Minggu, 16 Juli 2017

Hafalan Shohabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu Dalam Hadits Dan Selainnya

Abdurahman bin Sakhr merupakan nama asli dari sahabat yang akrab kita dengar dengan Abu Hurairah. Beliau di panggil Abu Hurairah  karena di waktu kecil ia di perintahkan untuk mengembala beberapa ekor kambing milik keluarganya, di sela sela ia mengembala kambing  Abu Hurairah selalu bermain dengan kucing kecilnya di saat siang hari dan jika malam sudah tiba, kucing tersebut di letakkan di atas pohon lalu  Abu Hurairah pulang kerumahnya. Kebiasaan ini berjalan terus sampai teman sebayanya memanggilnya dengan Abu Hurairah yang berarti si pemilik kucing kecil.

Tempat Asal Abu Hurairah

Abu Hurairah seorang sahabat yang lahir di daerah Ad Daus Yaman, daerah yang mulanya selalu menentang risalah kenabian Muhammad Shallahu Alaihi wa Sallam, sampai datanglah seorang sahabat bernama Thufail bin Amru Ad Dausi  Radhiallahu anhu yang pernah bertemu Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa Sallam dan mengikrarkan islamnya sebelum hijrahnya Nabi Shallahu Alaihi wa Sallam ke Madinah.

Tufail bin ‘Amru Ad Dausi yang mendakwahkan Islam kepada kaumnya Ad Daus, namun tidak ada dari kota Ad Daus yang menerima Islam kecuali satu orang yaitu Abu Hurairah Radhiallahu anhu.

Pada awal tahun ke tujuh hijriah diumurnya yang ke dua puluh enam, tekad Abu Hurairah Radhiallahu anhu untuk hijrah dari negrinya menuju Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bulat, dengan perbekalan yang seadanya tak membuat Abu Hurairah Radhiallahu anhu mundur, bahkan ia pernah bersyair saat tiba di Madinah,

يا ليلة من طولها و عنائها

على أنها من دارة الكفر نجت

Wahai malam yang panjang serta melelahkan, namun saat itulah aku terselamatkan dari negri kafir.

Tetapi tibanya beliau di malam itu tidak dapat di sambut dengan Rasulullah dan para sahabat besar karena mereka semua sedang berada di medan perang Khaibar.

Sampailah waktu Subuh, kemudian para sahabat berkumpul untuk melaksanakan shalat subuh yang di pimpin oleh Siba bin Urfutoh Radhiallahu anhu  yang telah di tunjuk oleh Rasulullah menjadi imam kala Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam  berperang saat itu.

Setelah shalat subuh selesai tak lama terdengar suara suara yang menandakan tibanya tentara kaum Muslimin berserta panglimanya yaitu Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam , sebagaimana biasanya Rasulullah langsung menuju masjid shalat dua rakaat dan menemui beberapa sahabat, kemudian di lihatlah oleh Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam seseorang yang mempunyai kulit agak gelap, lebar pundaknya serta memiliki celah diantara dua gigi depannya dan langsung membaiat Rasulullah. Kemudian, Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam mengatakan,

ممن أنت ؟ قلت : من دوس، قال: ما كنت أرى في دوس احدا فيه خير

“Dari mana engkau?”, Abu Hurairah menjawab, “Aku berasal dari Ad Daus”, Rasulullah mengatakan, “Sungguh aku dulu tidak menyangka ada kebaikan di  Daus”.

Kehidupan Awal Di Madinah

Abu Hurairah yang merupakan tamu baru di kota Madinah, juga dikenal pada saat itu seorang sahabat yang sangat miskin, keputusan ia berhijrah dari yaman ke tanah Madinah membuatnya kehilangan harta harta yang ia miliki di yaman. Namun, kaum muslimin saat itu telah menyediakan tempat untuk tamu Allah yang  tidak mempunyai harta dan keluarga. Mereka akan di tempatkan di masjid, seraya belajar Islam kepada Rasulullah Shallahu’Alaihi wa Sallam .

Ahlu suffah merupakan sebutan untuk mereka para penghuni masjid Nabawi saat itu, dan sahabat Abu Hurairah merupakan orang yang paling fakih di antara ahlu Suffah yang lain, karena jarangnya ia absen dalam mendengarkan Rasullah saat menyampaikan pelajaran.

Para Ahlu Suffah mendapatkan makanan jika Rasulullah mendapatkan makanan, dan mereka juga tak makan jika keluarga Rasulullah tak makan  maka laparnya Ahlu Suffah berarti laparnya Rasulullah serta keluarganya Shallahu Alaihi wa aalihi wa Sallam.

Kemiskinan Abu Hurairah

Abu Hurairah merupakan seorang sahabat yang sangat sabar dengan apa yang Allah  timpahkan, kemiskinannya membuat benar-benar ia tak asing lagi dengan rasa lapar yang selalu hadir hampir di setiap harinya, ia tak asing dengan batu yang selalu mengikat perutnya, bahkan ia pernah mengatakan, “Aku pernah merasakan lapar sampai aku ingin pingsan, kemudian agar aku mendapatkan makanan, aku berpura-pura seperti  orang yang kejang diantara mimbar Rasul dan rumah Aisyah sampai orang-orang datang kepadaku kemudian meruqyaku, aku langsung mengangkat kepalaku lalu aku katakan,

ليس الذي ترى، إنما هو الجوع

“Ini bukan yang seperti kalian lihat (kejang karena kesurupan,pent-) namun aku begini karena lapar”.

Kelaparan Bersama Abu Bakar, Umar dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam

Dikisahkan bahwa Abu Hurairah di suatu hari telah mengikat dengan keras perutnya dengan batu agar tidak terasa lapar yang menusuk, demi mendapatkan makanan, beliau duduk di jalan yang biasa di lewati oleh para sahabat.

Tak lama berselang lewatlah Sahabat yang mulia Abu Bakar Radhiallahu Anhu di hadapan Abu Hurairah, maka langsung Abu Hurairah menghampiri Abu Bakar bertanya-tanya tentang masalah agama, namun di dalam pertanyaan tersebut Abu Hurairah berharap pertanyaan yang ia layangkan dapat membawanya diundang makan bersama Abu Bakar, namun tidak seperti yang di harapkan, lalu berpisahlah mereka berdua.

Kemudian lewatlah Al Faruq Umar bin Khattab Radhiallahu Anhu , maka Abu Hurairah Radhiallahu Anhu  melakukan apa yang ia lakukan bersama Abu Bakar dengan harapan yang sama, namun tidak juga seperti yang di harapkan. Kedua sahabat yang mulia itu tidak mengetahui maksud dari Abu Hurairah.

Berikutnya, lewatlah manusia yang paling mulia Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam , melihat Abu Hurairah yang sedang duduk-duduk di jalan, Rasulullah mengetahui bahwa sahabatnya itu sedang kelaparan, lalu Rasulullah memanggil Abu Hurairah untuk datang kerumahnya, ternyata di dapati di dalam rumah Rasulullah hadiah berupa satu bejana susu. Kemudian Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam  berkata, “Abu hurairah panggilah para ahli suffah”. Mendengar perintah tersebut abu hurairah pergi memanggil ahli suffah sambil berkata dalam hatinya, “kenapa tidak saya dikasih minum dulu, jika telah datang ahlu suffah maka akan habis susu itu, tapi biarlah kelaparan ku ini tak menghalangi ku untuk taat kepada Allah dan RasulNya”.

Datanglah Ahlu Suffah dengan perasaan senang menyambut panggilan, begitu mereka duduk, Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam  memerintahkan Abu Hurairah untuk menuangkan kepada setiap ahlu suffah susu tersebut sampai semua kenyang. Maka tak tersisa lagi yang kelaparan pada saat itu kecuali Abu Hurairah dan Rasulullah, kemudian Rasulullah senyum sambil melihat bejana susu lalu melihat kepada Abu Hurairah yang kelaparan,

“ wahai Abu hurairah tinggal tersisa aku dan kamu”,

Abu Hurairah menjawab, “benar wahai Rasulullah”,

Rasulullah berkata, “minumlah”

Abu Hurairah berkata, dan akupun langsung meminumnya, dan tidaklah Rasulullah memerintahkan ku untuk terus meminum susu tersebut sampai aku tidak mendapatkan ruang kosong dalam lambungku, setelah aku kenyang barulah Rasulullah meminum susunya".

Subhanallah, terllihat sekali kelembutan, kebaikan, kepedulian Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam  kepada para sahabatnya, dan lihatlah ketaatan Abu Hurairah Radhiallahu Anhu  akan perintah Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam .

حدثنا أحمد بن أبي بكر أبو مصعب قال: حدثنا محمد بن إبراهيم بن دينار، عن ابن أبي ذئب، عن سعيد المقبري، عن أبي هريرة قال : قلت: يا رسول الله، إني أسمع منك حديث كثيرا أنساه؟ قال: (أبسط رداءك). فبسطته، قال: فغرف بيديه، ثم قال: (ضمه) فضممته، فما نسيت شيئا بعده.

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abi Bakr Abu Mush’ab, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ibraahiim bin Diinaar, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah, ia berkata : Aku berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendengar banyak hadits darimu, namun (saat ini) aku lupa”. Beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Bentangkanlah selendangmu !’. Akupun kemudian membentangkan kain selendangku. Lalu beliau menggerakkan tangannya seakan-akan menciduk sesuatu, kemudian bersabda :‘Tangkupkanlah ia’. Aku pun menangkupkannya. Semenjak itu aku tidak pernah melupakan sesuatu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 119].

Muslim meriwayatkan dengan lafadh :

فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم "من يبسط ثوبه فلن ينسى شيئا سمعه مني" فبسطت ثوبي حتى قضى حديثه. ثم ضممته إلي. فما نسيت شيئا سمعته منه.

“Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :‘Barangsiapa yang membentangkan pakaiannya, niscaya ia tidak akan lupa sedikitpun apa-apa yang ia dengar dariku’. Maka aku (Abu Hurairah) pun membentangkan pakaianku hingga beliau selesai bersabda. Kemudian aku lipat/tangkupkan pada diriku. (Semenjak saat itu), aku tidak lupa terhadap apa-apa yang aku dengardari beliau” [Shahih Muslim no. 2492].

Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

وفي هذين الحديثين فضيلة ظاهرة لأبي هريرة ومعجزة واضحة من علامات النبوة، لأن النسيان من لوازم الإنسان، وقد اعترف أبو هريرة بأنه كان يكثر منه ثم تخلف عنه ببركة النبي صلى الله عليه وسلم.

“Dalam dua hadits ini terdapat keutamaan nyata yang ada pada diri Abu Hurairah, serta mu’jizat yang jelas dari tanda-tanda kenabian. Hal itu dikarenakan, sifat lupa adalah sesuatu yang biasa terjadi pada diri manusia. Abu Hurairah sendiri mengakui bahwa dirinya dulu mempunyai banyak sifat lupa, kemudian hal ini hilang dikarenakan barakah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Fathul-Baariy, 1/215].

Kemudian beliau (Ibnu Hajar) melanjutkan :

وفي المستدرك للحاكم من حديث زيد بن ثابت قال: "كنت أنا وأبو هريرة وآخر عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال: "ادعوا." فدعوت أنا وصاحبي وأمن النبي صلى الله عليه وسلم، ثم دعا أبو هريرة فقال: اللهم إني أسألك مثل ما سألك صاحباي، وأسألك علما لا ينسى. فأمن النبي صلى الله عليه وسلم فقلنا: ونحن كذلك يا رسول الله، فقال: "سبقكما الغلام الدوسي".

“Dan dalam Al-Mustadrak karangan Al-Haakim dari hadits Zaid bin Tsaabit ia berkata : ‘Aku, Abu Hurairah, dan seorang yang lain pernah berada di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda : ‘Berdoalah kalian’. Aku dan temanku pun berdoa, sementara Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengaminkannya. Kemudian Abu Hurairah berdoa : ‘Ya Allah, sesunguhnya aku memohon kepada-Mu semisal apa yang dimohonkan oleh dua orang shahabatku ini. Dan aku memohon kepada-Mu ilmu yang tidak pernah aku lupakan’. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengaminkannya. Kami pun berkata : ‘Dan kami pun memohon seperti itu juga wahai Rasulullah’. Beliau menjawab : ‘Anak dari suku Daus itu telah mendahului kalian berdua” [idem].

Adz-Dzahabiy rahimahullah berkata :

حماد بن زيد: حدثني عمرو بن عبيد الانصاري: حدثني أبو الزعيزعة كاتب مروان: أن مروان أرسل إلى أبي هريرة، فجعل يسأله، وأجلسني خلف السرير، وأنا أكتب، حتى إذا كان رأس الحول، دعابه، فأقعده من وراء الحجاب، فجعل يسأله عن ذلك الكتاب، فما زاد ولا نقض، ولا قدم ولا أخر.
قلت: هكذا فليكن الحفظ.

“(Berkata) Hammad bin Zaid : Telah menceritakan kepadaku ‘Amr bin ‘Ubaid Al-Anshaariy : Telah menceritakan kepadaku Abuz-Zu’aizi’ah, sekretaris Marwaan : Bahwasannya Marwaan pernah mengutusnya seseorang kepada Abu Hurairah untuk menanyakan sesuatu. Ia (Marwaan) menyuruhku duduk di belakang pembaringan, dan aku menulis (apa yang ia tanyakan kepada Abu Hurairah). Hingga datang awal tahun berikutnya, Marwaan memanggil Abu Hurairah dan menyuruhnya duduk di balik hijab. Lalu ia bertanya kepada Abu Hurairah tentang isi tulisan (yang dulu pernah ia tanyakan kepadanya). Tidaklah Abu Hurairah menambahkan, mengurangi, mendahulukan, dan mengakhirkan isi tulisan tersebut.

Aku (Adz-Dzahabiy) berkata : Begitulah yang seharusnya (yang dilakukan dalam) menghapal” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 2/598].

Adz-Dzahabiy rahimahullah mensifati Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu sebagai :

الامام الفقيه المجتهد الحافظ، صاحب رسول الله صلى الله عليه وسلم، أبو هريرة الدوسي اليماني.
سيد الحفاظ الاثبات.

“Al-imam, al-faqih, al-mujtahid, al-haafidh, salah seorang shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Abu Hurairah Ad-Dausiy Al-Yamaaniy. Penghulu penghapal hadits yang terpercaya” [idem, 2/578].

وقد كان أبو هريرة وثيق الحفظ، ما علمنا أنه أخطأ في حديث.

“Abu Hurairah adalah orang yang terpercaya dalam hapalannya. Kami tidak pernah mengetahuinya salah dalam (meriwayatkan) hadits” [idem, 2/621].

عن بن عمر أنه قال لأبي هريرة : يا أبا هريرة أنت كنت ألزمنا لرسول الله صلى الله عليه وسلم وأحفظنا لحديثه

Dari Ibnu ‘Umar, bahwasannya ia pernah berkata kepada Abu Hurairah : “Wahai Abu Hurairah, engkau adalah orang yang paling sering mendampingi (bersama) Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam dan paling hapal hadits beliau di antara kami” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3836, Ahmad 2/2, ‘Abdurrazzaq no. 6270, Al-Haakim 3/510, dan Ibnul-Atsir dalam Usudul-Ghaabah 6/320. At-Tirmidziy berkata : “Hadits ini hasan”. Al-Albaniy berkata : “Shahiihul-isnaad”].

عن محمد بن عمارة بن عمرو بن حزم أنه قعد في مجلس فيه أبو هريرة وفيه مشيخة من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم بضعة عشر رجلا فجعل أبو هريرة يحدثهم عن النبي صلى الله عليه وسلم فلا يعرفه بعضهم ثم يتراجعون فيه فيعرفه بعضهم ثم يحدثهم ولا يعرفه بعضهم ثم يعرفه بعض حتى فعل ذلك مرارا فعرفت يومئذ أن أبا هريرة أحفظ الناس عن النبي صلى الله عليه وسلم

Dari Muhammad bin ‘Umaarah bin ‘Amr bin Hazm, bahwasannya ia pernah duduk di dalam suatu majelis yang dihadiri oleh belasan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang telah tua (senior). Lalu Abu Hurairah menyampaikan satu hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka. Sebagian di antara mereka ada yang tidak mengetahui hadits tersebut. Maka mereka mengulang-ulangnya hingga benar-benar mengetahuinya (menghapalnya). Kemudian Abu Hurairah menyampaikan hadits yang lain kepada mereka dimana sebagian di antara mereka tidak mengetahuinya. (Mereka mengulangnya) hingga mereka mengetahuinya. Begitulah yang terjadi berulang-ulang. Sejak itu saat itu aku mengetahui bahwa Abu Hurairah adalah orang yang paling hapal hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Kabiir 1/186-187 no. 574].

Tidaklah heran jika Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu – dengan kelebihannya tersebut - menjadi shahabat paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

عن أبي هريرة قال: ما من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم أحد أكثر حديثا عنه مني، إلا ما كان من عبد الله بن عمرو، فإنه كان يكتب ولا أكتب.

Dari Abu Hurairah, ia berkata : “Tidak ada seorang pun dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang lebih banyak dariku dalam meriwayatkan hadits dari beliau, kecuali ‘Abdullah bin ‘Amr. Ia menulis, sedangkan aku tidak menulis” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 113, Ahmad 2/248-249, At-Tirmidziy no. 2668, dan yang lainnya].

Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

هذا استدلال من أبي هريرة على ما ذكره من أكثرية ما عند عبد الله بن عمرو أي ابن العاص على ما عنده، ويستفاد من ذلك أن أبا هريرة كان جازما بأنه ليس في الصحابة أكثر حديثا عن النبي صلى الله عليه وسلم منه إلا عبد الله، مع أن الموجود المروي عن عبد الله بن عمرو أقل من الموجود المروي عن أبي هريرة بأضعاف مضاعفة، فإن قلنا الاستثناء منقطع فلا إشكال، إذ التقدير: لكن الذي كان من عبد الله وهو الكتابة لم يكن مني، سواء لزم منه كونه أكثر حديثا لما تقتضيه العادة أم لا. وإن قلنا الاستثناء متصل فالسبب فيه من جهات: أحدها أن عبد الله كان مشتغلا بالعبادة أكثر من اشتغاله بالتعليم فقلت الرواية عنه. ثانيها أنه كان أكثر مقامه بعد فتوح الأمصار بمصر أو بالطائف ولم تكن الرحلة إليهما ممن يطلب العلم كالرحلة إلى المدينة، وكان أبو هريرة متصديا فيها للفتوى والتحديث إلى أن مات، ويظهر هذا من كثرة من حمل عن أبي هريرة، فقد ذكر البخاري أنه روى عنه ثمانمائة نفس من التابعين، ولم يقع هذا لغيره. ثالثها ما اختص به أبو هريرة من دعوة النبي صلى الله عليه وسلم له بأن لا ينسى ما يحدثه به كما سنذكره قريبا. رابعها أن عبد الله كان قد ظفر في الشام بحمل جمل من كتب أهل الكتاب فكان ينظر فيها ويحدث منها فتجنب الأخذ عنه لذلك كثير من أئمة التابعين.

..........

ويحتمل أن يقال تحمل أكثرية عبد الله بن عمرو على ما فاز به عبد الله من الكتابة قبل الدعاء لأبي هريرة لأنه قال في حديثه: "فما نسيت شيئا بعد " فجاز أن يدخل عليه النسيان فيما سمعه قبل الدعاء، بخلاف عبد الله فإن الذي سمعه مضبوط بالكتابة،

“Ini adalah pendalilan dari Abu Hurairah atas apa yang ia sebutkan bahwa hadits ‘Abdullah bin ‘Amr lebih banyakdaripada yang ia ada padanya. Dari ucapan Abu Hurairah ini dapat diambil faedah bahwa ia menyatakan secara tegas tidak ada shahabat yang mempunyai hadits lebih banyak darinya kecuali ‘Abdullah bin ‘Amr. Padahal, hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr lebih sedikit dari Abu Hurairah (yaitu dalam kitab-kitab hadits). Jika kita katakan pengecualian (dalam ucapan Abu Hurairah) di atas bersifat terputus, maka tidak ada masalah (isykaal) padanya; karena penjabarannya : ‘akan tetapi apa yang dilakukan ‘Abdullah, yaitu menuliskan hadits, tidak aku melakukannya. Sama saja, apakah ia mempunyai lebih banyak hadits ataupun tidak’. Jika kita katakan bahwa pengecualian tersebut bersifat tersambung, maka sebabnya bisa dijelaskan dalam beberapa sisi : (1). ‘Abdullah lebih banyak menyibukkan diri dengan ibadah daripada mengajar, sehingga riwayat yang diterima darinya lebih sedikit. (2). Setelah penaklukan banyak kota/daerah, ‘Abdullah lebih banyak menetap di Mesir atau Tha’if yang notabene bukan sebagai tujuan menuntut ilmu seperti halnya Madinah. Sedangkan Abu Hurairah menjadi tempat rujukan fatwa dan periwayatan hadits hingga ia meninggal. Hal ini terlihat dari banyaknya orang yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah. Al-Bukhariy menyebutkan bahwa jumlah mereka mencapai 800 orang dari kalangan tabi’in. Jumlah ini tidak dicapai oleh shahabat yang lain. (3) Keistimewaan yang dimiliki Abu Hurairah dari doa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam padanya, bahwa ia tidak akan melupakan apa yang ia riwayatkan. (4) ‘Abdullah bin ‘Amr lama menetap di Syaam dengan membawa onta yang mengangkut kitab-kitab Ahli KItab. Ia membacanya dan membicarakannya. Oleh karena itu, para pemuka tabi’in menjauhkan diri dari mengambil hadits darinya.

……

Dan tidak menutup kemungkinan kelebihan ‘Abdullah bin ‘Amr (atas Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhum) dipahami sebagai kelebihannya dalam hal penulisan sebelum adanya doa (Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam) kepada Abu Hurairah. Karena ia berkata dalam haditsnya :‘Semenjak itu aku tidak pernah melupakan sesuatu’. Maka, boleh jadi ia pernah mengalami kelupaan atas apa yang didengarnya dari beliau sebelum mendapat doa tersebut. Berbeda halnya dengan ‘Abdullah, dimana apa-apa yang didengarnya terjaga oleh tulisan” [Fathul-Baariy, 1/207].

عن أبي أنس بن أبي عامر قال كنت عند طلحة بن عبيد الله فدخل عليه رجل فقال يا أبا محمد ما ندري هذا اليماني أعلم برسول الله منكم أم هو يقول على رسول الله صلى الله عليه وسلم ما لم يقل فقال والله ما نشك أنه سمع من رسول الله صلى الله عليه وسلم ما لم نسمع وعلم ما لم نعلم إنا كنا أقواما أغنياء ولنا بيوتات وأهلون وكنا نأتي نبي الله صلى الله عليه وسلم طرفي النهار ثم نرجع وكان مسكينا لا مال له ولا أهل إنما كانت يده مع يد نبي الله صلى الله عليه وسلم وكان يدور معه حيث دار فما نشك أنه قد علم ما لم نعلم وسمع ما لم نسمع ولم نجد أحدا فيه خير يقول على رسول الله صلى الله عليه وسلم ما لم يقل

Dari Abu Anas bin Abi ‘Aamir, ia berkata : “Aku pernah berada di sisi Thalhah bin ‘Ubaidillah. Lalu ada seorang laki-laki yang masuk menemuinya dan berkata : ‘Wahai Abu Muhammad, demi Allah, tidaklah kami mengetahui orang Yaman ini (yaitu Abu Hurairoh) paling tahu tentang (hadits) Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dibanding kalian (para shahabat). Ataukah ia mengatakan tentang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apa-apa yang tidak beliau sabdakan ?’. Thalhah berkata : ‘Demi Allah, tidaklah kami ragu bahwasannya ia telah mendengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apa-apa yang tidak kami dengar, dan ia mengetahui apa-apa yang tidak kami ketahui. Sesungguhnya kami ada kaum yang berkecukupan, memiliki rumah dan keluarga. Kami mendatangi Nabiyullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada pagi dan sore, lalu kami pulang. Adapun ia adalah seorang yang miskin, tidak mempunyai harta dan keluarga. Tangannya selalu bergandengan dengan tangan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia selalu bersama beliau dimanapun beliau berada. Oleh karena itu, kami tidak ragu bahwa ia mengetahui apa-apa yang tidak kami ketahui dan mendengar apa-apa yang tidak kami dengar. Kami tidak mendapati seorang pun yang mempunyai kebaikan mengatakan tentang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apa-apa yang tidak beliau sabdakan” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim dalam Al-Mustadrak (At-Tatabbu’) 3/627-628, Abu Ya’laa no. 636-637, Ibnu Katsiir dalam Al-Bidaayah wan-Nihaayah 8/109, dan At-Tirmidziy no. 3837.Rijaal-nya tsiqah, namun dalam sanad ini Ibnu Ishaaq telah melakukan ‘an’anah, sedangkan ia seorang mudallis].

Ibnu Shalaah rahimahullah berkata :

أكثر الصحابة حديثا عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أبو هريرة.

“Shahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Hurairah” [‘Uluumul-Hadiits, hal. 265].

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar