Minggu, 15 Mei 2016

Penjelasan Tentang Aurot Laki-laki

Kewajiban menutup aurat tidak hanya dibebankan kepada perempuan saja, kewajiban tersebut juga dibebankan kepada kaum laki-laki. Sehingga haruslah para kaum laki-laki juga memperhatikan hal ini, kurangnya pembahasan dari para ahlul ilmi membuat hal ini sedikit disepelekan.

Aurat secara bahasa berasal dari kata ‘araa , dari kata tersebut muncul derivasi kata bentukan baru dan makna baru pula. Bentuk ‘awira (menjadikan buta sebelah mata), ‘awwara (menyimpangkan, membelokkan dan memalingkan), a’wara (tampak lahir atau auratnya), al-‘awaar (cela atau aib), al-‘wwar (yang lemah, penakut), al-‘aura’ (kata-kata dan perbuatan buruk, keji dan kotor), sedangkan al-‘aurat adalah segala perkara yang dirasa malu.

Pendapat senada juga dinyatakan bahwa aurat adalah sesuatu yang terbuka, tidak tertutup, kemaluan, telanjang, aib dan cacat. Artinya aurat dipahami sebagai sesuatu yang oleh seseorang ditutupi karena merasa malu atau rendah diri jika sesuatu itu kelihatan atau diketahui orang lain.

Berdasarkan pada makna kata aurat adalah yang berarti segala sesuatu yang dapat menjadikan seseorang malu atau mendapatkan aib (cacat), entah perkataan, sikap ataupun tindakan, aurat sebagai bentuk dari satu kekurangan maka sudah seharusnya ditutupi dan tidak untuk dibuka atau dipertontonkan di muka umum.
Dalam era globalisasi yang seolah membuat dunia tanpa sekat ini, umat Islam perlu waspada akan maraknya fashion yang  jauh dari nilai-nilai Islam. Banyak umat Islam terutama wanita muslim yang terjebak dalam arus modernisasi. Berbagai fashion yang jauh dari unsur Islami banyak ditawarkan kepada umat Islam. Mulai dari mode pakaian yang terbuka menampakkan auratnya, lalu mode busana yang sangat menerawang sampai kepada mode busana sempit yang menonjolkan sex appeal-nya. Hal ini perlu di waspadai oleh umat Islam karena pada dasarnya busana atau pakaian berfungsi sebagai penutup aurat dan tidak menjurus pada kesombongan atau pemborosan. Rasulullah telah memperingatkan :

“ Allah tidak akan melihat dengan rahmat pada hari kiamat kepada orang yang memakai kainnya (pakaian) karena sombong.” (HR Bukhari dan Muslim)

Urgensi Menutup Aurat

Aurat merupakan bagian anggota badan yang wajib ditutup (haram jika diperlihatkan) kepada orang yang tidak berhak melihatnya. Allah SWT telah mewajibkan laki-laki maupun perempuan untuk menutup auratnya sesuai dengan ketentuan Islam. Allah SWT berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ 

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. [QS Al-A'rof Ayat-26]

Allah Swt. menyebutkan anugerah yang telah diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, antara lain Dia telah menjadikan untuk mereka pakaian dan perhiasan. Pakaian untuk menutupi aurat, sedangkan perhiasan untuk memperindah penampilan lahiriah. Pakaian termasuk kebutuhan pokok, sedangkan perhiasan termasuk keperluan sampingan.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ar-riyasy menurut istilah bahasa Arab ialah perabotan rumah tangga dan aksesori pakaian.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dan Imam Bukhari meriwayatkan pula darinya, bahwa ar-riyasy ialah harta benda. 
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Urwah ibnuz Zubair, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ar-risy artinya pakaian, sedangkan al-disy artinya kemewahan.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ar-riyasy artinya kecantikan.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا أصْبَغُ، عَنْ أَبِي الْعَلَاءِ الشَّامِيِّ قَالَ: لَبِسَ أَبُو أُمَامَةَ ثَوْبًا جَدِيدًا، فَلَمَّا بَلَغَ تَرْقُوَتَه قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي مَا أُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي، وَأَتَجَمَّلُ بِهِ فِي حَيَاتِي. ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنِ اسْتَجَدَّ ثَوْبًا فَلَبِسَهُ فَقَالَ حِينَ يَبْلُغُ تَرْقُوَتَهُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي مَا أُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي، وَأَتَجَمَّلُ بِهِ فِي حَيَاتِي ثُمَّ عَمَدَ إِلَى الثَّوْبِ الَّذِي خَلُقَ أَوْ: أَلْقَى فَتَصَدَّقَ بِهِ، كَانَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ، وَفِي جِوَارِ اللَّهِ، وَفِي كَنَفِ اللَّهِ حَيًّا وَمَيِّتًا، [حَيًّا وَمَيِّتًا، حَيًّا وَمَيِّتًا] "

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Asbag, dari Abul Ala Asy-Syami yang menceritakan bahwa Abu Umamah memakai pakaian baru, ketika pakaiannya sampai pada tenggorokannya, ia mengucapkan doa berikut:Segala puji bagi Allah yang telah memberi saya pakaian untuk menutupi aurat saya dan untuk memperindah penampilan dalam hidup saya.Kemudian Abu Umamah mengatakan, ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab bercerita bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:Barang siapa memakai pakaian baru dan di saat memakainya hingga sampai pada tenggorokannya ia mengucapkan doa berikut, "Segala puji bagi Allah yang telah memberi saya pakaian untuk menutupi aurat saya dan untuk memperindah penampilan dalam hidup saya," kemudian ia menuju ke pakaian bekasnya dan menyedekahkannya, maka ia berada di dalam jaminan Allah dan berada di sisi Allah serta berada di dalam pemeliharaan Allah selama hidup dan mati(nya).
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui riwa­yat Yazid ibnu Harun, dari Asbag (yaitu Ibnu Zaid Al-Juhani) yang dinilai siqah oleh Yahya ibnu Mu'indan lain-lainnya. Gurunya bernama Abul Ala Asy-Syami, ia tidak dikenal melainkan hanya melalui hadis ini, tetapi hadis ini tidak ada seorang pun yang mengetengahkannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا مُخْتَارُ بْنُ نَافِعٍ التَّمَّارُ، عَنْ أَبِي مَطَرٍ؛ أَنَّهُ رَأَى عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَتَى غُلَامًا حَدَثًا، فَاشْتَرَى مِنْهُ قَمِيصًا بِثَلَاثَةِ دَرَاهِمَ، وَلَبِسَهُ إِلَى مَا بَيْنَ الرُّسْغَيْنِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ، يَقُولُ وَلَبِسَهُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي رَزَقَنِي مِنَ الرِّيَاشِ مَا أَتَجَمَّلُ بِهِ فِي النَّاسِ، وَأُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي. فَقِيلَ: هَذَا شَيْءٌ تَرْوِيهِ عَنْ نَفْسِكَ أَوْ عَنْ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: هَذَا شَيْءٌ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عِنْدَ الْكِسْوَةِ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي رَزَقَنِي مِنَ الرِّيَاشِ مَا أَتَجَمَّلُ بِهِ فِي النَّاسِ، وَأُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي "

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Mukhtar ibnu Nafi’, dari Abu Matar, bahwa ia melihat Ali r.a. mendatangi seorang penjual kain, kemudian ia membeli sebuah baju gamis darinya dengan harga tiga dirham. Lalu ia memakainya di antara persendian tangan dan kedua mata kakinya. Ketika memakainya, ia mengucapkan doa berikut:Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rezeki pakaian kepadaku untuk memperindah penampilanku di kalangan manusia dan untuk menutupi auratku. Ketika ditanyakan kepadanya, "Apakah doa ini darimu sendiri, ataukah engkau riwayatkan dari Nabi Saw.?" Ali r.a. menjawab bahwa doa itu ia dengar dari Rasulullah Saw. yang membacakannya di saat memakai jubah, yaitu:Segala puji bagi Allah yang telah memberiku rezeki berupa per­hiasan untuk memperindah penampilan diriku di kalangan orang-orang lain dan untuk menutupi auratku.‎
Hadis riwayat Imam Ahmad.

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ تُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ المُسْرِفِيْنَ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’rof 31)

إِرْجِعْ إِلىَ ثَوْبِكَ خُذْهُ وَلاَ تَمْشَوْا عُرَّاةً
Kembalilah kepada pakaianmu, pakailah!, janganlah kalian berjalan dalam keadaan telanjang (HR. Muslim, dari Al-Musawir bin Makhramah)

قاَلَ فىِ النِّهَايَةِ وَحِكْمَةُ وُجُوْبِ السَّتْرِ فِيْهَا ماَجَرَّتْ بِهِ عَادَةٌ مُرِيْدَ التَّمَثُّلِ بَيْنَ يَدَيْ كَبِيْرٍ مِنَ التَّجَمُّلِ بِالسَّتْرِ وَالتَّطْهِيْرِ، وَالمُصَلِّى يُرِيْدُ التَّمَثُّلَ بَيْنَ يَدَيْ مُلُكِ المُلُوْكِ، وَالتَّجَمُّلُ لَهُ بِذَلِكَ أَوْلىَ . وَيَجِبُ سَتْرُهَا فىِ غَيْرِ الصَّلاَةِ أَيْضًا لِمَا صَحَّ مِنْ قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَمْشَوْا عُرَّاةً وَقَوْلِهِ أَللهُ أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ مِنَ النَّاسِ

Dalam kitab An-Nihayah Al-Imam Ramliy menyatakan, hikmah diwajibkan menutup aurat dalam shalat, ialah sebagaimana menurut etika dan moral manusia dituntut untuk berlaku sopan dan santun ketika berada di hadapan pembesar atau penguasa, dengan menutup aurat dan dalam keadaan bersih. Seorang shalat ialah berada di hadapan Maha raja, Raja setiap penguasa. Berpakaian santun dan sopan ialah lebih diutamakan. Dan juga diwajibkan menutup aurat pada saat di luar shalat, karena berdasarkan hadits Nabi SAW, “Janganlah kalian berjalan dalam keadaan telanjang” (HR. Muslim) dan berdasarkan hadits, “Allah adalah lebih berhak untuk ada rasa malu kepada-Nya daripada ada rasa malu kepada manusia”.(HR. Bukhori)

وَيَجِبُ سَتْرُهَا مُطْلَقًا أَيْ في الصَّلاَةِ وَغَيْرِهَا وَلَوْ كاَنَ فىِ خَلْوَةٍ لِخَبَرٍ لاَ تَمْشُوا عُرَاةً رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَلِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِجَرْهَدٍ غَطِّ فَخْذَكَ فَإِنَّ الفَخْذَ مِنَ العَوْرَةِ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ وَِلأَنَّ اللهَ أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ , وَلِيَسْتَتِرَ عَنِ الجِنِّ وَالمَلَكِ لاَ سَتْرُهَا عَنْ نَفْسِهِ فَلاَ يَجِبُ وَيُكْرَهُ نَظَرُهُ سَوْأَتَيْهِ أَيْ قُبُلَهُ وَدُبُرَهُ بِلاَ حَاجَةٍ

Menutup aurat ialah wajib secara mutlak, yaitu baik dalam shalat ataupun di luar shalat, bahkan sekalipun saat sendirian di dalam kamar. Hal ini berdasarkan hadits, “Janganlah kalian berjalan dalam keadaan telanjang” (HR.Muslim) juga berdasarkan perintah Nabi kepada Jarhad, “Tutupilah pahamu karena  paha itu termasuk dari aurat” (HR.Turmudzi, dan menyatakan hadits Hasan) dan juga berdasarkan hadits, “Allah ialah lebih pantas ada rasa malu kepadanya” (HR. Bukhori). Juga diwajibkan untuk menutup aurat dari pandangan jin dan malaikat, dan tidak wajib menutup aurat dari pandangan dirinya sendiri. Namun melihat qubul dan dubur punya sendiri ialah makruh, jika tanpa ada keperluan penting.

Firman Allah Swt.:


{وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ}

Dan pakaian takwa itulah yang lebih baik. (Al-A'raf: 26)


Sebagian ulama membacanya libasat taqwadengan harakat nasab, sedangkan sebagian yang lain membacanya rafa' sebagai mubtada, danzalika khair berkedudukan menjadi khabar-nya.Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya.
Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan libasut taqwa ialah pakaian yang dikenakan oleh orang-orang yang bertakwa kelak di hari kiamat. Demikian menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Zaid ibnu Ali, As-Saddi, Qatadah, dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa libasut taqwa ialah iman. Sedangkan menurut Al-Aufi, dari Ibnu Abbas,libasut taqwa ialah amal saleh.
Ad-Dayyal ibnu Amr meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna yang dimaksud ialah pertanda baik yang ada pada wajah. Disebutkan dari Urwah ibnuz Zubair bahwa libasut taqwa ialah takut kepada Allah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa libasut taqwa ialah bertakwa kepada Allah; dengan pakaian itu seseorang menutupi auratnya, demikianlah pengertian libasut taqwa.
Pengertian semua pendapat tersebut mirip. Hal ini diperkuat dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir; ia mengatakan bahwa: 


حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ الْحَجَّاجِ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ أَرْقَمَ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَلَى مِنْبَرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَمِيصٌ قُوهي مَحْلُولُ الزِّرِّ، وَسَمِعْتُهُ يَأْمُرُ بِقَتْلِ الْكِلَابِ، وَيَنْهَى عَنِ اللَّعِبِ بِالْحَمَامِ. ثُمَّ قَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللَّهَ فِي هَذِهِ السَّرَائِرِ، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، مَا عَمِلَ أَحَدٌ قَطُّ سِرًّا إِلَّا أَلْبَسُهُ اللَّهُ رِدَاءً عَلَانِيَةً، إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ وَإِنْ شَرًّا فَشَرٌّ". ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: "وَرِيَاشًا" وَلَمْ يَقْرَأْ: وَرِيشًا - {وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ} قَالَ: "السَّمْتُ الْحَسَنُ".

telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnul Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Ismail, dari Sulaiman ibnu Arqam, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Khalifah Usman ibnu Affan r.a. berada di atas mimbar Rasulullah dengan memakai baju gamis berkancing yang terbuka kancing-kancingnya. Lalu ia mendengarnya memerintahkan agar semua anjing dibunuh, dan ia melarang bermain burung merpati. Kemudian Khalifah Usman berkata, "Hai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah dalam lubuk hati kalian, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:'Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ada pada genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali seseorang memendam sesuatu dalam lubuk hatinya, melainkan Allah akan memakaikan kepadanya hal itu dalam bentuk kain selendang secara lahiriah (kelak di hari kiamat). Jika apa yang dipendamnya itu baik, maka pakaiannya baik; dan jika yang dipendamnya itu jahat, maka pakaiannya jahat (buruk) pula'." Kemudian Khalifah Usman membacakan firman-Nya: dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. (Al-A'raf: 26); Khalifah Usman mengatakan, libasut taqwa ialah tanda yang baik. 
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui riwayat Sulaiman ibnu Arqam, tetapi di dalamnya terkandung ke-daif-an (kelemahan).
Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Imam Bukhari meriwayatkan di dalam Kitabul Adab (Pembahasan Etika) melalui berbagai jalur yang sahih dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa ia pernah mendengar Amirul Mukminin Usman ibnu Affan memerintahkan untuk membunuh semua anjing dan menyembelih burung-burung merpati. Hal ini dikemukakan-nya pada hari Jumat di atas mimbarnya.
Adapun mengenai hadis marfu' yang melaluinya, telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani di dalam kitab Mu'jamul Kabir­nya. Hadisnya ini mempunyai syahid dari jalur lain, yang menyebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami.....

Aurat Kaum adam 

Aurat laki-laki yang harus ditutup saat menunaikan shalat adalah qubul (kemaluan bagian depan) dan dubur (kemaluan bagian belakang), adapun di luar itu, mulai dari paha, pusar dan lutut, para ulama berbeda pendapat; sebagian ulama menganggapnya sebagai aurat dan sebagian lagi tidak menganggapnya sebagai aurat.

Pendapat pertama :

Bahwa paha, pusar dan lutut bukan aurat
Mereka beralasan :

Nabi bersabda :

عن عائشة رضي الله عنها: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان جالسا كاشفا عن فخذه، فاستأذن أبو بكر فأذن له وهو على حاله، ثم استأذن عمر فأذن له، وهو على حاله ثم استأذن عثمان فأرخى عليه ثيابه. فلما قاموا قلت: يا رسول الله استأذن أبو بكر وعمر فأذنت لهما.
وأنت على حالك، فلما استأذن عثمان أرخيت عليك ثيابك؟ فقال: “يا عائشة ألا أستحي من رجل والله إن الملائكة لتستحي منه” رواه أحمد، وذكره البخاري تعليقا.

Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah saw saat duduk pahanya terbuka, lalu Abu Bakar meminta izin kepada Rasul, beliau pun mengizinkannya dan beliau dalam keadaan seperti semula, kemudian Umar  meminta izin dan beliau mengizinkannya dan beliau dalam keadaan seperti itu, kemudian Utsman pun ikut meminta izin namun beliau menurunkannya pakaiannya, setelah mereka pergi aku berkata : Wahai Rasulullah ketika Abu Bakar dan Umar meminta izin engkau mengizinkan keduanya. Dan engkau dalam keadaan semula, namun ketika Utsman meminta izin engkau mengulurkan pakaianmu ? maka beliau bersabda : Wahai Aisyah,  apakah aku tidak malu dari seseorang, demi Allah para malaikat lebih malu darinya”. (HR. Ahmad, dan disebutkan oleh imam Bukhari dalam ta’liqnya)

وعن أنس: “أن النبي صلى الله عليه وسلم يوخ خيبر حسر الازار عن فخذه، حتى إني لانظر إلى بياض فخذه” رواه أحمد والبخاري.

Dari Anas RA: bahwa Nabi saw membuka pada saat Khaibar kain sarungnya sehingga terbuka pahanya, sampai aku dapat melihat pahanya yang berwarna putih. (HR. Ahmad dan Bukhari)

Ibnu Hazm berkata : Jelas bahwa paha bukan aurat, sekiranya merupakan aurat maka Allah tidak akan menyingkapkannya padahal beliau seorang yang suci dan maksum dari manusia, saat beliau menyampaikan risalahnya dan tidak diperlihatkan pahanya di hadapan Anas bin Malik dan yang lainnya.

وعن مسلم عن أبي العالية البراء قال: إن عبد الله ابن الصامت ضرب فخذي وقال: إني سألت أبا ذر فضرب فخذي كما ضربت فخذك وقال: إني سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم كما سألتني فضرب فخذي كما ضربت فخذك وقال: (صل الصلاة لوقتها) إلى آخر الحديث.

Dari Imam Muslim, dari Abu Al-‘Aliyah al-barra berkata : bahwa Abdullah bin As-shamit memukul paha saya, dia berkata : lalu saya bertanya kepada Abu Dzar, maka beliau memukul paha saya seperti Aku memukul paha kamu, kemudian dia berkata : kemudian saya bertanya kepada Rasulullah saw seperti yang kamu Tanya kepadaku maka beliau pun memukul saya seperti aku memukul paha kamu, dan beliau bersabda : “Dirikanlah shalat pada waktunya…sampai akhir hadits.

Ibnu Hazm  berkata : jika paha sebagai bagian dari aurat maka Rasulullah saw tidak akan menyentuhnya dari Abu Dzar dengan tangannya yang suci. Dan jika paha merupakan aurat menurut Abu Dzar maka tidak menyentuh paha Abdullah bin Shamit dengan tangannya, begitu pun Abdullah bin Shamit dan Abu al-Aliyah.

Pendapat kedua :

Bahwa paha, pusar dan lutut adalah aurat.
Mereka beralasan :

Hadits nabi saw :

عن محمد بن جحش قال: مر رسول الله صلى الله عليه وسلم على معمر، وفخذاه مكشوفتان فقال  :”يا معمر غط فخذيك فإن الفخذين عورة” رواه أحمد والحاكم والبخاري في تاريخه، وعلقه في صحيحه.

Dari Muhammad bin Jahsy berkata : Rasulullah saw melewati ma’mar sementara kedua pahanya tersingkap, beliau bersabda : “Wahai Ma’mar tutuplah kedua pahamu karena paha itu adalah aurat”. (HR. Ahmad, Hakim dan Bukhari).

وعن جرهد قال: مر رسول الله صلى الله عليه وسلم وعلي بردة وقد انكشفت فخذي فقال: “غط فخذيك فإن الفخذ عورة” رواه مالك وأحمد وأبو داود والترمذي وقال: حسن: وذكره البخاري في صحيحه معلقا.

Dan dari Jurhud berkata : Rasulullah saw lewat pada Burdah dan kedua pahanya tersingkap, beliau bersabda : “Tutuplah kedua pahamu karena paha itu adalah aurat”. (HR. Malik, Ahmad, Hakim, Abu Dawud dan Tirmidzi serta Bukhari dalam shahihnya).

Demikian dua pendapat tentang batasan aurat laki-laki, namun bagi kita untuk lebih berhati-hati, saat akan menunaikan shalat maka kita menutup aurat kita mulai dari pusar hingga dua lututnya sebisa mungkin.

Aurat laki-laki bersama dengan laki-laki.

Bersama dengan kaum lelaki, ia tidak boleh menampakkan bagian antara lutut dan pusarnya, baik laki-laki yang melihatnya itu kerabatnya maupun orang lain, baik muslim maupun kafir. Adapun selain anggota tubuh itu boleh terlihat selama tidak ada fitnah.
Rasulullah bersabda :
Artinya: Apa yang ada di antara pusar dan lutut adalah aurat. (H.R.  Al Hakim)

Rasulullah saw bersabda :
Artinya: Tutuplah pahamu, karena paha lelaki adalah aurat”. (H.R. Al Hakim)

Aurat laki-laki di hadapan wanita

Seorang wanita muslimah diperbolehkan melihat kaum lelaki yang berjalan di jalan-jalan, atau memainkan permainan yang tidak diharamkan, yang sedang berjual beli, dan sebagainya.

Rasulullah SAW menyaksikan orang-orang Habsyiy bermain lembing di dalam masjid pada hari raya dan Aisyah ikut menyaksikan mereka dari belakang beliau. Rasulullah menghalangi Aisyah dari mereka, sampai ia merasa bosan dan pulang. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke tujuh Hijriyah. 

Sedangkan hadits yang mengatakan :
“Berhijablah kalian berdua dari padanya. Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?”
Menunjukkan bahwa Ummu Salamah dan Maimunah berkumpul bersama Ibnu Ummi Maktum di dalam satu majelis, mereka bertemu pandang dan berhadap hadapan.

Pada kenyataannya, memang sangat berbeda antara pandangan laki-laki pada wanita dan pandangan wanita pada laki-laki. Wanita dengan rasa malu yang tinggi akan cenderung pasif, sedangkan laki-laki dengan sifat pemberaninya akan cenderung aktif dan kreatif.

Kesimpulannya, wanita diperbolehkan melihat lelaki lain dengan dua syarat, yaitu :
Pertama, tidak dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.
Kedua, tidak berada dalam satu majelis  berhadap-hadapan.‎

Setelah menbaca penjelasan di atas maka kita bisa simpulkan bahwa dada laki-laki bukanlah aurat, akan tetapi jika dapat menimbulkan fitnah ketika ada wanita yang melihatnya maka dada itu harus ditutup, terlebih lagi Allah Ta’ala berfirman yang ditujukan kepada wanita mukminat,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya.”(QS. An Nuur: 31)

Kandungan ayat ini secara dhohir memang ditujukan kepada kaum mukminat sebagai subjek yang memandang, dan secara tidak langsung juga memerintahkan kepada kaum laki-laki sebagai objek yang dipandang mampu dan ikut menjalankan ayat ini dengan tidak seenaknya membuka auratnya.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita boleh melihat selain pusar hingga lutut dengan syarat selama aman darifitnah (artinya tidak sampai membuat wanita tersebut tergoda). Ulama Malikiyah berpendapat bahwa dibolehkan bagi wanita melihat pria sebagaimana pria dibolehkan melihat mahromnya, yaitu selama yang dilihat adalah wajah dan athrofnya (badannya), ini juga dengan syarat selama aman dari fitnah (godaan).
Sedangkan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa wanita tidak boleh melihat aurat lelaki dan juga bagian lainnya tanpa ada sebab. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya.” (QS. An Nuur: 31)
Dalil lainnya yang digunakan sebagai hujjah oleh Syafi’iyah adalah hadits dari Ummu Salamah, ia berkata,
كُنْتُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَعِنْدَهُ مَيْمُونَةُ فَأَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ وَذَلِكَ بَعْدَ أَنْ أُمِرْنَا بِالْحِجَابِ فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « احْتَجِبَا مِنْهُ ». فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ أَعْمَى لاَ يُبْصِرُنَا وَلاَ يَعْرِفُنَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ ».
“Aku berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika Maimunah sedang bersamanya. Lalu masuklah Ibnu Ummi Maktum -yaitu ketika perintah hijab telah turun-. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Berhijablah kalian berdua darinya.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah ia buta sehingga tidak bisa melihat dan mengetahui kami?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya: “Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua dapat melihat dia?“ ‎[Riwayat ini adalah riwayat yang dho’if, lemah]
Abu Daud berkata, “Ini hanya khusus untuk isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidakkah engkau lihat bagaimana Fatimah binti Qais di sisi Ibnu Ummi Maktum! Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada Fatimah binti Qais, ‘Bukalah hijabmu di sisi Ibnu Ummi Maktum, sebab ia adalah seorang laki-laki buta, maka tidak mengapa engkau letakkan pakaianmu di sisinya.” 
Adapun pendapat terkuat menurut madzhab Hambali, boleh  bagi wanita melihat pria lain selain auratnya. Hal ini didukung oleh hadits ‘Aisyah dan haditsnya muttafaqun ‘alaih. Dari Aisyah ‎radhiyallahu ‘anha, ia berkata;
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْتُرُنِى بِرِدَائِهِ ، وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى الْحَبَشَةِ يَلْعَبُونَ فِى الْمَسْجِدِ ، حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّذِى أَسْأَمُ ، فَاقْدُرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ الْحَرِيصَةِ عَلَى اللَّهْوِ
“Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menutupiku dengan pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dalam Masjid sampai aku sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin kalian bisa seperti gadis belia yang suka bercanda.”[HR. Bukhari no. 5236 dan Muslim no. 892.‎]
Yang terkuat adalah pendapat terakhir, yaitu boleh bagi wanita melihat pria lain selain auratnya karena dalil yang mendukung lebih shahih dan lebih kuat.
Aurat Lelaki di Hadapan Istri
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fuqoha bahwa tidak ada batasan aurat antara suami istri. Semua bagian tubuhnya halal untuk dilihat satu dan lainnya, sampai pun pada kemaluan. Karena menyetubuhinya saja suatu hal yang mubah (boleh). Oleh karena itu melihat bagian tubuh satu dan lainnya –terserah dengan syahwat atau tidak-, tentu saja dibolehkan.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa dimakruhkan untuk memandang kemaluan satu dan lainnya. Namun hadits yang digunakan adalah hadits yang dho’if. Hadits tersebut adalah,
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيَسْتَتِرْ وَلاَ يَتَجَرَّدْ تَجَرُّدَ الْعَيْرَيْنِ
“Jika salah seorang dari kalian mendatangi isterinya hendaklah dengan penutup, dan jangan telanjang bulat.”[HR. Ibnu Majah no. 1921. Ibnu Hajar menyatakan bahwa dalam hadits tersebut terdapat Mandal dan ia dho’if (Mukhtashor Al Bazzar, 1/579)‎].

Nasehat bagi Penggemar Bola dan Penggemar Renang
Jika kita sudah mengetahui manakah aurat lelaki, ada satu hal yang mesti kami ingatkan tentang tersebarnya kekeliruan di tengah masyarakat mengenai aurat lelaki ini. Yaitu seringkalinya kita melihat para pria buka-bukaan aurat, baik paha yang disingkap –seperti ketika main bola– atau sengaja menyingkap bagian aurat lainnya –mungkin saja ketika renang– dengan hanya memakai –maaf- ‘celana dalam’. Ini sungguh kekeliruan. 
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“Seorang laki-laki janganlah melihat aurat laki-laki lainnya. Begitu pula seorang wanita janganlah melihat aurat wanita lainnya.” (HR. Muslim no. 338). 

Artinya, orang yang sengaja buka aurat telah bermaksiat. Aurat sesama pria tentu saja tidak boleh dilihat, lantas bagaimanakah dengan menonton pertandingan bola yang jelas sekarang ini sering menampakkan paha karena celana yang digunakan begitu pendek?!
Nasehat ini sebenarnya untuk semua yang sering menampakkan auratnya di hadapan yang lainnya, bukan hanya untuk penggemar bola dan renang saja.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar