهُ. فَاَخْبَرَهُ اَنَّ اْلوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَقَالَ عُمَرُ: اُدْعُ لِيَ اْلمُهَاجِرِيْنَ اْلاَوَّلِيْنَ. فَدَعَوْتُهُمْ، فَاسْتَشَارَهُمْ وَ اَخْبَرَهُمْ اَنَّ اْلوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ. فَاخْتَلَفُوْا، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: قَدْ خَرَجْتَ ِلاَمْرٍ وَ لاَ نَرَى اَنْ تَرْجِعَ عَنْهُ. وَ قَالَ بَعْضُهُمْ: مَعَكَ بَقِيَّةُ النَّاسِ وَ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص. وَ لاَ نَرَى اَنْ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هذَا اْلوَبَاءِ. فَقَالَ: اِرْتَفِعُوْا عَنِّى. ثُمَّ قَالَ: اُدْعُ لِيَ اْلاَنْصَارَ فَدَعَوْتُهُمْ لَهُ. فَاسْتَشَارَهُمْ فَسَلَكُوْا سَبِيْلَ اْلمُهَاجِرِيْنَ، وَ اخْتَلَفُوْا كَاخْتِلاَفِهِمْ. فَقَالَ: اِرْتَفِعُوْا عَنِّى. ثُمَّ قَالَ: اُدْعُ لِى مَنْ كَانَ ههُنَا مِنْ مَشْيَخَةِ قُرَيْشٍ مِنْ مَهَاجِرَةِ اْلفَتْحِ. فَدَعَوْتُهُمْ فَلَمْ يَخْتَلِفْ عَلَيْهِ رَجُلاَنِ. فَقَالُوْا نَرَى اَنْ تَرْجِعَ بِالنَّاسِ وَ لاَ تُقْدِمْهُمْ عَلَى هذَا اْلوَبَاءِ. فَنَادَى عُمَرُ فِى النَّاسِ. اِنِّى مُصْبِحٌ عَلَى ظَهْرٍ فَاَصْبِحُوْا عَلَيْهِ. فَقَالَ اَبُوْ عُبَيْدَةَ بْنُ اْلجَرَّاحِ: أَ فِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللهِ؟ فَقَالَ عُمَرُ: لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا يَا اَبَا عُبَيْدَةَ. (وَ كَانَ عُمَرُ يَكْرَهُ خِلاَفَهُ). نَعَمْ، نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللهِ اِلَى قَدَرِ اللهِ. أَ رَاَيْتَ لَوْ كَانَتْ لَكَ اِبِلٌ فَهَبَطْتَ وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ اِحْدَاهُمَا خَصْبَةٌ وَ اْلاُخْرَى جَدْبَةٌ أَ لَيْسَ اِنْ رَعَيْتَ اْلخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ، وَ اِنْ رَعَيْتَ اْلجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ؟ قَالَ فَجَاءَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ عَوْفٍ، وَ كَانَ مُتَغَيِّبًا فِى بَعْضِ حَاجَتِهِ، فَقَالَ: اِنَّ عِنْدِى مِنْ هذَا عِلْمًا. سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِاَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوْا عَلَيْهِ. وَ اِذَا وَقَعَ بِاَرْضٍ وَ اَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوْا فِرَارًا مِنْهُ. قَالَ: فَحَمِدَ اللهَ عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ ثُمَّ انْصَرَفَ. مسلم

Dari Abdullah bin Abbas, bahwasanya Umar bin Khaththab pergi ke negeri Syam. Ketika Umar sampai di kota Saragh (kota di pinggiran Syam dari arah Hijaz), dia ditemui oleh pimpinan-pimpinan beberapakota di Syam, yaitu  Ubaidah bin Jarrah dan shahabat-shahabatnya. Mereka memberitahu Umar bahwa wabah sedang berjangkit di negeri Syam. Ibnu Abbas berkata, “Umar lalu berkata, “Panggilkan untukku orang-orang Muhajirin yang pertama”. Lalu aku panggilkan mereka. Kemudian Umar bermusyawarah dengan mereka dan memberitahu mereka bahwa wabah telah berjangkit di negeri Syam. Lalu mereka berbeda pendapat. Sebagian mereka berkata, “Sungguh engkau keluar untuk suatu urusan yang penting, maka kami tidak setuju kalau kamu kembali”. Dan sebagian mereka berkata, “Engkau diikuti oleh orang banyak dan shahabat-shahabat Rasulullah SAW, maka kami tidak setuju kalau kamu membawa mereka itu menuju ke wabah ini”. Lalu Umar berkata, “Tinggalkanlah aku”. Kemudian dia berkata, “Panggilkan untukku orang-orang Anshar”. (Ibnu Abbas) berkata, “Lalu aku panggilkan mereka. Kemudian Umar bermusyawarah dengan mereka. Dan ternyata orang-orang Anshar itupun sama seperti orang-orang Muhajirin tadi, yaitu orang-orang Anshar itu berbeda pendapat seperti orang-orang Muhajirin”. Maka Umar berkata, “Tinggalkanlah aku !”. Kemudian Umar berkata, “Panggilkan untukku sesepuh-sesepuh Quraisy yang hijrah pada waktu Fathu Mekkah (orang-orang yang masuk Islam sebelum Fathu Makkah) !” Maka aku panggilkan mereka itu. Dan ternyata mereka itu satu pendapat, tidak terjadi perbedaan pendapat diantara dua orang. Mereka berkata : “Kami berpendapat, bahwasanya engkau harus kembali membawa orang-orang ini dan jangan engkau membawa mereka datang ke wabah itu”. Kemudian  Umar menyeru kepada orang banyak, “Sesungguhnya aku bersiap-siap naik kendaraan untuk pulang, maka bersiap-siaplah kalian !”. Maka Abu Ubaidah bin Jarrah berkata, “Apakah akan lari dari taqdir Allah ?”. Umar menjawab, “Seandainya bukan kamu yang mengatakan begitu hai Abu Ubaidah, (saya tidak heran)”. Dan Umar tidak suka berselisih dengannya. (Umar berkata ), “Ya, kita lari dari taqdir Allah menuju kepada taqdir Allah yang lain. Bagaimana pendapatmu, kalau kamu mempunyai onta yang kamu bawa turun ke suatu lembah yang mempunyai dua sisi, yang satu subur dan yang satunya lagi tandus. Bukankah jika kamu menggembalakannya pada sisi yang subur itu berarti kamu menggembalakannya dengan taqdir Allah ? Dan jika kamu menggembalakannya pada sisi yang tandus itupun berarti kamu menggembala-kannya dengan taqdir Allah ?”. Kemudian Abdurrahman bin Auf datang dari sesuatu keperluannya. Kemudian ia berkata, “Sesungguhnya saya mempunyai ilmu tentang hal ini. Saya pernah mendengar Raulullah SAW bersabda, “Apabila kalian mendengar di suatu daerah (terjangkit wabah), maka janganlah kalian masuk ke daerah itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di suatu daerah sedang kamu berada padanya, maka janganlah kalian keluar melarikan diri dari daerah tersebut”. (Ibnu Abbas) berkata, “Lalu Umar bin Khaththab memuji Allah, kemudian meninggalkan tempat itu”. [HR. Muslim : IV : 1740]
Judi‎

Hakekat perjudian adalah dua pihak atau lebih yang masing-masing menyetorkan sejumlah uang tertentu dan dikumpulkan sebagai hadiah. Kemudian mereka mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, melempar dadu, adu ketangkasan, memutar rolet, sabung ayam, menebak skor pertandingan sepak bola, atau permainan yang lain. Siapa yang menang, ia berhak mendapatkan hadiah yang dananya diambil dari kontribusi para peserta yang dikumpulkan tadi.
Undian Berhadiah = Judi?

Kalau kita pelajari hakekat perjudian di atas, maka apakah undian berhadiah termasuk di dalamnya?

Sebuah undian bisa mengandung unsur judi manakala ada keharusan bagi setiap peserta untuk membayar sejumlah uang atau barang dengan nilai tertentu kepada pihak penyelenggara. Dana untuk menyediakan hadiah yang dijanjikan itu didapat dari uang yang dikumpulkan dari peserta undian tadi. Pada saat itulah, undian menjadi salah satu bentuk perjudian. Karena pada hakekatnya, uang yang disetorkan oleh para peserta itu adalah uang taruhan dari sebuah praktek perjudian. Sehingga undian seperti ini haram hukumnya meski diberi nama apapun.

Tidak jauh berbeda dengan undian berhadiah adalah kuis atau sayembara via SMS yang diselenggarakan oleh operator telepon seluler atau pihak tertentu yang bekerjasama dengannya. Pada prakteknya, secara otomatis pulsa pelanggan yang mengikuti kuis tersebut akan berkurang. Dan itulah sebenarnya uang yang dipertaruhkan dalam arena kuis (baca: perjudian) yang terkadang pesertanya bisa mencapai jutaan orang.‎
Berjudi amat besar bahayanya bagi perorangan dan masyarakat. Judi dapat merusak pribadi dan moral seseorang, karena seorang penjudi selalu berangan-angan akan mendapat keuntungan besar tanpa bekerja dan berusaha, dan menghabiskan umurnya di meja judi tanpa menghiraukan kesehatannya, keperluan hidupnya dan hidup keluarganya yang menyebabkan runtuhnya sendi-sendi rumah tangga.
Judi akan menimbulkan permusuhan antara sesama penjudi dan mungkin pula permusuhan ini dilanjutkan dalam pergaulan sehingga merusak masyarakat. Berapa banyak rumah tangga yang berantakan, harta yang musnah karena judi.

 Tidak ada seorang yang kaya semata-mata karena berjudi.‎
Rasulullah SAW menjelaskan dalam hadisnya:
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ ,  عَنْ أَبِيْهِ . أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِشِيْرٍ فَكَأَنَّمَا صَنَعَ يَدَهُ   فِيْ لَحْمِ حِنْزِيْرٍ. ( رواه مسلم)   
Artinya :  Dari Sulaiman bin Buraidah, dari bapaknya. Bahwa Rasululloh saw bersabda : ”Barangsiapa yang bermain dadu (judi), maka seakan-akan dia telah membenamkan tangannya kedalam daging babi”.(H.R. Muslim)
Allah secara tegas melarang orang-orang beriman untuk meminum khomer dan berjudi, kemudian dinyatakan sebagai perbuatan dosa besar, perbuatan keji,perbuatan setan, dan berdampak negatif/berakibat buruk bagi pelakunya. 

Diantara dampak negatifnya adalah bisa menimbulkan :‎
1) terjadinya permusuhan (العَدَاوَة);   
2) terjadinya kebencian satu sama lain (البَغْضَاء); 
3) menghalangi ingat kepada Allah (يَصُدَّ عَنْ ذِكْرِ اللَّه);
4) mengganggu / membuat kacau ketika shalat (يَصُدَّ عَنْ الصَّلاَة)

Selain dampak negative di atas, Rasululloh menjelaskan akibat buruk lainnya bagi peminum khomer, jika dia tidak segera bertaubat, sebagaimana Hadis Nabi :
مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ لَمْ يَرْضَ اللهُ عَنْهُ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً، فَإِنْ مَاتَ مَاتَ كَافِرًا  وَإِنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ، وَإِنْ عَادَ كَانَ حَقّـَا عَلَى اللهِ أَنْ يَّسْقِيـَهُ مِنْ طِيْنَةِ  الْخَبَالِ قَلَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا طِيْنَةُ الْخَبَالِ؟ قَالَ : صَدِيْدُ أَهْلِ النَّارِ (رواه أحمد(

Artinya : “Siapa saja yang minur khamar, maka Allah tidak akan ridho kepadanya selama empatpuluh malam. Bila ia mati saat itu, maka matinya dalam keadaan kafir. Dan bila ia bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya. Kemudian jika ia mengulang kembali (meminum khamar), maka Allah memberinya minuman dari “thinatil khabal”. (Asma’ bertanya, “Ya Rasulullah, apakah thinatil khabali itu?. (Rasulullah) menjawab, “Darah bercampur nanah ahli neraka. (HR Ahmad)
Sifat Buruk Khamr dan Judi

Kalau kita perhatikan dengan seksama ayat 90-91 surat Al-Maidah di atas, kita akan mendapati bahwa perbuatan meminum khamr dan berjudi itu memiliki sifat dan dampak negatif sebagai berikut:

Pertama, Kotor dan Najis

Allah subhaanahu wa ta’aalaa menyifati perbuatan- perbuatan tersebut dengan sifat yang semestinya tidak ada seorang pun mau mendekatinya apalagi menyentuhnya, yaitu sifat الرجس, maknanya adalah kotor dan najis.

Maka siapakah yang masih mau mendekati, menyentuh, dan apalagi bergelimang dengan sesuatu yang menjijikkan tersebut?

Kedua, Perbuatan Syaithan

Sifat jelek berikutnya yang disebutkan oleh Allah dalam ayat di atas adalah bahwa perbuatan-perbuatan itu termasuk perbuatan syaithan, makhluk terlaknat yang telah divonis akan masuk neraka dan kekal di dalamnya.

Syaithan tidak tinggal diam, ia berusaha mencari teman untuk diajak bersama masuk jahannam. Ia ingin agar manusia berbuat seperti apa yang ia perbuat. Dari ayat ini, Anda menjadi tahu perbuatan syaithan yang akan menjadi sebab tergelincirnya manusia ke dalam jurang neraka.

Ketiga, Tidak Akan Meraih Kemenangan

Setelah mengabarkan bahwa keempat perbuatan tersebut najis, kotor, dan merupakan perbuatan syaithan, maka Allah subhaanahu wa ta’aalaa pun memerintahkan untuk menjauhinya dan sekaligus mengabarkan bahwa barangsiapa yang benar-benar menjauhi perbuatan tersebut, maka ia akan meraih kemenangan, yaitu kehidupan yang bahagia, selamat dunia akhirat. Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman (artinya), “Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat kemenangan.”

Hal ini memberikan pengertian bahwa barangsiapa yang masih saja melakukan perbuatan-perbuatan najis tersebut, maka ia tidak akan meraih kemenangan yang dijanjikan oleh Allahsubhaanahu wa ta’aalaa.

Keempat, Penyebab Timbulnya Permusuhan dan Kebencian

Selanjutnya Allah subhaanahu wa ta’aalaamengabarkan bahwa meminum khamr dan berjudi merupakan penyebab rusaknya hubungan antar sesama. Syaithanlah biangnya. Ia menjadikan judi dan khamr sebagai sarana agar manusia saling benci dan memusuhi.

Maka bukan suatu hal yang aneh apabila setiap praktek perjudian atau acara pesta minuman keras kerap kali diakhiri dengan kekacauan, pertengkaran, saling benci dan dendam, bahkan pembunuhan. Na’udzubillah.

Itulah judi dan miras. Pangkal dari kejahatan dan tindak kriminal yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Kelima, Menghalangi Seseorang dari Dzikrullah dan Shalat

Syaithan pun juga menjadikan judi dan minuman keras ini sebagai perangkat untuk menjauhkan seseorang dari berdzikir kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa dan beribadah kepada-Nya.

Sungguh sangat merugi ketika seseorang jauh dari mengingat Allah, tidak pernah mendirikan shalat, dan menjalankan ibadah yang lainnya. Padahal dengan berdzikir kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa hati seseorang menjadi tenteram, dan dengan shalat, seseorang akan tercegah dari perbuatan keji dan mungkar.‎‎

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar