Selasa, 28 Juni 2016

Mengapa Alloh Bersumpah Demi Kota Makkah???

Keutamaan Kota Makkah Dan Rosululloh SAW telah nyata nyata di kukuhkan oleh Alloh Subhanahu Wata'ala sehingga Alloh Bersumpah Atas Kota Tersebut.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

لَا أُقْسِمُ بِهَذَا الْبَلَدِ (1) وَأَنْتَ حِلٌّ بِهَذَا الْبَلَدِ (2) وَوَالِدٍ وَمَا وَلَدَ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ (4) أَيَحْسَبُ أَنْ لَنْ يَقْدِرَ عَلَيْهِ أَحَدٌ (5) يَقُولُ أَهْلَكْتُ مَالًا لُبَدًا (6) أَيَحْسَبُ أَنْ لَمْ يَرَهُ أَحَدٌ (7) أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ (8) وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ (9) وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ (10)

Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah), dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini, dan demi bapak dan anaknya. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? Dia mengatakan.”Aku telah menghabiskan harta yang banyak.” Apakah dia menyangka bahwa tiada seorang pun yang melihatnya? Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (QS Al-Balad Ayat 1-8)

Ini merupakan sumpah dari Allah Swt. dengan menyebut Mekah Ummul Qura dalam keadaan halal bagi orang yang bertempat tinggal di dalamnya. untuk mengingatkan keagungan kedudukan kota Mekah disaat penduduknya sedang melakukan ihram.

Khasif telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah).(Al-Balad: 1) Sumpah ini bukanlah sanggahan terhadap mereka;  Allah Swt. hanya bersumpah dengan menyebut nama kota ini (Mekah).

Syabib ibnu Bisyr telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini. (Al-Balad: 1) Yakni kota Mekah.dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini. (Al-Balad: 2) Yaitu engkau Muhammad, diperbolehkan bagimu melakukan peperangan di dalamnya.

Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, Atiyyah, Ad-Dahhak, Qatadah, As-Saddi, dan Ibnu Zaid. Mujahid mengatakan bahwa apa saja yang engkau peroleh darinya, dihalalkan bagimu.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini. (Al-Balad: 2) Maksudnya. engkau boleh tinggal di kota ini tanpa dibebani rasa dosa ataupun halangan.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Allah Swt. menghalalkannya bagi Nabi Swt. dalam sesaat dari siang hari.

Makna dari apa yang dikatakan oleh mereka sehubungan dengan hal ini memang telah disebutkan di dalam hadis yang telah disepakati kesahihannya, yaitu:

"إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بحُرمَة اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، لَا يُعضَد شَجَرُهُ وَلَا يُخْتَلَى خَلَاهُ. وَإِنَّمَا أُحِلَّتْ لِي سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، وَقَدْ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ كحرمتها بالأمس، ألا فليبلغ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ"

Sesungguhnya kota ini telah diharamkan (disucikan) oleh Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi, maka kota ini menjadi kota yang suci karena disucikan oleh Allah sampai hari kiamat nanti. Pepohonannya tidak boleh ditebang dan tetumbuhannya tidak boleh dicabuti. Dan sesungguhnya kota ini dihalalkan bagiku hanya dalam sesaat dari siang hari. kemudian kesuciannya kembali lagi di hari ini sebagaimana kesuciannya di hari sebelumnya. Ingatlah. hendaklah orang yang hadir menyampaikan (berita ini) kepada orang yang tidak hadir.

Dalam lafaz lain disebutkan:

فَإِنْ أَحَدٌ تَرَخَّص بِقِتَالِ رَسُولِ اللَّهِ فَقُولُوا: إِنَّ اللَّهَ أَذِنَ لِرَسُولِهِ وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ"

Maka jika ada seseorang yang menghalalkan kesuciannya karena Rasulullah pernah melakukan peperangan (di dalamnya). maka katakanlah, bahwa sesungguhnya Allah hanya memberi izin kepada Rasul-Nya dan tidak memberi izin bagimu!


Firman Allah Swt:

{وَوَالِدٍ وَمَا وَلَدَ}

dan demi bapak dan anaknya. (Al-Balad: 3)

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Atiyyah, dari Syarik, dari Khasif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan demi bapak dan anaknya. (Al-Balad: 3) Al-walid artinya orang yang beranak, danwama walad artinya orang yang mandul tidak dapat beranak.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Syarik ibnu Abdullah Al-Qadi dengan sanad yang sama. Ikrimah mengatakan bahwa al-walid artinya yang beranak, dan wama walad artinya yang tidak dapat beranak. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Mujahid, Abu Saleh, Qatadah, Ad-Dahhak, Sufyan As-Sauri, Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, Al-Hasan Al-Barsi, Khasif, Syurahbil ibnu Sa'd, dan lain-lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan walidialah Adam, sedangkan yang dimaksud dengan wama walad ialah anak-anaknya. Dan apa yang dikatakan oleh Mujahid dan teman-temannya ini baik lagi kuat. Karena pada mulanya Allah bersumpah dengan Ummul Qura, yaitu tempat-tempat tinggal; lalu diiringi-Nya dengan sumpah dengan menyebut penghuninya, yaitu Adam alias bapak moyangnya manusia dan keturunannya.

Abu Imran Al-Juni mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah Ibrahim dan keturunannya; demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah umum mencakup orang tua dan anaknya; makna ini pun dapat juga dijadikan sebagai salah satu dari takwil ayat.

Firman Allah Swt.:

{لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي كَبَدٍ}

Sesunggahnya kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (Al-Balad: 4)

Telah diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid. Ibrahim An-Nakha'i, Khaisamah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya, bahwa maknayang dimaksud ialah dalam keadaan tegak lurus. ibnu Abbas dalam suatu riwayat yang bersumber darinya menambahkan dalam keadaan tegak lurus di dalam perut ibunya. Al-kabad artinya tegak lurus. Kesimpulan dari pendapat ini menyatakan bahwa Kami telah. menciptakan manusia dengan sempurna dan tegak, semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الْإِنْسانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شاءَ رَكَّبَكَ

Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu, lalu menyempurnakan kejadianmmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu. (Al-Infithar: 6-8)

Dan firman Allah Swt.:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (At-Tin: 4)

Ibnu Abu Najih, Juraij, dan Ata telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah dalam keadaan susah payah, yakni kejadian yang susah; bukankah engkau lihat manusia itu bagaimana kelahirannya dan bagaimana tumbuh gigi-giginya.

Mujahid mengatakan bahwa makna firman Allah Swt.: berada dalam susah payah. (Al- Balad: 4) Yakni dari nutfah menjadi 'alaqah, lalu menjadi segumpal daging. Dengan kata lain, manusia itu diciptakan dalam keadaan susah payah. Mujahid mengatakan bahwa ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). (Al-Ahqaf:15) dan ibunya menyusuinya dengan susah payah, dan kehidupan dia semasa bayinya susah payah pula, maka dia mengalami fase-fase tersebut dengan susah payah.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (Al- Balad: 4) Yaitu dalam keadaan susah dan mencari penghidupan. Ikrimah mengatakan dalam keadaan susah payah yang berkepanjangan. Qatadah mengatakan dalam keadaan susah (masyaqat).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ali alias Abu Ja'far Al-Baqir bertanya kepada seorang lelaki dari kalangan Ansar mengenai makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (Al- Balad: 4) Lalu ia menjawab bahwa untuk dapat berdiri dan tegaknya, manusia mengalami susah payah. Dan Abu Ja'far Al-Baqir tidak menyangkal kebenarannya.

Telah diriwayatkan pula melalui jalur Abu Maudud, bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (Al- Balad: 4) Yakni mengalami susah payah dalam menanggulangi suatu urusan dari perkara dunianya dan suatu urusan dari perkara akhiratnya. Dan menurut riwayat yang lain, disebutkan mengalami kesusahan hidup di dunia dan kesusahan di akhirat.
Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firrnan-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (Al- Balad: 4) Bahwa Adam diciptakan di langit, karenanya ia dinamakan Al Kabad. Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah berada dalam kesusahan menghadapi semua urusan dan penanggulangannya yang berat.

Firman Allah Swt:

{أَيَحْسَبُ أَنْ لَنْ يَقْدِرَ عَلَيْهِ أَحَدٌ}

Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? (Al-Balad: 5)

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna firman-Nya: Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? (Al-Balad: 5) Yaitu yang akan mengambil hartanya.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah manusia itu menyangka halnya sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? (Al-Balad: 5) Ibnu Adam mengira bahwa Allah tidak akan menanyai harta ini, dari manakah dia memperolehnya dan ke manakah dia membelanjakannya?

As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? (Al-Balad: 5) Sebagai jawabannya ada, yaitu Allah Swt.

Firman Allah Swt.:

{يَقُولُ أَهْلَكْتُ مَالا لُبَدًا}

Dia mengatakan, "Aku telah menghabiskan harta yang banyak.” (Al-Balad: 6)
Yakni anak Adam mengatakan bahwa dirinya telah membelanjakan harta yang banyak jumlahnya  menurut Mujahid, Al-Hasan, Qatadah. As-Saddi, dan yang lainnya.

{أَيَحْسَبُ أَنْ لَمْ يَرَهُ أَحَدٌ}

Apakah dia menyangka bahwa tiada seorang pun yang melihatnya. (Al-Balad: 7)

Mujahid mengatakan bahwa apakah dia mengira bahwa Allah Swt. tidak melihatnya? Hal yang sama dikatakan oleh yang lainnya dari kalangan ulama Salaf.

Firman Allah Swt.:

{أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ}

Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata. (Al-Balad: 8)
yang dengan kedua matanya itu dia melihat.

{وَلِسَانًا}

lidah. (Al-Balad: 9)‎
yang dengannya dia berbicara, lalu dapat mengungkapkan apa yang terkandung di dalam hatinya.
{وَشَفَتَيْنِ}

dan dua buah bibirnya. (Al-Balad: 9)‎
yang membantunya untuk berbicara dan makan serta menjadi anggota yang memperindah penampilan wajah dan mulutnya.

Al-Hafiz Ibnu Asakir di dalam auto biografi Abur Rabi' Ad-Dimasyqi telah meriwayatkan dari Mak-hul, bahwaNabi Saw. pernah bersabda:

«يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ قَدْ أَنْعَمْتُ عَلَيْكَ نِعَمًا عِظَامًا لَا تُحْصِي عَدَدَهَا وَلَا تُطِيقُ شُكْرَهَا، وَإِنَّ مِمَّا أَنْعَمْتُ عَلَيْكَ أَنْ جَعَلْتُ لَكَ عَيْنَيْنِ تَنْظُرُ بِهِمَا وَجَعَلْتُ لَهُمَا غِطَاءً، فَانْظُرْ بِعَيْنَيْكَ إِلَى مَا أَحْلَلْتُ لَكَ، وَإِنْ رَأَيْتَ مَا حَرَّمْتُ عَلَيْكَ فَأَطْبِقْ عَلَيْهِمَا غِطَاءَهُمَا، وَجَعَلْتُ لَكَ لِسَانًا وَجَعَلْتُ لَهُ غُلَافًا فَانْطِقْ بِمَا أَمَرْتُكَ وَأَحْلَلْتُ لك، فإن عرض عليك مَا حَرَّمْتُ عَلَيْكَ فَأَغْلِقْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ. وَجَعَلْتُ لَكَ فَرْجًا وَجَعَلْتُ لَكَ سِتْرًا، فَأَصِبْ بِفَرْجِكَ ما أحللت لك، فإن عرض عليك ما حرمت عليك فأرخ عليك سترك، ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَا تَحْمِلُ سُخْطِي وَلَا تطيق انتقامي»

Allah SWT. berfirman, "Hai anak Adam, Aku telah memberikan nikmat-nikmat yang besar kepadamu, yang tidak dapat kamu hitung bilangannya, dan kamu tidak akan mampu mensyukurinya. Dan sesungguhnya di antara nikmat yang Aku berikan kepadamu ialah Aku jadikan bagimu dua buah mata yang dengan keduanya kamu dapat melihat, dan Aku jadikan bagi keduanya kelopak. Maka gunakanlah keduanya untuk memandang apa yang telah Kuhalalkan bagimu, dan jika kamu melihat apa yang telah Kuharamkan bagimu, maka katupkanlah kedua kelopaknya. Dan Aku telah menjadikan bagimu lisan dan Kujadikan pula baginya penutupnya. Maka berbicaralah dengan apa yang telah Kuperintahkan kepadamu dan apa yang telah Kuhalalkan bagimu. Dan jika ditawarkan kepadamu apa yang telah Kuharamkan bagimu, maka tutuplah lisanmu (diamlah). Dan Aku telah menjadikan kemaluan bagimu, dan Aku telah menjadikan pula baginya penutup, maka gunakanlah kemaluanmu terhadap apa yang telah Kuhalalkan bagimu. Dan jika ditawarkan kepadamu apa yang telah Kuharamkan bagimu, maka turunkanlah penutupnya. Hai anak Adam, sesungguhnya Engkau tidak akan mampu menanggung murka-Ku dan tidak akan mampu menahan pembalasan (azab)-Ku.”

Firman Allah Swt:

{وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ}

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.(Al-Balad: 10)

Yakni dua jalan. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim, dari Zur, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (Al-Balad: 10) Artinya kebaikan dan keburukan. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ali, Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Abu Wa-il, Abu Saleh, Muhammad ibnu Ka'b, Ad-Dahhak, Ala Al-Khurrasani, dan lain-lainnya.

Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Sinan ibnu Sa'd, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«هُمَا نَجْدَانِ فَمَا جَعَلَ نَجْدَ الشَّرِّ أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنْ نَجْدِ الْخَيْرِ»

Keduanya adalah dua jalan, lalu apakah yang menyebabkan jalan keburukan lebih disukai olehmu daripada jalan kebaikan?

Sinan Ibnu Sa'd meriwayatkan hadis ini secara tunggal, dan dikatakan pula bahwa dia adalah Sa'd ibnu Sinan, dinilai siqah oleh Ibnu Mu'in. Imam Ahmad, Imam Nasai, dan Al-Juzjani mengatakan bahwa hadisnya tidak dapat diterima. Imam Ahmad mengatakan bahwa ia meninggalkan hadisnya karena hadisnya idtirab. Dan dia telah meriwayatkan lima belas hadis yang semuanya berpredikat munkar. Imam Ahmad mengatakan bahwa ia tidak mengenal suatu hadis pun dari hadisnya yang menyerupai dengan hadis Al-Hasan Al-Basri dan tidak pula menyerupai hadis Anas ibnu Malik

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Abu Raja yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah memmjukkan kepadanya dua jalan. (Al-Balad: 10) Telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:

«يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُمَا النَّجْدَانِ نَجْدُ الْخَيْرِ وَنَجْدُ الشَّرِّ، فَمَا جَعَلَ نَجْدَ الشَّرِّ أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنْ نَجْدِ الْخَيْرِ»

Hai manusia, sesungguhnya keduanya adalah dua jalan, yaitu jalan kebaikan dan jalan keburukan, maka apakah yang membuat jalan keburukan lebih disukai olehmu daripada jalan kebaikan?

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Habib ibnusy Syahid, Ma'mar, Yunus ibnu Ubaid dan Abu Wahb, dari Al-Hasan secara mursal. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah secara mursal.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu lsam Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Affan, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt: Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (Al-Balad: 10) Yakni kedua Puting susu.

Telah diriwayatkan pula dari Ar-Rabi' ibnu Khaisam, Qatadah, dan Abu Hazim hal yang semisal. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Waki, dari Isa ibnu Aqqal dengan sanad yang sama. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar adalah pendapat yang pertama. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْناهُ سَمِيعاً بَصِيراً إِنَّا هَدَيْناهُ السَّبِيلَ إِمَّا شاكِراً وَإِمَّا كَفُوراً

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (Al-Insan: 2-3)

Firman-Nya 

فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ (11) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ (12) فَكُّ رَقَبَةٍ (13) أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ (14) يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ (15) أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ (16) ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ (17) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (18) وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا هُمْ أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (19) عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ (20)

Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang yang miskin yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan ini) adalah golongan kanan. Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. (QS Al-Balad Ayat 11-20)

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Ismail ibnu Mujalid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris, dari ayahnya, dari Abu Atiyyah, dari Ibnu Umar sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki lagi sulit. (Al-Balad: 11) Maksudnya, memasuki jalan yang mendaki lagi sulit, yaitu nama sebuah gunung di dalam neraka Jahanam. (Dengan demikian, berarti huruf lam di sini bukan lam nafi, melainkan lam taukid. Sehingga makna ayat menjadi seperti berikut, "Maka sesungguhnya manusia itu akan menempuh jalan yang sulit lagi mendaki," pent).

Ka'bul Ahbar mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki lagi sulit. (Al-Balad: 11) 'Aqabah adalah tingkatan yang terdiri dari tujuh puluh tingkatan di dalam neraka Jahanam.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki lagi sulit. (Al-Balad: 11) Yaitu jalan yang mendaki lagi sulit di dalam neraka Jahanam. Qatadah mengatakan bahwa sesungguhnya hal itu merupakan jalan mendaki, sulit, lagi keras, maka jinakkanlah ia dengan mengerjakan ketaatan kepada Allah.

Qatadah mengatakan bahwa selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya: Tahukah 'kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Al-Balad: 12) Lalu disebutkan pula bagaimana cara melaluinya dalam firman berikutnya: (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan. (Al-Balad: 13-14)

Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? (Al-Balad: 11) Yakni tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang membawanya kepada keselamatan dan kebaikan.

Kemudian dijelaskan dalam firman berikutnya:

{وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ فَكُّ رَقَبَةٍ أَوْ إِطْعَامٌ}

Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu: (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan atau memberi makan. (Al-Balad: 12-14)

Suatu qiraat ada yang membacanya fakku raqabatin dengan me-mudaf-kannya. Dan qiraat lain ada yang membacanya fakkun raqabatan. Lafaz fakkun menjadi mudaf yang beramal dengan ‎amal fi’il-nya. Ia mengandung damir yang menjadi fa'il-nya, sedangkan raqabatan menjadi maf’ulnya. Kedua qiraat ini maknanya berdekatan.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sa'id ibnu Abu Hindun, dari Ismail ibnu Abu Hakim pelayan keluarga Az-Zubair, dari Sa'id ibnu Marjanah; ia pernah mendengar Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

«مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً أَعْتَقَ اللَّهُ بِكُلِّ إرب- أي عضو- مِنْهَا إِرْبًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ حَتَّى إِنَّهُ لَيُعْتِقُ بِالْيَدِ الْيَدَ وَبِالرِّجْلِ الرِّجْلَ وَبِالْفَرْجِ الْفَرْجَ»

Barang siapa yang memerdekakan seorang budak yang mukmin. maka Allah memerdekakan tiap anggota tubuhnya dengan tiap anggota tubuh budak itu dari api neraka, sehingga sesungguhnya Allah memerdekakan tangan dengan tangan, kaki dengan kaki, dan kemaluan dengan kemaluan.

Kemudian Ali ibnul Husain bertanya, "Apakah engkau benar mendengar hadis ini dari Abu Hurairah?" Sa'id menjawab, "Benar." Maka Ali ibnul Husain berkata kepada salah seorang budaknya untuk memanggil budak yang paling disayanginya.”Panggilah si Mutarrif!" Ketika Mutarrif telah berada di hadapan Ali ibnu Husain, maka Ali berkata kepadanya. Pergilah kamu, sekarang engkau merdeka karena Allah."

Imam Bukhari dan Imam Muslim, juga Imam Turmuzi dan Imam Nasai, telah meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Sa’id ibnu Mirjanah dengan sanad yang sama. Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim budak yang dimerdekakan oleh Ali ibnul Husain alias Zainul Abidin ini adalah seorang budak yang sebelum dimerdekakan diberi uang sebanyak sepuluh ribu dirham (untuk bekalnya).

Qatadah telah meriwayatkan dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ma’dan ibnu Abu Talhah, dari Abu Najih yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

أَيُّمَا مُسْلِمٍ أَعْتَقَ رَجُلًا مُسْلِمًا فَإِنَّ اللَّهَ جَاعِلٌ وَفَاءَ كل عظم من عظامه عظما من عظامه محررا من النار، وأيما امرأة أَعْتَقَتِ امْرَأَةً مُسْلِمَةً فَإِنَّ اللَّهَ جَاعِلٌ وَفَاءَ كُلِّ عَظْمٍ مِنْ عِظَامِهَا عَظْمًا مِنْ عِظَامِهَا مِنَ النَّارِ

Orang muslim yang memerdekakan seorang budak laki-laki yang muslim, maka sesungguhnya Allah menjadikan imbalannya untuk setiap anggota tubuhnya dengan anggota tubuh budak yang dimerdekakannya itu dari neraka. Dan wanita muslimah yang memerdekakan seorang budak perempuan, maka sesungguhnya Allah menjadikan imbalannya untuk setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak perempuan yang dimerdekakannya itu dimerdekakan dari api neraka,
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Dan Abu Najih ini adalah Amr ibnu Absah As-Sulami r.a.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih. telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepadaku Bujair ibnu Sa'd. dari Khalid ibnu Ma'dan. dari Kasir ibnu Murrah, dari Amr ibnu Absah; ia telah menceritakan kepada mereka bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:

«مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِيُذْكَرَ اللَّهُ فِيهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ. وَمَنْ أَعْتَقَ نَفْسًا مُسَلِمَةً كَانَتْ فِدْيَتَهُ مِنْ جَهَنَّمَ، وَمَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

Barang siapa yang membangun masjid agar disebutkan nama Allah di dalamnya, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah gedung di dalam surga. Dan barang siapa yang memerdekakan seorang budak yang muslim, maka budak itu menjadi tebusannya dari neraka Jahanam. Dan barang siapa yang mengalami ubanan pada sehelai rambutnya di masa Islam, maka hal itu kelak akan menjadi nur (cahaya) baginya di hari kiamat.

Jalur lain.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Salim ibnu Amir, bahwa Syurahbil ibnus Simt pernah mengatakan kepada Amr ibnu Absah, "Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang tidak panjang dan tidak mudah dilupakan." Maka Amr ibnu Absa berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

«مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُسْلِمَةً كَانَتْ فِكَاكَهُ مِنَ النَّارِ عُضْوًا بِعُضْوٍ، وَمَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ رَمَى بِسَهْمٍ فَبَلَغَ فَأَصَابَ أَوْ أَخْطَأَ كَانَ كَمُعْتِقِ رَقَبَةٍ مِنْ بَنِي إِسْمَاعِيلَ»

Barang siapa memerdekakan seorang budak yang muslim, maka budak itu menjadi kebebasannya dari neraka; setiap anggota tubuh dengan setiap anggota tubuh lainnya. Dan barang siapa yang tumbuh ubannya sehelai dijalan Allah, maka hal itu akan menjadi cahaya baginya kelak di hari kiamat. Dan barang siapa yang membidikkan anak panahnya, lalu mencapai sasarannya atau meleset (di jalan Allah), maka dia bagaikan seorang yang memerdekakan seorang budak dari kalangan Bani Ismail.

Imam Abu Daud dan Imam Nasai telah meriwayatkan sebagian dari hadis ini.

Jalur lain.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Faraj, telah menceritakan kepada kami Luqman, dari Abu Umamah, dari Amr ibnu Absah As-Sulami. Abu Umamah mengatakan kepadanya, "Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang di dalamnya tidak mengandung kekurangan dan tidak pula hal yang sulit dicapai." Amr ibnu Absah menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

«مَنْ وُلِدَ لَهُ ثَلَاثَةُ أَوْلَادٍ فِي الْإِسْلَامِ فَمَاتُوا قَبْلَ أَنْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ رَحْمَتِهِ إِيَّاهُمْ، وَمَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كانت له نورا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ رَمَى بِسَهْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بَلَغَ بِهِ الْعَدُّوَ أَصَابَ أَوْ أَخْطَأَ كَانَ لَهُ عِتْقُ رَقَبَةٍ، وَمَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً أَعْتَقَ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ، وَمَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنَّ لِلْجَنَّةِ ثَمَانِيَةَ أَبْوَابٍ يُدْخِلُهُ اللَّهُ مِنْ أَيِّ بَابٍ شَاءَ مِنْهَا»

Barang siapa yang dilahirkan baginya tiga orang anak dalam masa Islam, lalu mereka semuanya mati sebelum mencapai usia balig, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga berkat kemurahan rahmat-Nya kepada mereka. Dan barang siapa yang beruban sehelai rambutnya di jalan Allah, maka uban itu akan menjadi cahaya baginya kelak di hari kiamat. Dan barang siapa yang membidikkan anak panah di jalan Allah hingga mencapai musuhnya, baik mengenainya atau meleset, maka baginya pahala seperti memerdekakan seorang budak. Dan barang siapa memerdekakan seorang budak yang mukmin, maka Allah memerdekakan tiap anggota tubuhnya berkat tiap anggota tubuh budak yang dimerdekakannya dari api neraka. Dan barang siapa yang membelanjakan dua jenis keperluan di jalan Allah, maka sesungguhnya surga itu mempunyai delapan buah pintu, Allah akan memasukkannya ke dalam surga dari pintu mana pun yang disukainya.

Semua sanad hadis-hadis di atas berpredikat jayyid lagi kuat; segala puji bagi Allah Swt.

Hadis lain.

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ais ibnu Muhammad Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Damrah, dari Ibnu Abu Ablah, dari Al-Arrif ibnu Iyasy Ad-Dailami yang mengatakan bahwa kami datang kepada Wasilah ibnul Asqa', dan kami berkata kepadanya, "Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang tidak ada penambahan dan tidak pula pengurangan." Maka Wasilah marah dan berkata, "Sesungguhnya seseorang dari kamu benar-benar membaca Al-Qur'an dan mushaf yang dibacanya tergantung di rumahnya (tersimpan di dalamnya), maka apakah dia berani menambah-nambahi atau menguranginya?" Kami berkata, "Bukan itu kami maksudkan, sesungguhnya yang kami maksudkan hanyalah sebuah hadis dari Rasulullah Saw. yang pernah engkau dengar secara harfiah." Wasilah ibnu Asqa' mengatakan, "Kami datang menghadap kepada Rasulullah Saw. untuk menanyakan kepada beliau tentang seorang teman kami yang sudah dapat dipastikan akan masuk neraka karena bunuh diri, maka Rasulullah Saw. menjawab:

«أَعْتِقُوا عَنْهُ يُعْتِقُ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنَ النَّارِ»

'Merdekakanlah olehmu untuknya seorang budak, maka Allah akan memerdekakan setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu dari neraka'.”

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui hadis Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Al-Arrif ibnu Iyasy Ad-Dailami, dari Wasilah dengan lafaz yang sama.

Hadis lain.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Qais Al-Juzami, dari Uqbah ibnu Amir Al-Juhani, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«من أعتق رقبة مُسْلِمَةٍ فَهُوَ فِدَاؤُهُ مِنَ النَّارِ»

Barang siapa memerdekakan seorang budak yang muslim, maka budak itu menjadi penebus dirinya dari neraka.

Telah menceritakan pula kepada kami Abdul Wahhab Al-Khaffaf, dari Sa'd, dari Qatadah yang mengatakan bahwa pernah diceritakan kepada kami bahwa Qais Al-Juzami menceritakan hadis dari Uqbah ibnu Amir, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً فَهِيَ فِكَاكُهُ مِنَ النَّارِ»

Barang siapa memerdekakan seorang budak yang mukmin, maka budak itu menjadi pembebasnya dari neraka.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid melalui jalur ini.

Hadis lain.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam dan Abu Ahmad, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Abdur Rahman Al-Bajali, dari Bani Bajilah, dari Ibnu Sulaim, dari Talhah ibnu Muarrif, dari Abdur Rahman ibnu Ausajah, dari Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki Badui datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, ajarilah aku suatu amal yang dapat memasukkan diriku ke dalam surga." Maka Rasulullah Saw. menjawab:

«لَئِنْ كُنْتَ أَقْصَرْتَ الْخُطْبَةَ لَقَدْ أَعْرَضْتَ الْمَسْأَلَةَ، أَعْتِقِ النَّسَمَةَ وَفُكَّ الرَّقَبَةَ»

Sesungguhnya aku telah berniat akan meringkas khotbah ini, tetapi ternyata engkau menjadikannya panjang. Merdekakanlah budak dan bantulah untuk memerdekakannya.

Lelaki Badui itu bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah keduanya itu sama?" Rasulullah Saw. menjawab:

«لَا إِنَّ عِتْقَ النَّسَمَةِ أَنْ تَنْفَرِدَ بِعِتْقِهَا، وَفَكَّ الرَّقَبَةِ أَنْ تُعِينَ فِي عِتْقِهَا، وَالْمِنْحَةُ الْوَكُوفُ  ، وَالْفَيْءُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الظَّالِمِ فَإِنْ لَمْ تُطِقْ ذَلِكَ فَأَطْعِمِ الْجَائِعَ، وَاسْقِ الظَّمْآنَ، وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ، فَإِنْ لَمْ تُطِقْ ذَلِكَ فَكُفَّ لِسَانَكَ إِلَّا من الخير»

Tidak, sesungguhnya yang pertama berarti engkau memerdekakan budak seutuhnya, sedangkan yang kedua berarti engkau hanya membantu memerdekakannya. Dan gemarlah berderma, berilah saudara yang zalim. Maka jika kamu tidak mampu mengerjakannya, berilah makan orang yang kelaparan, berilah minum orang yang kehausan, beramar ma'ruf dan bernahi munkarlah. Dan jika kamu tidak mampu mengerjakannya, maka cegahlah lisanmu kecuali terhadap kebaikan.

Firman Allah Swt.:

{أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ}

Atau memberi makan pada hari kelaparan. (Al-Balad: 14)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa masgabah artinya kelaparan. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, dan selain mereka. As-sagab artinya kelaparan. Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah di hari makanan sulit dicari. Qatadah mengatakan di hari yang makanan sangat diminati.

Firman Allah Swt.:

{يَتِيمًا}

 (kepada) anak yatim. (Al-Balad: 15)
Yakni berilah makan anak yatim di hari seperti itu.

{ذَا مَقْرَبَةٍ}

yang ada hubungan kerabat. (Al-Balad: 15)

Yaitu mempunyai pertalian kekeluargaan dengan yang bersangkutan. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan As-Saddi, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Hafsah binti Sirin, dari Salman ibnu Amir, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

«الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ: صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ»

Bersedekah kepada (orang lain) yang miskin berpahala sedekah; dan kepada orang miskin yang ada hubungan kerabat dua pahala, pahala sedekah dan pahala silaturahmi.
Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkannya pula, dan sanad hadis ini sahih.

Firman Allah Swt.:

{أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ}

atau orang miskin yang sangat fakir. (Al-Balad: 16)

Yakni sangat miskin sehingga menempel di tanah, lagi tak punya apa-apa. Ibnu Abbas mengatakan bahwa za matrabah artinya orang miskin yang terlempar di jalan (gelandangan), tidak punya rumah, dan tidak punya sesuatu yang menghindarinya dari menempel di tanah. Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud ialah orang yang menempel di tanah karena fakir lagi berhajat dan tidak mempunyai apa-apa. Dan menurut riwayat lainnya yang juga dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah orang yang jauh rumahnya. Menurut Ibnu Abu Hatim, makna yang dimaksud dari ucapan Ibnu Abbas ialah orang yang mengembara, jauh dari negeri asalnya.

Ikrimah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang fakir yang banyak utangnya lagi memerlukan bantuan. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, yang dimaksud ialah orang yang hidup sebatang kara. Ibnu Abbas, Sa'id, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hauyyan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang miskin yang banyak anaknya. Semua pendapat di atas mempunyai makna yang berdekatan.

Firman Allah Swt.:

{ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا}

Dan dia termasuk orang-orang yang beriman. (Al-Balad: 17)

Yaitu selain dari semua sifat tersebut yang baik lagi suci, dia adalah seorang yang mukmin hatinya dan mengharapkan pahala amalnya itu hanya karena Allah Swt. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَمَنْ أَرادَ الْآخِرَةَ وَسَعى لَها سَعْيَها وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولئِكَ كانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُوراً

Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (Al-Isra: 19)

Dan firman Allah Swt.

مَنْ عَمِلَ صالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى وَهُوَ مُؤْمِنٌ

Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia dalam keadaan beriman. (Al-Mukmin: 40), hingga akhir ayat.

Adapun firman Allah Swt.:

{وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ}

dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (Al-Balad: 17)

Yakni dia termasuk orang-orang mukmin yang gemar mengerjakan amal saleh lagi saling berpesan untuk bersabar dalam menghadapi gangguan manusia dan tetap bersikap penyayang kepada mereka, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis:

«الْمُتَوَاصِينَ بِالصَّبْرِ عَلَى أَذَى النَّاسِ وَعَلَى الرَّحْمَةِ بِهِمْ كَمَا جَاءَ فِي الحديث الشريف الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ»

Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Tuhan Yang Maha Penyayang. Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, maka orang-orang yang ada di langit akan menyayangimu.

Di dalam hadis lain disebutkan:

«لَا يَرْحَمُ اللَّهُ مَنْ لَا يَرْحَمُ النَّاسَ»

Allah tidak menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia.

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Najih, dari Ibnu Amir, dari Abdullah ibnu Amr yang meriwayatkan hadis ini:

«مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرِنَا فَلَيْسَ مِنَّا»

Barang siapa yang tidak menyayangi orang-orang kecil kami dan tidak menghormati hak orang-orang besar kami, maka dia bukan dari golongan kami.

Firman Allah Swt.:

{أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ}

Mereka adalah golongan kanan. (Al-Balad: 18)
Yaitu orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut di atas adalah golongan kanan. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:

{وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا هُمْ أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ}

Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. (Al-Balad: 19)
Yakni termasuk golongan kiri.

{عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ}

Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat.(Al-Balad: 20)

Mereka dimasukkan ke dalamnya, lalu ditutup rapat-rapat sehingga tidak ada jalan selamat bagi mereka dan tidak pula ada jalan keluar bagi mereka darinya.
Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Atiyyah Al-Aufi, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makiia firman Allah Swt.: yang ditutup rapat. (Al-Balad: 20) Maksudnya, ditutup rapat; Ibnu Abbas mengatakan bahwa semua pintunya ditutup. Mujahid mengatakan bahwa asuddul bab dengan dialek Quraisy artinya aku menutup pintu. Hal ini kelak akan dijelaskan hadis yang menerangkannya dalam tafsir surat Al-Humazah.

Ad-Dahhak mengatakan bahwa firman-Nya: yang ditutup rapat. (Al-Balad: 20) Yakni diberi tembok di sekelilingnya, tidak ada jalan keluar darinya.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang ditutup rapat. (Al-Balad: 20) Yaitu tertutup rapat, sehingga tidak ada cahaya, tidak ada celah, dan tidak ada pula jalan keluar darinya untuk selama-lamanya.

Abu Imran Al-Juni mengatakan bahwa apabila hari kiamat terjadi, maka Allah Swt. memerintahkan kepada Malaikat Zabaniyah untuk menghimpunkan semua orang yang bertindak sewenang-wenang dan semua setan serta semua orang yang dahulunya ketika di dunia kejahatan-nya ditakuti oleh manusia. Lalu mereka diikat dengan rantai besi. Kemudian Allah memerintahkan (kepada malaikat-Nya) untuk memasukkan mereka ke dalam neraka Jahanam, setelah itu neraka Jahanam ditutup rapat-rapat menyekap mereka di dalamnya.

Abu Imran Al-Juni melanjutkan, bahwa maka demi Allah, telapak kaki mereka sama sekali tidak dapat menetap selama-lamanya. Dan demi Allah, mereka di dalam neraka Jahanam sama sekali tidak dapat melihat langit selama-lamanya. Dan demi Allah, kelopak mata mereka sama sekali tidak dapat dikatupkan dan tidak dapat merasakan tidur untuk selama-lamanya. Dan demi Allah, mereka di dalamnya sama sekali tidak pernah merasakan sejuknya minuman untuk selama-lamanya. Demikianiah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar