Minggu, 10 Juli 2016

Prinsip Keseimbangan Hudup Bagi Muslim

Mahluk yang Allah di ciptakan didunia ini berpasang-pasangan ada siang ada malam, ada bumi ada langit, ada matahari ada bulan ada insan laki-laki ada insan perempuan supaya mereka saling kenal mengenal, saling menyangi, mencintai, tolong menolong memberi, memberi manfaat untuk mencari keridhoaan Allah Swt. agar keseimbangan kehidupan seorang insan tercapai, dunia bahagia akhirat bahagia. diuraikan dalam hadist riwayat Ibnu Asakir tentang keseimbangan hidup didunia dan akhirat.

لَيْسَ بِخَيْرِ كُمْ مَنْ تَرَكَ دُنْيَاهُ لِاخِرَتِهِ وَلاَ اخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ حَتّى يُصِيْبُ مِنْهُمَاجَمِيْعًا فَاِنَّ الدَّنْيَا بَلَاغٌ اِلَى اْلاخِرَةِ وَلَاتَكُوْنُوْا كَلًّ عَلَى النَّاسِ
                                                                                                 
"Dari Anas ra, bahwasannya Rasulullah Saw. telah bersabda, "Bukanlah yang terbaik diantara kamu orang yang meninggalkan urusan dunianya karena (mengejar) urusan akhiratnya, dan bukan pula (orang yang terbaik) oarang yang menhinggalkan akhiratnya karena mengejar urusan dunianya, sehingga ia memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu adalah (perantara) yang menyampaikan ke akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban orang lain."

Hadist tersebut di atas menjelaskan tentang kehidupan manusia yang seharusnya, yaitu kehidupan yang berimbang, kehidupan dunia harus diperhatikan disamping kehidupan di akhirat. Islam tidak memandang baik terhadap orang yang hanya mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan akhirat dilupakan. Sebaliknya Islam juga tidak mengajarkan umat manusia untuk konsentrasi hanya pada urusan akhirat saja sehingga melupakan kehidupan dunia.

Dunia adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. manusia hidup didunia memerlukan harta benda untuk memenuhi hajatnya, manusia perlu makan, munum, pakaian, tempat tinggal, berkeluarga dan sebagainya, semua ini harus dicari dan diusahakan. Harta juga bisa digunakan untuk bekal beribadah kepada Allah Swt., karena dalam pelaksanaan ibadah itu sendiri tidak lepas dari harta. Contohnya sholat memerlukan penutup aurat (pakaian). ibadah haji perlu biaya yang cukup besar . dengan harta kita bisa membayar zakat, sadaqah, berkurban, menolong fakir miskin dan sebagainya.

Kehadiran kita di dunia ini jangan sampai menjadi beban orang lain. Maksudnya janganlah memberatkan dan menyulitkan orang lain. Dalam hubungan ini, umat Islam tidak boleh bermalas-malasan, apalagi malas bekerja untuk mencari nafkah , sehingga mengharapkan belas kasihan orang lain untuk menutupi keperluan hidup sehari-hari.

Keseimbangan (At Tawazun) merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Keseimbangan membuka jalan bagi nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan. Keseimbangan akan melahirkan kebahagiaan yang ditandai dengan adanya ketenteraman dan kesejahteraan yang merata. Keseimbangan menebarkan rasa aman, dan membebaskan manusia dari semua bentuk intimidasi dan rasa takut. Keseimbangan menjamin distribusi kekayaan Negara proporsional, memberi peluang bekerja dan berusaha secara merata. Keseimbangan membebaskan, sedang ketimpangan atau ketidakseimbangan membelenggu. Keseimbangan membahagiakan, dan ketidakseimbangan menyengsarakan.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al Qashash: 77).

Dari ayat di atas setidaknya ada 4 hal yang perlu kita perhatikan,

Pertama, Mencari atau mendapatkan anugerah allah berupa negeri akherat (surga)

Ini adalah peringatan Allah bahwa di dalam hidup ini, seluruh upaya harus dikerahkan untuk memperoleh negeri akherat tersebut. Kenapa? Karena kita akan kembali ke akherat. Tapi kesadaran mempersiapkan diri untuk mati dan untuk kembali ke akherat tidaklah sama.

Sebab itulah Ibrahim bin Adham pernah menjawab pertanyaan, “apa sebabnya doa kami tidak diperkenankan? Sedangkan Allah telah menjanjikan bahwa orang yang berdoa akan diperkenankanNya? Makadiantara jawabannya adalah,

قلتم الموت حق ولم تستعدوا له. اشتغلتم بعيوب الناس ولم تنشغلوا بعيوبكم. دفنتم الأموات ولم تعتبروا

“Kalian mengatakan bahwa kematian pasti tiba bagi setiap jiwa, tetapi masih tidak bersedia untuknya. Menyibukkan diri membuka keaiban orang lain, tetapi lupa akan keaiban diri sendiri. Menghantar dan menguburkan jenazah/mayat saudara se-Islam, tetapi tidak mengambil pengajaran daripadanya”.

Sebab kita akan kembali ke akherat maka tidak ada tempat lain yang kita inginkan kecuali surga.  Setiap orang ingin mencapai surga Allah. Dan untuk mencapainya tidaklah mudah. Rukun islam yang lima merupakan bentuk ibadah yang harus dilakukan, itu saja tidaklah cukup. Banyak hal yang harus dilakukan dan banyak pula hal yang harus ditinggalkan, sesuai dengan syariat agama. Bahkan tutur kata, sikap, perilaku dan perbuatan kita bisa dengan mudah mengantarkan atau menggagalkan kita untuk mencapai surga Allah. Satu hal yang pasti bahwa semuanya menjadi otoritas Al Khaliq. Sering terjadi apa yang ditentukan oleh manusia tidak selalu sama dengan ketentuan Allah. Sebab surga adalah rahmat dari Allah Ta’ala.

Karenanya, kita memohon kepada Allah Ta’ala, mudah-mudahan kita selalu dibimbing oleh-Nya agar senantiasa berjalan lurus menuju kepada-Nya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

“Seluruh umatku akan masuk Surga kecuali yang enggan”. Para sahabat bertanya: “Siapakah yang enggan itu wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Beliau menjawab: “Siapa yang mentaatiku, ia pasti masuk Surga. Siapa yang mendurhakaiku, maka dialah yang enggan (masuk surga)”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)

Ibnu Abbas radhiallahu Anhuma berkata,“Allah menjamin bagi siapa saja yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajaran yang ada di dalamnya bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akherat.”

Orang yang dianugerahi oleh Allah SWT kekayaan yang berlimpah-limpah, perbendaharaan harta yang bertumpuk-tumpuk serta nikmat yang banyak, hendaklah ia memanfaatkan di jalan Allah, patuh dan taat pada perintah-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya untuk memperoleh pahala sebanyak-banyaknya di dunia dan di akhirat. Sabda Nabi saw :

اغتنم خمسا قبل خمس شبابك قبل هرمك وصحتك قبل سقمك وغناك قبل فقرك وفراغك قبل شغلك وحياتك قبل موتك.
Manfaatkan yang lima sebelum datang (lawannya) yang lima; mudamu sebelum tuanmu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu senggangmu sebelum kesibukanmu dan hidupmu sebelum matimu.(H.R. Baihaki dari Ibnu Abbas)

Kedua, Tidak melupakan bagian dari kenikmatan dunia

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar nasehat “ingat akherat jangan lupa dunia”. Kalau kita jabarkan dan kita kembangkan perintah Allah tersebut sangat luar biasa. Di dalamnya terkandung perintah agar manusia tidak hanya mencari bekal akhirat, tetapi juga bekal hidup di dunia.

Manusia telah diberikan bekal berupa akal, penglihatan, pendengaran, dan hati.  Semua itu berkembang menjadi potensi-potensi. Baik berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap. Bahkan manusia diberikan keahlian/kemakmuran yang berbeda. Kesemuanya diberikan oleh Allah agar manusia bisa berkarya untuk mencari bekal kehidupan, asalkan pencarian bekal dan kesenangan tersebut tidak bertentangan dengan syari’at Allah (halal dan baik) dan tidak bertentangan dengan usaha pencapaian untuk meraih surga Allah Ta’ala.

Bumi ini diciptakan untuk manusia. Dengan potensi yang dimiliki, manusia dapat mengolah, mengusahakan, mengeskplorasi alam untuk kepentingan umat manusia. Karena itu, di dalam alquran terdapat banyak ayat yang isinya merupakan perintah agar manusia dapat menggunakan akal pikirannya. Sebagai salah satu contoh yaitu surah Ali Imran ayat 190, yang berbunyi,

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ (آل عمران: 190)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (Ali Imran: 190)

Melalui ayat ini, manusia diperintah oleh Allah untuk memberdayakan akal fikirannya guna mengolah bumi dan alam seisinya agar bisa memberikan manfaat (barakah) bagi dirinya. Artinya, manusia diperintah untuk bekerja agar memperoleh penghasilan yang cukup dan memiliki kehidupan yang patut. Ayat ini sekaligus merupakan pencerminan bahwa Allah menghendaki agar manusia tidak malas dalam bekerja. Orang yang malas bekerja jangankan bisa bermanfaat untuk orang lain, untuk mencukupi dirinya sendiri pun tidak akan bisa.

Hidup di dunia adalah suatu perjalanan, tujuan kita adalah akhirat. Namun, persiapan bekal untuk akhirat, tidak menutup kita untuk mempersiapkan bekal dalam perjalanan hidup di dunia ini untuk diri sendiri dan keluarga.

Agama kita melarang umatnya untuk bersikap santai, bermalas-malasan dan bertopang dagu. Para sahabat mencontohkan, jika terdengar adzan maka mereka segera ke masjid, jika selesai melaksanakan kewajibannya maka mereka kembali bertebaran di muka bumi untuk kembali melanjutkan usahanya sambil berdoa, ”Ya Allah, kami telah memenuhi panggilan-Mu dan telah melaksanakan apa yang telah Engkau wajibkan, sekarang kami menyebar (berusaha) sebagaima Engkau perintahkan, maka berilah kami rizki karena Engkaulah sebaik-baik Pemberi Rizki”.

Orang yang bekerja akan memperoleh hasil yang sepadan dengan pekerjaannya. Akan tetapi perlu diingat bahwa penghasilan seseorang tidak selalu dapat diukur dari volume dan jenis pekerjaannya. Banyak fakta menunjukkan bahwa penghasilan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kualitas pekerjaan dan keahliannya. Kita juga sering melihat kenyataan adanya orang yang sudah membanting tulang siang-malam, akan tetapi penghasilannya tetap pas-pasan. Ini semua merupakan hak preogratif Allah untuk menentukannya.

Dan sudah menjadi sunnatullah bahwa di dunia ini, ada yang kaya dan ada pula yang miskin. Ada yang rajin bekerja dan ada pula yang malas. Oleh karena itu, hendaknya manusia rajin bekerja dan rajin berdoa’ agar memiliki kehidupan yang layak bahkan bisa lebih berkecukupan.

RENUNGAN

وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”.

Ayat tersebut mengajarkan, untuk kehidupan akhirat, Allah memerintahkan dengan kata ”carilah”, sedangkan untuk kehidupan dunia, Allah hanya mengingatkan ”jangan lupa”. Jadi kalau ada pertanyaan bagaimana seimbangnya kehidupan dunia dan akhirat ini, barangkali ayat itulah jawabannya. Toh manusia tidak perlu disuruh untuk mencari dunia, sudah mempunyai naluri sendiri untuk mengejar dunia dengan dengan segala cara dan berbagai motifasinya.

Janganlah seseorang itu meninggalkan sama sekali kesenangan dunia baik berupa makanan, minuman dan pakaian serta kesenangan-kesenangan yang lain sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran yang telah digariskan oleh Allah SWT, karena baik untuk Tuhan, untuk diri sendiri maupun keluarga, semuanya itu mempunyai hak atas seseorang yang harus dilaksanakan. Sabda Nabi Muhammad saw :

اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا واعمل لآخرتك كأنك تموت غدا
Kerjakanlah (urusan) duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya. Don laksanakanlah amalan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok. (H.R. Ibnu Asakir)

Ungkapan tersebut sangat populer di masyarakat. Saking populernya, dianggap sebagai hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Sebenarnya, ungkapan tersebut bukan hadits. Ungkapan itu adalah perkataan seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Amr bin al-Ash Radhiallahu Anhu. Jadi, ini hanya soal pandangan Abdullah tentang masalah keduniaan.

Lalu, apa makna ungkapan Abdullah bin Amr bin al-Ash itu? Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa akhirat lebih utama dibanding dunia. Apa buktinya? Buktinya bahwa untuk urusan akhirat harus disegerakan (waktunya sempit, karena besok kita akan mati), dan urusan dunia boleh ditunda (karena waktunya masih panjang yaitu hidup selamanya).

Ketiga, Berbuat baik kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.

Sebenarnya Allah telah memberikan fasilitas kehidupan bagi manusia. Kalau kita mau merenung, kita dapat melihat, mendengar, merasakan, membau dan menikmati apa yang dianugerahkan Allah kepada kita. Hanya karena setiap saat (tanpa henti) secara otomatis manusia menikmatinya selama hidup, manusia tidak merasa bahwa ada karunia Allah yang tidak ternilai harganya bagi kehidupan. Bahkan manusia sering lupa dan tidak bersyukur. Sebagai contoh adalah Oksigen yang selama hidup di dunia manusia selalu memerlukannya. Itu baru satu item yang namanya oksigen. Belum lagi yang lain-lain yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Itulah sebabnya Allah berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 18,

وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ (النحل: 18)

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (An Nahl: 18)

Ketika manusia telah mengetahui bahwa Allah telah berbuat baik kepada manusia hendaknya manusia harus berbuat baik kepada orang lain. Al Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 85, memberikan petunjuk tentang hal itu.

مَّن يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُن لَّهُ نَصِيبٌ مِّنْهَا وَمَن يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُن لَّهُ كِفْلٌ مِّنْهَا وَكَانَ اللّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُّقِيتاً

“Barang siapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian dari (pahala)-nya. Dan barang siapa memberi pertolongan yang buruk, niscaya dia akan memikul bagian dari (dosa)-nya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (An Nisa’: 85)

Pada pelajaran kedua telah diuraikan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk rajin bekerja sehingga bisa memperoleh penghasilan yang cukup (bahkan lebih) agar memiliki kehidupan yang layak dan patut. Perintah ini sesungguhnya memiliki implikasi yaitu agar manusia yang telah berhasil (sukses) hidupnya mau dan senang menolong, senang berbagi, gemar bershadaqah, tidak kikir, tidak egois (lebih-lebih bengis dan sadis), dan mau mengembangkan jiwa sosial serta solidaritas yang tinggi terhadap sesama. Tidak hanya itu, perilaku simpati yang tidak menyakiti, tutur kata santun, perangai yang ramah, tidak mencaci-maki harus dikembangkan.

Keempat, Tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang berbuat kerusakan

Orang yang berbuat kerusakan adalah mereka yang melanggar aturan, mereka tahu tapi sengaja melupakan dan mengabaikan apa yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala. Manusia ditunjuk oleh Allah sebagai Khalifah Allah di bumi. Ini berarti manusia diutus untuk menjaga kelestarian alam semesta ini. Alam lingkungan, marga satwa, lautan dengan flora dan faunanya, dan lain-lain menjadi tanggung jawab manusia untuk menjaga dan merawatnya. Namun saat ini, telah terjadi berbagai kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia. Oksigen pun telah tercemari oleh polusi, hutan yang berfungsi sebagai jantung dunia pun telah dirusak karena pembalakan liar, sungai – sungai keruh, air yang tercemar dan penuh sampah, sehingga berakibat banjir merupakan wujud kerusakan alam dan lingkungan. Kalau hal ini tidak disadari oleh manusia dan perusakan lingkungan tetap dilakukan, berarti manusia telah gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai Khalifah Allah di muka bumi.

Allah Ta’ala Maha Pengampun, karena itu marilah kita bersama – sama memohon ampun kepada-Nya dan tidak lagi melakukan perusakan di bumi. Kita bangun dan tata kembali lingkungan yang bersih, sehat, indah, segar, bermanfaat demi kehidupan yang akan datang, entah sampai kapan dunia ini akan ditutup dan diakhiri oleh Al-Khaliq, Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita termasuk orang-orang yang bisa melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-laranganNya.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar