Selasa, 14 Juni 2016

Penjelasan Najisnya Darah Dan Pengecualiannya

Ada polemik di kalangan para ulama fikih tentang apakah darah itu najis atau tidak. Sebagian ulama berpendapat najisnya darah secara umum dan sebagian lain mengatakan bahwa tidak semua darah itu najis. Jadi apakah darah secara umum itu termasuk benda najis atau bukan ? Mari kita lihat pembahsannya berikut.‎

Semua ulama' madzahibul arba'ah sepakat bahwa semua darah itu hukumnya najis berdasarkan firman Alloh :

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Q.S. Al-An'am : 145)

Imam Jarir Ath-Thobari dalam kitab tafsirnya, "Jami'ul Bayan Fi Ta'wilil Qur'an" menjelaskan bahwa maksud dari kata "Rijs" pada ayat diatas adalah "najis".

Sedangkan dalil dari haditsnya adalah hadits yang diriwayatkan Asma' rodhiyallohu 'anha, ia berkata :‎

جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ، كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ، قَالَ: «تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، ثُمَّ تَنْضَحُهُ، ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ

"Seorang perempuan datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata, 'Pakaian salah seorang dari kalangan kami terkena darah haid. Apa yang harus dia lakukan? ' Beliau bersabda: "Keriklah darah itu (terlebih dahulu), kemudian bilaslah ia dengan air, kemudian siramlah ia. Setelah itu (kamu boleh) menggunakannya untuk mendirikan shalat." (Shohih Muslim, no.291)

Imam Nawawi dalam Syarah Shohih Muslim menjelaskan, dari hadits ini diambil dalil tentang najisnya darah, dan najisnya darah adalah hal ketentuan yang sudah disepakati kaum muslimin.

Hanya saja ada darah yang dikecualikan dari keumuman najisnya semua jenis darah, yaitu :

1. Limpa dan hati.

Imam Nawawi dalam kitab 'Al-Majmu'" menyatakan bahwa semua ulama' sepakat bahwasanya limpa dan hati hukumnya suci berdasarkan beberapa hadits shohih, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar rodhiyallohu 'anhu, bahwasanya Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda :

أُحِلَّتْ لَكُمْ مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ، فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ، فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

“Telah dihalalkan bagi kami dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang; dan dua macam darah adalah hati dan limpa”. ( Sunan Ibnu Majah, no.3314, Sunan Kubro Lil-Baihaqi, no.19697)

2. Darah yang ada didalam daging atau tulang

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama' madzhab syafi'i mengenai status hukum darah yang berada didalam tulang dan daging ;

•    Menurut pendapat Imam Subki hukumnya suci, pendapat ini juga merupakan pendapat yang disimpulkan dari penjelasan Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu'.
•    Sedangkan menurut pendapat Imam Al-Halimi dan sekelompok ulama' madzhab syafi'i darah tersebut hukumnya tetap najis, namun dima'fu (diampuni), yang berarti meskipun najis tapi tidak usah disucikan, karena dianggap  sulit untuk memisahkannya.

3. Darah Haid, Nifas dan Istihadhoh

Sepakat para ulama bahwa darah haid itu najis. Berdasarkan firman Allah -subhanahu wa ta’ala- :


وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotor” [QS. Al-Baqarah: 222]

Ayat di atas menjelaskan bahwa darah haid itu kotos dan najis.Adapun darah haid, nifas dan istihadah adalah najis berdasar hadist,

عَنْ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي فَاطِمَةُ عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ جَاءَتْ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ أَرَأَيْتَ إِحْدَانَا تَحِيضُ فِي الثَّوْبِ كَيْفَ تَصْنَعُ قَالَ تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ وَتَنْضَحُهُ وَتُصَلِّي فِيهِ

Dari Hisyam Radhiyallahu Anhu berkata, telah menceritakan kepadaku Fatimah dari AsmaRadhiyallahu Anhuma berkata, “Seorang wanita datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan bertanya “Bagaimana pendapat Tuan jika salah seorang dari kami darah haidnya mengenai pakaiannya. Apa yang harus dilakukannya?” Beliau menjawab: “Membersihkan darah yang menggenai pakaiannya dengan menggosoknya dengan jari, lalu memercikinya dengan air. Kemudian shalat dengan pakaian tersebut.”[HR Bukhari no.220]‎

Dan hadist,

عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ قَالَ حَدَّثَتْنِي فَاطِمَةُ عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ قَالَ تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ

Dari Hisyam bin Urwah Radhiyallahu Anhu dia berkata, telah menceritakan kepada kami Fatimah dari Asma Radhiyallahu Anhuma dia berkata, “Seorang perempuan datang menemui Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam seraya berkata, “Pakaian salah seorang dari kalangan kami terkena darah haid. Apa yang harus dia lakukan?” Beliau bersabda: “Keriklah darah itu (terlebih dahulu), kemudian bilaslah ia dengan air, kemudian siramlah ia. Setelah itu (kamu boleh) menggunakannya untuk mendirikan shalat.” [[HR Muslim no.438]

Hadist berikutnya,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِحَيْضٍ فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلِّي قَالَ وَقَالَ أَبِي ثُمَّ تَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ حَتَّى يَجِيءَ ذَلِكَ الْوَقْتُ

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha berkata,“Fatimah binti Abu Hubaiys datang menemui Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita yang keluar darah istihadlah (darah penyakit) hingga aku tidak suci. Apakah aku boleh meninggalkan shalat?” Rasulullah ShallallahuAlaihi Wasallam lalu menjawab: “Jangan, sebab itu hanyalah semisal keringat dan bukan darah haid. Jika datang haidmu maka tinggalkan shalat, dan jika telah terhenti maka bersihkanlah sisa darahnya lalu shalat.”Hisyam berkata, “Bapakku (Urwah) menyebutkan, “Berwudlulah kamu setiap akan shalat hingga waktu itu tiba.”[HR Bukhari no.221]‎
Dan hadist,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ فَقَالَ لَا إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha dia berkata, ‎“Fathimah binti Abi Hubaisy mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang perempuan berdarah istihadhah, maka aku tidak suci, apakah aku harus meninggalkan shalat?” Maka beliau bersabda, “Darah tersebut ialah darah penyakit bukan haid, apabila kamu didatangi haid hendaklah kamu meninggalkan shalat. Apabila darah haid berhenti dari keluar, hendaklah kamu mandi dan mendirikan shalat.” ‎[[HR Muslim no.501]‎

Dan hadist,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَتْ إِحْدَانَا تَحِيضُ ثُمَّ تَقْتَرِصُ الدَّمَ مِنْ ثَوْبِهَا عِنْدَ طُهْرِهَا فَتَغْسِلُهُ وَتَنْضَحُ عَلَى سَائِرِهِ ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ

dari Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Salah seorang dari kami mengalami haid, kemudian saat telah suci darah tersebut ia bersihkan, kemudian kain tersebut ia cuci dan bersihkan, kemudian ia shalat dengan menggunakan kain tersebut.”[HR Bukhari no.297]‎

4. Darah luka.
Adapun untuk darah yang disebabkan oleh luka maka hukumnya adalah suci berdasar hadist,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْنِي فِي غَزْوَةِ ذَاتِ الرِّقَاعِ فَأَصَابَ رَجُلٌ امْرَأَةَ رَجُلٍ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَحَلَفَ أَنْ لَا أَنْتَهِيَ حَتَّى أُهَرِيقَ دَمًا فِي أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ فَخَرَجَ يَتْبَعُ أَثَرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْزِلًا فَقَالَ مَنْ رَجُلٌ يَكْلَؤُنَا فَانْتَدَبَ رَجُلٌ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَرَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ كُونَا بِفَمِ الشِّعْبِ قَالَ فَلَمَّا خَرَجَ الرَّجُلَانِ إِلَى فَمِ الشِّعْبِ اضْطَجَعَ الْمُهَاجِرِيُّ وَقَامَ الْأَنْصَارِيُّ يُصَلِّ وَأَتَى الرَّجُلُ فَلَمَّا رَأَى شَخْصَهُ عَرِفَ أَنَّهُ رَبِيئَةٌ لِلْقَوْمِ فَرَمَاهُ بِسَهْمٍ فَوَضَعَهُ فِيهِ فَنَزَعَهُ حَتَّى رَمَاهُ بِثَلَاثَةِ أَسْهُمٍ ثُمَّ رَكَعَ وَسَجَدَ ثُمَّ انْتَبَهَ صَاحِبُهُ فَلَمَّا عَرِفَ أَنَّهُمْ قَدْ نَذِرُوا بِهِ هَرَبَ وَلَمَّا رَأَى الْمُهَاجِرِيُّ مَا بِالْأَنْصَارِيِّ مِنْ الدَّمِ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ أَلَا أَنْبَهْتَنِي أَوَّلَ مَا رَمَى قَالَ كُنْتَ فِي سُورَةٍ أَقْرَؤُهَا فَلَمْ أُحِبَّ أَنْ أَقْطَعَهَا

Dari Jabir Radhiyallahu Anhu dia berkata; Kami pernah keluar bersama Rasulullah ‎Shallallahu Alaihi Wasallam, yakni pada perang Dzat Ar-Riqa’, kemudian ada seseorang (dari kaum Muslimin) yang menangkap istri seorang laki-laki kaum musyrikin. Maka dia (sang suami) bersumpah dengan berujar; “Saya tidak akan henti-hentinya membalas, sehingga aku dapat menumpahkan darah seseorang dari kalangan sahabat Muhammad.” Maka dia pun pergi mengikuti jejak Nabi Shallallahu Alaihiwasallam. Setelah Nabi Shallallahu AlaihiWasallam singgah di suatu tempat, beliau bersabda, “Siapa yang akan menjaga kita?”Maka seorang dari kaum Muhajirin dan seorang dari Anshar memenuhinya. Lalu beliau bersabda, “Berjagalah kalian berdua di mulut celah kedua bukit itu!” Jabir berkata; Tatkala kedua orang tersebut pergi ke celah bukit tersebut, laki-laki dari Muhajirin itu berbaring (tidur), sedangkan laki-laki dari Anshar berdiri (melaksanakan shalat), lalu laki-laki musyrik itu datang. Tatkala si musyrik itu melihat sosok orang Anshar tersebut, dia mengetahui bahwa orang Anshar itu adalah perintis pasukan, maka dia pun melemparkan anak panah ke arahnya dan mengenainya. Maka orang Anshar itu mencabut anak panah tersebut, sampai si musyrik memanahnya dengan tiga anak panah, lalu orang Anshar itu rukuk dan sujud. Kemudian sahabatnya (orang Muhajirin) terbangun. Tatkala si musyrik itu mengetahui bahwa para sahabat telah mengetahuinya, maka dia pun lari. Pada saat laki-laki muhajirin itu melihat tubuh laki-laki Anshar itu berlumuran darah, dia berkata; “Subhaanallah” (Maha suci Allah), mengapa kamu tidak membangunkanku ketika dia memanahmu pertama kali? Dia menjawab, “Waktu itu saya sedang membaca suatu surah, sementara aku tidak suka memotong bacaan tersebut (hingga selesai).” [HR Abu Daud no.170]‎
Dari hadist di atas menunjukkan bahwasanya darah yang keluar selain dari dua jalur pembuangan (qubul dan dubul) maka tidak membatalkan wudhu. Meskipun darahnya tersebut mengalir atau tidak mengalir. Dan hal ini adalah merupakan perkataan dari kebanyakan para ulama.

Sebagian ulama juga mengatakan bahwasanya darah luka adalah suci dan dimaafkan dari kenajisannya, yang mana dalam hal ini para mujahidin terkena luka dalam peperangan dan dari luka tersebut mengalir darah yang mengenai badan dan pakaian akan tetapi mereka tetap melakukan shalat dalam keadaan seperti itu.
5. Darah orang yang mati syahid.
Adapun darah orang yang mati syahid hukumnya adalah suci sesuai hadist,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ادْفِنُوهُمْ فِي دِمَائِهِمْ يَعْنِي يَوْمَ أُحُدٍ وَلَمْ يُغَسِّلْهُمْ

Dari Jabir Radhiyallahu Anhu berkata; Nabi ‎Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:“Kuburkanlah mereka bersama dengan darah-darah mereka”. Yaitu mereka yang gugur pada perang Uhud: “Dan janganlah mereka dimandikan”.[HR Bukhari no.1260]‎

Dan hadist,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُكْلَمُ أَحَدٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُكْلَمُ فِي سَبِيلِهِ إِلَّا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاللَّوْنُ لَوْنُ الدَّمِ وَالرِّيحُ رِيحُ الْمِسْكِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallambersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang terluka di jalan Allah, dan Allahlah yang paling tahu siapa yang terluka di jalan-Nya, kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dalam keadaan berwarna dengan warna darah dan wanginya adalah semerbak minyak kasturi”.[HR Bukhari no.2593]‎‎

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar