Selasa, 17 Januari 2017

Jassasah Sang Mata-Mata Dajjal

Pernahkah anda mendengar Jassasah? Itulah pengawal Dajjal yang bertugas mencari-cari berita dari manusia, bila ia menemui manusia yang lewat di pulau kediaman Dajjal. Pulau apakah itu dan dimana? Pulau itu adalah pulau misteri sampai saat ini masih disembunyikan keberadaannya oleh Allah -Azza wa Jalla-.

Kali ini kami akan mengajak anda menikmati kisah di bawah ini yang menyingkap sedikit perihal kehidupan makhluk misteri ini agar anda semakin yakin tentang kebenaran risalah Nabi kita Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam.‎

 Tidak ada fitnah yang paling besar dihari kiamat kecuali datangnya Dajjal. Itulah yang disabdakan oleh Rasulullah kepada para sahabat beliau. Sungguh Begitu hebatnya keadaan disaat datangnya Dajjal. Sehingga Rasulullah banyak menyabdakan tentang fitnah Dajjal. Semoga kita tidak berada pada jaman hadirnya Dajjal. Berikut Nukilan mengenai asal usul Dajjal dan kisah Terbelunggunya Dajjal, sebelum ia keluar kebumi untuk menebarkan Fitnah.
          
Dajjal adalah sosok yang sangat jenius, ia mengetahui berbagai ilmu pengetahuan dan menguasai berbagai macam rahasia alam semesta. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa ia juga sangat menguasai ilmu-ilmu keislaman, sehingga pada awal kemunculannya nanti, ia tampil sebagai seorang muballigh yang saleh. Ia bisa menampilkan berbagai macam keajaiban karena pengetahuannya akan rahasia alam semesta, dan tentunya karena diijinkan oleh Allah, sehingga pengikutnya makin banyak. Lama-kelamaan ia mengaku dirinya sebagai nabi, dan ketika makin banyak orang yang memujanya, ia mengaku dirinya sebagai Tuhan.

Tidak ada riwayat pasti yang menjelaskan kapan Dajjal ini dilahirkan? Seorang ulama, pemikir dan jurnalis dari Mesir bernama Syech Muhammad Isa Dawud menyatakan bahwa Dajjal dilahirkan sekitar satu abad sebelum Nabi Musa AS dilahirkan. Kesimpulan itu diambil berdasarkan kajian mendalam beberapa ayat-ayat Al Qur’an, berbagai hadist-hadist Nabi SAW, dan berbagai macam manuskrip (literatur) kuno yang beliau dapatkan dari berbagai daerah di Timur Tengah.

Orang tua Dajjal itu tinggal di daerah Samirah, sebuah daerah kecil di Palestina, yang di kemudian hari menjadi kota besar, ibukota dari kerajaan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Masyarakat Samirah itu adalah para penyembah berhala dan pelaku berbagai macam kemaksiatan, termasuk sodomi dan liwath (homoseksual). Orang tua Dajjal memiliki sesembahan berhala yang mirip dengan sapi betina, dan sejak pernikahannya, mereka selalu membuat persembahan kepada berhalanya itu, dengan permintaan agar mereka diberi keturunan seorang anak laki-laki.

Setelah tigapuluh tahun berlalu, barulah istrinya mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, tetapi kedua matanya cacat, satu saja yang bisa melihat dan tubuhnya tidak banyak bergerak. Selama bertahun-tahun layaknya ia hanya tidur saja, tetapi anehnya ia tumbuh sebagaimana bayi pada umumnya. Pada umur empat tahun, di suatu malam ia bergerak meninggalkan tempat tidurnya di antara ayah ibunya dan berpindah ke sebelah berhala mirip sapi betina itu, dan tidur di sana. Beberapa kali dikembalikan, ia berpindah lagi ke sisi berhala itu tanpa diketahui siapapun. Keadaan yang menghebohkan itu sempat membuat ayahnya diperiksa dan ditahan oleh Hakim.

Ketika ia berusia lima tahun, Allah menimpakan azab pada penduduk Samirah, buminya diguncang gempa amat keras hingga tanahnya terbalik seperti yang terjadi kaum Sadumi dan Amurah. Anehnya, anak kecil berusia lima tahun itu selamat, tinggal sendirian di antara reruntuhan puing-puing yang berserakan. Sepertinya Allah mempunyai ‘rencana besar’ dengan anak kecil tersebut, dan memerintahkan Jibril untuk memindahkan anak tersebut ke suatu pulau terpencil di antara berbagai pulau di “belantara” Laut Yaman, bagian dari Samudra Hindia.

Walau terpencil, pulau tersebut memiliki semua kelengkapan untuk kehidupan, air yang segar, buah-buahan dan berbagai jenis makanan lainnya. Di sana juga ada gua yang cukup besar dan nyaman, yang bisa melindunginya dari panas dan hujan. Allah menugaskan Jibril untuk merawat dan mengajari anak kecil tersebut, khususnya tentang aqidah dan keimanan, termasuk tentang akan datangnya Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi dan rasul. Secara khusus Allah menciptakan seekor binatang berbulu sangat tebal, yang bisa berbicara seperti manusia, yang disebut Al-Jassasah (yang selalu memata-matai). Al-Jassasah inilah yang sehari-harinya mengajar anak kecil, calon fitnah akhir zaman, Dajjal. Ajaran-ajaran yang disampaikan malaikat Jibril itu tertulis pada tujuh buah panel/dinding batu yang ada di salah satu bagian dari pulau tersebut.    

Setelah bertahun-tahun tinggal di pulau itu dan ia makin dewasa, suatu ketika ada perahu yang merapat di pulau tersebut, dan ia dibawa serta ke luar pulau. Mereka beranggapan, lelaki itu mungkin korban dari salah satu perahu yang tenggelam dan terdampar di pulau itu. Mereka menurunkan calon Dajjal ini di daratan Yaman yang jaraknya sekitar 4000 km dari pulau tersebut. Ia mulai mengembara, menjelajah berbagai tempat, dan karena Allah membekalinya dengan otak yang sangat jenius, ia belajar dengan cepat dan kepandaiannya makin meningkat, dengan mudah pula menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baru. Ia membahasakan (menamakan) dirinya dengan Ibnu Samirah, dinisbahkan pada tempat asalnya seperti diceritakan al Jassasah.

‎Ia bekerja menjadi pelayan seorang filosof Yaman. Suatu ketika sang filosof tertarik untuk memeriksa daya pikir dan keanehan perilakunya, dan akhirnya sang filosof menyimpulkan, “Jika engkau bisa hidup lama, engkau bisa menjadi seorang raja yang sangat adil, atau sebaliknya raja yang sangat lalim!!”

Setelah tinggal beberapa tahun lamanya bersama sang filosof, Ibnu Samirah berkeinginan untuk mengunjungi negeri asalnya Samirah, yang berada di Palestina. Ia membeli sebuah perahu besar dan menggaji beberapa nelayan untuk menjalankannya. Segala kebutuhan dan perlengkapan juga dipersiapkan dalam perahunya itu. Tetapi sebelum mengarahkan ke Palestina, ia ingin mengunjungi pulau terpencil tempat masa kecilnya tinggal bersama al Jassasah. Walau tidak mudah bagi orang lain menemukannya, tetapi kekuatan ingatan dan pikirannya dengan mudah membawanya ke pulau itu.

Ketika ia berlabuh dengan perahu kecil di pantainya, al Jassasah menatapnya dengan tajam, tetapi kemudian meninggalkannya ke dalam hutan tanpa berkata apapun. Ibnu Samirah berjalan berkeliling mengenang masa kecilnya. Tidak terasa ia telah berusia seratus tahun lebih, tetapi sama sekali tidak ada gurat ketuaan di wajahnya. Bahkan tampaknya ia makin merasa kuat dan tegar, layaknya ketika berusia tigapuluhan. Ketika sampai pada panel batu yang bertuliskan pengajaran Malaikat Jibril, ia menemukan sebuah bejana berisi semacam tinta yang digunakan menulis pada batu. Ia mengambil bejana tersebut, ia juga mengambil atau memotong dari tiap panel batu pengajaran itu untuk kenang-kenangan. Kemudian ia kembali lagi ke perahunya dan mengarahkan ke Palestina.

Setelah beberapa hari lamanya mengarungi lautan, ia berlabuh di salah satu lembah di Palestina yang tersembunyi. Ia meneruskan ke Samirah dengan onta yang dibelinya. Walau ia tidak menemukan apa-apa dari negeri Samirah yang masih luluh lantak tanpa penghuni, dari beberapa orang berusia lanjut di negeri sekitar Samirah seperti al-Jalil dan al-Arbad, ia mendengar kisah tentang anak kecil yang diambil dewa-dewa ke pangkuannya. Ada juga kisah selentingan tentang anak kecil yang diculik malaikat ketika terjadi bencana besar yang menghancurkan Samirah. Kisah-kisah tersebut seolah membenarkan jati dirinya seperti yang diceritakan oleh al Jassasah.

Setelah tinggal di Palestina beberapa tahun lamanya, ia memutuskan menuju negeri sang Fir’aun, Mesir. Ia ‘melamar’ menjadi pelayan seorang dukun terkenal di negeri itu, yang dengan senang hati menerimanya setelah mengetahui kemampuan dan kecerdasannya. Saat itu Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS sedang mendakwahkan agama Tauhid kepada Fir’aun dan masyarakat Mesir, khususnya kaum Bani Israil yang hidup dalam perbudakan di negeri itu. Dukun yang diikutinya itu seorang yang berusia tigaratus tahun dan sangat mengenal sejarah hidup Nabi Musa AS di Mesir. Ketika ia mendengar kisah Musa tersebut, ia segera menceritakan kisah kehidupannya, yang segera saja sang dukun berkata, “Kalau begitu engkau adalah Musa yang lain, yakni Musa dari Samirah (Musa as Samiri).”
Mungkin karena inilah, muncul suatu ungkapan dari sebagian ulama dalam hal pendidikan dan pengajaran, “Musa yang dididik oleh Fir’aun menjadi salah seorang Nabi dan Rasul, sedang Musa (as Samiri) yang dididik oleh malaikat Jibril malah menjadi orang yang paling ingkar kepada Allah…!!”

Ibnu Samirah sangat kagum dengan komentar sang dukun itu, dan ia merasa derajadnya tidaklah terlalu jauh daripada Nabi Musa AS. Setelah beberapa waktu lamanya, ia memutuskan untuk bergabung dengan Bani Israil karena ada kedekatan kedaerahan dan garis darah leluhurnya yang bertemu dengan Nabi Musa, yakni pada Nabi Ya’kub. Ia juga menikahi salah seorang wanita Bani Israil tetapi tidak mempunyai keturunan. Namun demikian, walau ia melihat berbagai macam mu’jizat yang ditunjukkan Nabi Musa AS, hatinya tidak bisa sepenuhnya mengimani Nabi Musa AS, termasuk juga mengimani Allah SWT. Sementara itu, beberapa orang dari Bani Israil menunjukkan penghargaan dan kedekatannya kepada Ibnu Samirah karena kecerdasan dan kepiawaiannya dalam beberapa hal. Walau tidak banyak, mereka itu layaknya ‘budaknya’ Ibnu Samirah, yang akan selalu menurut jika diperintahkannya.

Ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Musa dan Bani Israil untuk meninggalkan Mesir menuju Palestina, Ibnu Samirah ikut serta dalam rombongan besar itu. Beberapa kali lagi ia melihat dengan mata kepalanya sendiri mu’jizat Nabi Musa AS, termasuk membelah lautan dengan tongkat beliau, tetapi semua itu tidak membuatnya beriman. Bahkan terbersit dalam pikirannya, “Akupun bisa melakukannya suatu saat nanti, bahkan bisa lebih dahsyat!!”

Ketika Bani Israil telah selamat dari kejaran Fir’aun dan tiba di sisi gunung Thursina, Nabi Musa meninggalkan mereka dalam pengawasan Nabi Harun untuk segera ‘menghadap’ Allah di Bukit Thursina. Pada saat itulah Ibnu Samirah membikin ulah dengan membuat sebuah patung anak sapi dari emas dan dapat bersuara, dan mengatakan bahwa itulah tuhannya Musa dan Bani Israil. Sebagian besar dari mereka mempercayainya dan menyembah patung emas tersebut, segala upaya dilakukan oleh Nabi Harun untuk mencegah mereka tetapi mengalami kegagalan.

Ibnu Samirah menambatkan perahunya dan berjalan menuju gua tempat tinggalnya dulu. Tetapi tiba-tiba muncul al Jassasah menghalangi jalannya, binatang raksasa berbulu tebal ‘teman’ masa kecilnya itu tidak sendirian. Ada duapuluh orang berwajah seperti matahari, tingginya seperti pepohonan dan masing-masing dari mereka membawa semacam rantai besi bercampur baja yang mengkilat laksana emas. Ibnu Samirah yang mempunyai pengetahuan luas tentang berbagai macam barang tambang di bumi, sepertinya tidak mengenali jenis logam tersebut.

Tiba-tiba saja ia merasakan suatu ketakutan amat dalam sehingga tubuhnya menggigil. Padahal selama ini ia tidak pernah merasa takut kepada apapun dan siapapun, termasuk ketika ia menghadapi Nabi Musa AS, setelah fitnah yang dikobarkannya lewat patung emas anak sapi yang sempat menjadi sesembahan Bani Israil. Ketakutan yang pertama kali dirasakannya itu membuat ia lupa jati dirinya, lupa pada kecerdikannya, kekuatannya, kesombongannya, ambisinya dan lupa pada semua kelebihannya yang selama ini menjadi andalannya. Dengan terbata-bata ia berkata, “Apa ini? Siapa mereka? Bagaimana mereka sampai di sini?”

Al Jassasah berkata dengan tegas, “Wahai orang yang paling bodoh, engkau telah menyia-nyiakan dua kesempatan (untuk bertaubat, yakni ketika bertemu dengan Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS), dan kini tidak tersisa lagi bagimu kecuali janji terakhir!!”

Belum sempat Ibnu Samirah berkata atau berbuat apapun, duapuluh orang berwajah cahaya itu menyerangnya dan ia langsung pingsan karena takutnya. Ketika terbangun, ia telah berada di dalam gua, kaki dan tangannya terbelenggu dengan rantai yang cukup panjang sehingga ia bisa bergerak leluasa di dalam gua tersebut. Ketika ia mencoba mengerahkan kekuatan dan ilmunya untuk membuka/mematahkan rantai tersebut, tampaknya sia-sia saja. Padahal berbagai jenis logam di bumi dengan mudah ‘dikendalikan’ dengan ilmu dan kekuatannya.

Al Jassasah yang juga berada di dalam gua itu, setelah melihatnya putus asa dengan segala upayanya, berkata dengan tegas kepadanya, “Wahai Dajjal masa depan, sekarang engkau berada di zaman penutup para nabi, kekasih Allah, Nabi Muhammad SAW. Ia telah lahir beberapa hari yang lalu ketika engkau berada di tengah lautan. Engkau berada di penghujung akhir zaman di bumi. Janji Allah telah datang masanya, engkau tidak akan terlepas dari belenggumu itu kecuali jika telah kekasih Allah, Muhammad SAW telah wafat, berpulang ke hadirat Yang Maha Tinggi. Sedangkan tanda keluarmu sebagai orang yang paling sombong di muka bumi adalah terputusnya pohon kurma Baisan (dari berbuah), berkurangnya air danau Thabariyah, mengeringnya mata air Zhugar, dan banyak terjadinya gempa bumi yang dahsyat…!!”

Setelah itu al Jassasah meninggalkannya sendiri. Sesekali ia datang ke dalam gua membawa berbagai buah-buahan, tetapi tidak pernah berbicara atau menjawab ketika diajak bicara, kecuali hanya pandangan keprihatinan. Beberapa puluh tahun berselang, sekelompok orang dari Palestina terdampar di pulau itu karena perahunya mengalami kerusakan. Mereka itu adalah Tamim ad Daari, seorang pendeta Nashrani dan teman-temannya, yang sempat melakukan pembicaraan dengan mata-mata Ibnu Samirah atau calon Dajjal ini, dan akhirnya memeluk Islam dan menjadi salah seorang sahabat Nabi SAW.‎

Tiba saatnya kita baca bersama sebuah riwayat shahih mengenai Dajjal dalam sebuah hadits yang dikenal dikalangan ulama dengan sebutan Hadits Jassasah  yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dalam kitab Shahih beliau, tepatnya dalam Kitabu al-Fitan wa Asyrathi as-Sa”ah, Bab Qishshatu al-Jassasah. Satu hadith yang cukup panjang dalam menceritakan secara runut apa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW masih hidup. Satu hadith yang menceritakan keberadaan Dajjal di sebuah pulau, yang dilihat oleh seorang sahabat yang mulia, Abu Ruqayyah Tamim ad-Dari.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ بْنِ عَبْدِ الْوَارِثِ وَحَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ كِلَاهُمَا عَنْ عَبْدِ الصَّمَدِ وَاللَّفْظُ لِعَبْدِ الْوَارِثِ بْنِ عَبْدِ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ جَدِّي عَنْ الْحُسَيْنِ بْنِ ذَكْوَانَ حَدَّثَنَا ابْنُ بُرَيْدَةَ حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ شَرَاحِيلَ الشَّعْبِيُّ شَعْبُ هَمْدَانَ أَنَّهُ سَأَلَ فَاطِمَةَ بِنْتَ قَيْسٍ أُخْتَ الضَّحَّاكِ بْنِ قَيْسٍ وَكَانَتْ مِنْ الْمُهَاجِرَاتِ الْأُوَلِ فَقَالَ حَدِّثِينِي حَدِيثًا سَمِعْتِيهِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُسْنِدِيهِ إِلَى أَحَدٍ غَيْرِهِ فَقَالَتْ لَئِنْ شِئْتَ لَأَفْعَلَنَّ فَقَالَ لَهَا أَجَلْ حَدِّثِينِي فَقَالَتْ نَكَحْتُ ابْنَ الْمُغِيرَةِ وَهُوَ مِنْ خِيَارِ شَبَابِ قُرَيْشٍ يَوْمَئِذٍ فَأُصِيبَ فِي أَوَّلِ الْجِهَادِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا تَأَيَّمْتُ خَطَبَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخَطَبَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَوْلَاهُ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ وَكُنْتُ قَدْ حُدِّثْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّنِي فَلْيُحِبَّ أُسَامَةَ فَلَمَّا كَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ أَمْرِي بِيَدِكَ فَأَنْكِحْنِي مَنْ شِئْتَ فَقَالَ انْتَقِلِي إِلَى أُمِّ شَرِيكٍ وَأُمُّ شَرِيكٍ امْرَأَةٌ غَنِيَّةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ عَظِيمَةُ النَّفَقَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَنْزِلُ عَلَيْهَا الضِّيفَانُ فَقُلْتُ سَأَفْعَلُ فَقَالَ لَا تَفْعَلِي إِنَّ أُمَّ شَرِيكٍ امْرَأَةٌ كَثِيرَةُ الضِّيفَانِ فَإِنِّي أَكْرَهُ أَنْ يَسْقُطَ عَنْكِ خِمَارُكِ أَوْ يَنْكَشِفَ الثَّوْبُ عَنْ سَاقَيْكِ فَيَرَى الْقَوْمُ مِنْكِ بَعْضَ مَا تَكْرَهِينَ وَلَكِنْ انْتَقِلِي إِلَى ابْنِ عَمِّكِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي فِهْرٍ فِهْرِ قُرَيْشٍ وَهُوَ مِنْ الْبَطْنِ الَّذِي هِيَ مِنْهُ فَانْتَقَلْتُ إِلَيْهِ فَلَمَّا انْقَضَتْ عِدَّتِي سَمِعْتُ نِدَاءَ الْمُنَادِي مُنَادِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُنَادِي الصَّلَاةَ جَامِعَةً فَخَرَجْتُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنْتُ فِي صَفِّ النِّسَاءِ الَّتِي تَلِي ظُهُورَ الْقَوْمِ فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ جَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَضْحَكُ فَقَالَ لِيَلْزَمْ كُلُّ إِنْسَانٍ مُصَلَّاهُ ثُمَّ قَالَ أَتَدْرُونَ لِمَ جَمَعْتُكُمْ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ إِنِّي وَاللَّهِ مَا جَمَعْتُكُمْ لِرَغْبَةٍ وَلَا لِرَهْبَةٍ وَلَكِنْ جَمَعْتُكُمْ لِأَنَّ تَمِيمًا الدَّارِيَّ كَانَ رَجُلًا نَصْرَانِيًّا فَجَاءَ فَبَايَعَ وَأَسْلَمَ وَحَدَّثَنِي حَدِيثًا وَافَقَ الَّذِي كُنْتُ أُحَدِّثُكُمْ عَنْ مَسِيحِ الدَّجَّالِ حَدَّثَنِي أَنَّهُ رَكِبَ فِي سَفِينَةٍ بَحْرِيَّةٍ مَعَ ثَلَاثِينَ رَجُلًا مِنْ لَخْمٍ وَجُذَامَ فَلَعِبَ بِهِمْ الْمَوْجُ شَهْرًا فِي الْبَحْرِ ثُمَّ أَرْفَئُوا إِلَى جَزِيرَةٍ فِي الْبَحْرِ حَتَّى مَغْرِبِ الشَّمْسِ فَجَلَسُوا فِي أَقْرُبْ السَّفِينَةِ فَدَخَلُوا الْجَزِيرَةَ فَلَقِيَتْهُمْ دَابَّةٌ أَهْلَبُ كَثِيرُ الشَّعَرِ لَا يَدْرُونَ مَا قُبُلُهُ مِنْ دُبُرِهِ مِنْ كَثْرَةِ الشَّعَرِ فَقَالُوا وَيْلَكِ مَا أَنْتِ فَقَالَتْ أَنَا الْجَسَّاسَةُ قَالُوا وَمَا الْجَسَّاسَةُ قَالَتْ أَيُّهَا الْقَوْمُ انْطَلِقُوا إِلَى هَذَا الرَّجُلِ فِي الدَّيْرِ فَإِنَّهُ إِلَى خَبَرِكُمْ بِالْأَشْوَاقِ قَالَ لَمَّا سَمَّتْ لَنَا رَجُلًا فَرِقْنَا مِنْهَا أَنْ تَكُونَ شَيْطَانَةً قَالَ فَانْطَلَقْنَا سِرَاعًا حَتَّى دَخَلْنَا الدَّيْرَ فَإِذَا فِيهِ أَعْظَمُ إِنْسَانٍ رَأَيْنَاهُ قَطُّ خَلْقًا وَأَشَدُّهُ وِثَاقًا مَجْمُوعَةٌ يَدَاهُ إِلَى عُنُقِهِ مَا بَيْنَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى كَعْبَيْهِ بِالْحَدِيدِ قُلْنَا وَيْلَكَ مَا أَنْتَ قَالَ قَدْ قَدَرْتُمْ عَلَى خَبَرِي فَأَخْبِرُونِي مَا أَنْتُمْ قَالُوا نَحْنُ أُنَاسٌ مِنْ الْعَرَبِ رَكِبْنَا فِي سَفِينَةٍ بَحْرِيَّةٍ فَصَادَفْنَا الْبَحْرَ حِينَ اغْتَلَمَ فَلَعِبَ بِنَا الْمَوْجُ شَهْرًا ثُمَّ أَرْفَأْنَا إِلَى جَزِيرَتِكَ هَذِهِ فَجَلَسْنَا فِي أَقْرُبِهَا فَدَخَلْنَا الْجَزِيرَةَ فَلَقِيَتْنَا دَابَّةٌ أَهْلَبُ كَثِيرُ الشَّعَرِ لَا يُدْرَى مَا قُبُلُهُ مِنْ دُبُرِهِ مِنْ كَثْرَةِ الشَّعَرِ فَقُلْنَا وَيْلَكِ مَا أَنْتِ فَقَالَتْ أَنَا الْجَسَّاسَةُ قُلْنَا وَمَا الْجَسَّاسَةُ قَالَتْ اعْمِدُوا إِلَى هَذَا الرَّجُلِ فِي الدَّيْرِ فَإِنَّهُ إِلَى خَبَرِكُمْ بِالْأَشْوَاقِ فَأَقْبَلْنَا إِلَيْكَ سِرَاعًا وَفَزِعْنَا مِنْهَا وَلَمْ نَأْمَنْ أَنْ تَكُونَ شَيْطَانَةً فَقَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ نَخْلِ بَيْسَانَ قُلْنَا عَنْ أَيِّ شَأْنِهَا تَسْتَخْبِرُ قَالَ أَسْأَلُكُمْ عَنْ نَخْلِهَا هَلْ يُثْمِرُ قُلْنَا لَهُ نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنَّهُ يُوشِكُ أَنْ لَا تُثْمِرَ قَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ بُحَيْرَةِ الطَّبَرِيَّةِ قُلْنَا عَنْ أَيِّ شَأْنِهَا تَسْتَخْبِرُ قَالَ هَلْ فِيهَا مَاءٌ قَالُوا هِيَ كَثِيرَةُ الْمَاءِ قَالَ أَمَا إِنَّ مَاءَهَا يُوشِكُ أَنْ يَذْهَبَ قَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ عَيْنِ زُغَرَ قَالُوا عَنْ أَيِّ شَأْنِهَا تَسْتَخْبِرُ قَالَ هَلْ فِي الْعَيْنِ مَاءٌ وَهَلْ يَزْرَعُ أَهْلُهَا بِمَاءِ الْعَيْنِ قُلْنَا لَهُ نَعَمْ هِيَ كَثِيرَةُ الْمَاءِ وَأَهْلُهَا يَزْرَعُونَ مِنْ مَائِهَا قَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ نَبِيِّ الْأُمِّيِّينَ مَا فَعَلَ قَالُوا قَدْ خَرَجَ مِنْ مَكَّةَ وَنَزَلَ يَثْرِبَ قَالَ أَقَاتَلَهُ الْعَرَبُ قُلْنَا نَعَمْ قَالَ كَيْفَ صَنَعَ بِهِمْ فَأَخْبَرْنَاهُ أَنَّهُ قَدْ ظَهَرَ عَلَى مَنْ يَلِيهِ مِنْ الْعَرَبِ وَأَطَاعُوهُ قَالَ لَهُمْ قَدْ كَانَ ذَلِكَ قُلْنَا نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنَّ ذَاكَ خَيْرٌ لَهُمْ أَنْ يُطِيعُوهُ وَإِنِّي مُخْبِرُكُمْ عَنِّي إِنِّي أَنَا الْمَسِيحُ وَإِنِّي أُوشِكُ أَنْ يُؤْذَنَ لِي فِي الْخُرُوجِ فَأَخْرُجَ فَأَسِيرَ فِي الْأَرْضِ فَلَا أَدَعَ قَرْيَةً إِلَّا هَبَطْتُهَا فِي أَرْبَعِينَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَطَيْبَةَ فَهُمَا مُحَرَّمَتَانِ عَلَيَّ كِلْتَاهُمَا كُلَّمَا أَرَدْتُ أَنْ أَدْخُلَ وَاحِدَةً أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمَا اسْتَقْبَلَنِي مَلَكٌ بِيَدِهِ السَّيْفُ صَلْتًا يَصُدُّنِي عَنْهَا وَإِنَّ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلَائِكَةً يَحْرُسُونَهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَطَعَنَ بِمِخْصَرَتِهِ فِي الْمِنْبَرِ هَذِهِ طَيْبَةُ هَذِهِ طَيْبَةُ هَذِهِ طَيْبَةُ يَعْنِي الْمَدِينَةَ أَلَا هَلْ كُنْتُ حَدَّثْتُكُمْ ذَلِكَ فَقَالَ النَّاسُ نَعَمْ فَإِنَّهُ أَعْجَبَنِي حَدِيثُ تَمِيمٍ أَنَّهُ وَافَقَ الَّذِي كُنْتُ أُحَدِّثُكُمْ عَنْهُ وَعَنْ الْمَدِينَةِ وَمَكَّةَ 
أَلَا إِنَّهُ فِي بَحْرِ الشَّأْمِ أَوْ بَحْرِ الْيَمَنِ لَا بَلْ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَا هُوَ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَا هُوَ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَا هُوَ وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى الْمَشْرِقِ قَالَتْ فَحَفِظْتُ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِيُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ الْهُجَيْمِيُّ أَبُو عُثْمَانَ حَدَّثَنَا قُرَّةُ حَدَّثَنَا سَيَّارٌ أَبُو الْحَكَمِ حَدَّثَنَا الشَّعْبِيُّ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ فَأَتْحَفَتْنَا بِرُطَبٍ يُقَالُ لَهُ رُطَبُ ابْنِ طَابٍ وَأَسْقَتْنَا سَوِيقَ سُلْتٍ فَسَأَلْتُهَا عَنْ الْمُطَلَّقَةِ ثَلَاثًا أَيْنَ تَعْتَدُّ قَالَتْ طَلَّقَنِي بَعْلِي ثَلَاثًا فَأَذِنَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَعْتَدَّ فِي أَهْلِي قَالَتْ فَنُودِيَ فِي النَّاسِ إِنَّ الصَّلَاةَ جَامِعَةً قَالَتْ فَانْطَلَقْتُ فِيمَنْ انْطَلَقَ مِنْ النَّاسِ قَالَتْ فَكُنْتُ فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ مِنْ النِّسَاءِ وَهُوَ يَلِي الْمُؤَخَّرَ مِنْ الرِّجَالِ قَالَتْ فَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَخْطُبُ فَقَالَ إِنَّ بَنِي عَمٍّ لِتَمِيمٍ الدَّارِيِّ رَكِبُوا فِي الْبَحْرِ وَسَاقَ الْحَدِيثَ وَزَادَ فِيهِ قَالَتْ فَكَأَنَّمَا أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَهْوَى بِمِخْصَرَتِهِ إِلَى الْأَرْضِ وَقَالَ هَذِهِ طَيْبَةُ يَعْنِي الْمَدِينَةَ و حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ النَّوْفَلِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ غَيْلَانَ بْنَ جَرِيرٍ يُحَدِّثُ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ قَالَتْ قَدِمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَمِيمٌ الدَّارِيُّ فَأَخْبَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ رَكِبَ الْبَحْرَ فَتَاهَتْ بِهِ سَفِينَتُهُ فَسَقَطَ إِلَى جَزِيرَةٍ فَخَرَجَ إِلَيْهَا يَلْتَمِسُ الْمَاءَ فَلَقِيَ إِنْسَانًا يَجُرُّ شَعَرَهُ وَاقْتَصَّ الْحَدِيثَ وَقَالَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ أَمَا إِنَّهُ لَوْ قَدْ أُذِنَ لِي فِي الْخُرُوجِ قَدْ وَطِئْتُ الْبِلَادَ كُلَّهَا غَيْرَ طَيْبَةَ فَأَخْرَجَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى النَّاسِ فَحَدَّثَهُمْ قَالَ هَذِهِ طَيْبَةُ وَذَاكَ الدَّجَّالُ حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ إِسْحَقَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ يَعْنِي الْحِزَامِيَّ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَعَدَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ حَدَّثَنِي تَمِيمٌ الدَّارِيُّ أَنَّ أُنَاسًا مِ


Telah menceritakan kepada kami [Abdulwarits bin Abdushshamad bin Abdulwaris] dan [Hajjaj bin Asy Sya'ir], keduanya dari [Abdushshamad], teks milik Abdulwarits bin Abdushshamad telah menceritakan kepada kami [ayahku] dari [kakekku] dari [Al Husain bin Dzakwan] telah disampaikan kepada kami lbn Buraidah dan Amir bin Syurahbil asy-Sya’bi, kabilah Hamdan bahwa dia pernah bertanya kepada Fathimah binti Qais, saudara perempuan adh-Dhahhak bin Qais dan termasuk kelompok perempuan pada hijrah pertama.
Amir berkata, ”Sampaikanlah kepadaku suatu hadis yang engkau dengar dari Rasulullah saw yang tidak engkau sandarkan kepada siapapun selain beliau. ”Fathimah berkata, "Jika engkau mahu nescaya aku lakukan. Amir berkata, "Tentu, sampaikanlah kepadaku.” Fathimah berkata, ”Aku menikahi lbn al-Mughirah. Dia termasuk pemuda plihan kaum Quraisy ketika itu. LaIu dia terkena musibah pada permulaan jihad bersama Rasulullah saw. Ketika aku telah menjadi janda, aku dilamar oleh Abdur Rahman bin ‘Auf untuk salah seorang sahabat Rasulullah saw. Sementara itu, Rasulullah melamarku untuk maulanya, Usamah bin Zaid. Aku pernah diberitahu bahawa Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa mencintaiku, maka hendaklah dia mencintai Usamah. Maka ketika Rasulullah saw bercakap kepadaku, aku berkata, "Urusanku ada di tangan Anda. Nikahkanlah aku kepada siapa saja yang Anda suka. Lalu Rasulullah saw bersabda. ‘Pindahlah kamu ke Ummu Syarik. ‘Ummu Syarik adalah perempuan kaya dan kalangan Ansar yang telah banyak memberikan sumbangan di jalan Allah dan disinggahi banyak tamu. Aku berkata, Aku akan melakukannya. Maka beliau bersabda. "Jangan engkau lakukan. Sesungguhnya Ummu Syarik adalah seorang wanita yang banyak tamunya. Aku tidak suka kain tudungmu jatuh atau baju tersingkap dan kedua betismu sehingga kaum itu akan melihat auratmu. Tetapi, pindahlah ke putra pamanmu, ‘Abdullah bin Amr bin Ummi Maktum, seorang Ielaki dani Bani Fihr’, Fathimah pun pindah kepadanya.

Ketika masa iddahku berakhir, aku mendengar seruan seorang sahabat Rasulullah saw. "Marilah solah berjamaah” Maka aku pergi ke masjid dan solat bersama Rasulullah saw. pada barisan wanita yang berada tepat di belakang kaum itu. Setelah selesai solat, Rasulullah saw, duduk di mimbar. Sambil tersenyum beliau bersabda. "Hendaklah setiap orang tinggal di tempat salatnya. ’Selanjutnya beliau bersabda,’ Apakah kamu semua mengetahui sebab aku mengumpulkan kamu? Mereka menjawab, "Hanya Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. ’Beliau bersabda, 

“Sesungguhnya demi Allah, tidaklah aku kumpulkan kalian untuk sesuatu yang menggembirakan atau menakutkan kalian, namun aku kumpulkan kalian karena tamim Addari.” “Dahulu ia seorang nasrani yang kemudian datang berbaiat (memberikan sumpah setia) dan masuk islam serta mengabariku sebuah kisah yang kisah itu sesuai dengan apa yang pernah aku kisahkan kepada kalian tentang Al-Masih Ad-Dajjal.” Ia memberitakan bahwa ia naik kapal bersama 30 orang dari kabilah Lakhm dan Judzam. Ditengah perjalanan, mereka dipermainkan badai ombak hingga berada di tengah laut selama satu bulan sampai mereka terdampar di sebuah pulau di tengah lautan tersebut saat tenggelam matahari merekapun duduk di perahu-perahu kecil. 
Mereka pun memasuki pulau tersebut hingga menjumpai binatang yang berambut sangat lebat dan kaku hingga mereka tidak tahu mana kubul mana dubur karena demikian lebat bulunya.
” Merekapun berkata: “Celaka, kamu ini apa?

ia menjawab: “Aku adalah al-jassasah .

” Mereka mengatakan: “Apakah al jasasah itu ?.

Ia berkata: “Wahai kaum pergilah klian kepada seorang lelaki yang ada dalam rumah ibadah itu sesungguhnya ia sangat merindukan berita kalian!”

Berkata Tamim: “Ketika dia menyebutkan untuk kami seorang laki-laki, kami menjadi khawatir kalau-kalau binatang itu ternyata setan. Kamipun bergerak menuju kepadanya dengan cepat sehingga kami masuk ke tempat ibadah itu.” 
“Ternyata didalamnya ada orang yang paling besar yang pernah kami lihat, dan paling kuat ikatannya. Kedua tangannya terikat dengan leher, antara dua lutut dan dua mata kaki terikat dengan besi.”

Kami katakana kepadanya: “Celaka, kamu ini apa?” 
Ia menjawab: “Kalian telah mampu mengetahui tentang aku, maka beritakan kepadaku siapa kalian ini
Rombongan Tamim menjawab: “Kami ini orang-orang Arab kami menaiki kapal ternyata kami bertepatan mendapati laut sedang bergelombang luar biasa sehingga kami dipermainkan ombak selama satu bulan sampai hingga terdampar di pulamu ini. Kamipun naik perahu-perahu kecil memasuki pula ini dan bertemu dengan binatang yang sangat lebat dan kaku rambutnya tidak diketahui mana kubul dan mana dubur karena lebat rambutnya.
Kamipun mengatakan: “Celaka kamu, kamu ini apa?”

Ia menjawab: Aku adalah jasasah.

Kamipun bertanya: Apa itu Jassasah,

Ia malah berkata: Wahai kaum pergilah kalian kepada laki-laki yang ada dalam rumah ibadah itu sesungguhnya ia sangat merindukan berita kalian.
” Kami pun segera menuju kepadamu, kami khawatir kalau binatang itu ternyata setan

Lalu orang itu mengatakan: “Kabarkan kepadaku tentang pohon-pohon korma di Baisan

(Baisan ialah negeri yang terkenal sejak dahulu kala. Negeri ini berada dekat Syam Lama dan merupakan salah satu kota di Palestin.)

Kami mengatakan: Tentang apa engkau meminta beritanya ?” Dia berkata: “Aku bertanya kepada kalian tentang pohon korma apakah masih berbuah.”

Kami menjawab: iya Ia mengatakan: “Sesungguhnya hampir hampir dia tidak akan mengeluarkann buahnya.”

“Kabarkan pula kepadaku tentang danau/Tasik Thobariyah ?” tanya orang ini.

(Tasik Thabariyyah adalah tasik besar. Panjangnya adalah sepuluh batu dan lebarnya enam batu. Tasek itu dalam dan dapat dilayari kapal. Tetapi airnya semakin berkurangan. lkannya ditangkap daan airnya manis tawar. Jarak antara Tasik Thabariyyah dengan Bait al-Muqaddis lebih kurang 100 batu.)

Kami menjawab: “Tentang apa engkau meminta beritanya?”

“Apakah masih ada airnya, jawabnya.

Mereka menjawab: Danau itu banyak airnya

Dia mengatakan: Sesungguhnya hampir-hampir air akan hilang.

Kabarkan kepadaku tentang mata air Zughor

(Mata air Zughor adalah nama seorang perempuan yang dinisbatkan pada mata air ini).

Mereka mengatakan: Tentang apa kamu minta berita?

Apakah di mata air itu masih ada airnya? Dan apakah penduduk masih bertani dengan airnya? Jawab Dajjal

Kami menjawab: “Iya, mata air itu deras airnya dan penduduk bertani dengannya.”

Ia berkata: “Kabarkan kepadaku tentang nabi ummiyyin apa yang dia lakuakan ?”

Mereka menjawab: “Ia telah muncul dari Makkah dan tinggal di Yatsrib.”

Ia mengatakan: “Apakah orang-orang arab memeranginya?”

Kami menjawab: “Ya.” 
Ia mengatakan lagi: “Apa yang ia lakukan terhadap orang-orang Arab.”

Maka kami beritakan bahwa ia telah menang atas orang-orang arab dan mereka taat kepadanya Ia mengatakan: “Itu sudah terjadi?”

Kami katakan: “Ya.”

Ia mengatakan: “Sesungguhnya baik mereka untuk taat kepadanya.”

“Sekarang aku akan beritakan kepada kalian tentang aku: “Sesungguhnya aku adalah Al-Masih dan hampir-hampir aku diberi izin untuk keluar, hingga aku keluar lalu berjalan di bumi dan tidak kutinggalkan satu negeripun kecuali aku akan turun padanya dalam waktu 40 malam kecuali Mekah dan Thaybah, keduanya haram bagiku. 
Setiap kali aku akan masuk pada salah satu kota ini, malaikat menghadangku dengan pedang terhunus di tangan menghalangiku darinya dan sesungguhnya pada tiap celah ada para malaikat yang menjaganya.

Fatimah mengatakan: Maka Rasulullah saw bersabda dengan menusukkan tongkat di mimbar sambil mengatakan: “Inilah Thaiybah, Inilah Thaiybah, Inilah Thaiybah, yakni Kota Madinah.”

Apakah aku telah beritahukan kalian tentang hal itu ? 
Orang-orang menjawab: Iya 
Nabi berkata: Sesungguhnya cerita Tamim menakjubkanku, kisahnya sesuai dengan apa yang aku ceritakan kepada kalian tentang Dajjal serta tentang mekah dan madinah.

Ingat, sesungguhnya Dajjal ada dilautan Syam atau Yaman. Tidak, tapi dari arah timur. Ia tak berada di arah timur, ia tak berada di arah timur. Ia menunjukkan tangannya ke timur. 
Fathimah berkata:
Aku menghafal ini dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hubaib Al Haritsi telah menceritakan kepada kami Khalid bin Al Harits Al Hujaimi Abu Utsman telah menceritakan kepada kami Qurrah telah menceritakan kepada kami Sayyar Abu Al Hakam telah menceritakan kepada kami Asy Sya'bi berkata:
Kami memasuki kediaman Fahtimah binti Qais. Ia menyuguhkan kurma basah bernama kurma basah Ibnu Thab & memberi kami minum tepung halus, lalu kami bertanya padanya tentang wanita yg ditalak tiga, dimanakah ia menunggu masa 'iddahnya? 
Ia menjawab: Suamiku menceraikanku talak tiga lalu nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam mengizinkanku untuk menunggu masa 'iddahku bersama keluargaku. Ia berkata:
Kemudian shalat jamaah diserukan. Aku pergi bersama orang-orang. Aku berada dishaf wanita terdepan, tepat berada dibelakang shaf terakhir kaum lelaki. Aku mendengar nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam berkhutbah di atas mimbar, beliau bersabda:
Sesungguhnya keturunan pamannya Tamim Ad Dari naik perahu, ia menyebut hadits & ia menambahkan: Fathimah berkata:
Sepertinya aku melihat nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam menurunkan tongkat pendek beliau ke tanah, beliau bersabda:
Inilah Thaibah maksud beliau Madinah. Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Hulwani & Ahmad bin Utsman An Naufali keduanya berkata:
Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Jarir telah menceritakan kepada kami ayahku berkata:
Aku mendengar Ghailan bin Jarir menceritakan dari Asy Sya'bi dari Fathimah binti Qais berkata:
Tamim Ad Dari mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam lalu memberitahukan kepada beliau bahwa ia naik perahu lalu perahunya menggombang-ambingkannya hingga ia terdampar disuatu pulau. Ia masuk ke pulau untuk mencari air, ia bertemu seseorang yg menjulurkan rambutnya, ia menceritakan hadits ini. Ia menuturkan: Dajjal berkata:
Ingat, bila aku diizinkan keluar, aku akan melalui seluruh negeri selain Thaibah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam membawa Tamim keluar ke hadapan orang-orang lalu menyampaikan pada mereka, beliau bersabda:
Ini adl Thaibah & itu adl Dajjal. Telah menceritakan kepadaku Abu Bakr bin Ishaq telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Mughirah Al Hizami dari Abu Az Zinad dari Asy Sya'bi dari Fathimah binti Qais, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam duduk di atas mimbar lalu bersabda:
Wahai sekalian manusia, Tamim Ad Dari telah menceritakan kepadaku bahwa beberapa orang dari kaumnya berada di perahu milik mereka. Perahunya pecah lalu sebagaian dari mereka naik di atas salah satu lembaran kayu perahunya, mereka pergi menuju salah satu pulau dilautan. Lalu beliau menyebutkan hadits ini. [HR. Muslim].‎‎

[HR. Muslim dalam Kitab Asyroot As-Saa'ah, bab : Qishshoh Al-Jassasah (no. 2942), Abu Dawud dalam Kitab Al-Malaahim (4326), At-Tirmidziy dalam Kitab Al-Fitan (2253) dan Ibnu MajahKitab Al-Fitan (4074)]

Tentang al jassasah ini, Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan bahwa dinamakan al jassasah dikarenakan Binatang itu ditugaskan untuk tajasssus atau memata-matai dan menyelidiki untuk mencari berbagai berita yang akan diberikan kepada dajjal. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XVII hal 104)

Ibnu Manzhur Rahimahullah mengatakan bahwa al jassasah berada disuatu pulau ditengah laut memata-matai sambil mencari berita yang akan diberikan kepada dajjal.. sebagaimana disebutkan didalam hadits Tamim ad-Dari, yang mengatakan,

”Saya adalah al jassasah” yaitu binatang yang dilihat disuatu pulau ditengah laut. Dan dinamakan dengan nama itu dikarenakan binatang itu mencari berbagai berita untuk diberikan kepada dajjal." (Lisanul Arab juz VI hal 38)
Ibrah dan Renungan
Diantara tanda-tanda dekatnya waktu keluarnya Dajjal, berikut dekatnya kiamat: buah pepohonan korma negeri Baisanakan habis dan tak lagi berbuah, danau Thobariyyah akan meresap habis, dan mata air Zughor akan meresap kering kerontang, serta munculnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sebagai Rasul dari kalangan kaum ummi (buta huruf), yakni Quraisy untuk menyampaikan agama kepada manusia seluruhnya.  Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbaliy -rahimahullah- berkata, “Diantara perkara yang menunjukkan bahwa terutusnya Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- termasuk tanda kiamat bahwa beliau kabarkan tentang Dajjal dalam hadits Jassasah”. [Lihat Al-Hikam Al-Jadiroh bil Idza'ah (hal. 4)]
Di akhir zaman, Dajjal akan muncul dengan keluarbiasaan yang Allah berikan padanya sebagai fitnah (ujian) keimanan bagi manusia. Diantara keluarbiasaannya, ia mampu mengelilingi semua negeri, kecuali Makkah dan Madinah dalam waktu 40 hari. Tujuannya untuk memurtadkan manusia!! Maka berlindunglah kepada Allah dari fitnah Dajjal. Allahumma na’udzu bika min fitnatid dajjal.
Al-Imam Abu Zakariyya An-Nawawiy -rahimahullah- berkata, “Di dalam hadits ini terdapat keutamaan kota Madinah, keutamaan mendiaminya serta terjaganya kota Madinah dari thoo’uun (pes) dan Dajjal”. [Lihat Syarh Shohih Muslim (9/155)]

Pulau Socotra adalah sebuah pulau yang berada di kawasan Yaman. Pulau yang memiliki banyak keunikan ini terletak di 240 km sebelah timur Tanduk Afrika dan 380 km Selatan Jazirah Arab. Dunia menyebut pulau ini dengan berbagai julukan, dari pulau alien hingga pulau neraka.

Karena letaknya yang terpencil maka jarang sekali turis yang berwisata ke pulau Socotra, padahal banyak sekali keunikan dan keindahan yang dapat dinikmati di pulau ini.

Pulau Socotra kaya dengan flora dan fauna unik yang hingga saat ini belum ditemukan di tempat lain. Karena hal itu, Pulau ini pernah dicalonkan sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang baru. Selain itu UNESCO memberikan penghargaan kepada pulau ini sebagai salah satu Lokasi Warisan Dunia.

Berbagai teori mengemukakan bahwa pulau ini adalah tempat dimana Dajjal dikurung. Hal tersebut didukung oleh fakta bahwa keanehan alam di pulau ini sangat tidak biasa, ditambah lagi dengan adanya hadits ajaran Islam yang menyatakan bahwa tempat Dajjal dikurung adalah sebuah pulau di Laut Yaman.

Saat ini para ilmuwan berpendapat bahwa makhluk hidup yang ada di pulau Socotra adalah sejenis makhluk hidup yang berasal dari masa lampau dan belum pernah teridentifikasi sebelumnya. Menurut mereka, Pulau Socotra terbentuk sejak jutaan tahun lalu dengan kondisi yang sama seperti saat ini. Bentuk dan keberadaan pulau ini tidak pernah terganggu oleh pergerakan geologi dari wilayah bumi lainnya.

Karena sejak dahulu tidak terjamah, maka habitat di pulau ini menjadi bersifat endemik yaitu tidak ditemukan di daerah lain.

Dunia wisata menyebut pulau ini sebagai 'Dunia Yang Hilang". Di wilayah ini paling tidak ada 900 jenis tanaman aneh yang ditemukan. Salah satu flora aneh yang ditemukan disini adalah pohon Darah Naga (Dracanea Cinnabari).

Keanehan pohon Darah Naga ini terletak pada getahnya yang berwarna merah. Selain itu bentuknya yang seperti payung pun memang terlihat unik. Banyak yang menganggap bahwa getah pohon ini dapat dijadikan obat.

Selain itu masih banyak jenis flora lain yang belum ditemukan di tempat lain seperti pohon Delima Socotra, Dorstenia, dan pohon Dendrosicyos.

Tidak hanya tumbuh-tumbuhan, pulau Socotra juga kaya akan hewan yang cantik namun belum pernah ditemukan di tempat lain. Di antara berbagai hewan yang ditemukan tersebut mulai dari spesies burung, kepiting, hingga laba-laba yang langka.

Kaitan Pulau Socotra Dengan Dajjal
Dengan hadits tersebut diatas Rasulullah SAW kembali menyampaikan kabar bahwa Dajjal akan muncul dari arah timur Madinah. Melihat letak Pulau Socotra, berbagai flora-fauna dan keunikan alamnya, tempatnya yang terpencil dan tepat di laut Yaman, maka bukan tidak mungkin bahwa teori yang menyatakan Dajjal dikurung di pulau tersebut memang benar adanya.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

1 komentar: