Sabtu, 26 Maret 2016

Penjelasan Tentang Dzikir Fida'

Dzikir kepada Allah secara berjamaah sudah menjadi kebiasaan umat Islam khususnya di Indonesia, kalimat-kalimat dzikir banyak sekali, diantaranya membaca lafadz Allah. Dzikir hukumnya sunnah sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an;

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا (41) وَسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً (42)

Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah Swt., zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. (al-Ahzab:41-42)

اِعْلَمْ أَنَّهُ كَمَا يُسْتَحَبُّ الذِّكْرُ يُسْتَحَبُّ الْجُلُوْسُ فِيْ حَلْقِ أَهْلِهِ ، وَقَدْ تَظَاهَرَتْ اَلْأَدِلَّةُ عَلَى ذٰلِكَ ، (الاذكار النووى ص 8)

Ketahuilah sebagaimana disunnahkan dzikir, begitu juga disunnahkan duduk dalam lingkaran orang-orang yang berdzikir, karena banyak dalil-dalil yang menyatakan hal itu. (al-Adzkar al-Nawawi, hal. 08)

Bagi warga Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah bahwa membaca dzikir dan do’a adalah suatu ibadah yang sangat tinggi pahalanya di hadapan Allah Swt. Oleh sebab itu, ciri khas ummat Islam Indonesia yang menganut faham Ahluu Sunnah Wal Jama’ah sangat rajin berdzikir dan berdo’a pada setiap setelah shalat atau pada waktu-waktu tertentu bahkan disetiap hembusan nafasnya selalu berdzikir kepada Allah dalam hatinya, selalu mengingat Allah dalam setiap aktifitasnya yaitu: ketika duduk, berdiri, berjalan, makan, minum, bekerja dan apapun yang dikerjakan oleh anggota dhahirnya, tetapi hatinya tidak pernah luput dari mengingat Allah.

DZIKIR FIDA’

Dzikri Fida’ merupakan dzikir penebusan, yaitu menebus kemerdekaan diri sendiri atau orang lain dari siksaan Allah Swt. dengan membaca: Laa Ilaha Illallah. sebanyak 71.000 (tujuh puluh satu ribu).

Dengan demikian, dzikir fida’ adalah upaya untuk memohonkan ampunan kepada Allah Swt. atas dosa-dosa orang yang sudah meninggal. Diterangkan dalam hadits dari Siti Aisyah:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قاَلَ لاَإِلهَ اِلاَّاللهُ اَحَدَ وَسَبْعِيْنَ اَلْفًا اِشْتَرَى بِهِ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَذَا فَعَلَهُ لِغَيْرِهِ. (خزينة الاسرا 1884)

Diriwayatkan dari Aisyah ra. Ia berkata; Rasulullah bersabda: barang siapa yang membaca laa ilaaha illah sebanyak tujuh puluh satu ribu maka berarti ia menebus (siksaan) dengan bacaan tersebut dari Allah ‘Azza Wajalla dan begitu juga hal ini bisa dilakukan untuk orang lain. (Khazinah al-Asrar, hal.188)

Adapun dzikir fida’ ini yang selanjutnya disebut dzikir ‘ataqah, oleh para ulama’ dibagi dua macam yakni ‘ataqah sughra yaitu membaca laa ilaaha illah sebanyak 70 ribu kali atau 71 ribu kali dan ‘ataqah kubra yaitu membaca surat al-Ikhlas sebanyak 100 ribu kali. Sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Syarh al-Futuhat al-Madaniyah.

وَرُوِىَ اَنَّ الشَّيْخَ اَباَ الرَّبِيْعِ اَلْمَالَقِيّ كاَنَ عَلىَ مَائِدَةِ طَعَامٍ وَكاَنَ قَدْ ذَكَرَ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ سَبْعِيْنَ اَلْفَ مَرَّةٍ وَكاَنَ مَعَهُمْ عَلىَ الْمَائِدَةِ شَابٌ مِنْ اَهْلِ الْكَشْفِ فَحِيْنَ مَدَّ يَدَهُ اِلىَ الطَّعاَمِ بَكَى وَامْتَنَعَ مِنَ الطَّعَامِ فَقَالَ لَهُ الْحَاضِرُوْنَ لِمَ تَبْكِى؟ فَقاَلَ اَرَى جَهَنَّمَ وَاَرَى اُمِّىْ فِيْهَا. قَالَ الشَّيْخُ اَبُوْ الرَّبِيْعِ: فَقُلْتُ فِىْ نَفْسِىْ اَللَّهُمَّ اِنَّكَ تَعْلَمُ اَنِّىْ قَدْ هَلَّلْتُ سَبْعِيْنَ اَلْفاً وَقَدْ جَعَلْتُهَا عِتْقَ اُمِّ هَذَا الشَّابِّ مِنَ النَّارِ فَقَالَ الشَّابُّ اَلْحَمْدُ لِلّهِ أَرَى أُمِّىْ قَدْ خَرَجَتْ مِنَ النَّارِ وَمَا اَدْرِىْ ماَ سَبَبُ خُرُوْجِهَا وَجَعَلَ هُوَ يَبْتَهِجُ وَاَكَلَ مَعَ الْجَمَاعَةِ. وَهَذَا التَّهْلِيْلُ بِهذَا الْعَدَدِ يُسَمَّى عَتاَقَةَ الصُّغْرَى كَمَا اَنَّ سُوْرَةَ الصَّمَّدِيَّةِ إِذاَ قُرِئَتْ وَبَلَغَتْ مِائَةَ اَلْفِ مَرَّةٍ تُسَمَّى عَاتَقَةَ كُبْرَى وَلَوْ فِيْ سِنِيْنَ عَدِيْدَةٍ فَاِنَّ الْمُوَالاَةَ لاَتُشْتَرَطُ. اهـ (شرح الفتوحات المدنية بهامش نصائح العباد ص 24)

Diriwayatkan bahwa syekh Abu al-Robi’ al-Malaqi, berada di jamuan makanan dan beliau telah berdzikir dengan mengucapkan Laa Ilaha Ilallah 70 ribu kali. Di jamuan tersebut terdapat seorang pemuda ahli kasyaf. Ketika pemuda itu akan mengambil makanan tiba-tiba ia mengurungkan mengambil makanan itu, lalu ia ditanya oleh para hadirin mengapa kamu menangis? ia menjawab, saya melihat neraka jahanam dan melihat ibu saya di dalamnya. Kata syekh Abu al-Rafi’, saya berkata di dalam hati, “Ya Allah, sungguh engkau mengetahui bahwa saya telah berdzikir Laa Ilaha Ilallah 70 ribu kali dan saya mempergunakannya untuk membebaskan ibu pemuda ini dari neraka”. Setelah itu pemuda tersebut berkata, “Alhamdulillah, sekarang saya melihat ibu saya telah keluar dari neraka, namun saya tidak tahu apa sebabnya”. Pemuda itu merasa senang dan kemudian makan bersama dengan para hadirin. Dzikir Laa Ilaha Ilallah 70 ribu kali dinamakan ataqoh sughroh (pembebasan kecil dari neraka), sedangkan surat al-Ikhlas jika dibaca 100 ribu kali dinamakan ataqoh kubro (pembebasan besar dari neraka) walaupun waktu membacanya beberapa tahun, karena tidak disyaratkan berturut-turut. (Syarah al-Futukhat al-Madaniyah Bihamisyi Nasha’ih al-Ibad, hal.22)

Fidaan berasal dari kata fida’ (الفداء) yang berarti tebusan. Banyak juga yang menyebutnya Dzikir Fida’. Jika ditelusuri, dzikir fida’ ini bermacam-macam, diantaranya: membaca kalimat tahlil sebanyak 70.000 atau 71.000, membaca surat Ikhlas sebanyak 1.000 atau 100.000, dan lain sebagainya. Secara garis besar, Dzikir Fida’ terbagi atas 2 macam: Shugra dengan membaca kalimat Tahlil (La Ilaha Illallah) sebanyak 70.000 kali, dan Kubra dengan membaca surat al-Ikhlas sebanyak 100.000 kali.

Dasar dua metode penebusan diri dari api neraka yang beraneka corak ragamnya itu, kesemuanya telah tersurat dan tersirat dalam nushush (penjelasan) di bawah ini:
1. Firman Allah SWT [Q.S. al-Taubah: 111]:

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآَنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ. [التوبة/111]

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” [Q.S. al-Taubah: 111]

2. Firman Allah SWT [Q.S. al-Baqarah: 207]:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ. [البقرة/207]

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” [Q.S. al-Baqarah: 207]

3. Firman Allah SWT [Q.S. al-Zumar: 15]:

قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ. [الزمر/15]

“Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat." Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” [Q.S. al-Zumar: 15]

4. Rasulullah SAW bersabda: 

الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلأُ الْمِيزَانَ. وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلآنِ - أَوْ تَمْلأُ - مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَالصَّلاَةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا. (رواه مسلم)

“Kesucian itu setengah dari iman (yakni segi bathin), Alhamdulillah itu memenuhi timbangan, Subhanallah Wal Hamdulillah itu dapat memenuhi ruang antara langit dan bumi, shalat adalah cahaya (yang dapat menyinari hati orang mukmin di muka bumi), shadaqah adalah bukti, sabar (dalam beribadah dan meninggalkan maksiat) adalah cahaya yang gilang gumilang (yang dapat menghilangkan segala macam kesempitan). Al-Qur’an adalah pedoman pokok, bermanfaat untukmu atau berbahaya atasmu. Semua manusia pergi di waktu pagi, lalu ada yang menjual, membebaskan atau memusnahkan dirinya.” [H.R. Muslim]
Dalam komentarnya, Imam al-Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sabda Nabi SAW "Semua manusia pergi di waktu pagi, lalu ada yang menjual, membebaskan atau memusnahkan dirinya" adalah setiap manusia berusaha dengan dirinya sendiri, lalu di antara mereka ada yang menjual dirinya kepada Allah SWT dengan ketaatannya, sehingga membebaskannya dari siksa. Dan sebagian yang lain menjual dirinya kepada syaithan dan hawa nafsunya dengan cara patuh kepada keduanya, sehingga mencelakakannya. 

5. Dalam Shahih Bukhari, dari shahabat Abu Huraiarah RA, beliau berkata: “Rasulullah SAW berdiri ketika Allah SWT menurunkan ayat “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Q.S. al-Syu’ara: 214)”, beliau bersabda: “Wahai orang-orang Quraisy, belilah (selamatkanlah) diri kalian (dari siksa), aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepada kalian terhadap Allah SWT. Wahai Bani Manaf, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepada kalian terhadap Allah SWT. Wahai Abbas bin Abdul Muthalib, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepadamu terhadap Allah SWT. Wahai Shafiyah bibi utusan Allah, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepadamu terhadap Allah SWT. Wahai Fathimah putri Muhammad SAW, mintalah apa saja yang engkau inginkan dari hartaku, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepadamu terhadap Allah SWT.” [H.R. Bukhari]  

6. Dalam Shahih Muslim, sahabat Abu Hurairah mengisahkan bahwa ketika turun ayat “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Q.S. al-Syu’ara: 214)”, Rasulullah SAW memanggil orang-orang Quraisy, lalu mereka berkumpul. Kemudian Rasulullah SAW menyampaikan sabda secara umum dan secara khusus, beliau bersabda: “Wahai Bani Ka’ab bin Lu’ai, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Murrah bin Ka’ab, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Abdi Syams, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Abdi Manaf, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Hasyim, selamtkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Abdil Muthalib, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Fathimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka. Karena sesungguhnya aku tidak kuasa menjamin apapun kepada Allah untuk kalian. Hanya saja kalian mempunyai hubungan kerabat, dan aku selalu melestarikannya dengan menyambung dan mempererat (tali silaturrahim dan memuliakan).” [H.R. Muslim]

Yang dimaksud dengan sabda Nabi SAW “Sesungguhnya aku tidak berkuasa menjamin apapun kepada Allah untuk kalian” adalah janganlah kalian mengandalkanku karena kalian mempunyai hubungan kerabat denganku, sesungguhnya aku tidak berkuasa untuk menolak kemadlaratan yang dikehendaki oleh Allah SWT kepada kalian. 

7. Diriwayatkan dari Sayidina Abdullah bin Abbas RA, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tiap pagi membaca “Subhanallahi wabihamdihi” seribu kali, maka sungguh ia telah membeli dirinya dari Allah SWT dan ia di akhir hidupnya menjadi orang yang dimerdekakan oleh Allah SWT.” [H.R. al-Thabrani dalam kitabnya Mu’jam al-Ausath] 

Dalam sebagian atsar diriwayatkan bahwa barang siapa mengucapkan Laailaha Illallah tujuh puluh ribu kali, maka hal itu akan menjadi tebusan dirinya dari api neraka. Sayiduna al-Syaikh Muhammad bin Abu Bakar al-Syili Ba’alawi RA berkata: “Ayahku mengumpulkan jamaah, mereka membaca tasbih seribu kali, kemudian menghadiahkannya kepada sebagian orang-orang yang telah meninggal, membaca Lailaaha Illallah seribu kali, kemudian menghadiahkannya kepada sebagian orang-orang yang telah meninggal. Penduduk Tarim (Yaman) sangat memperhatikan dan antusias dalam hal ini. Mereka berpesan kepada sebagian yang lain dengan menggunakan harta untuk hal (penebusan) itu. Ayahku adalah orang yang mendorong dan pendiri/pelaksana kegiatan ini. Demikian inilah apa yang dikerjakan oleh kaum sufi dan turun-temurun dari zaman dahulu hingga sekarang. Sebagian dari mereka berpesan agar menjaga dan melestarikannya. Mereka menuturkan bahwa dengan hal itu Allah SWT memerdekakan hamba yang dihadiahi itu sebagaimana tercantum dalam hadits.”  

Al-Imam Abu al-Farj Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab al-Hanbali menuturkan bahwa sekelompok ulama salaf membeli dirinya dari Allah SWT dengan harta mereka. Di antara dari mereka membelinya dengan menyedekahkan semua hartanya, seperti Habib bin Abi Muhammad. Ada yang menyedekahkan dengan timbangan peraknya sebanyak tiga atau empat kali, seperti Khalid bin al-Thahawi. Dan juga ada yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amal kebaikan dan mengatakan: “Aku hanyalah seorang tawanan yang berusaha untuk bebas.”, seperti ‘Amr bin ‘Uthbah. Sebagian dari mereka membaca tasbih sebanyak dua belas ribu kali setiap hari sesuai dendanya, seolah-olah ia telah membunuh dirinya sendiri, sehingga untuk membebaskan (hukumannya) ia harus membayar dendanya. 

Waktu pelaksanaan Dzikir Fida'
Dzikir Fida’ bisa dilaksanakan untuk sendiri atau orang lain, dan dapat dilaksanakan dalam satu majelis atau dicicil. Adapun dasar amaliah ini diterangkan dalam banyak kitab, diantaranya:

1.      Tafsir ash-Shawi juz 4 halaman 498, karya Syaikh Ahmad Shawi al-Maliki:

ومنها: اَنَّ مَنْ قَرَأَهَا مِائَةَ أَلْفِ مَرَّةٍ فَقَدِ اشْتَرَى نَفْسَهُ مِنَ اللهِ, وَنَادَى مُنَادٍ مِنْ قِبَلِ اللهِ تَعَالَى فِىْ سَمَوَاتِهِ وَفىِ أَرْضِهِ: اَلاَ إِنَّ فُلاَناً عَتِيْقُ اللهِ, فَمَنْ كَانَ لَهُ قَبْلَهُ بِضَاعَةً فَلْيَأْخُذْهَا مِنَ اللهِ غَزَّ وَجَلَّ, فَهِيَ عَتَاقَةٌ مِنَ النَّارِ لَكِنْ بِشَرْطِ اَنْ لاَ يَكُوْنَ عَلَيْهِ حُقُوْقٌ لِلْعِبَادِ أَصْلاً, اَوْ عَلَيْهِ وَهُوَ عَاجِزٌ عَنْ أَدَائِهَا.

Sebagian dari keutamaan surat al-Ikhlas: Sesungguhnya orang yang membacanya 100.000 kali berarti dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah Swt. Dan malaikat akan menyerukan di langit dan di bumi: “Ketahuilah, sesungguhnya si fulan adalah hamba yang dimerdekakan oleh Allah. Siapa saja yang mempunyai hak yang ditanggung fulan maka mintalah dari Allah.”Surat al-Ikhlas itu akan memerdekakan orang yang membacanya dari neraka, tetapi dengan syarat tidak mempunyai tanggungan pada orang lain, atau punya tanggungan tapi tidak mampu membayarnya.

2.      Khazinat al-Asrar halaman 157, 159 dan 188, karya as-Sayyid Muhammad Haqqi an-Nazili:

وَأَخْرَجَ مُسْلِمٌ وَغَيْرُهُ وَفِي رِوَايَةٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ اْلاِخْلاَصِ بِإِخْلاَصٍ حَرّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النّارِ اهـ.

Imam Muslim dan lainnya meriwayatkan bahwa dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa membaca surat al-Ikhlas dengan hati yang ikhlas, Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka.”

وَيقولُ الفَقِيْرُ أَعْتَقَهُ اللهُ مِنَ السَّعِيْرِ اِنِّي رَأَيْتُ شَيْخًا فىِ المَسْجِدِ الْحَرَامِ فىِ رَمَضَانَ سَنَةَ اِثنَتَيْنِ وَسِتِّيْنَ وَمِائَتَيْنِ وَاَلْفٍ يَقْرَأُ سُوْرَةَ اْلاِخْلاَصِ عِنْدَ بَابِ الدَّاوُدِيَةِ لَيْلاً وَنَهَارً كُلَّ رَمَضَانَ فَقَبَّلْتُ يَدَهُ فَقُلْتُ يَا سَيِّدِى وَمَوْلاَيَ اِنِّىْ اَرَاكَ كُلَّ يَوْمٍ تَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ أَخْبِرْنِىْ عَنْ فَوَائِدِهِ وَأَسْرَارِهِ فَقَالَ أَعْتَقْتُ رَقَبَتىِ مِنَ النَّارِ يَا وَلَدِىْ وَشَارَ بِيَدِهِ اِلىَ عُنُقِهِ فَقُلْتُ أَجِزْنِيْهَا فَأَجَازَنِىْ وَأَذِنَ لِىْ وَدَعَا لِىْ بِالْبَرَكَةِ فِيْهِ وَفَّقَنِيَ اللهُ وَاِيَّاكُمْ لِقِرَائَتِهَا اَلْفَ مَرَّةٍ وَبِهَا اْلاِجَازَةُ لِمَنْ قَرَأَهَا بِالخَطِّ وَالكِتَابَةِ بَارَكَ اللهُ لَناَ وَلَكُمْ وَفَتَحَ عَلَيْنَا وَعَلَيْكُمْ جَعَلَنِيَ اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلمُخْلِصِيْنَ بِحُرْمَةِ اْلاِخْلاَصِ.

Penyusun kitab berkata (semoga Allah memerdekakannya dari neraka Sa’ir): “Saya melihat seorang syaikh di Masjidil Haram pada bulan Ramadhan tahun 1.261 H sedang membaca surat al-Ikhlas di sebelah pintu Daudiyyah setiap malam dan harinya selama Ramadhan. Kemudian aku mengecup tangannya dan meminta: “Wahai Tuanku, aku melihatmu setiap hari membaca surat Ikhlas, beritahukanlah padaku tentang faedah dan rahasianya.”

Kemudian dia menjawab: “Aku ingin memerdekakan jasadku dari neraka wahai anakku”, sembari dia mengangkat tangan ke lehernya.

Aku berkata: “Berilah aku ijazah.”

Kemudian beliau mengijazahiku dan memberi izin padaku serta mendoakan barakah. Semoga Allah memberimu pertolongan untuk bisa membacanya sebanyak 1.000 kali. Ini merupakan ijazah melalui tulisan bagi orang yang mau membacanya. Semoga Allah memberi barakah pada kita dan membukakan rahmatNya. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang selamat sebab kemuliaan surat al-Ikhlas.

وَاَيْضًا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَالَ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ أَحَدًا وَسَبْعِيْنَ اَلْفًا اِشْتَرَى بِهِ نَفْسَهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ رَوَاهُ اَبُوْ سَعِيْدٍ وَ عَائِشَةٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا وَكَذَا لَوْ فَعَلَهُ لِغَيْرِهِ أَقُوْلُ وَلَعَلَّ هَذَا الْحَدِيْثَ مُسْتَنَدُ السَّادَةِ الصُّوْفِيَّةِ فىِ تَسْمِيَّةِ الذِّكْرِ كَلِمَةَ التَّوْحِيْدِ بِهَذَا اْلعَدَدِ عَتَاقَةً جَلاَلِيَّةً وَاشْتَهَرَتْ فىِ ذَلِكَ حِكَايَةٌ ذَكَرَهَا الشَّيْخُ اْلاَكْبَرُ عَنِ اْلاِمَامِ أَبِي اْلعَبَّاسِ اْلقُطْبِ اْلقَسْطَلاَنِى نَقْلاً عَنِ الشَّيْخِ أَبِي الرَّبِيْعِ الْمَالِكِى دَالَّةً عَلىَ صِدْقِ هَذَا الْخَبَرِ بِطَرِيْقِ اْلكَشْفِ اهـ.

Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa membaca kalimat ‘La Ilaha Illallah’ sebanyak 71.000 maka berarti dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah Swt.” (Riwayat Abu Sa’id dan Aisyah Ra.). Begitu juga kalau dia melakukan untuk orang lain. Hadits ini adalah sebagai sandaran dasar para ulama sufi untuk menamakan dzikir dengan kalimat tauhid dengan jumlah hitungan tersebut dengan nama ‘Ataqah Jalaliyyah. Cerita tentang kebenaran dzikir ini sudah sangat masyhur, diantaranya yang dituturkan oleh asy-Syaikh al-Akbar dari Imam Abi al-Abbas al-Quthbi al-Qasthalani dari Syaikh Abi Rabi’ al-Maliki untuk menunjukkan kebenaran hadits ini dengan cara mukasyafah.

وَقَدْ نَقَلَهَا أَبُوْ سَعِيْدِ الْخَادِمِى فِى الْبَرِيْقَةِ شَرْحِ الطَّرِيْقَةِ الْمُحَمَدِيَّةِ وَغَيْرُهُ مِنَ الثِّقَاةِ اْلاِثْبَاتِ عَلىَ اَنَّ الْحَدِيْثَ الضَّعِيْفَ يُعْمَلُ بِهِ فِيْ فَضَائِلِ اْلاَعْمَالِ , لاَ سِيَّمَا وَهُوَ مُخَالِفٌ لِلْقِيَاسِ.

Demikian itu juga dikutip oleh Abu Sa’id al-Khadimi dari para wali itsbat yang terpercaya yang disebut dalam kitab al-Bariqah Syarh ath-Thariqat al-Muhamadiyyah dan lainnya, bahwa hadits dhaif boleh diamalkan dalam hal fadhailul ‘amal (keutamaan amal) meskipun tidak sesuai dengan qiyas.

3.      Irsyad al-‘Ibad halaman 4, karya Syaikh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari:

وَحُكِىَ اَيْضًا فِيْهِ عَنِ الشَّيْخِ أَبِي يَزِيْدَ الْقُرْطُبِى قَالَ سَمِعْتُ فِى بَعْضِ اْلأَثاَرِ أَنَّ مَنْ قَالَ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ سَبْعِيْنَ اَلْفَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ فِدَآءً مِنَ النَّارِ.

Dikisahkan dari Syaikh Abi Yazid al-Qurthubi: “Saya mendengar dari sebagian atsar (perkataan sahabat): “Barangsiapa mengucapkan kalimat ‘La Ilaha Illallah’ sebanyak 70.000 kali, maka kalimat tersebut menjadi tebusan baginya dari api neraka.”

Syakhul Akbar Muhyiddin bin al-Arabi pernah berwasiat untuk menjaga dan mengerjakan amalan yang dapat membebaskan seorang hamba dari api neraka, yakni dengan membaca Laailaha Illallah sebanyak tujuh puluh ribu kali. Karena dengan bacaan sebanyak itu sesungguhnya Allah SWT akan membabaskan seorang hamba dari api neraka atau membebaskan orang yang dihadiahi bacaan itu.  

Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Amr al-Jawi RA berkata: “Bacaan Laailaha Illallah sebanyak ini (tujuh puluh ribu kali) disebut ataqat al-sughra (pembebasan kecil), sebagaimana halnya surat al-Ikhlash ketika dibaca sampai seratus ribu kali disebut ataqat al-kubra (pembebasab besar), walaupun hal itu dilakukan pada jarak beberapa tahun, karena tidak disyaratkan untuk berturut-turut.

Do'A FIDA'/ATAAQOH KUBRO

(الدعاء عاتقة / الفداء الكبرى )
اَللَّهُمَّ اِنَّكَ تَعْلَمُ اِنِّى قَرَاْتُ سُوْرَةَ اْلاِخْلاَصِ مِائَةَ اَلْفِ مَرَّاتِ وَ اُرِيْدُ اَنْ اَدَّخِرَهَا لِنَفْسِى وَ اُشْهِدُكَ اَنِّى قَدِاشْتَرَيْتُ بِهَا نَفْسِى مِنَ النَّارِ بِثَوَابِ قِرَائَتِهَا الَّتِى قَدْرُهَا عِنْدَكَ عَظِيْمٌ فَاَعْتِقْنِى بِهَا مِنَ النَّارِ , وَخَلِّصْنِى بِهَا مِنَ النَّارِ , وَ اَجِرْنِى بِهَا مِنَ النَّارِ , وَ اَعِذْنِى بِهَا مِنَ النَّارِ , وَ اَدْخِلْنِى بِهَا اْلجَنَّةَ مَعَ اْلاَبْرَارِ , بِرَحْمَتِكَ يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ , وَ صَلَّى اللهُ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلى الِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ , وَ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.

Ya alloh , sesungguhnya engkau maha tahu bahwa aku telah membaca surat al ikhlas seratus ribu kali, aku ingin menyimpanya untuk diriku , dan menjadikanya engkau sebagai saksi bahwa aku benar benar telah membeli (menebus) diriku dari api neraka dengan pahala bacaan surat al ikhlas tersebut, yang nilainya begitu besar di sisi-MU, maka dengan (fadhilah) surat al-ikhlas tersebut, bebaskanlah diriku, lepaskanlah diriku dan selamatkanlah aku dari api neraka , dan lindungilah aku darinya dan dengan (fadhilah) surat al ikhlas itu pula, masukanlah aku ke dalam surga beserta orang-orang yang baik, dengan (sebab) rahmat-MU wahai dzat yang maha agung dan maha pengampun, semoga alloh senantiasa mencurahkan sholawat serta salam kepada baginda rasulalloh Muhammad SAW beserta keluarga dan para shohabatnya.
walhamdulillahi robbil 'alamin, amin.

Takhtimah

Di masa abad pertengahan Islam, kurang lebih antara tahun 400-1000 Hijriyah, amaliah Tahlil bagi umat Islam untuk keluarganya yang meninggal adalah tidak tanggung-tanggung, yaitu bacaan dzikir La ilaha illa Allah sebanyak 70.000 kali. Saat ini memang sudah tidak sebanyak itu, atau jarang ditemukan. Namun setidaknya amaliah Tahlil sudah berlangsung ratusan tahun silam, dan banyak sekali ulama yang mengamalkan atau paling tidak mereka tidak menyalahkan amaliah ini.

Akan tetapi, bagi yang Anti Tahlil (jumlahnya sedikit), mereka beramsumsi bahwa amaliah semacam ini berasal dari mimpi:

وَيَحْتَجُّونَ عَلَى فِعْلِ ذَلِكَ بِمَا حُكِيَ عَنْ بَعْضِ الشُّيُوخِ مِنْ الْمُتَأَخِّرِينَ أَنَّهُ رَأَى فِي مَنَامِهِ بَعْضَ الْمَوْتَى فِي عَذَابٍ فَذَكَرَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ ثُمَّ أَهْدَاهَا لَهُ ، فَرَآهُ فِي مَنَامِهِ بَعْدَ ذَلِكَ فِي هَيْئَةٍ حَسَنَةٍ ، فَسَأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ ، فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ غُفِرَ لَهُ بِإِهْدَائِهِ لَهُ ثَوَابَ السَّبْعِينَ أَلْفًا . وَهَذَا لَيْسَ فِيهِ دَلِيلٌ مِنْ وَجْهَيْنِ : أَحَدُهُمَا : أَنَّهُ مَنَامٌ ، وَالْمَنَامُ لَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ حُكْمٌ . وَالثَّانِي : أَنَّهُ إنَّمَا فَعَلَهَا وَحْدَهُ فِي خَاصَّةِ نَفْسِهِ ، وَأَهْدَى لَهُ ثَوَابَهَا وَلَمْ يَجْمَعْ لِذَلِكَ النَّاسَ كَمَا يَفْعَلُونَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنْ الشُّهْرَةِ حَتَّى صَارَ ذَلِكَ عِنْدَهُمْ أَمْرًا مَعْمُولًا بِهِ ، أَمَّا لَوْ فَعَلَ ذَلِكَ أَحَدٌ فِي خَاصَّةِ نَفْسِهِ وَأَهْدَى ثَوَابَهُ لِمَنْ شَاءَ فَلَا يُمْنَعُ ؛ لِأَنَّهُ قَدْ فَعَلَ خَيْرًا وَكَذَلِكَ يَحْذَرُ مِمَّا أَحْدَثَهُ بَعْضُهُمْ مِنْ تَرْكِ الْفُرُشِ الَّتِي تُجْعَلُ فِي بَيْتِ الْمَيِّتِ لِجُلُوسِ مَنْ يَأْتِي إلَى التَّعْزِيَةِ فَيَتْرُكُونَهَا كَذَلِكَ حَتَّى تَمْضِيَ سَبْعَةُ أَيَّامٍ ، ثُمَّ بَعْدَ ذَلِكَ يُزِيلُونَهَا . (المدخل الى مذهب أحمد لابن بدران - ج 3 / ص 446)

“Mereka berhujjah untuk melakukan Tahlil 70.000 dari sebagian guru generasi akhir, bahwa ia bermimpi melihat sebagian orang mati tengah disiksa, kemudian ia berdzikir La ilaha illa Allahu 70.000 kali lalu dihadiahkan kepadanya. Berikutnya ia bermimpi bertemu kembali dalam keadaan yang baik. Ia bertanya tentang kondisi itu, si mayit menjawab bahwa telah diampuni dosanya dengan hadiah pahala kepadanya sebanyak 70.000 kali. Hal ini bukanlah hukum karena dua faktor. Pertama, ini adalah mimpi, dan mimpi tidak berimplikasi pada hukum. Kedua, ini hanya perbuatan perorangan yang menghadiahkan pahalanya, bukan dalam bentuk mengumpulkan orang banyak, seperti yang dilakukan saat ini dan populer, hingga menjadi sebuah amaliah bagi mereka. Adapun jika ia melakukannya sendiri dan menghadiahkan kepada orang lain yang ia sukai, maka tidak ada halangan, sebab ia telah melakukan kebaikan” (al-Madkhal ila Madzhabi Ahmad, 3/446)

Kendati mimpi bukan sebuah hukum, setidaknya Islam melegalkan mimpi sebagai ‘al-Busyra’ atau kabar gembira bagi para kekasih Allah. Berikut adalah ayatnya:

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63) لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ [يونس/62-64]

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (Yunus: 62-64)

Apa yang dimaksud “al-Busyra” atau kabar gembira dalam ayat diatas? Tidak lain adalah “Mimpi yang baik” sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَوْلِهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى (لَهُمُ الْبُشْرَى فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ) قَالَ هِىَ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ يَرَاهَا الْمُسْلِمُ أَوْ تُرَى لَه (رواه احمد . تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره وهذا إسناد رجاله ثقات رجال الشيخين)

“Dari Ubadah bin Shamit, ia berkata: Saya bertanya kepada Nabi Saw tentang firman Allah: “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat”. Nabi menjawab: “Itu adalah mimpi yang baik, yang dilihat oleh orang Islam atau diperlihatkan kepadanya” (HR Ahmad, para perawinya adalah perawi Bukhari dan Muslim)

Bahkan para ulama yang lain tetap sependapat dengan Tahlilan seperti diatas, diantaranya:

- Fatwa Ibnu Taimiyah:

وَسُئِلَ عَمَّنْ هَلَّلَ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ وَأَهْدَاهُ لِلْمَيِّتِ يَكُونُ بَرَاءَةً لِلْمَيِّتِ مِنْ النَّارِ حَدِيثٌ صَحِيحٌ ؟ أَمْ لَا ؟ وَإِذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ وَأَهْدَاهُ إلَى الْمَيِّتِ يَصِلُ إلَيْهِ ثَوَابُهُ أَمْ لَا ؟ الْجَوَابُ فَأَجَابَ : إذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ هَكَذَا : سَبْعُونَ أَلْفًا أَوْ أَقَلَّ أَوْ أَكْثَرَ . وَأُهْدِيَتْ إلَيْهِ نَفَعَهُ اللَّهُ بِذَلِكَ وَلَيْسَ هَذَا حَدِيثًا صَحِيحًا وَلَا ضَعِيفًا . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ . (مجموع فتاوى ابن تيمية – ج 5 / ص 471)

“Ibnu Taimiyah ditanya tentang orang yang Tahlil 70.000 kali dan menghadiahkan kepada mayit untuk membebaskannya dari neraka. Apakah ini hadis sahih? Dan jika seseorang membaca Tahlil dan menghadiahkan kepada mayit apakah pahalanya sampai atau tidak? Ibnu Taimiyah menjawab: Jika seseorang membaca Tahlil 70.000 kali, kurang atau lebih dan dihadiahkan kepada mayit, maka Allah akan memberi manfaat kepadanya dengan Tahlil tersebut. Ini bukan hadis sahih dan dlaif” (Majmu’ al-Fatawa 5/471)

- Amaliah Abu Zaid al-Qurthubi

وَقَالَ أَبُوْ الْعَبَّاسِ أَحْمَدُ الْقَسْطَلَانِي سَمِعْتُ الشَّيْخَ أَبَا عَبْدِ اللهِ الْقُرَشِي يَقُوْلُ سَمِعْتُ أَبَا زَيْدٍ الْقُرْطُبِي يَقُوْلُ فِي بَعْضِ الْآثَارِ أَنَّ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ سَبْعِيْنَ أَلْفَ مَرَّةٍ كَانَتْ فِدَاءَهُ مِنَ النَّارِ، فَعَمِلْتُ ذَلِكَ رَجَاءَ بَرَكَةِ الْوَعْدِ، فَفَعَلْتُ مِنْهَا لِأَهْلِي وَعَمِلْتُ أَعْمَالًا أِدَّخَرْتُهَا لِنَفْسِي (المستطرف في كل فن مستظرف - ج 1 / ص 483 شهاب الدين محمد بن أحمد أبي الفتح الأبشيهي دار الكتب العلمية - بيروت)

“Abu al-Abbas Ahmad al-Qasthalani berkata: Saya mendengar Syaikh Abu Abdillah al-Qurasyi berkata: Saya mendengar Abu Zaid al-Qurthubi (473 H) berkata dalam sebagian atsar, bahwa orang yang mengucapkan La ilaha illa Allah 70.000 kali, akan menjadi penebus baginya dari nereka. Saya mengamalkannya mengharap berkah janji. Kemudian saya mengamalkan sebagiannya untuk keluarga saya, dan saya mengamalkan beberapan amalan yang saya investasikan untuk saya sendiri” (Syihabuddin al-Absyihi dalam al-Mustathrif, 1/483)

- Wasiat Ibnu al-‘Arabi:

قال ابْنُ الْعَرَبِيِّ أُوصِيك بِالْمُحَافَظَةِ عَلَى شِرَاءِ نَفْسِك مِنْ اللَّهِ تَعَالَى بِأَنْ تَقُولَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ سَبْعِينَ أَلْفًا ، فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَعْتِقُك وَيَعْتِقُ مَنْ تَقُولُهَا عَنْهُ مِنْ النَّارِ وَرَدَ بِهِ خَبَرٌ نَبَوِيٌّ . (فيض القدير للمناوي – ج 6 / ص 245 ومنح الجليل شرح مختصر خليل لخليل بن اسحاق – ج 16 / ص 172)

“Ibnu al-Arabi berkata: Saya berwasiat kepadamu untuk terus ‘membeli dirimu’ dari Allah (dibebaskan dari siksa) dengan mengucapkan La ilaha illa Allahu, 70.000 kali, maka Allah akan membebaskanmu dan orang yang kau bacakan kalimat tersebut dari neraka, sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadis” (Faidl al-Qadir 6/245 dan Minah al-Jalil, 16/172)

- Fatwa al-Qarafi al-Maliki:

قَالَ الرَّهُونِيُّ وَالتَّهْلِيلُ الَّذِي قَالَ فِيهِ الْقَرَافِيُّ يَنْبَغِي أَنْ يُعْمَلَ هُوَ فِدْيَةُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ سَبْعِينَ أَلْفِ مَرَّةٍ حَسْبَمَا ذَكَرَهُ السَّنُوسِيُّ وَغَيْرُهُ هَذَا الَّذِي فَهِمَهُ مِنْهُ الْأَئِمَّةُ (أنوار البروق في أنواع الفروق - ج 6 / ص 105)

“ar-Rahuni berkata: Tahlil yang dikatakan oleh al-Qarafi yang dianjurkan untuk diamalkan adalah doa fidyah La ilaha illa Allahu, sebanyak 70.000 kali. Terlebih disebutkan oleh as-Sanusi dan lainnya. Inilah yang difahami oleh para imam” (Anwar al-Buruq 6/105)

- Fatwa asy-Syarwani asy-Syafii:

( قَوْلُهُ لِمَحْضِ الذِّكْرِ ) أَيْ كَالتَّهْلِيلِ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ الْمَشْهُورُ بِالْعَتَاقَةِ الصُّغْرَى (حواشي الشرواني على تحفة المحتاج في شرح المنهاج للشرواني – ج 24 / ص 429)

“(Boleh mengupah orang untuk membaca al-Quran dan membaca dzikir murni) Yakni seperti Tahlil 70.000 kali yang populer dengan ‘pembebasan kecil’.” (Hasyiah ala Tuhfat al-Muhtaj, 24/429)

Syaikh Muhammad bin Ali asy-Syaukani (1173-1250 H / 1759-1834 M) adalah salah satu ulama besar di Yaman yang ahli fikih, hadis dan tafsir. Beliau termasuk ulama yang anti taklid dan menyeru pada ijtihad. Kendati seperti itu beliau memberi fatwa yang menjawab tradisi sosial seperti yang terjadi di Indonesia yakni Tahlilan, baik rangkaian berkumpulnya, ngaji Yasin bersama, menghadiahkan kepada orang yang wafat, dan sebagainya. Berikut kutipan lengkapnya:

الْعَادَةُ الْجَارِيَةُ فِي بَعْضِ الْبُلْدَانِ مِنَ اْلاِجْتِمَاعِ فِي الْمَسْجِدِ لِتِلاَوَةِ الْقُرْآنِ عَلَى اْلأَمْوَاتِ وَكَذَلِكَ فِي الْبُيُوْتِ وَسَائِرِ اْلاِجْتِمَاعَاتِ الَّتِي لَمْ تَرِدْ فِي الشَّرِيْعَةِ لاَ شَكَّ إِنْ كَانَتْ خَالِيَةُ عَنْ مَعْصِيَةٍ سَالِمَةً مِنَ الْمُنْكَرَاتِ فَهِيَ جَائِزَةٌ ِلأَنَّ اْلاِجْتِمَاعَ لَيْسَ بِمُحَرَّمٍ بِنَفْسِهِ لاَ سِيَّمَا إِذَا كَانَ لِتَحْصِيْلِ طَاعَةٍ كَالتِّلاَوَةِ وَنَحْوِهَا وَلاَ يُقْدَحُ فِي َذَلِكَ كَوْنُ تِلْكَ التِّلاَوَةِ مَجْعُوْلَةً لِلْمَيِّتِ فَقَدْ وَرَدَ جِنْسُ التِّلاَوَةِ مِنَ الْجَمَاعَةِ الْمُجْتَمِعِيْنَ كَمَا فِي حَدِيْثِ اقْرَأُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ وَهُوَ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ تِلاَوَةِ يس مِنَ الْجَمَاعَةِ الْحَاضِرِيْنَ عِنْدَ الْمَيِّتِ أَوْ عَلَى قَبْرِهِ وَبَيْنَ تِلاَوَةِ جَمِيْعِ الْقُرْآنِ أَوْ بَعْضِهِ لِمَيِّتٍ فِي مَسْجِدِهِ أَوْ بَيْتِهِ اهـ (الرسائل السلفية للشيخ علي بن محمد الشوكاني ص : 46)

"Tradisi yang berlaku di sebagian negara dengan berkumpul di masjid untuk membaca al-Quran dan dihadiahkan kepada orang-orang yang telah meninggal, begitu pula perkumpulan di rumah-rumah, maupun perkumpulan lainnya yang tidak ada dalam syariah, tidak diragukan lagi apabila perkumpulan tersebut tidak mengandung maksiat dan kemungkaran, hukumnya adalah boleh. Sebab pada dasarnya perkumpulannya sendiri tidak diharamkan, apalagi dilakukan untuk ibadah seperti membaca al-Quran dan sebagainya. Dan tidaklah dilarang menjadikan bacaan al-Quran itu untuk orang yang meninggal. Sebab membaca al-Quran secara berjamaah ada dasarnya seperti dalam hadis: Bacalah Yasin pada orang-orang yang meninggal. Ini adalah hadis sahih. Dan tidak ada bedanya antara membaca Yasin berjamaah di depan mayit atau di kuburannya, membaca seluruh al-Quran atau sebagiannya, untuk mayit di masjid atau di rumahnya" (Rasail al-Salafiyah, Syaikh Ali bin Muhammad as Syaukani, 46)
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

18 komentar:

  1. ALHAMDULILLAH TERIMAKASIH PENJELASANNYA USTADZ

    BalasHapus
  2. الحمد لله
    terimakasih atas semua penjelasannya semoga barokah manfaat

    BalasHapus
  3. Berguru dengan dunia maya tidak di perbolehkan kata ulama'. akan tetapi saya ingin mengamalkan ini. Kepada siapa saya harus berguru tentang amalan ini

    BalasHapus
  4. Terima kasih penjelasannya...

    BalasHapus
  5. Lebih baik disertakan takrij/penilaian hadis-hadis didalam artikel untuk menafaat bersama.

    BalasHapus
  6. syarat menjadi imam zdikir fida bagaimana yaa

    BalasHapus
  7. terima kasih ilmunya.. ijin copas, share..

    BalasHapus
  8. alhamdulillah,melegakan plong..hm

    BalasHapus
  9. alhamdulillah.. barakallah..
    Semoga tetep dilestarikan tradisi yg begini.

    BalasHapus