Senin, 16 Mei 2016

Penjelasan Tentang Keutamaan Hari Arofah

Arafah di sebut dalam Al-Qu’ran dalam bentuk plural ”Arafat” sebagaimana tertera dalam surat al-Baqarah ayat no. 198,

فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُواْ اللَّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ – البقرة ﴿١٩٨﴾

 Artinya: ” Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam.”

Sesungguhnya lafaz arafah di-fathah-kan, sekalipun ia sebagai alam yang muannas, karena pada asalnya berbentuk jamak seperti muslimat dan muminat, kemudian dijadikan nama untuk suatu daerah tertentu, maka bentuk asalnya ini dipelihara hingga ia menerima tanwin. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Arafah merupakan tempat wuquf dalam ibadah haji dan sebagai tiang dari semua pekerjaan haji. Karena itu, Imam Ahmad dan pemilik kitab-kitab sunan meriwayatkan sebuah hadis yang sahih sanad-nya: 


عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَطَاءٍ، عن عبد الرحمن بن يَعْمر الديَلي، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "الْحَجُّ عَرَفَاتٌ -ثَلَاثًا -فَمَنْ أَدْرَكَ عَرَفَةَ قَبْلَ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ، فَقَدْ أَدْرَكَ. وَأَيَّامُ مِنًى ثَلَاثَةٌ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ، وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ"


Dari As-Sauri, dari Bukair bin Ata, dari Abdur Rahman ibnu Ya'mur Ad-Daili yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Haji itu hanyalah di Arafah —sebanyak tiga kali—. Barang siapa yang menjumpai (hari) Arafah sebelum fajar menyingsing, berarti dia telah menjumpai haji. Dan hari-hari Mina itu adalah tiga hari, karenanya barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa baginya.
Arafah berjarak sekitar 25 km dari kota Makkah dan merupakan padang pasir yang amat luas dan di bagian belakang dikelilingi bukit-bukit batu yang membentuk setengah lingkaran. Sekarang ini Arafat sudah subur ditanami dengan pohon-pohon.

Di Arafah Nabi saw pernah bersabda: “Aku wukuf disini dan arafah seluruhnya tempat untuk melaksanakan wukuf”. Arafah merupakan Masy’aril haram atau tempat syiar suci, tetapi Arafat sendiri tidak termasuk tanah haram atau tanah suci seperti Makkah. Rasulullah saw bersabda: “Haji itu ialah di Arafah dan setiap bagian tanah Arafah ialah sah untuk wukuf” (hadits tersebut diatas).

Arafah merupakan tempat yang sangat penting dalam perjalanan ibadah Haji. Disanalah para jemaah haji berkumpul untuk melaksanakan wukuf pada tanggal 9 Dzul Hijjah dari tergelincirnya matahari sampai terbenamnya dan sholat Dhuhur dan Asar dijama’ kan atau disatukan dengan satu adzan dan 2 kali iqamat. Wukuf merupakan salah satu rukun haji, tanpa melaksanakan wukuf di Arafah hajinya tidak sah.

Arafah mengingatkan kita kepada Padang Mahsyar di saat manusia dibangkitkan kembali dari kematian oleh Allah dan wukuf di hadapan Nya. Saat itu semua manusia sama di hadapan Allah, tidak ada perbedaan kulit dan bangsa yang membedakan hanyalah kualitas ketaqwaannya kepada Allah.

Di Arafah ada dua tempat yang mempunyai nilai sejarah yang sangat penting yaitu masjid Namirah (masjid Ibrahim) dan bukit Rahmah (jabal Rahmah). Dibawah bukit terdapat sebuah masjid Shakharat. Di masjid Shakharat itulah Nabi saw berwukuf dan pernah turun wahyu yang berbunyi:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الأِسْلاَمَ دِيناً – المائدة ﴿٣﴾

Artinya: “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan telah Ku ridhoi Islam itu jadi agamamu”. (Qs al-Maidah ayat: 3)

Di sana juga ada lembah yang disebut dengan lembah ’Uranah (wadi ’Uranah), lembah ini menjadi batas antara Arafah dengan luar Arafah. Di Arafah Rasulullah saw telah berkhutbah ketika melakukan haji wada’. Menurut hadits Jabir ra yang panjang bahwasanya Nabi saw berkhutbah di hadapan manusia yang sedang melakukan haji bersama sama beliau. Khutbah beliau itu sangat poluler dan dinamakan Khutbatul Wada’ yang dimulai dengan: “Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah suci sebagaimana sucinya hari ini, bulan ini dan negeri kalian ini”

Keutamaan Arafah:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا قَالَتْ : إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمِ الْمَلَائِكَةَ، فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟ (مسلم)

– Dari Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda: ”Tidak ada hari paling banyak Allah memerdekakan hambaNya dari neraka daripada hari Arafah. Allah sesungguhnya mendekati mereka dan membangganggakan mereka kepada para Malaikat seraya berkata: Apa saja yang mereka inginkan akan Aku kabulkan” (HR Muslim).

عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : أَفْضَلُ الدُّعَاءِ : دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ (رواه الترمذي)

– Hadits lainnya tentang keutamaan tanah Arafah, dari Abu Hurairah ra Rasulallah saw bersabda: “Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah”. (HR at-Tirmidzi)
‎‎
Di hari arafah, Allah membanggakan para hamba-Nya yang wukuf di arafah. Karena mereka rela melepaskan semua atribut dunia dan kenikmatan dunia, untuk berkumpul di arafah.

Wukuf artinya berdiam diri di Arafah pada waktunya. Wukuf merupakan salah satu rukun haji, tidak sah Haji seseorang jika tidak berwukuf di Arafah pada tanggal 9 Dhul Hijjah. Masuknya waktu wukuf sesuai dengan ijma’ ulama mulai dari tergelincirnya matahari tanggal 9 Dhulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dhulhijjah. Sebaik-baiknya wukuf dilakukan mulai dari tergelincirnya matahari sampai terbenamnya matahari dan sekurang-kurangnya wukuf dilakukan sepintas lalu, yaitu dengan cara melewati Arafah sekedar thuma’ninah sambil berjalan kaki atau mengendarai kendaraan

عن علِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ فَقَالَ هَذَا الْمَوْقِفُ وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ وَأَفَاضَ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ (صحيح الترمذي)

Dari Ali Bin Abu Thalib ra, Rasulullah saw wuquf di Arafah lalu bersabda: “Ini adalah tempat wuquf, dan semua Arafah adalah tempat wuquf”.  Lalu beliau bertolak (meninggalkan Arafah) ketika matahari terbenam (at-Tirmidzi)

Diriwayatkan bahwa Nabi saw berwukuf setelah tergelincir matahari (HR Muslim)

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْمَرَ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ بِعَرَفَةَ فَسَأَلُوهُ فَأَمَرَ مُنَادِيًا فَنَادَى الْحَجُّ عَرَفَةُ مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ (رواه ابو داود وغيره)

Dari Abdurahman bin Yamar ra, bahwa: Manusia dari pendududuk Najed datang kepada Rasulallah saw di Arafah, bertanya kepadanya. Lalu Rasulullah saw menyuruh seseorang berseru: Haji adalah Arafah. barang siapa datang (di Arafah) di malam jama’ (Muzdalifah) sebelum terbit fajar maka ia memperoleh haji. (HR Abu Dawud dll)

Waktu wuquf itu dimulai dari tergelincirnya matahari (dari pertengahan langit) di hari Arafah sampai dengan munculnya fajar yang kedua dari hari Kurban, karena Nabi Saw. melakukan wuqufnya dalam haji wada' sesudah salat Lohor sampai dengan matahari terbenam, lalu beliau bersabda:
"لتأخُذوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ"

Ambillah (contoh) manasik-manasik kalian dariku.
Dalam hadis ini Nabi Saw. bersabda pula: Barang siapa yang menjumpai (hari) Arafah sebelum fajar menyingsing, berarti dia telah menjumpai haji. Demikianlah menurut mazhab Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafii.‎

Imam Ahmad berpendapat bahwa waktu wuquf dimulai dari permulaan hari Arafah. Ia dan para pengikutnya mengatakan demikian dengan berdalilkan sebuah hadis dari Asy-Sya'bi, dari Urwah ibnu Midras ibnu Harisah ibnu Lamut Ta-i yang menceritakan:


أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمُزْدَلِفَةِ، حِينَ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي جِئْتُ مِنْ جَبَليْ طَيْئٍ، أَكْلَلْتُ رَاحِلَتِي، وَأَتْعَبْتُ نَفْسِي، وَاللَّهِ مَا تَرَكْتُ مِنْ جَبَلٍ إِلَّا وَقَفْتُ عَلَيْهِ، فَهَلْ لِي مِنْ حَج؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "من شَهِد صَلَاتَنَا هَذِهِ، فَوَقَفَ مَعَنَا حَتَّى نَدْفَعَ، وَقَدْ وَقَفَ بِعَرَفَةَ قَبْلَ ذَلِكَ لَيْلًا أَوْ نَهَارًا، فَقَدْ تَمَّ حَجّه، وَقَضَى تَفَثَه".

Aku datang kepada Rasulullah Saw. di Muzdalifah ketika beliau berangkat untuk menunaikan salat. Maka aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku datang dari Pegunungan Ta-i, unta kendaraanku telah lelah dan juga diriku. Demi Allah, tiada suatu bukit pun yang aku tinggalkan melainkan aku berwuqufpa-danya. Maka apakah aku memperoleh haji?" Rasulullah Saw. menjawab, "Barang siapa yang mengikuti salat kami ini dan wuquf bersama kami hingga kami berangkat, sedang sebelum itu ia telah wuquf di Arafah di malam. atau siang hari, maka sesungguhnya hajinya telah lengkap dan keperluannya telah dipenuhinya."‎‎
Hadis riwayat Imam Ahmad dan As-Habus Sunan dinilai sahih oleh Imam Turmuzi.‎

Kemudian dikatakan bahwa sesungguhnya tempat wuquf itu dinamakan Arafah karena ada sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Abdur Razzaq, telah menceritakan kepadaku Ibnu Juraij yang menceritakan bahwa Ibnul Musayyab pernah menceritakan kisah yang pernah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talib seperti berikut: Allah Swt. mengutus Jibril a.s. kepada Nabi Ibrahim a.s., lalu menuntunnya menunaikan ibadah haji. Dan ketika sampai di Arafah, Nabi Ibrahim berkata, "Aku telah kenal daerah ini," sebelum itu Nabi Ibrahim pernah mendatanginya sekali. Karena itulah maka tempat wuquf dinamakan Arafah.‎

Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Abul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ata yang menceritakan bahwa sesungguhnya tempat wuquf dinamakan Arafah, karena ketika Malaikat Jibril memperlihatkan kepada Nabi Ibrahim a.s. tempat-tempat manasik, Nabi Ibrahim berkata, "Aku telah mengenal ini" (yang dalam bahasa Arabnya disebut 'Araftu), kemudian dinamakanlah Arafah.
Telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Abu Mijlaz.


Arafah dinamakan pula dengan sebutan Al-Masy'aril Haram, Al-Masy'aril Aqsa, dan Hal, sama wazannya dengan Hilal. Bukit yang ada di tengah-tengahnya dinamakan Jabal Rahmah. Sehubungan dengan hal ini Abu Talib pernah mengatakan dalam salah satu syairnya yang terkenal, yaitu:


وَبِالْمَشْعَرِ الْأَقْصَى إِذَا قَصَدُوا لَهُ ... إِلَالُ إِلَى تِلْكَ الشِّرَاجِ الْقَوَابِلِ

Apabila mereka hendak melakukan wuquf maka mereka berada di Al-Masy'aril Aqsa, yaitu dikenal pula dengan sebutan Hal sebagai kata persamaannya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnul Hasan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, dari Zam'ah (yaitu Ibnu Saleh), dari Salamah ibnu Wahram, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang Jahiliah melakukan wuqufnya di Arafah. Manakala matahari berada di atas bukit seakan-akan seperti kain sorban di atas kepala laki-laki, maka mereka berangkat. Karena itu, maka Rasululluh Saw. menangguhkan keberangkatan dari Arafah hingga matahari tenggelam.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih melalui Zam'ah ibnu Saleh, dan menambahkan, "Kemudian Rasulullah Saw. berhenti di Muzdalifah, lalu melakukan salat Subuh di pagi buta. Manakala segala sesuatu tampak kuning dan berada di akhir waktu Subuh, barulah beliau bertolak." Hadis ini lebih baik sanadnya.
قَالَ ابْنُ جُرَيْج، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنِ المسْوَر بْنِ مَخْرَمة قَالَ: خَطَبنا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وهو بِعَرَفَاتٍ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ. ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ -وَكَانَ إِذَا خَطَبَ خُطْبَةً قَالَ: أَمَّا بَعْدُ -فَإِنَّ هَذَا الْيَوْمَ الحجَ الْأَكْبَرَ، أَلَا وَإِنَّ أهلَ الشِّرْكِ وَالْأَوْثَانِ كَانُوا يَدْفَعُونَ فِي هَذَا الْيَوْمِ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ، إِذَا كَانَتِ الشَّمْسُ فِي رُؤُوسِ الْجِبَالِ، كَأَنَّهَا عَمَائِمُ الرِّجَالِ فِي وُجُوهِهَا، وَإِنَّا نَدْفَعُ بَعْدَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ، وَكَانُوا يَدْفَعُونَ مِنَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ بَعْدَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ، إِذَا كَانَتِ الشَّمْسُ فِي رُؤُوسِ الْجِبَالِ كَأَنَّهَا عَمَائِمُ الرِّجَالِ فِي وُجُوهِهَا وَإِنَّا نَدْفَعُ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ، مُخَالفاً هَدْيُنَا هَدْي أَهْلِ الشِّرْكِ".

Ibnu Juraij meriwayatkan dari Muhammad ibnu Qais, dari Al-Miswar ibnu Makhramah yang menceritakan hadis berikut: Ketika Rasulullah Saw. berada di Arafah, beliau berkhotbah kepada kami. Untuk itu beliau mengucapkan hamdalah, puja serta puji kepada Allah Swt., setelah itu baru beliau bersabda,  "Amma Ba'du, - dan memang kebiasaan beliau apabila berkhotbah selalu mengucapkan kalimat amma ba'du pada permulaannya- . Sesungguhnya hari ini adalah hari haji akbar. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang musyrik dan para penyembah berhala berangkat pada hari ini sebelum matahari tenggelam. Yaitu bila matahari berada di atas bukil-bukit seakan-akan seperti kain sorban laki-laki yang berlengger di kepalanya. Sesungguhnya kami bertolak sesudah matahari tenggelam. Dahulu mereka bertolak dari Masy'aril Haram sesudah matahari terbit, yaitu bila matahari (kelihatan) berada di atas bukit seakan-akan kain sorban laki-laki yang berlengger di kepalanya. Sesungguhnya kami bertolak sebelum matahari terbit agar petunjuk kita berbeda dengan petunjuk kaum musyrik.”
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih, dan hadis ini berdasarkan lafaz darinya; Imam Hakim meriwayatkannya pula di dalam kitab Mustadrak-nya, kedua-duanya melalui hadis Abdur Rahman ibnul Mubarak Al-Aisyi, dari Abdul Waris ibnu Sa'id, dari Ibnu Juraij. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini berpredikat sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Sesungguhnya terbukti dengan benar apa yang telah kami sebutkan di atas yang menyatakan bahwa Al-Miswar benar-benar mendengar langsung dari Rasulullah Saw. Tidak seperti apa yang diduga oleh segolongan teman-teman kami yang mengatakan bahwa Al-Miswar termasuk orang yang hanya pernah melihat Nabi Saw., tetapi tidak pernah mendengar hadis darinya.
Waki' meriwayatkan dari Syu'bah, dari Ismail ibnu Raja Az-Zubaidi, dari Al-Ma'rur ibnu Suwaid yang menceritakan bahwa ia pernah melihat sahabat Umar r.a. ketika bertolak dari Arafah, seakan-akan ia melihatnya seperti lelaki yang botak dengan mengendarai untanya seraya bertolak dan berkata, "Sesungguhnya kami menemukan cara berifadah (bertolak) ialah dengan langkah-langkah yang cepat."
Di dalam hadis Jabir ibnu Abdullah yang cukup panjang yang berada pada kitab Sahih Muslim disebutkan di dalamnya bahwa Nabi Saw. masih tetap berwuquf, yakni di Arafah, hingga matahari tenggelam dan awan kuning mulai tampak sedikit, hingga bulatan matahari benar-benar tenggelam. Nabi Saw. memboncengkan Usamah di belakangnya, lalu beliau bertolak seraya mengencangkan tali kendali qaswa unta kendaraannya, sehingga kepala unta kendaraannya hampir menyentuh bagian depan rahl (pelana)nya, seraya mengisyaratkan dengan tangannya seakan-akan mengatakan:
"أَيُّهَا النَّاسُ، السَّكِينَةَ السَّكِينَةَ"

Hai manusia, tenanglah, tenanglah.
Manakala menaiki bukit, beliau mengendurkan tali kendalinya sedikit agar qaswa dapat naik dengan mudah, hingga sampailah di Muzdalifah, lalu salat Magrib dan Isya padanya dengan sekali azan dan dua kali iqamah, tidak membaca tasbih apa pun di antara keduanya.‎

Kemudian beliau berbaring hingga fajar terbit, lalu salat Subuh ketika fajar Subuh telah tampak baginya dengan sekali azan dan sekali iqamah. Sesudah itu beliau mengendarai qaswa dan berangkat hingga sampai di Masy'aril Haram, lalu menghadap ke arah kiblat dan berdoa kepada Allah seraya bertakbir, bertahlil, dan menauhidkan-Nya. Beliau Saw. masih tetap dalam keadaan wuquf hingga cahaya pagi kelihatan kuning sekali. Kemudian beliau bertolak sebelum matahari terbit.
Di dalam kitab Sahihain, dari Usamah ibnu Zaid disebutkan bahwa ia pernah ditanya mengenai kecepatan kendaraan Rasulullah Saw. ketika bertolak (dari Muzdalifah ke Masy'aril Haram). Maka Usamah menjawab bahwa beliau Saw. memacu kendaraannya dengan langkah-langkah yang sedang; dan apabila menjumpai tanah yang legok, maka beliau memacunya dengan langkah yang lebih lebar lagi.
Ibnu Abu Hatim menceritakan, telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad (anak lelaki dari anak perempuan Imam Syafii) dalam surat yang ditujukannya kepadaku. Ia menceritakannya dari ayahnya atau dari pamannya, dari Sufyan ibnu Uyaynah sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Maka apabila kalian telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram. (Al-Baqarah: 198) Yang dimaksud dengan zikir dalam ayat ini ialah menjamak dua salat.
Abu Ishaq As-Subai'i meriwayatkan dari Ainr ibnu Maimun, bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Amr tentang Masy'aril Haram. Maka Ibnu Amr diam, tidak menjawab. Tetapi ketika kaki depan unta kendaraan kami mulai mengambil jalan menurun di Muzdalifah, ia bertanya, "Ke manakah orang yang tadi bertanya tentang Masy'aril Haram? Inilah Masy'aril Haram."
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Salim yang mengatakan bahwa Ibnu Umar pernah berkata, "Masy'aril Haram adalah seluruh Muzdalifah."

Hisyam meriwayatkan dari Hajjaj, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Berzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram. (Al-Baqarah: 198) Maka Ibnu Umar menjawab bahwa Masy'aril Haram ialah bukit ini dan daerah sekitarnya.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Al-Mugirah, dari Ibrahim, bahwa Ibnu Umar melihat mereka berkumpul di Quzah. Maka ia berkata, "Mengapa mereka berkumpul di suatu tempat, padahal semua kawasan ini adalah Masy'aril Haram."
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Al-Hasan, dan Qatadah, bahwa mereka pernah mengatakan, "Masy'aril Haram itu terletak di antara kedua buah bukit."
Ibnu Juraij mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ata letak Muzdalifah, maka Ata menjawab, "Apabila kamu bertolak dari kedua ma'zam 'Arafah yang menuju ke arah lembah Muhassar, dan bukan kedua ma'zam 'Arafah itu termasuk bagian dari Muzdalifah, melainkan jalan menuju ke arah keduanya; maka berhentilah kamu di antara keduanya jika kamu suka. Aku suka bila kamu berhenti sebelum Quzah. Sekarang marilah bersamaku untuk memberi kesempatan kepada jalan yang dilalui oleh orang banyak."
Menurut kami, tempat-tempat untuk menunaikan haji merupakan rambu-rambu yang sudah jelas, dan sesungguhnya Muzdalifah dinamakan Masy'aril Haram hanyalah karena masih termasuk bagian dari Tanah Suci. Tetapi apakah melakukan wuquf di Muzdalifah merupakan rukun haji; bila tidak dilakukan, hajinya tidak sah? Seperti yang dikatakan oleh segolongan ulama Salaf dan sebagian murid-murid Imam Syafii, antara lain Al-Qaffal dan Ibnu Khuzaimah, berdasarkan kepada hadis Urwah ibnu Midras. Ataukah hukumnya wajib, seperti yang dikatakan oleh salah satu dari dua pendapat Imam Syafii yang mengatakan jika ditinggalkan dapat ditambal dengan membayar dam Ataukah hukumnya sunat; dengan kata lain, tidak ada sanksi apa pun bila ditinggalkan, seperti yang dikatakan oleh selainnya? Sehubungan dengan masalah ini ada tiga pendapat di kalangan para ulama, pembahasannya secara panjang lebar terdapat dalam kitab lain.
Abdullah ibnul Mubarak meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"عَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ، وَارْفَعُوا عَنْ عُرَنة، وجَمْع كُلُّهَا مَوقف إِلَّا مُحَسرًا"

Arafah semuanya adalah tempat wuquf, tetapi tinggalkanlah oleh kalian (lembah Arafah). Dan Jam'un (Arafah) seluruhnya adalah tempat wuquf kecuali lembah Muhassar.
Hadis ini mursal.‎

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى، عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ: "كُلُّ عَرَفَاتٍ مَوْقِفٌ، وَارْفَعُوا عَنْ عُرَنة. وَكُلُّ مُزْدَلِفَةَ مَوْقِفٌ وَارْفَعُوا عَنْ مُحَسِّر، وَكُلُّ فِجَاجِ مَكَّةَ مَنْحر، وَكُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ"

Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Musa, dari Jubair ibnu Mut'im, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Semua kawasan Arafah adalah tempat wuquf dan tinggalkanlah oleh kalian (lembah) Arafah. Muzdalifah seluruhnya adalah tempat wuquf, tetapi tinggalkanlah oleh kalian lembah Muhassar. Dan seluruh pelosok Mekah adalah tempat penyembelihan kurban. Dan seluruh hari-hari tasyriq adalah hari-hari penyembelihan kurban.‎

Hadis ini pun munqati', karena sesungguhnya Sulaiman ibnu Musa yang dikenal dengan sebutan Al-Asydaq tidak menjumpai masa Jubair ibnu Mut'im.


Akan tetapi, hadis ini diriwayatkan oleh Al-Walid ibnu Muslim dan Suwaid ibnu Abdul Aziz, dari Sa’id ibnu Abdul Aziz, dari Sulaiman; dan Al-Walid mengatakan dari Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya. Sedangkan Suwaid mengatakan dari Nafi' ibnu Jubair, dari ayahnya, dari Nabi Saw., lalu ia mengetengahkannya.

Sunah Wukuf

@ – Berwukuf dari siang sampai malam yaitu mulai dari tergelincir matahari sampai tenggelamnya matahari.

عَنْ علِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ فَقَالَ هَذَا الْمَوْقِفُ وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ وَأَفَاضَ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ (صحيح الترمذي)

Dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: bahwa Rasulallah saw berwukuf lalu berangkat (meninggalkan Arafah) ketika matahari terbenam. (HR Shahih at-Tirmidzi)

@ – Berwukuf di shakharat sambil menghadap ke kiblat, sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah saw,

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : ثُمَّ رَكِبَ حَتَّى أَتَى الْمَوْقِفَ فَجَعَلَ بَطْنَ نَاقَتِهِ الْقَصْوَاءِ إلَى الصَّخَرَاتِ، وَجَعَلَ حَبْلَ الْمُشَاةِ بَيْنَ يَدَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ (رواه مسلم)

Dari Jabir ra (haditsnya yang panjang): Kemudian beliau tiba di tempat wukuf maka perut untanya (al-Qaswa) telah berada ke arah shakharat menghadap kiblat (HR Muslim). Al-Shakhrat adalah satu tempat berada di bawah Jabal Rahmah di padang Arafah

@ – memperbanyak do’a dan dzikir dan sebaik baiknya dzikir dengan memperbanyak membaca :

لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ يُـحْيِي وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

لِمَا رُوِىَ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (وراه الترمذي )

Rasulallah saw bersabda, “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arafah dan sebaik-baik apa yang aku dan para Nabi sebelumku katakan adalah:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ يُـحْيِي وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

(Tiada Ilah melainkan Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya lah segala kerajaan dan pujian dan Dialah Yang Maha berkuasa atas segala sesuatu).” (HR at-Tirmidzi)

@ – Berwukuf dalam keadaan suci

@ – Berwukuf dalam keadaan berdiri diatas kendaraan (unta) sesuai dengan apa yang telah dilakukan Rasulallah bahwa beliau wukuf berdiri diatas kendaraannya (unta qaswaa) (HR Bukhari Muslim).

@ – Men-jama’ taqdim dan qoshor sholat Dhuhur dan Ashar di masjid Ibrahim (disebut juga masjid Namirah atau masjid Arafah) yaitu menggabung shalat Dhuhur dan Ashar di waktu dhuhur dengan satu adzan dan 2 kali iqamat, dua raka’at-dua raka’at. Hal ini sesuai dengan perbuatan Rasulallah saw yang diriwayatkan dari Jabir ra dengan haditsnya yang panjang.
Kita bisa membayangkan kondisi arafah di zaman para sahabat. Jangan anda bayangkan bahwa kondisi mereka seperti jemaah haji kita saat ini. Jemaah haji Indonesia hanya menempuh 10 jam untuk tiba di tanah suci, sedangkan para sahabat harus menempuhnya kurang lebih dalam 10 hari. Jemaah kita menaiki pesawat yang full AC, sedangkan para sahabat hanya mengendarai unta dengan terpaan hawa panas gurun sahara.

Dapat dipastikan bahwa setelah 10 hari lebih dalam keadaan ihram, rambut mereka pasti kusut dan berdebu.

Mereka juga tidak tinggal dalam kemah yang sejuk dengan makanan yang melimpah. Mayoritas sahabat -termasuk Rasulullah- justru melalui hari yang demikian terik tadi tanpa naungan apapun.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ‎Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِى مَلاَئِكَتَهُ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ بِأَهْلِ عَرَفَةَ فَيَقُولُ انْظُرُوا إِلَى عِبَادِى أَتَوْنِى شُعْثاً غُبْراً

Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla membanggakan orang yang wukuf di Arafah pada siang hari arafah. Allah berfirman, ‘Lihatlah kepada para hamba-Ku. Mereka mendatangi-Ku dengan rambut kusut dan badan berdebu.’ (HR. Ahmad 7288 dan dishahihkan al-Albani).

Singkatnya, pada hari itu terkumpullah pada mereka sejumlah faktor penting penyebab terkabulnya doa. Mulai dari kondisi yang memprihatinkan, waktu dan tempat yang mulia, hingga dekatnya Allah kepada mereka.

Di saat itulah, doa menjadi sangat mustajab. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Sebaik-baik doa, adalah doa di hari Arafah. Dan sebaik-baik doa yang kupanjatkan dan dipanjatkan oleh para nabi sebelumku, adalah

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلىَ كُلِّ شَيءٍ قَدِيرٌ

“Tiada ilah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya. MilikNya semua kerajaan, dan bagiNya segala pujian. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu (HR. Tirmidzi 3934 dan dihasankan al-Albani).

Semoga Allah memudahkan kita untuk menyusul mereka yang mendahului kita dalam kebaikan.‎

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar