Sabtu, 21 Mei 2016

Penjelasan Tentang Bulan Sabit

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (189) 

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji." Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kalian beruntung.

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang bulan sabit. Maka turunlah ayat berikut, yakni firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia." (Al-Baqarah: 189) Yakni dengan melaluinya mereka mengetahui waktu masuknya ibadah mereka, bilangan idah istri-istri, dan waktu haji mereka.

Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah, telah sampai sebuah hadis kepada kami bahwa mereka pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa Allah menciptakan hilal (bulan sabit)?" Maka Allah menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia." (Al-Baqarah: 189) Maksudnya, Allah menjadikan bulan sabit sebagai tanda-tanda waktu puasa kaum muslim dan waktu berbuka mereka, bilangan idah istri-istri, dan tanda waktu agama (ibadah haji) mereka. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Ata, Ad-Dahhak, Qatadah, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.

قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي رَوّاد، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "جَعَلَ اللَّهُ الْأَهِلَّةَ مَوَاقِيتَ لِلنَّاسِ فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنَّ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا".

Abdur Razzaq meriwayatkan, dari Abdul Aziz ibnu Abu Rawwad, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah menjadikan bulan sabit sebagai tanda-tanda waktu bagi manusia, maka berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian karena melihatnya. Maka apabila awan menutupi kalian, sempurnakanlah bilangan menjadi tiga puluh hari.‎

Hadis riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Ibnu Abu Rawwad dengan lafaz yang sama. 

Imam Hakim mengatakan bahwa Ibnu Abu Rawwad adalah orang yang siqah, ahli ibadah, seorang mujtahid lagi bernasab terhormat. Maka hadis ini sahih sanadnya, tetapi Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak mengetengahkannya.

قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ جَابِرٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ؛ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "جعل اللَّهُ الأهلَّة، فَإِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلَالَ فصُوموا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ أغْمي عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ"

Muhammad ibnu Jabir meriwayatkan dari Qais ibnu Talq, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah telah menciptakan bulan sabit. Maka apabila kalian melihat bulan sabit, berpuasalah; dan apabila kalian melihatnya lagi, berbukalah. Tetapi jika awan menutupi kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan kalian menjadi tiga puluh hari.

Hal yang sama diriwayatkan melalui hadis Abu Hurairah, juga dari ucapan Ali ibnu Abu Talib r.a. 

Firman Allah Swt:

{وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا}

Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya. (Al-Baqarah: 189)

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan bahwa pada mulanya di zaman Jahiliah apabila mereka telah melakukan ihram, mereka memasuki rumahnya dari arah belakangnya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa.Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya. (Al-Baqarah: 189)

Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu'bah, dari Abi Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan bahwa orang-orang Ansar pada mulanya bila mereka tiba dari perjalanannya, maka seseorang dari mereka tidak memasuki rumahnya dari arah pintunya, lalu turunlah ayat ini.

Al-A'masy menceritakan dari Abu Sufyan, dari Jabir, bahwa dahulu orang-orang Quraisy dikenal dengan nama Humus, mereka selalu masuk dari pintu-pintunya dalam ihram mereka; sedangkan orang-orang Ansar dan semua orang Arab dalam ihram mereka tidak memasukinya dari pintu. Ketika Rasulullah Saw. sedang berada di sebuah kebun, selanjutnya beliau keluar dari pintunya, tetapi keluar pula bersamanya Qutbah ibnu Amir dari kalangan Ansar. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Qutbah ibnu Amir adalah seorang pedagang, sesungguhnya dia telah keluar bersamamu dari pintu itu." Maka Rasul Saw. bertanya kepada Qutbah, "Apakah yang mendorongmu melakukan demikian?" Qutbah menjawab, "Aku melihat engkau melakukannya, maka aku ikut melakukan seperti apa yang telah engkau lakukan." Rasul Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku adalah seorang Ahmas." Qutbah menjawab, "Sesungguhnya agamaku juga adalah agamamu." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya. (Al-Baqarah: 189)

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula, juga Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Mujahid, Az-Zuhri, Qatadah, Ibrahim An-Nakha'i, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan, dahulu beberapa kaum dari kalangan ahli Jahiliah apabila seseorang dari mereka hendak melakukan suatu perjalanan, lalu ia keluar dari rumahnya memulai perjalanan yang ditujunya. Kemudian sesudah ia keluar, timbul keinginan tetap tinggal dan mengurungkan niat bepergiannya; maka dia tidak memasuki rumahnya dari pintunya, melainkan menaiki tembok bagian belakang. Lalu Allah Swt. berfirman: Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya. (Al-Baqarah: 189), hingga akhir ayat.
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan, "Seorang lelaki apabila hendak melakukan i'tikaf, ia tidak memasuki rumahnya dari arah pintunya, maka Allah menurunkan ayat ini."

Ata ibnu Abu Rabah mengatakan bahwa penduduk Yasrib apabila kembali dari hari raya mereka, mereka memasuki rumahnya masing-masing dari arah belakangnya, dan mereka berpendapat bahwa hal tersebut lebih mendekati kepada kebajikan. Maka Allah Swt. berfirman: Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya. (Al-Baqarah: 189) Akhirnya mereka tidak lagi berpendapat bahwa hal tersebut lebih dekat kepada kebajikan. 

Firman Allah Swt.:

{وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}

Dan bertakwalah kalian kepada Allah, agar kalian beruntung. (Al-Baqarah: 189)

Yakni kerjakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada kalian dan tinggalkanlah oleh kalian apa yang telah diharamkan Allah bagi kalian.  agar kalian beruntung. (Al-Baqarah: 189) Yaitu kelak di hari kemudian. Bila kalian dihadirkan di hadapan Allah, maka kelak Dia akan memberi kalian pahala dan balasannya dengan lengkap dan sempurna.

TENTANG BULAN SABIT.

Mungkin ada saat dimana di benak pikiran teman-teman mengapa lambag atau simbol bulan sabit dan juga bintang menjadi identik dengan Agama islam ?
Tak jarang dan mungkin hampir setiap mesji memakai lambang bulan sabit dan mintang di kubah-kubah mesjid dan juga hal itu sering kita temui bahwa Bulan sabit dan bintang ini sering di pakai di dalam motif sajadah..

Mengapa hal itu terjadi? Aapak lambang bulan sabit dan bintang itu adalah lambang islam? Atau bulan sabit ada sangkut pautnya dengan Agama islam? Kok bisa ya lambang Bulan sabit dan bintang ini identik dengan agama Islam?

Hal ketidak tahuan umat tentang asal usul Bulan sabit dan bintang di agama Islam ini yang tidak pernah di pelajari di sekolah-sekolah, membuat para pelajar (sebagian besar teman saya tidak ada yang mengetahuinya) . Hal ini juga yang mengakibatkan para Non-Muslim membuat cerita-cerita konyol yang tak berdasarkan fakta dan sumber sejarah yang jelas. mereka mengatakan bahwa itu adalah dewa-nya agama islam dan sebagainya yang membuat saya muak membacanya. Astagfirullah ..
Lambang bulan sabit dan bintang bersegi lima ditengah-tengahnya, yang dipasang pada kubah-kubah masjid, apakah memang ada dalilnya? kalau memang tidak ada apakah ini tidak menyalahi syar’i, bukankah lambang pemersatu kita adalah baitullah, sebagai kiblat umat islam??? ‎

Sebenarnya asal muasal lambang bulan bintang berasal dari lambang khilafah Islamiyah terakhir yang dimiliki umat Islam, Khilafah Turki Utsmani.

Dalam at-Taratib al-Idariyah dinukil keterangan Syihab al-Mirjani, dalam kitabnya Wafayat al-Aslaf,

وضع رسم صورة الهلال على رءوس منارات المساجد بدعة ، وإنما يتداول ملوك الدولة العثمانية رسم الهلال علامة رسمية أخذا من القياصرة ، وأصله أن فيلبس المقدوني والد الإسكندر الأكبر لما هجم بعسكره على بيزنطة ، وهي القسطنطينية ، في بعض الليالي دافعه أهلها وغلبوا عليه وطردوه عن البلد ، وصادف ذلك وقت السحر ، فتفاءلوا به واتخذوا رسم الهلال في علمهم الرسمي تذكيرا للحادثة ، وورث ذلك منهم القياصرة ، ثم العثمانية لما غلبوا عليها ، ثم حدث ذلك في بلاد قازان

Meletakkan gambar bulan sabit di atas menara-menara masjid, termasuk bid’ah (sesuatu yang baru). Para penguasa Daulah Utsmani menggunakan lambang ini sebagai lambang resmi, meniru lambang istana di romawi. Kejadian awal mulanya, bahwa Paulus al-Maqduni ayah dari Iskandar Akbar pernah menyerang konstatinopel bersama pasukannya. Di beberapa malam penyerangan, mereka berhasil mengalahkan penduduk negeri itu, dan mengusir mereka. Kejadian itu bertepatan dengan waktu sahur. Lalu mereka merasa optimis dengan waktu itu, dan menjadikan gambar hilal (bulan sabit) sebagai lambang resmi mereka, untuk mengingat peristiwa itu. Lambang inipun dipakai di berbagai istanah, kemudian ditiru bani Utsmaniyah, ketika mereka berhasil mengalahkannya. Kemudian lambang itu masuk ke negeri Qazan. (at-Taratib al-Idariyah, al-Kittani, 1/265).

Khilafah ini adalah warisan terakhir kejayaan umat Islam. Memiliki luas wilayah yang membentang dari ujung barat sampai ujung timur dunia. Wilayahnya secara real adalah tiga benua besar dunia, Afrika-Eropa dan Asia. Ibukotanya adalah kota yang sejak 1400 tahun yang lalu telah dijanjikan oleh Rasulullah SAW sebagai kota yang akan jatuh ke tangan umat Islam.

Rasulullah bersabda,”Qonstantinople akan kalian bebaskan. Pasukan yang mampu membebaskannya adalah pasukan yang sangat kuat. Dan panglima yang membebaskannya adalah panglima yang sangat kuat.”.

Berabad-abad lamanya umat Islam memimpikan realisasi kabar gembira Rasulullah ITU. Namun sejak zaman khalifah Rasyidah, Bani Umayah hingga Bani Abbasiyah, kabar gembira itu tidak pernah juga terealisasi. Memang sebagian Eropa sudah jatuh ke tangan Islam, yaitu wilayah Spanyol dengan kota-kotanya antara lain : Cordova, Seville, Granda dan seterusnya.

Namun jantung Eropa belum pernah jatuh secara serius ke tangan Islam. Barulah ketika Sultan Muhammad II yang lebih dikenal dengan Sultan Muhammad Al-Fatih menjadi panglima, jatuhlah kota yang pernah menjadi ibu kota eropa itu. Lewat pertemupuran yang sangat dahsyat dengan menggunakan senjata paling modern di kala itu, yaitu CANON atau meriam yang sangat besar dan suaranya memekakkan telinga, Muhammad Al-Fatih berhasil menjatuhkan kota konstantininopel itu dan menjadikannya sebagai ibu kota Khilafah Turki Utsmani. Serta menjadikannya pusat peradaban Islam.

Wilayahnya adalah tiga benua dan semua peradaban yang ada di dalamnya. Saat itu bulan sabit digunakan untuk melambangkan posisi tiga benua itu. Ujung yang satu menunjukkan benua Asia yang ada di Timur, Ujung lainnya mewakili Afrika yang ada dibagian lain dan di tengahnya adalah Benua Eropa. Sedangkan lambang bintang menunjukkan posisi ibu kota yang kemudian diberi nama Istambul yang bermakna : Kota Islam.

Bendera bulan sabit ini adalah bendera resmi umat Islam saat itu, karena seluruh wilayah dunia Islam berada di bahwa satu naungan khilafah Islamiyah. Tidak seperti sekarang ini yang terpecah-pecah menjadi sekian ratus negara yang berdiri sendiri hasil dari jajahan barat.

Wajar kalau lambang itu begitu melekat di hati umat dari ujung barat Maroko sampai ujung Timur Merauke. Inilah lambang yang pernah dimiliki oleh umat Islam secara bersama, bulan dan bintang.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar