Minggu, 05 Juni 2016

Antara Kebaikan Dan Keburukan

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;

قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (100) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ (101) قَدْ سَأَلَهَا قَوْمٌ مِنْ قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوا بِهَا كَافِرِينَ (102)

Katakanlah, "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu. Maka bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang berakal, agar kalian mendapat keberuntungan.” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) h‎al-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian; dan jika kalian menanyakannya di waktu Al-Qur’an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepada kalian. Allah memaafkan (kalian) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kalian menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya. (QS Al-Maidah: 100-102)

Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya:

{قُلْ}

Katakanlah. (Al-Maidah: 100) 
hai Muhammad,

{لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ}

Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun menarik hatimu. hai manusia, ‎banyaknya yang buruk itu. (Al-Maidah: 100)

Dengan kata lain, sedikit perkara halal yang bermanfaat lebih baik daripada banyak perkara haram yang menimbulkan mudarat. Di dalam sebuah hadis disebutkan:

"مَا قَلَّ وكَفَى، خَيْرٌ مِمَّا كَثُر وألْهَى".

Sesuatu yang sedikit tetapi mencukupi adalah lebih baik daripada sesuatu yang banyak tetapi melalaikan.


قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ البَغَوِيُّ فِي مُعْجَمِهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ زُهَيْر، حَدَّثَنَا الحَوْطِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيْبٍ، حَدَّثَنَا مُعان بْنُ رِفاعة، عَنْ أَبِي عَبْدِ الْمَلِكِ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أمامة أَنَّهُ أَخْبَرَهُ عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ حَاطِبٍ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي مَالًا. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَلِيلٌ تُؤَدِّي شُكْرَهُ خَيْرٌ مِنْ كَثِيرٍ لَا تُطِيقُهُ".

Abul Qasim Al-Bagawi mengatakan di dalam kitab ‎Mujam-nya bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Al-Huti, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Abu Abdul Malik Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, bah­wa Sa'labah ibni Hatib Al-Ansari pernah memohon, "Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah semoga Dia memberiku rezeki harta yang berlimpah." Maka Rasulullah Saw. bersabda:Sedikit rezeki yang kamu dapat mensyukurinya lebih baik daripada banyak rezeki tetapi kamu tidak mampu mensyukurinya.


{فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ}

maka bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang yang berakal (Al-Maidah: 100)

Yakni hai orang-orang yang berakal sehat lagi lurus, jauhilah hal-hal yang haram, tinggalkanlah hal-hal yang haram itu, dan terimalah hal-hal yang halal dan cukuplah dengannya.

{لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}

agar kalian mendapat keberuntungan. (Al-Maidah: 100)
Yakni di dunia dan akhirat.

Selanjutnya Allah Swt. berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ}

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101)

Di dalam ayat ini terkandung pelajaran etika dari Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin. Allah melarang mereka menanyakan banyak hal yang tiada berfaedah bagi mereka dalam mempertanyakan dan menyelidikinya. Karena sesungguhnya jika perkara-perkara yang dipertanyakan itu ditampakkan kepada mereka, barangkali hal itu akan menjelekkan diri mereka dan dirasakan amat berat oleh mereka mendengarnya. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"لَا يُبْلغني أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ شَيْئًا، إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَخْرُجَ إِلَيْكُمْ وَأَنَا سَلِيمُ الصَّدْرِ".

Semoga jangan ada seseorang menyampaikan kepadaku perihal sesuatu masalah dari orang lain, sesungguhnya aku suka bila aku menemui kalian dalam keadaan dada yang lapang.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُنْذِر بْنُ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْجَارُودِيُّ، حَدَّثَنَا أبي، حدثنا شعبة، عن مُوسَى بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: خَطَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطبة مَا سَمِعْتُ مِثْلَهَا قَطُّ، قَالَ "لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا" قَالَ: فَغَطَّى أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وُجُوهَهُمْ لَهُمْ حَنِينٌ. فَقَالَ رَجُلٌ: مَنْ أَبِي؟ قَالَ: "فَلَانٌ"، فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ}

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Munzir ibnul Walid ibnu Abdur Rahman Al-Jarudi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Musa ibnu Anas, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengemukakan suatu khotbah yang belum pernah kudengar hal yang semisal dengannya. Dalam khotbahnya itu antara lain beliau Saw. bersabda: Sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui, niscaya kalian benar-benar sedikit tertawa dan benar-benar akan banyak menangis. Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu para sahabat Rasulullah Saw. menutupi wajahnya masing-masing, setelah itu terdengar suara isakan mereka. Kemudian ada seseorang lelaki berkata, 'Siapakah ayahku?' Maka Nabi Saw. menjawab, 'Si Fulan." Lalu turunlah firman-Nya:Janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) banyak hal. (Al-Maidah: 101).

An-Nadr dan Rauh ibnu Ubadah telah meriwayatkannya melalui Syu'bah. 

Imam Bukhari telah meriwayatkannya bukan pada bab ini, begitu pula Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Syu'bah ibnul Hajjaj dengan lafaz yang sama.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا بِشْر، حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ فِي قَوْلِهِ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} الْآيَةَ، قَالَ: فَحَدَّثَنَا أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم سألوه حَتَّى أَحْفَوْهُ بِالْمَسْأَلَةِ، فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ ذَاتَ يَوْمٍ فَصَعِدَ الْمِنْبَرَ، فَقَالَ: "لَا تَسْأَلُوا الْيَوْمَ عَنْ شَيْءٍ إِلَّا بَيَّنْتُهُ لَكُمْ". فَأَشْفَقَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَكُونَ بَيْنَ يَدَيْ أَمْرٍ قَدْ حَضَر، فَجَعَلْتُ لَا أَلْتَفِتُ يَمِينًا وَلَا شِمَالًا إِلَّا وَجَدْتُ كُلًّا لَافًّا رَأْسَهُ فِي ثَوْبِهِ يَبْكِي، فَأَنْشَأَ رَجُلٌ كَانَ يُلاحي فَيُدْعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، مَنْ أَبِي؟ قَالَ: "أَبُوكَ حُذَافَةُ". قَالَ: ثُمَّ قَامَ عُمَرُ -أَوْ قَالَ: فَأَنْشَأَ عُمَرُ-فَقَالَ: رَضِينَا بِاللَّهِ رِبَّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا عَائِذًا بِاللَّهِ -أَوْ قَالَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ-مِنْ شَرِّ الْفِتَنِ قَالَ: وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لم أَرَ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ كَالْيَوْمِ قَطُّ، صُوِّرَتْ لِيَ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ حَتَّى رَأَيْتُهُمَا دُونَ الْحَائِطِ".

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, sehubungan dengan firman Allah Swt.:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat. Bahwa telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik, para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. hingga beliau dihujani oleh pertanyaan mereka. Lalu Rasulullah Saw. keluar menemui mereka di suatu hari, kemudian menaiki mimbarnya dan bersabda: Tidak sekali-kali kalian menanyakan kepadaku tentang sesuatu pada hari ini, melainkan aku pasti menjelaskannya kepada kalian. Maka semua sahabat Rasulullah Saw. merasa takut kalau-kalau Rasulullah Saw. sedang menghadapi suatu perkara yang mengkhawatirkan. Maka tidak sekali-kali aku tolehkan wajahku ke arah kanan dan kiriku, melainkan kujumpai semua orang menutupi wajahnya dengan kain bajunya seraya menangis. Kemudian seseorang lelaki terlibat dalam suatu persengketaan, lalu dia diseru bukan dengan nama ayahnya, maka ia bertanya, "Wahai Nabi Allah, siapakah sebenarnya ayahku itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ayahmu adalah Huzafah." Kemudian Umar bangkit dan mengatakan, "Kami rela Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai utusan Allah," seraya berlindung kepada Allah. Atau Umar mengatakan, "Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan fitnah-fitnah." Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah Saw. bersabda: Aku sama sekali belum pernah melihat suatu hal dalam kebaikan dan keburukan seperti hari ini, telah ditampakkan kepadaku surga dan neraka hingga aku melihat keduanya tergambarkan di arah tembok ini.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui jalur Sa'id. 

Dan Ma'mar meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari Anas dengan lafaz yang semisal atau mendekatinya. 

Az-Zuhri mengatakan bahwa Ummu Abdullah ibnu Huzafah mengatakan, "Aku belum pernah melihat seorang anak yang lebih menyakitkan orang tuanya selain kamu. Apakah kamu percaya bila ibumu telah melakukan suatu perbuatan seperti apa yang biasa dilakukan oleh orang-orang Jahiliah, lalu kamu mempermalu­kannya di mata umum?" Maka Abdullah ibnu Huzafah berkata, "Demi Allah, seandainya Rasulullah Saw. menisbatkan diriku dengan seorang budak berkulit hitam, niscaya aku mau menerimanya."

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنَا الْحَارِثُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا قَيْس، عَنْ أَبِي حَصِين، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ غَضْبَانُ مُحْمَارٌّ وَجْهُهُ حَتَّى جَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ: أَيْنَ أَبِي ؟ فَقَالَ: "فِي النَّارِ" فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ: مَنْ أَبِي؟ فَقَالَ: "أَبُوكَ حُذَافَةُ"، فَقَامَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ: رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، إِنَّا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِيثو عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ وشرْك، وَاللَّهُ أَعْلَمُ مَنْ آبَاؤُنَا. قَالَ: فَسَكَنَ غَضَبُهُ، وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ}

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Qais, dari Abu Husain, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar dalam keadaan marah sehingga wajahnya kelihatan memerah, lalu beliau duduk di mimbar. Dan berdirilah seorang lelaki, lalu bertanya, "Di manakah ayahku?" Nabi Saw. menjawab, "Di dalam neraka." Lalu berdiri pula lelaki lain dan berkata, "Siapakah ayahku?" Nabi Saw. bersabda, "Ayahmu Huzafah." Kemudian berdirilah Umar atau Umar bangkit dan berkata, "Kami rela Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, Nabi Muhammad Saw. nabi kami, dan Al-Qur’an sebagai imam kami. Sesungguhnya kami, wahai Rasulullah, masih baru meninggalkan masa Jahiliah dan kemusyrikan, dan Allah-lah yang lebih mengetahui siapakah bapak-bapak kami." Maka redalah kemarahan Nabi Saw., lalu turun firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat.

Sanad hadis ini jayyid (baik), dan kisah ini diketengahkan secara mursal oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, antara lain Asbat, dari As-Saddi. 

عن السُّدِّي أنه قال في قوله: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} قَالَ: غَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا مِنَ الْأَيَّامِ، فَقَامَ خَطِيبًا فَقَالَ: "سَلُونِي، فَإِنَّكُمْ لَا تَسْأَلُونِي عَنْ شَيْءٍ إِلَّا أَنْبَأَتُكُمْ بِهِ". فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ، مِنْ بَنِي سَهْمٍ، يُقَالُ لَهُ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ حُذَافة، وَكَانَ يُطْعَن فِيهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ أَبِي؟ فَقَالَ: "أَبُوكَ فَلَانٌ"، فَدَعَاهُ لِأَبِيهِ، فَقَامَ إِلَيْهِ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَبَّلَ رِجْلَهُ، وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِكَ نَبِيًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَاعْفُ عَنَّا عَفَا اللَّهُ عَنْكَ، فَلَمْ يَزَلْ بِهِ حَتَّى رَضِيَ، فَيَوْمَئِذٍ قَالَ: "الْوَلَدُ للفِرَاش وللعاهرِ الحَجَر".

Disebutkan bahwa As-Saddi telah mengatakan sehubung­an dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101) Bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. marah, lalu berdiri dan berkhotbah, antara lain beliau Saw. bersabda: Bertanyalah kalian kepadaku, maka sesungguhnya tidak sekali-kali kalian menanyakan sesuatu kepadaku melainkan aku akan memberitahukannya kepada kalian. Maka majulah seorang lelaki Quraisy dari kalangan Bani’ Sahm yang dikenal dengan nama Abdullah ibnu Huzafah yang diragukan nasabnya. Ia bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah ayahku yang sebenarnya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ayahmu adalah si Fulan," lalu Nabi Saw. memanggilnya dengan sebutan ayahnya. Maka Umar ibnul Khattab maju ke hadapan Nabi Saw., lalu mencium kaki Nabi Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, kami rela Allah sebagai Tuhan kami, engkau sebagai nabi kami, Islam sebagai agama kami, dan Al-Qur'an sebagai imam kami; maka maafkanlah kami, semoga Allah pun memaafkanmu." Umar terus-menerus melakukan demikian hingga marah Rasulullah Saw. reda. Dan pada hari itu juga Rasulullah Saw. bersabda: Anak itu adalah milik firasy (ayah) dan bagi lelaki pezina tiada hak (pada anaknya).

Kemudian Imam Bukhari mengatakan: 

حَدَّثَنَا الفَضْل بْنُ سَهْل، حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْر، حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَة، حَدَّثَنَا أَبُو الجُويرية، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ قَوْمٌ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتِهْزَاءً، فَيَقُولُ الرَّجُلُ: مَنْ أَبِي؟ وَيَقُولُ الرَّجُلُ تَضل ناقتُه: أَيْنَ نَاقَتِي؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِمْ هَذِهِ الْآيَةَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} حَتَّى فَرَغَ مِنَ الْآيَةِ كُلِّهَا.

telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Abul Juwairiyah, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa pernah ada segolongan kaum yang bertanya kepada Rasulullah Saw. dengan memperolok-olokkannya. Seseorang lelaki bertanya, "Siapakah ayahku?" Lelaki lainnya bertanya pula, "Untaku hilang, di manakah untaku?" Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini berkenaan dengan mereka: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan(kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara ‎munfarid.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ وَرْدَان الْأَسَدِيُّ، حَدَّثَنَا عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الْأَعْلَى، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي البَخْتَريّ -وَهُوَ سَعِيدُ بْنُ فَيْرُوزَ-عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا} [آلِ عِمْرَانَ: 97] قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،كُلَّ عَامٍ؟ فَسَكَتَ. فَقَالُوا: أَفِي كُلِّ عَامٍ؟ فَسَكَتَ، قَالَ: ثُمَّ قَالُوا: أَفِي كُلِّ عَامٍ؟ فَقَالَ: "لَا وَلَوْ قُلْتُ: نَعَمْ لَوَجَبَتْ"، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} إِلَى آخَرِ الْآيَةِ.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Wardan Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul A'la, dari ayahnya, dari Abul Bukhturi (yaitu Sa'id ibnu Fairuz), dari Ali yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yakni firman-Nya: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah (Ali Imran: 97) Lalu mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah untuk setiap tahun?" Rasulullah Saw. diam, tidak menjawab. Mereka bertanya lagi, "Apakah untuk setiap tahun?" Rasulullah Saw. tetap diam. Kemudian mereka bertanya lagi, "Apakah untuk setiap tahun?" Rasulullah Saw. baru menjawab: Tidak, dan seandainya kukatakan ya, niscaya menjadi wajib; dan seandainya diwajibkan (tiap tahunnya),niscaya kalian tidak akan mampu. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majah melalui jalur Mansur ibnu Wardan dengan lafaz yang sama. 

Imam Turmuzi mengatakan, bila ditinjau dari segi ini hadis berpredikat garib. Dan Imam Turmuzi pernah mendengar Imam Bukhari mengatakan bahwa Abul Bukhturi tidak menjumpai masa Ali r.a.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُسْلِمٍ الهَجَرِيّ، عَنْ أَبِي عِيَاضٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ" فَقَالَ رَجُلٌ: أَفِي كُلِّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَأَعْرَضَ عَنْهُ، حَتَّى عَادَ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، فَقَالَ: "مَنِ السَّائِلُ؟ " فَقَالَ: فُلَانٌ. فَقَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ لوَجَبَتْ، وَلَوْ وَجَبَتْ عَلَيْكُمْ مَا أَطَقْتُمُوهُ، وَلَوْ تَرَكْتُمُوهُ لَكَفَرْتُمْ"، فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} حَتَّى خَتَمَ الْآيَةَ.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Sulaiman, dari Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri, dari Ibnu Iyad, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian ibadah haji. Lalu seseorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah untuk tiap tahun?" Rasulullah Saw. berpaling darinya, hingga lelaki itu mengulangi pertanyaannya dua atau tiga kali. Lalu Rasulullah Saw. bertanya, "Siapakah tadi yang bertanya?" Lalu dijawab bahwa yang bertanya adalah si Fulan. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, seandainya kukatakan ya, niscaya diwajibkan; dan sekiranya diwajibkan atas kalian (tiap tahunnya), maka kalian tidak akan kuat melakukannya; dan jika kalian meninggalkannya, niscaya kalian menjadi orang kafir. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat.

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur Al-Husain ibnu Waqid, dari Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Hurairah; dalam riwayat ini disebutkan bahwa lelaki yang bertanya itu adalah Mihsan Al-Asadi. Sedangkan menurut riwayat lain yang juga melalui jalur ini, lelaki itu adalah Ukasyah ibnu Mihsan; riwayat yang terakhir ini lebih mendekati kebenaran. Tetapi Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri orangnya daif.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنِي زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبَانٍ الْمِصْرِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو زَيْدٍ عَبْدُ الرحمن ابن أَبِي الْغَمْرِ، حَدَّثَنَا أَبُو مُطِيعٍ مُعَاوِيَةُ بْنُ يَحْيَى، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، حَدَّثَنِي سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ يَقُولُ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَّاسِ فَقَالَ: "كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْحَجُّ". فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ الْأَعْرَابِ فَقَالَ: أَفِي كُلِّ عَامٍ؟ قَالَ: فَغَلقَ كَلَامُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَسْكَتَ وَاسْتَغْضَبَ، وَمَكَثَ طَوِيلًا ثُمَّ تَكَلَّمَ فَقَالَ: "مَنِ السَّائِلُ؟ " فَقَالَ الْأَعْرَابِيُّ: أَنَا ذَا، فَقَالَ: "وَيْحَكَ، مَاذَا يُؤَمِّنُكَ أَنْ أَقُولَ: نَعَمْ، وَاللَّهِ لَوْ قَلَتُ: نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَوْ وَجَبَتْ لَكَفَرْتُمْ، أَلَا إِنَّهُ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ أَئِمَّةُ الحَرَج، وَاللَّهِ لَوْ أَنِّي أَحْلَلْتُ لَكُمْ جَمِيعَ مَا فِي الْأَرْضِ، وَحَرَّمْتُ عَلَيْكُمْ مِنْهَا مَوْضِعَ خُفٍّ، لَوَقَعْتُمْ فِيهِ" قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ عِنْدَ ذَلِكَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} إِلَى آخَرِ الْآيَةِ.

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Zakaria ibnu Yahya ibnu Aban Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Abu Zaid Abdul Aziz Abul Gamr, telah menceritakan kepada kami Ibnu Muti' Mu'awiyah ibnu Yahya, dari Safwan ibnu Amr; telah menceritakan kepadaku Salim ibnu Amir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Umamah Al-Bahili menceritakan hadis berikut: Bahwa Rasulullah Saw. berdiri di hadapan orang banyak, lalu bersabda, "Telah diwajibkan atas kalian melakukan ibadah haji."Lalu berdirilah seseorang lelaki Badui dan bertanya, "Apakah untuk setiap tahun?" Suara lelaki Badui itu lebih keras daripada suara Rasulullah Saw.; cukup lama Rasulullah Saw. diam saja dalam keadaan marah. Kemudian bersabda, "Siapakah orang yang bertanya tadi?" Lelaki Badui itu menjawab, "Saya." Rasulullah Saw. bersabda, "Celakalah kamu! Apakah yang menjadi kepercayaanmu jika kukatakan ya? Demi Allah, seandainya kukatakan ya, niscaya diwajibkan (tiap tahunnya); dan seandainya diwajibkan, niscaya kalian kafir (ingkar). Ingatlah, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian ialah karena dosa-dosa besar. Demi Allah, seandainya aku halalkan bagi kalian semua apa yang ada di bumi dan aku haramkan atas kalian sebagian darinya sebesar tempat khuf, niscaya kalian akan terjerumus ke dalamnya." Maka pada saat itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat.

Tetapi di dalam sanadnya terkandung kedaifan (kelemahan). Lahiriah makna ayat menunjukkan larangan menanyakan berbagai hal yang bila dijelaskan jawabannya akan membuat buruk si penanya. Hal yang lebih utama menghadapi hal-hal seperti itu ialah berpaling darinya dan membiarkannya, yakni jangan menanyakannya. Alangkah baiknya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang menyebutkan bahwa:

حَدَّثَنَا حَجَّاج قَالَ: سَمِعْتُ إِسْرَائِيلَ بْنَ يُونُسَ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ أَبِي هِشَامٍ مَوْلَى الْهَمْدَانِيِّ، عَنْ زَيْدِ بْنِ زَائِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: "لَا يُبَلِّغْنِي أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ شَيْئًا؛ فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَخْرُجَ إِلَيْكُمْ وَأَنَا سَلِيمُ الصَّدْرِ"

telah menceritakan kepada kami Hajjaj; ia pernah mendengar Israil ibnu Yunus menceritakan dari Al-Walid ibnu Abu Hasyim maula Al-Hamdani, dari Zaid ibnu Za-id, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda kepada para sahabatnya: Jangan ada seseorang menyampaikan sesuatu kepadaku dari orang lain, karena sesungguhnya aku suka bila keluar menemui kalian, sedangkan aku dalam keadaan berhati lapang.

Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi telah meriwayatkannya melalui hadis Israil. Abu Daud mengatakan dari Al-Walid, sedangkan Imam Turmuzi mengatakan dari Israil, dari As-Saddi, dari Al-Walid ibnu Abu Hasyim dengan lafaz yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat ‎garib. 

Firman Allah Swt:

{وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنزلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ}

dan jika kalian menanyakannya di waktu Al-Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepada kalian. (Al-Maidah: 101)

Yakni jika kalian menanyakan hal-hal tersebut yang kalian dilarang menanyakannya di saat wahyu diturunkan kepada Rasulullah Saw., niscaya akan dijelaskan kepada kalian. Dan hal itu sangat mudah bagi Allah.

Kemudian Allah Swt. berfirman:

{عَفَا اللَّهُ عَنْهَا}

Allah memaafkan (kalian) tentang hal-hal itu. (Al-Maidah: 101) 
Yakni hal-hal  yang kalian lakukan sebelum itu.

{وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ}

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Al-Maidah: 101) 
Menurut pendapat lain, firman Allah Swt.:

{وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنزلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ}

dan jika kalian menanyakannya di waktu Al-Qur'an sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepada kalian. (Al-Maidah: 101)

Maknanya ialah "Janganlah kalian menanyakan hal-hal yang kalian sengaja memulai mengajukannya, karena barangkali akan diturunkan wahyu disebabkan pertanyaan kalian itu yang di dalamnya terkandung peraturan yang memberatkan dan menyempitkan kalian". Di dalam sebuah hadis telah disebutkan:

"أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرّم فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ"

Orang muslim yang paling besar dosanya ialah seseorang yang menanyakan sesuatu yang tidak diharamkan, lalu menjadi diharamkan karena pertanyaannya itu.

Tetapi jika diturunkan wahyu Al-Qur'an mengenainya secara global, lalu kalian menanyakan penjelasannya, niscaya saat itu akan dijelaskan kepada kalian karena kalian sangat memerlukannya.

{عَفَا اللَّهُ عَنْهَا}

Allah memaafkan (kalian) tentang hal-hal itu.(Al-Maidah: 101)

Yakni hal-hal yang tidak disebutkan Allah di dalam kitab-Nya, maka hal tersebut termasuk yang dimaafkan. Karena itu, diamlah kalian sebagaimana Nabi Saw. diam terhadapnya. Di dalam hadis sahih disebutkan dari Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

"ذَرُونِي مَا تُرِكْتُم؛ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ".

Biarkanlah aku dengan apa yang kutinggalkan untuk kalian, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa hanyalah karena mereka banyak bertanya dan sering bolak-balik kepada nabi-nabi mereka (yakni banyak merujuk).

Di dalam hadis sahih yang lain disebutkan pula:

إِنَّ اللَّهَ فَرَضَ فَرَائِضَ فَلَا تُضيِّعُوها، وحَدَّ حُدُودًا فَلَا تَعْتَدُوهَا، وحَرَّم أَشْيَاءَ فَلَا تَنْتَهِكُوهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً بِكُمْ غَيْرَ نِسْيان فَلَا تَسْأَلُوا عَنْهَا".

Sesungguhnya Allah Swt. telah menetapkan hal-hal yang fardu, maka janganlah kalian menyia-nyiakannya; dan Dia telah menetapkan batasan-batasan, maka janganlah kalian melampauinya; dan Dia telah mengharamkan banyak hal, maka janganlah kalian melanggarnya. Dan Dia telah mendiamkan (tidak menjelaskan) banyak hal karena kasihan kepada kalian bukan karena lupa, maka janganlah kalian menanyakannya.

Kemudian Allah Swt. berfirman:

{قَدْ سَأَلَهَا قَوْمٌ مِنْ قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوا بِهَا كَافِرِينَ}

Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kalian menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya. (Al-Maidah: 102)

Yakni masalah-masalah yang dilarang itu pernah ditanyakan oleh segolongan kaum dari kalangan orang-orang sebelum kalian, lalu pertanyaan mereka dijawab, tetapi mereka tidak mempercayainya; karena itu mereka menjadi kafir, yakni ingkar kepadanya. Dengan kata lain, dijelaskan kepada mereka apa yang mereka pertanyakan, tetapi pada akhirnya mereka tidak mengambil manfaat dari jawaban itu, karena pertanyaan yang mereka ajukan bukan untuk meminta petunjuk, melainkan pertanyaan yang mengandung ejekan dan keingkaran mereka.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Rasulullah Saw. menyerukan kepada orang-orang pengumuman berikut. Untuk itu beliau bersabda: 

يَا قَوْمِ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْحَجُّ". فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي أَسَدٍ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفِي كُلِّ عَامٍ؟ فأغْضبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَضَبًا شَدِيدًا فَقَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَوْ وَجَبَتْ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وإذًا لَكَفَرْتُمْ، فَاتْرُكُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَافْعَلُوا، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَانْتَهُوا عَنْهُ". فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ}

Hai kaum, telah diwajibkan atas kalian ibadah haji.Lalu ada seseorang lelaki dari kalangan Bani Asad berkata, "Wahai Rasulullah, apakah untuk setiap tahun?" Mendengar pertanyaan itu Rasulullah Saw. sangat marah, lalu beliau bersabda: DemiTuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­nya, seandainya kukatakan ya, niscaya diwajibkan; dan seandainya diwajibkan, niscaya kalian tidak akan mampu, dan kalau demikian kalian menjadi kafir. Maka biarkanlah aku dengan apa yang aku tinggalkan untuk kalian; apabila aku memerintahkan kalian untuk melakukan sesuatu, maka kerjakanlah. Dan apabila aku larang kalian dari sesuatu, maka berhentilah kalian dari(melakukan)nya.
Lalu turunlah ayat ini.

Allah melarang mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan semisal dengan apa yang pernah diminta oleh orang-orang Nasrani (kepada nabi mereka), yaitu mengenai Maidah (hidangan dari langit); kemudian pada akhirnya mereka ingkar kepadanya (yakni tidak mensyukurinya). Maka Allah melarang hal tersebut dan berfirman, "Janganlah kalian me­nanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diturunkan wahyu Al-Qur'an mengenainya akhirnya memberatkan kalian dan kalian akan menjadi susah karenanya. Tetapi sebaiknya kalian sabar menunggu, karena apabila diturunkan lagi wahyu Al-Qur’an, niscaya akan dijelaskan kepada kalian semua hal yang masih dipertanyakan kalian itu." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan(kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian; dan jika kalian menanyakannya di waktu Al-Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepada kalian. (Al-Maidah: 101) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ketika ayat mengenai ibadah haji diturunkan, Nabi Saw. mempermaklumatkan kepada orang-orang melalui sabdanya: 

"يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللَّهَ قَدْ كَتَبَ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا". فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَعَامًا وَاحِدًا أَمْ كُلَّ عَامٍ؟ فَقَالَ: "لَا بَلْ عَامًا وَاحِدًا، وَلَوْ قُلْتُ: كُلَّ عَامٍ لَوَجَبَتْ، وَلَوْ وَجَبَتْ لَكَفَرْتُمْ". ثُمَّ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ} إِلَى قَوْلِهِ: {ثُمَّ أَصْبَحُوا بِهَا كَافِرِينَ}

Hai manusia, sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kalian melakukan ibadah haji. Maka berhajilah kalian! Lalu mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hanya sekali ataukah setiap tahun?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Tidak, tetapi hanya sekali. Seandainya kukatakan setiap tahun, niscaya diwajibkan; dan seandainya diwajibkan, niscaya kalian mengingkarinya. Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian)banyak hal. (Al-Maidah: 101) sampai dengan firman-Nya: Kemudian mereka tidak percaya kepadanya. (Al-Maidah: 102)
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.

Khasif telah meriwayatkan dari Mujahid dan Ibnu Abbas mengenai firman Allah Swt. yang mengatakan: Janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) banyak hal (Al-Maidah: 101) Bahwa yang dimaksud ialah mengenai bahirah, wasilah, saibah, dan ham. Ibnu Abbas mengatakan, "Tidakkah kamu melihat bahwa sesudahnya Allah berfirman: Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah '(Al-Maidah: 103)." dan tidak disebutkan hal-hal lainnya.

Menurut Ikrimah, sesungguhnya mereka pada mulanya menanyakan tentang berbagai ayat, lalu mereka dilarang mengajukannya, dan disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kalian menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada nabi mereka),kemudian mereka tidak percaya kepadanya. (Al-Maidah: 102)

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Yang dimaksud dengan "ayat-ayat" oleh Ikrimah ialah mukjizat-mukjizat, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy yang meminta" kepada Nabi Saw. agar beliau mengalirkan sungai-sungai buat mereka dan menjadikan Bukit Safa sebagai emas (mengubahnya menjadi emas) buat mereka, dan permintaan lainnya. Seperti yang pernah diminta oleh orang-orang Yahudi agar diturunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit, padahal Allah Swt. telah berfirman:

{وَمَا مَنَعَنَا أَنْ نُرْسِلَ بِالآيَاتِ إِلا أَنْ كَذَّبَ بِهَا الأوَّلُونَ وَآتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا بِهَا وَمَا نُرْسِلُ بِالآيَاتِ إِلا تَخْوِيفًا}

Dan sekali-kali tidak ada yang menghalang-halangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda(kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Samud unta betina itu(sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti. (Al-Isra: 59)

{وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَتْهُمْ آيَةٌ لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا قُلْ إِنَّمَا الآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَا إِذَا جَاءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ. وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ. وَلَوْ أَنَّنَا نزلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ}

Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat, pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah, "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah.”Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman. Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan(pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-An'am: 109-111)

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan ‎Muslim rahimahumallah dalam kitabnya “Al-Jaami’ Ash-Shahiih”:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ: قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً»

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang beliau riwayatkan dari rabbnya (hadis qudsi) azza wa jalla berfirman, yang beliau sabdakan: "Allah menulis kebaikan dan kejahatan," selanjutnya beliau jelaskan: "Siapa yang berniat kebaikan lantas tidak jadi ia amalkan, Allah mencatat satu kebaikan di sisi-Nya secara sempurna, dan jika ia berniat lantas ia amalkan, Allah mencatatnya sepuluh kebaikan, bahkan hingga dilipat-gandakan tujuh ratus kali, bahkan lipat-ganda yang tidak terbatas, sebaliknya barangsiapa yang berniat melakukan kejahatan kemudian tidak jadi ia amalkan, Allah menulis satu kebaikan disisi-Nya secara sempurna, dan jika ia berniat kejahatan dan jadi ia lakukan, Allah menulisnya sebagai satu kejahatan saja."

Beberapa manfaat yang bisa diambil dari hadits ini:

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma

Namanya: Abdullah bin ‘Abbas bin Abdul Muthalib Al-Qurasyiy Al-Haasyimiy, Abu Al-‘Abbas Al-Madaniy.

Beliau adalah anak paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia digelari “Al-Bahr” dan “Al-Habr” karena keluasan ilmunya. Salah seroang sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, dan salah seorang “Al-‘Abaadilah” yang ahli fiqhi dari kalangan sahabat.

Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhuma berkata "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memelukku ke dada beliau seraya berdo'a:

«اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الحِكْمَةَ»

"Ya Allah, ajarkanlah anak ini hikmah".

Dalam riwayat lain; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdo'a:

«اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الكِتَابَ» [صحيح البخاري]

" Ya Allah, ajarkanlah dia Al Kitab (al-Qur'an) ". [Sahih Bukhari]

Dalam riwayat lain; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdoa;

«اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ» [مسند أحمد: صحيح]

“Ya Allah fahamkanlah ia terhadap agama dan ajarilah ia ta`wil (penafsiran)." [Musnad Ahmad: Sahih]

Beliau wafat pada tahun 68 hijriyah di Thaif dalam usianya yang ke 71 atau 72 tahun.

Kebaikan dan keburukan dicatat oleh Allah subhanahu wa ta’aalaa.

{وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا } [الكهف: 49]

Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, Kitab apakah Ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun". [Al-Kahfi:49]

{مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ} [ق: 18]

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir. [Qaaf:18]

Dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meriwayatkan dari Allah dalam sebuah hadits qudsi:

يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ [صحيح مسلم]

“Wahai hamba-Ku .. semuanya hanyalah amalanmu, aku hitung untukmu kemudian aku berikan balasannya, barangsiapa yang mendapatkan kebaikan maka bersyukurlah kepada Allah, dan barangsiapa yang mendapatkan selain kebaikan maka jangan sesali kecuali dirimu sendiri”. [Sahih Muslim]

Perbedaan antara niat melakukan kebaikan dan keburukan:

Berniat melakukan suatu kebaikan kemudian ia lalai dan meninggalkannya, maka dicatat untuknya satu pahala kebaikan atas niatnya.

Dari Khuraim bin Fatik Al-Asadiy radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، فَعَلِمَ اللهُ أَنَّهُ قَدْ أَشْعَرَهَا قَلْبَهُ، وَحَرَصَ عَلَيْهَا، كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ لَمْ تُكْتَبْ عَلَيْهِ، وَمَنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ وَاحِدَةً وَلَمْ تُضَاعَفْ عَلَيْهِ، وَمَنْ عَمِلَ حَسَنَةً كَانَتْ لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا [مسند أحمد: حسن]

"Dan barangsiapa yang bertekad untuk berbuat kebaikan, namun ia tidak melakukannya, kemudian Allah mengetahui bahwa hatinya telah memiliki keinginan keras untuk melakukan amalan tersebut, maka Allah akan menuliskannya sebagai amalan kebaikan. Dan barangsiapa yang bertekat untuk melakukan kejahatan, maka hal itu belum ditulis sebagai suatu keburukan, dan siapa yang melakukannya, baru akan ditulis baginya satu keburukan dan keburukan itu tidaklah dilipat-gandakan. Dan barangsiapa yang beramal kebaikan, maka kebaikan itu akan dilipatgandakan baginya menjadi sepuluh kebaikan”. [Musnad Ahmad: Hasan]

Berniat melakukan satu kebaikan dan telah berusahan semampunya namun tidak terlaksana karena ada halangan, maka dicatat untuknya pahala amalan tersebut secara sempurna.

Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:

«إِذَا مَرِضَ العَبْدُ، أَوْ سَافَرَ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا» [صحيح البخاري]

"Jika seorang hamba sakit atau bepergian (dan tidak bisa melaksanakan ibadah rutinnya), maka ditulis baginya pahala seperti ketika dia beramal saat muqim dan dalam keadaan sehat". [Sahih Bukhari]

Dalam riwayat lain; Abu Musa berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak hanya sekali atau dua kali, beliau bersabda:

«إِذَا كَانَ الْعَبْدُ يَعْمَلُ عَمَلًا صَالِحًا، فَشَغَلَهُ عَنْهُ مَرَضٌ، أَوْ سَفَرٌ، كُتِبَ لَهُ كَصَالِحِ مَا كَانَ يَعْمَلُ، وَهُوَ صَحِيحٌ مُقِيمٌ» [سنن أبي داود: حسن]

"Apabila seorang hamba melakukan amal shalih, kemudian ia terhalang oleh suatu penyakit atau suatu perjalanan maka tercatat baginya seperti amalan shalih yang pernah ia lakukan dalam keadaan sehat dan muqim." [Sunan Abu Daud: Hasan]

Dari Abu Ad-Dardaa' radhiyallahu 'anhu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُومَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ حَتَّى أَصْبَحَ كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ» [سنن النسائي: صحيح]

Barangsiapa yang beranjak ke tempat tidurnya dengan niat akan bangun untuk salat malam kemudian ia dikalahkan oleh matanya (ketiduran) sampai subuh maka telah dicatat untuknya apa yang telah ia niatkan dan tidurnya tersebut adalah sedekah dari Rabb-nya 'azza wajalla. [Sunan An-Nasa'i: Sahih]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا أَعْطَاهُ اللَّهُ جَلَّ وَعَزَّ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلَّاهَا وَحَضَرَهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجْرِهِمْ شَيْئًا» [سنن أبي داود: صححه الألباني]

Barangsiapa yang berwudhu dan memperbaiki wudhunya kemudian pergi ke mesjid dan mendapati orang-orang telah selesai salat maka Allah 'azza wa jalla memberinya pahala seperti pahala orang yang hadir salat jama'ah tanpa mengurangi dari pahala mereka sedikitpun. [Sunan Abu Daud: Sahih]

Berniat melakukan kebaikan dan berhasil melakukannya, maka dicatat untuknya pahala amalan tersebut secara sempurna dan dilipat gandakan.

Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَأَزِيدُ، وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَجَزَاؤُهُ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا أَوْ أَغْفِرُ "[صحيح مسلم]

Allah azza wa jalla berfirman: "Barang siapa berbuat kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan yang semisalnya dan terkadang Aku tambahkan lagi. Dan Barangsiapa yang berbuat keburukan, maka balasannya adalah keburukan yang serupa atau Aku mengampuninya. [Sahih Muslim]

Berniat melakukan keburukan dan berhasil melakukannya, maka dicatat baginya satu dosa yang setimpal dengan keburukannya.

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" إِذَا أَسْلَمَ العَبْدُ فَحَسُنَ إِسْلاَمُهُ، يُكَفِّرُ اللَّهُ عَنْهُ كُلَّ سَيِّئَةٍ كَانَ زَلَفَهَا، وَكَانَ بَعْدَ ذَلِكَ القِصَاصُ: الحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ، وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلَّا أَنْ يَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهَا " [صحيح البخاري]

“Jika seorang hamba masuk Islam kemudian baik keislamannya maka Allah menghapuskan darinya semua dosa yang telah ia lakukan, kemudian setelah itu adalah qishash: Satu kebaikan diganjar dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali, dan satu keburukan diganjar dengan satu keburukan yang setimpal kecuali jika Allah memaafkannya”. [Sahih Bukhari]

Berniat melakukan suatu keburukan dan telah berusahan namun tidak berhasil karena ada halangan, maka dicatat baginya dosa keburukan tersebut secara sempurna.

Abu Bakrah radhiallahu 'anhu berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«إِذَا التَقَى المُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالقَاتِلُ وَالمَقْتُولُ فِي النَّارِ»

"Jika dua orang muslim saling bertemu (untuk berkelahi) dengan menghunus pedang masing-masing, maka yang terbunuh dan membunuh masuk neraka".
Aku pun bertanya: "Wahai Rasulullah, ini bagi yang membunuh, tapi bagaimana dengan yang terbunuh?"
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:

«إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Dia juga sebelumnya sangat ingin untuk membunuh temannya". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Dari Abu Kabsyah Al-Anmaariy radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

" إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ، ... وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ " [ سنن الترمذي: صحيح]

"Sesungguhnya dunia itu untuk empat orang; … Ketiga, selanjutnya hamba yang diberi harta oleh Allah tapi tidak diberi ilmu, ia melangkah serampangan tanpa ilmu menggunakan hartanya, ia tidak takut kepada Rabbinya dengan harta itu dan tidak menyambung silaturrahimnya serta tidak mengetahui hak Allah padanya, ini adalah tingkatan terburuk, Keempat, selanjutnya orang yang tidak diberi Allah harta atau pun ilmu, ia bekata: Andai aku punya harta tentu aku akan melakukan seperti yang dilakukan si fulan (yang serampangan mengelola hartanya), karena niatnya benar, maka dosa keduanya sama." [Sunan Tirmidziy: Sahih]

Berniat melakukan keburukan kemudian tidak ia lakukan karena takut kepada Allah, maka dicatat untuknya satu kebaikan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" يَقُولُ اللَّهُ: إِذَا أَرَادَ عَبْدِي أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً، فَلاَ تَكْتُبُوهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَا، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا بِمِثْلِهَا، وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِي فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً، وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ " [صحيح البخاري]

"Allah berfirman: 'Jika seorang hamba-Ku ingin melakukan kejahatan maka janganlah kalian catat hingga Ia melakukannya, dan jika ia melakukannya maka catatlah semisalnya. Jika ia meninggalkannya karena Aku maka catatlah kebaikan baginya, dan jika ia berniat melakukan kebaikan sedang ia belum melakukannya maka catatlah kebaikan baginya, dan jika Ia melakukannya maka catatlah sepuluh kebaikan baginya, bahkan hingga tujuh ratus kali lipat'." [Sahih Bukhari]

Dalam riwayat lain; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" قَالَتِ الْملَائِكَةُ: رَبِّ، ذَاكَ عَبْدُكَ يُرِيدُ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً، وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ، فَقَالَ: ارْقُبُوهُ فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِمِثْلِهَا، وَإِنْ تَرَكَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً، إِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّايَ " [صحيح مسلم]

Malaikat berkata: Tuhanku, itu hamba-Mu ingin melakukan satu keburukan -dan Dia lebih mengetahuinya-. Maka Allah berfirman: 'Kalian awasilah dia. Jika dia mengerjakan kejelekan itu maka kalian tulislah untuknya (satu dosa) dengan semisalnya, dan apabila dia meninggalkannya maka tulislah untuknya satu kebaikan. Karena dia meninggalkannya karena Aku'." [Sahih Muslim]

Allah subhanahu wa ta’aalaa berfirman:

{وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى . فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى} [النازعات: 40 - 41]

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya). [An-Naazi’aat: 40-41]

Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata: "Sekelompok orang dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam datang, maka mereka bertanya kepada beliau: 'Sesungguhnya kami mendapatkan dalam diri kami sesuatu yang salah seorang dari kami merasa besar (khawatir) untuk membicarakannya? '
Beliau menjawab:

«وَقَدْ وَجَدْتُمُوهُ؟»

'Benarkah kalian telah mendapatkannya? '
Mereka menjawab, 'Ya.'
Beliau bersabda:

«ذَاكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ» [صحيح مسلم]

"Itu adalah tanda bersihnya iman." [Sahih Muslim]

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar