Jumat, 19 Mei 2017

Hakikat Pengorbanan Dalam Menggapai Ridho Alloh

Pengorbanan berasal dari kata kurban, sedang kurban sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yaitu dari; qaruba – yaqrubu –
qurbanan yang berarti dekat.

Sedangkan menurut istilah berarti mempersembahan sesuatu yang dimiliki kepada wujud yang dicintai demi meraih kedekatan.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran

Firman Allah Swt.:

{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ}

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah. (Al-Baqarah: 207)

Allah menyebutkan sifat orang-orang mukmin yang terpuji. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah. (Al-Baqarah: 207)
Menurut Ibnu Abbas, Anas, Sa'id ibnul Musayyab, Abu Usman An-Nahdi, Ikrimah, dan sejumlah ulama lainnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Suhaib ibnu Sinan Ar-Rumi. Demikian itu terjadi ketika Suhaib telah masuk Islam di Mekah dan bermaksud untuk hijrah, lalu ia dihalang-halangi oleh orang-orang kafir Mekah karena membawa hartanya. Mereka mempersyaratkan 'jika Suhaib ingin hijrah, ia harus melepaskan semua harta bendanya, maka barulah ia diperbolehkan hijrah'. Ternyata Suhaib bersikeras hijrah, dan melepas semua harta bendanya, demi melepaskan dirinya dari cengkeraman orang-orang kafir Mekah; maka ia terpaksa menyerahkan harta bendanya kepada mereka, dan ikut hijrah bersama Nabi Saw. Lalu turunlah ayat ini, dan Umar ibnul Khattab beserta sejumlah sahabat lainnya menyambut kedatangannya di pinggiran kota Madinah, lalu mereka mengatakan kepadanya, "Alangkah beruntungnya perniagaanmu." Suhaib berkata kepada mereka, "Demikian pula kalian, aku tidak akan membiarkan Allah merugikan perniagaan kalian dan apa yang aku lakukan itu tidak ada apa-apanya." Kemudian diberitakan kepadanya bahwa Allah telah menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut.

Menurut suatu riwayat, Rasulullah Saw. bersabda kepada Suhaib:

"ربِح الْبَيْعُ صُهَيْبُ، رَبِحَ الْبَيْعُ صُهَيْبُ"

Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya.

قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بن رُسْتَة، حدثنا سليمان ابن دَاوُدَ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضَبَعي، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ، عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ: لَمَّا أردتُ الْهِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ لِي قُرَيْشٌ: يَا صهيبُ، قَدمتَ إِلَيْنَا وَلَا مَالَ لك،وَتَخْرُجُ أَنْتَ وَمَالُكَ! وَاللَّهِ لَا يَكُونُ ذَلِكَ أَبَدًا. فَقُلْتُ لَهُمْ: أَرَأَيْتُمْ إِنْ دَفَعْتُ إِلَيْكُمْ مَالِي تُخَلُّون عَنِّي؟ قَالُوا: نَعَمْ. فدفعتُ إِلَيْهِمْ مَالِي، فخلَّوا عَنِّي، فَخَرَجْتُ حَتَّى قدمتُ الْمَدِينَةَ. فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "رَبح صهيبُ، رَبِحَ صُهَيْبٌ" مَرَّتَيْنِ

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Rustuh, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulai-man Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Suhaib yang menceritakan: Ketika aku hendak hijrah dari Mekah kepada Nabi Saw. (di Madinah), maka orang-orang Quraisy berkata kepadaku, "Hai Suhaib, kamu datang kepada kami pada mulanya tanpa harta, sedangkan sekarang kamu hendak keluar meninggalkan kami dengan harta bendamu. Demi Allah, hal tersebut tidak boleh terjadi selamanya." Maka kukatakan kepada mereka, "Bagaimanakah menurut kalian jika aku berikan kepada kalian semua hartaku, lalu kalian membiarkan aku pergi.? Mereka menjawab, "Ya, kami setuju." Maka kuserahkan hartaku kepada mereka dan mereka membiarkan aku pergi. Lalu aku berangkat hingga sampai di Madinah. Ketika berila ini sampai kepada Nabi Saw., maka beliau bersabda, "Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya, Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya," sebanyak dua kali.

Hammad ibnu Salamah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa Suhaib berangkat berhijrah untuk bergabung dengan Nabi Saw. (di Madinah), lalu ia dikejar oleh sejumlah orang-orang Quraisy. Maka Suhaib turun dari unta kendaraannya dan mencabut anak panah yang ada pada wadah anak panahnya, lalu ia berkata, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling mahir dalam hal memanah di antara kalian semua. Demi Allah, kalian tidak akan sampai kepadaku hingga aku melemparkan semua anak panah yang ada pada wadah panahku ini, kemudian aku memukul dengan pedangku selagi masih ada senjata di tanganku. Setelah itu barulah kalian dapat berbuat sesuka hati kalian terhadap diriku. Tetapi jika kalian suka, aku akan tunjukkan kepada kalian semua harta bendaku dan budak-budakku di Mekah buat kalian semua, tetapi kalian jangan menghalang-halangi jalanku." Mereka menjawab, "Ya."  Ketika Suhaib datang ke Madinah, maka Nabi Saw. bersabda:Beruntunglah jual belinya. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa sehubungan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 207)

Menurut kebanyakan mufassirin, ayat ini diturunkan berkenaan dengan semua mujahid yang berjuang di jalan Allah. Seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:

{إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah: 111)

Ketika Hisyam ibnu Amir maju menerjang kedua sayap barisan musuh, sebagian orang memprotes perbuatannya itu (dan mengatakan bahwa ia menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan). Maka Umar ibnul Khattab dan Abu Hurairah serta selain keduanya membantah protes tersebut, lalu mereka membacakan ayat ini: Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 207)

Surah At Taubah ayat 99;

وَمِنَ اْلاَعْرَابِ مَنْ يُّؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلاخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبتٍ عِنْدَ اللهِ وَصَلَوتِ الرَّسُوْلِ قلى اَلآ اِنَّهَا قُرْبَةُ لَّهُمْ قلى سَيُدْخِلُهُمُ اللهُ فِيْ رَحْمَتِهقلى اِنَّ اللهَ غَفُرٌ رَّحِيْمٌ ع

Dan diantara orang-orang Arab gurun itu ada yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan menganggap apa yang dinafkahkannya itu sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai penarik doa-doa Rasul. Ingatlah memang itulah salah satu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri kpd Allah. Allah pasti akan segera memasukkan mereka kedlm rangkuman rahmatNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. [At Taubah 9:99]

Allah SWT sebenarnya tidaklah membutuhkan pengorbanan kita, tetapi kita sendiri yang akan meraih manfaat dari pengorbanan itu. Dan pengorbanan yang kita lakukan juga bisa dalam berbagai bentuk, seperti pengorbanan dalam bentuk harta, waktu, tenaga, pemikiran atau bahkan nyawa  sekalipun. Tetapi yang jadi pertanyaan, dari itu semua apakah pernah kita lakukan semuanya atau salah satunya?  Jika kita memang belum melakukannya atau baru sedikit kita melakukan pengorbanan, mungkin kita perlu tahu apa sebenarnya hakikat ruh pengorbanan.

Hakikat Ruh Pengorbanan

Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surah Ali Imran ayat 31;

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذَنُوْبَكُمْط وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, kemudian Allah akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa-dosamu’. Dan Allah maha Pengampun, Maha Penyayang. [Ali Imran 3:32]

Ayat yang mulia ini menilai setiap orang yang mengakui dirinya cinta kepada Allah, sedangkan sepak terjangnya bukan pada jalan yang telah dirintis oleh Nabi Muhammad Saw.; bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang dusta dalam pengakuannya, sebelum ia mengikuti syariat Nabi Saw. dan agama yang dibawanya dalam semua ucapan dan perbuatannya. Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»

Barang siapa yang melakukan suatu amal perbuatan yang bukan termasuk tuntunan kami, maka amalnya itu ditolak.

Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ

Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian. (Ali Imran: 31)
Yakni kalian akan memperoleh balasan yang lebih daripada apa yang dianjurkan kepada kalian agar kalian mencintai-Nya, yaitu Dia mencintai kalian. Kecintaan Allah kepada kalian dinilai lebih besar daripada yang pertama, yaitu kecintaan kalian kepada-Nya. Seperti yang  dikatakan oleh  sebagian ulama  yang  bijak,  bahwa  duduk perkaranya bukanlah bertujuan agar kamu mencintai, melainkan yang sebenarnya ialah bagaimana supaya kamu dicintai.

Al-Hasan Al-Basri dan lain-Lainnya dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa ada segolongan kaum yang menduga bahwa dirinya mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian." (Ali Imran: 31)

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ الطَّنافِسي، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى بْنِ أَعْيَنَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَهَلِ الدِّينُ إِلَّا الْحُبُّ والْبُغْضُ؟ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ}

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa ibnu Abdul A'la ibnu A'yun, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada lain (ajaran) agama itu melainkan cinta karena Allah dan benci karena Allah.Allah Swt. berfirman: Katakanlah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku." (Ali Imran: 31)
Abu Zur'ah (yakni Abdul A'la) mengatakan bahwa hadis ini munkar.

Hakikat ruh pengorbanan adalah kecintaan, kecintaan menjadi landasan dari setiap unsur untuk memperoleh keberhasilan dalam pengorbanan. Allah SWT mencintai hamba Nya yang selalu mencintai Nya dan membuktikannya dengan mencintai orang-orang yang dicintai Nya. Pengorbanan menjadi salah satu sarana untuk membuktikan cinta hamba kepada Allah SWT, yaitu dengan jalan mengabdikan dirinya kepada utusan Nya. Dimana pengorbanan sudah dijalankan dengan dilandasi cinta, maka segala apa yang ada pada diri hamba Nya akan diserahkan kepada Nya dengan penuh keikhlasan.

Pengorbanan menjadi pembuktian seberapa besar kecintaan kita, tentunya sangat disangsikan manakala kita mengaku mencintai sesuatu tetapi ketika dituntut berkorban justru enggan melakukannya. Lihatlah kisah romantika Romeo & Juliet atau kalau di Jawa Parno & Jumiyem, bagaimana mereka rela mengorbankan nyawanya demi orang yang mereka cintai. Lantas bagaimana dengan kita, apakah tuntutan pengorbanan yang diminta dalam Agama kita sudah kita penuhi?

WALLOHUL WALIYYUT TAUFIQ ILA SABILUL HUDA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar