Selasa, 21 Maret 2017

DENGAN MENINGGALKAN PERBUATAN DOSA MAMPU TAJAMKAN MATA BATIN

Di antara hukuman akibat dosa adalah tertutupnya hati, pendengaran, dan kaburnya penglihatan sehingga hati menjadi terkunci, tertutup, dan berkarat. Hati juga akan menjadi tidak teguh, tidak tajam pandangannya, dan suka bersiasat terhadap diri sendiri.

Dosa juga mengakibatkan hati lupa kepada Tuhan, lupa pada diri sendiri, dan meninggalkan keinginan menuju-Nya. Kemudian, hati menjadi sempit dan terluka seakan-akan ia membumbung tinjui di langit. Namun, semakin lupa akan kebenaran dan sakit itu pun semakin bertambah parah dan keras.


Para pembaca yang budiman, satu lagi diantara perkara yang akan membuat hati seseorang membatu adalah banyak melakukan dosa. Dosa yang dilakukan oleh seseorang (apalagi jika ia dosa besar) akan menyebabkan hati kita akan tertutupi oleh noda-noda maksiat dan dosa tersebut. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya,

كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka”.(QS. Al-Muthoffifin:14 ).

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيْئَةً نُكِتَتْ فِيْ قَلْبِهِ نُكْتَةً سَوْدَاءَ, فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيْدَ فِيْهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ

“Sesungguhnya orang yang beriman jika melakukan suatu dosa, maka dosa itu menjadi titik hitam di dalam hatinya. Jika dia bertaubat dan mencabut serta berpaling (dari perbuatannya) maka mengkilaplah hatinya. Jika dosa itu bertambah, maka titik hitam itupun bertambah hingga memenuhi hatinya.” [HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (3334), dan Ibnu Majah Sunan-nya (4244). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (1620)]

Hati yang ada pada diri setiap orang, ibarat tubuh seseorang. Tubuh itu kalau tidak mengenakan apa-apa, maka akan terasa ringan. Demikian pula hati, kalau sedikit kesalahannya, dan mudah tersentuh sehingga mudah meneteskan air mata.

Dosa yang dikerjakan oleh seseorang akan mematikan hati, sedang ketagihan dengannya akan membuat diri seorang hamba menjadi hina dina. Jika anda menginginkan hati ini hidup, maka hendaknya meninggalkan dosa, sebab itulah kehidupan hati. Oleh karena itu, setiap orang menginginkan hatinya hidup hendaknya ia menjauhi maksiat dengan sejauh-jauhnya, karena maksiat dan dosa itu seperti api yang akan membakar hati dan membinasakannya.

Waspadailah perbuatan dosa dan maksiat, karena akan merusak hati dan akan menutupnya sedikit demi sedikit. Sehingga semakin lama akan memadamkan cahaya hati, akalnya mati, dan berbalik semua keadaannya. Ia akan melihat kebatilan sebagai kebenaran dan kebenaran sebagai kebatilan. Ini semua sebagai hukuman dari perbuatan maksiat. Oleh karena itu, banyak dari kaum muslimin pada zaman sekarang yang kacau amaliahnya dan bertindak tanpa petunjuk yang benar dalam urusan sehari-hari mereka. Itu semua disebabkan dosa dan maksiat yang mereka lakukan. Sungguh, sangat benar yang difirmankan Allah ta’ala.

Firman Allah Swt.:

{إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ}

yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami, ia berkata, "Itu adalah dongengan-dongengan orang-orang yang dahulu.” (Al-Muthaffifin: 13)

Yakni apabila dia mendengar Kalamullah dari Rasul Saw., maka dia mendustakannya dan menuduhnya dengan prasangka yang buruk, maka dia meyakininya sebagai buat-buatan yang dihimpun dari kitab-kitab orang-orang yang terdahulu. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firmannya:

وَإِذا قِيلَ لَهُمْ مَاذَا أَنْزَلَ رَبُّكُمْ قالُوا أَساطِيرُ الْأَوَّلِينَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Apakah yang telah diturunkan Tuhan kalian?" Mereka menjawab, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu.” (An-Nahl: 24)

Dan firman-Nya:

وَقالُوا أَساطِيرُ الْأَوَّلِينَ اكْتَتَبَها فَهِيَ تُمْلى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (Al-Furqan: 5)

Maka disangggah oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam surat ini:

{كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (Al-Muthaffifin:14)

‌Yakni keadaannya tidaklah seperti apa yang mereka dugakan, dan tidak pula seperti apa yang dikatakan oleh mereka bahwa Al-Qur'an ini adalah dongengan orang-orang dahulu, bahkan Al-Qur'an itu adalah Kalamullah, dan wahyu-Nya yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Dan sesungguhnya hati mereka terhalang dari beriman kepada Al-Qur'an, tiada lain karena hati mereka telah dipenuhi dan tertutup oleh noda-noda dosa yang banyak mereka kerjakan. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (Al-Muthaffifin:14)

Ar-rain menutupi hati orang-orang kafir, dan al-gaimmenyelimuti hati orang-orang yang berbakti, sedangkan al-gain meliputi hati orang-orang yang terdekat (dengan Allah).

Ibnu Jarir, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui berbagai jalur dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

"إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْبًا كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ مِنْهَا صُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ زَادَ زَادَتْ، فَذَلِكَ قَوْلُ اللَّهِ: {كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

Sesungguhnya seorang hamba itu apabila melakukan suatu dosa, maka terjadilah noktah hitam di hatinya; dan apabila ia bertobat darinya, maka noktah itu lenyap dari hatinya dan menjadi cemerlang; dan apabila ia menambah dosanya lagi, maka bertambah pulalah noktahnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya; "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini kalau tidak hasan, sahih. Menurut lafaz yang ada pada Imam Nasai disebutkan seperti berikut:

"إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِت فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ، فَإِنْ هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ صُقِل قَلْبُهُ، فَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، فَهُوَ الرَّانُ الَّذِي قال الله: {كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

Sesungguhnya seorang hamba itu apabila berbuat suatu dosa, maka terjadilah suatu noktah hitam pada hatinya. Dan apabila dia menghentikan perbuatan dosanya, lalu memohon ampun kepada Allah dan bertobat, maka hatinya menjadi mengkilap lagi (bersih). Dan jika dia mengulangi perbuatan dosanya, noktah itu kembali lagi menutupi hatinya, hingga noktah itu menutupi seluruh hatinya (jika ia terus-menerus melakukannya). Itulah yang dimaksud dengan ar-ran yang terdapat di dalam firman-Nya, "Sekali-kali tidak (demikian) sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)

قَالَ أَحْمَدُ:حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ عَجْلان، عَنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِل قَلْبُهُ، فَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَذَاكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ فِي الْقُرْآنِ: {كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ} "

‌Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ajlan, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seorang mukmin itu apabila melakukan perbuatan dosa, terjadilah noktah hitam pada hatinya; dan jika ia bertobat dan kapok serta memohon ampun kepada Allah, maka hatinya kembali bersih mengkilap.Dan apabila dia menambah dosanya, maka bertambah pula noktah hitam itu hingga menutupi seluruh hatinya. Itulah yang dimaksud denganar-ran (kotoran) yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ar-ran ialah dosa di atas dosa sehingga membutakan hatinya dan hatinya mati. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid ibnu Jubair, Qatadah, dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya.

‌Maksiat merupakan sebab hancumya manusia di dunia maupun di akhirat. Hati seseorang yang bermaksiat akan menjadi keras serta akan merasakan sempit di dalam dadanya, dan ini madharatnya lebih parah bagi hati daripada racun bagi badan. Maka ketahuilah, bahwa semua penyakit dan kejelekan, sebab utamanya adalah dosa dan maksiat yang mengeluarkan seseorang dari kebahagiaan serta kenikmatan menuju kesedihan dan kesempitan.

Bukankah kejadian yang ada di muka bumi dari gempa bumi, gunung meletus, angin topan, tsunami, dan fenomena gerhana merupakan sebab perbuatan manusia sendiri dari maksiat dan dosa?! Dan tidaklah Allah mengirimkan tanda-tanda kebesaran-Nya melainkan untuk menakut-nakuti para hamba agar segera bertaubat.

Abdullah bin al-Mubarak mengatakan:

رَأَيْتُ الذنُوْبَ تُمِيْتُ القلُوبَ … وَقَدْ يُوْرِثُ الذلَّ إِدْمَانُهَا
وَتَرْكُ الذنُوْبَ حَيَاةُ القلُوْبِ … وَخَيْرٌ لِنَفْسِكَ عِصْيَانُهاَ

– Sungguh aku melihat dosa-dosa dapat mematikan hati
– Terus-menerus melakukannya akan mewariskan kehinaan
– Meninggalkan dosa adalah kehidupan hati
– Dan lebih baik bagi dirimu meninggalkannya

Dan apabila dosa sudah menutupi hati, ia akan menolak kebenaran dari manapun datangnya. Kemudian, semakin hari akan bertambah jauh dari Allah ta’ala. Dan apabila sudah jauh dari Allah, Allahta’ala akan menjauhinya. Karena seseorang bila jauh dari Allah, hatinya gelap penuh dengan kemurungan dan kerisauan. Ini semua disebabkan banyaknya dosa dan maksiat. Karena dosa akan menjerumuskan kepada dosa yang lain, sebagaimana amal shalih akan membawa amal shalih yang lain. Oleh karena itu, orang yang bermaksiat tidak selayaknya melihat seberapa besar dosa dan maksiat yang dikerjakannya saja, tetapi hendaknya melihat kepada siapa dia bermaksiat. Allah, yang memiliki alam semesta.

Banyak Berdzikir Kepada Allah ‘Azza wa Jalla

Ini merupakan suatu hal yang memperlambangkan kuatnya hubungan antara hati si hamba dengan Allah ‘azza wa jalla. Ini merupakan rangkaian terapi yang agung dalam mengupayakan bersihnya hati; yaitu banyak berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla. Ibnu Taimiyyah pernah ditanya mengenai amalan yang paling utama; beliau berkata: “Adapun amalan yang utama adalah dzikir kepada Allah ‘azza wa jalla; ini seperti sudah menjadi ijmak di antara umat ini. ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam bahwa beliau bersabda:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ تَعَاطِي الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَمِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ غَدًا فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Maukah kalian aku beritahukan amalan kalian yang terbaik, amalan yang paling harum di sisi Allah ‘azza wa jalla Penguasa kalian, dan yang paling tinggi untuk derajat kalian, juga lebih baik bagi kalian dari pada memiliki emas dan perak, juga lebih baik daripada kalian berjumpa dengan musuh esok lalu kalian pun menebas leher mereka dan merekapun menebas leher kalian? Mereka menjawab: Mau wahai Rosulallah. Beliau bersabda: Yaitu dzikir kepada Allah ‘azza wa jalla Azza Wa Jalla.” (HR. Ahmad dan lainnya).

Dan cukuplah kiranya bahwa hati yang bersih nan suci penuh dengan denyut kehidupan yang positif, tidak sama dengan orang yang tidak suka berdzikir, di mana hatinya pun bagaikan orang mati saja. Seperti dalam hadits:

مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِى يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ وَالْبَيْتِ الَّذِى لاَ يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ مَثَلُ الْحَىِّ وَالْمَيِّتِ

“Perumpamaan rumah yang disebut Allah ‘azza wa jalla di dalamnya dan rumah yang tidak disebut nama Allah ‘azza wa jalla di dalamnya, seperti halnya perumpaan orang yang hidup dan mati”. (HR. Muslim)

Namun secara psikis, qalbdimaknai sebagai sifat atau kualitas dalam diri manusia yang cenderung berubah-ubah, tidak tetap dan tidak konsisten. Qalbdapat memberi pertimbangan dan pengambilan keputusan yang baik atau yang buruk. Karena itulah, salah satu do'a yang sering dibaca oleh Nabi Muhammad saw. selepas shalat adalah sebagai berikut:

          اللهمّ يا مقلب القلوب ثبّت قلبي على دينك. اللهمّ مصرّف القلوب صرّف قلوبنا على طاعتك  رواه مسلم عن عمرو بن العاص.

            Artinya: "Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah kami untuk tetap (mengikuti) agama-Mu. Ya Allah, Dzat yang membuat hati berpaling, kokohkanlah hati kami untuk senantiasa taat kepada-Mu." (HR. Muslim).

Ma’rifat adalah tingkat penyerahan diri kepada Allah secara berjenjang, secara tingkat demi setingkat sehingga sampai kepada tingkat keyakinan yang kuat. Orang yang memiliki ilmu ma’rifat dianggap sebagai orang yang “ARIF” karena ia selalu senantiasa memikirkan dalam-dalam tentang segala macam liku-liku kehidupan di dunia ini.

Oleh karena itu jika kita bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu ma’rifat, maka akan meraih suatu nilai plus dari allah swt.yaitu ” KAROMAH”

Karomah adalah keistimewaan yang tidak dimiliki orang awam. Bentuk karomah tersebut adalah mata hati kita menjadi mawas dan indra keenam kita menjadi tajam. Jika indra keenam menjadi tajam, maka kita akan di anugrahi sebuah keistimewaan oleh allah yang dapat mengetahui sesuatu yang tersembunyi di balik peristiwa.

Orang yang mata hatinya dan indra keenamnya tajam, maka ia dapat masuk ke dalam hal-hal yang dianggap ghaib (tersembunyi). Orang yang arif (memiliki ilmu ma’rifat), suka memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah dengan mata kepalanya, kemudian ia merenungkan dengan mata hatinya.

Orang ma’rifat jika melakukan sesuatu atau memutuskan sesuatu menggunakan nuraninya daripada hawa nafsunya.

Ia tahu betul, apakah hawa nafsu yang mempengaruhi dirinya atau nuraninya yang berkata. Oleh karena itu, orang yang sudah menduduki tingkat ini, selalu tajam indera keenamnya. Ia tahu sesuatu yang merugikan bagi dirinya meskipun tampak seakan-akan menguntungkan. Ia pun tahu apa yang menguntungkan, meskipun seakan-akan nampak seperti merugikan.

Maka, jangan heran, kadang-kadang orang awam memandang sesuatu itu baik dan menguntungkan, namun bagi orang yang ma’rifat (orang yang tajam indera keenamnya), dipandang sebagai sesuatu yang membahayakan.

Melihat kebaikan dan keburukan dengan mata kepala saja tidak akan dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya. Sesuatu yang baik/elok dipandang mata kadang-kadang hanyalah tipuan belaka.

Begitupun juga sebaliknya,Sesuatu yang buruk dipandang mata, kadang-kadang tersimpan sesuatu yang menguntungkan. Maka betapa pentingnya jika kita berlatih (mentarbiyah) untuk mempertajam mata hati dan indera keenam.

Buta mata belum tentu membahayakan bagi kehidupan kita. Karena banyak orang yang buta penglihatannya (matanya), tetapi masih mampu melakukan sesuatu yang terbaik bagi dirinya. Bahkan ia mempunyai keistimewaan, yakni lebih mawas dari pada kita yang memiliki mata normal. Namun jika mata hati telah buta, maka pertanda hancurlah kehidupan kita, baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.

Orang yang buta hatinya, seringkali merasa kecewa dalam menghadapi liku-liku kehidupannya, karena ia sering gagal dalam mengambil keputusan. Keputusannya lebih banyak meleset. Sebab, yang digunakan untuk mengambil keputusan lebih didasarkan pada penglihatan mata dan akal yang dipenuhi hawa nafsu. Jadinya, ia kurang cermat dan kurang hati-hati. Ia mudah terkecoh dengan fatamorgana serta khayalan-khayalannya sendiri.

“Dan barang siapa yang buta mata hatinya di dunia ini, maka buta pula di akhirat, jauh tersesat jalannya.”

“Sesungguhnya, bukan matanya yang buta, tetapi mata hatinyalah yang buta, yang berada di rongga dadanya.”
Oleh karena itu, betapa pentingnya kita mempelajari ilmu ma’rifat. Dengan ilmu ma’rifat, hati dan alam bawah sadar kita terhindar dari ”kebutaan”. Hati kita menjadi jernih sehingga setiap af’al dan aqual kita selaras dengan tatanan dan tuntunan.

Orang yang ma’rifat, selalu berprasangka baik kepada siapapun. Ia juga selalu berprasangka baik kepada Allah swt. Tidak pernah berkeluh kesah dalam hidupnya. Ia selalu merasa dekat kepada Allah. Selalu merasa cinta, penuh harapan dan hatinya terasa senantiasa tenteram.

Ilmu ma’rifat mengantarkan kita kepada suasana hati ikhlas dalam berbuat apa saja, lebih-lebih beribadah kepada Allah. Ibadahnya dilakukan tanpa mengharap pahala/ganjaran dan tanpa keinginan dipuji orang lain.

Orang-orang ma’rifat menganggap jika perbuatan dilakukan tidak dengan ikhlas, tetapi dengan mengharapkan pahala/ganjaran, maka akan mengotori jiwanya. Jika jiwa kotor, hati akan berdebu. Bila hati berdebu berarti mata batin dan indera keenam telah buta.

Golongan orang-orang ini selalu menjaga hatinya dan alam bawah sadarnya agar tidak tercemar oleh debu-debu yang dapat membutakan. Karena itu, suasana hati orang-orang ma’rifat selalu tenteram karena selalu berprasangka baik (husnuddzon) kepada siapa pun, tidak membenci, tidak dendam-tidak iri hati- tidak sombong dan tidak riyak.

Sebab, sederetan penyakit semisal sombong, benci, dendam, iri hati dan sebagainya merupakan letupan emosi, bukan nurani yang berbicara, melainkan nafsu keserakahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar