Jumat, 15 September 2017

Dasar-Dasar Tashowuf

Tasawuf bagi kami golongan ASWAJA (Ahlus Sunnah Wal Jama'ah) Adalah sarana mendekati inti ibadah sebagai mahluk.

Mereka yang berjalan di tasawwuf yang benar, selamat dari kebid'ahan yang tercela, syathohat yang tercela.

Karena hakiqot Tasawwuf adalah : mengikuti syari'ah, mengamalkan Al-Qur'an dan Sunnah, mujahadah nafsu dan melawan Al-hawa.

Timbulnya tasawuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu semenjak diutusnya Muhammad SAW. menjadi rasul untuk segenap umat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi rasul melakukan tahanuts dan khalwat di Gua Hira berulang kali, disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Makkah yang sedang mabuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan, juga Muhammad mencari jalan untuk membersihkan hati dan menyucikan jiwa dari noda-noda yang menghinggapi masyarakat di waktu itu.

Tahanuts dan khalwat yang dilakukan Muhammad tersebut bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku problema-problema hidup yang beraneka ragam ini, berusaha mendapat petunjuk dan hidayah dari pencipta alam semesta ini, mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik. Maka dalam situasi yang demikianlah Muhammad menerima wahyu dari Allah SWT. yang penuh berisi ajaran-ajaran dan peraturan-peraturan sebagai pedoman untik umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Nabi Muhammad SAW. sudah menjelang usia empat puluh tahun ketika beliau pergi ke Gua Hira melakukan tahanuts. Jiwanya sudah penuh iman atas segala apa yang telah dilihatnya. Beliau telah membebaskan diri dari segala kebathilan. Tuhan telah mendidiknya. Dengan sepenuh kalbu beliau menghadapkan diri ke jalan lurus, kepada kebenaran yang abadi. Beliau telah menghadapkan diri kepada Allah SWT. dengan sepenuh jiwanya agar dapat memberikan hidayah dan bimbingan kepada masyarakat yang sedang hanyut dalam lembah kesesatan.

Segala pola tingkah laku, amal amal perbuatan dan sifat-sifat Muhammad SAW. sebelum diangkat menjadi Rasul merupakan menifestasi dari kebersihan hati dan kesucian jiwanya yang sudah menjadi pembawaan sejak kecil.

Masyarakat Islam mengisi kehidupan rohani mereka dengan menurutkan himbauan dan ajakan agama yang digariskan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Pola pengamalan Rasulullah menjadi anutan para sahabat, tabi’in, dan tabi;it tabi’in dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Kehidupan dunia bagi mereka tidak menyebabkan lalai terhadap kehidupan akhirat dan begitu pula sebaliknya, karena kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang hakiki. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :

إِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا. وَاعْمَلْ لِأّخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا (ابن عساكر)

Beramallah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati besok pagi. (H.R. Ibnu ‘Asakir)

Sumber pokok ajaran Islam berupa hadist Nabi SAW dengan jelas telah memuat landasan dari praktek tasawuf. Adapun hadist-hadist yang menunjukkann tentang pola kerohanian dalam Islam dan umumnya dinyatakan sebagai landasan ajaran-ajaran tasawuf antara lain:

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ نَفْسَهُ

Barang siapa yang menegnal dirinya sendiri, maka akan mengenal Tuhannya.

إِنْ إِقْتَرَبَ الْعَبْدُ إِلَيَّ شبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ

Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal maka Aku mendekat kepadanya sehasta, dan jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika datang kepada-ku berjalan, maka Aku dating kepadanya berlari. (H.R. Bukhari)

Pandangan mengenai cinta kepada Tuhan berdasarkan ucapan Rasul yang menyampaiakn ucapan Tuhannya yaitu:

كُنْتُ كَنْزًا مَخْفِيًّا فَأَحْبَبْ أَنْ أُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِيْ عَرَفُوْنِيْ

Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, maka Aku menjadikan makhluk agar mengenalKu.

Berdasarkan hal tersebut, maka ini sebenarnya adsalah cermin “Pencipta” jadi setiap apa yang ada akan kembali kepada sesuatu yang azali (yaitu Allah).

Hadist Qudsi yang lain:

لَا يَزَالُ الْعَبْدُ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ وَ بَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ وَ لِسَنَهُ الَّذِيْ يَنْطِقُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا وَ رِجْلَهُ الَّتِيْ يَسْعَى بِهَا فَبِيْ يَسْمَعُ وَبِيْ يُبْصِرُ وَ بِيْ يَنْطِقُ وَ بِيْ يَعْقِلُ وَبِيْ يَبْطِشُ وَبِيْ يَمْشِيْ

Senantiasalah seorang hamba itu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Maka apabila mencintainya, maka jadilah Aku pendengarannya yang dia pakai untuk melihat dan lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan tangannya yang dia pakai untuk mengepal dan kakinya yang dia pakai untuk berusaha. Maka denganKu lah dia mendengar, melihat, berbicara, berfikir, meninju, dan berjalan. (H.R. Bukhari-Muslim).

Hadist di atas memberi petunjuk bahwa manusia dan Tuhan dapat bersatu. Diri mausia dapat melebur dalam diri Tuhan, yang selanjutnya dikenal dengan istilah fana’. Fananya makhluk terhadap khalik, yang mencintai dengan yang dicintai. Fana adalah bersatunya hamba dengan zat yang tinggi yang bisa dirabanya dengan hatinya. (Qamar Kailani: 18). Namun, istilah “lebur” atau “fana” ini, menurut kami, harus dipertegas bahwa antara Tuhan dan manusia tetap ada jarak atau pemisah, sehingga tetap berbeda antara Tuhan dengan hamba-Nya. Di sini hanya menunjukkan keakrabanantara makhluk dan Khaliqnya.

Aisyah berkata:

أَنَّ نَبِيَّاللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُوْمُ مِنَ الَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُز. فَقَالَتْ عَائِشَةُ : لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُوْلَ اللَّهِ وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ. قَلَ : أَفَلَا أُحِبُّ أَنْ أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرَا. (رواه البخاري و مسلم)

Adalah Nabi SAW. bangun shalat malam (qiyam al-lail), sehingga bengkak kakinya. Aku berkata kepadanya, ‘Gerangan apakah sebabnya, wahai utusan Allah, engkau sekuat tenaga melakukan ini, padahal Allah telah berjanji akan mengampuni kesalahanmu, baik yang terdahulu maupun yang akan datang? ‘ Beliau menjawab, ‘Apakah aku tidak akan suka menjadi seorang hamba Allah yang bersyukur?’ (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW. bersabda:

وَاللَّهِ إِنِّيْ لَأَسْتَغْفِرُاللَّهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً. (رواه البخارى)

Demi Allah, aku memohon ampunan kepada Allah dalam sehari semalam tak kurang dari tujuh puluh kali. (H.R. al-Bukhari)

Rasulullah SAW. bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَ اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ يَغْدُوْخِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا. (رواه الترمذي)

Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, maka Allah akan memberikan rezeki pada kalian sebagaimana burung yang pergi dalam keadaan perut kosong dan pulang sudah kenyang. (H.R. at-Turmudzi)

Faktor intern yang dapat dipandang sebagai penyebab langsung lahirnya tasawuf di dunia Islam, selain berupa pernyataan Al-Qur’an dan hadist, adalah perilaku Rasulullah sendiri. Sebagaimana telah dimaklumi, beliau di dalam bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) tidak jarang pergi meninggalkan keramain dan hidup menyepi untuk merenung dan berkontemplasi dan ber-tahannus di Gua Hira. Ternyata, di tengah-tengah kesendiriannya inilah, beliau berkomunikasi dengan Allah dan mendapat petunjuk-Nya.

Seorang sufi yang sangat terkenal dengan salah salah satu karya agungnya tentang tasawwuf berjudul ar-Risalah al-Qusyairiyyah­, yaitu al-Imam Abu al-Qasim Abd al-Karim ibn Hawazan al-Qusyairi (w 456 H). Dalam karyanya tersebut al-Qusyairi menuliskan secara detail keyakinan para ulama sufi dan bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat kuat memegang teguh akidah Ahlussunnah. Di antara yang beliau tulis dalam ar-Risâlah adalah sebagai berikut:

وهذه فصول تشتمل على بيان عقائدهم في مسائل التوحيد ذكرناها على وجه الترتيب. قال شيوخ هذه الطريقة على ما يدل عليه متفرقات كلامهم ومجموعاتها ومصنفاتهم في التوحيد: إن الحق سبحانه وتعالى موجود قديم لا يشبهه شىء من الفخلوقات، ليس بجسم ولا جوهر ولا عرض، ولا صفاته أعراض، ولا يتصور في الأوهام، ولا يتقدر في العقول، ولا له جهة ولا مكان، ولا يجري عليه وقت وزمان.

Pasal-pasal ini mencakup penjelasan aqidah kaum sufi dalam masalah tauhid, dan kami akan sebutkan secara tertib. Para pemuka kaum sufi, dengan berbagai tingkatan dan berbagai macam karya dalam masalah aqidah yang telah mereka tulis, mereka semua telah sepakat bahwa Allah Maha Ada, Qadim; tanpa permulaan, tidak menyerupai apapun dari seluruh makhluk ini, bukan benda (al-Jism), bukan al-Jawhar (benda terkecil yang tidak dapat terbagi bagi), bukan al-‘Aradl (sifat benda), segala sifat sifatNya bukan sifatsifat benda, tidak dapat digambarkan dalam prakiraan-praki­raan, tidak dapat dibayangkan oleh akal pikiran, ada tanpa tempat tanpa arah, tidak terikat oleh waktu dan zaman.
(Ar-Risalah al-Qusyairiyyah­, hal. 7)

Sanadz/­Isnadznya semua thoriqoh itu kebanyakan melalui jalur Sayyidina Abu bakar As-sHiddiq dan Sayyidina Ali bin abi tholib Karomallohi waj'hah, tetapi ada sebagian sanadz yang bersambung kepada anas bin malik. Saya kasih ibaroht dalam kitab Al-mafakhirul aliyah

عن الجنيد عن السري السقطي عن معروف الكرخي عن داود الطائي عن حبيب العجمي وهو عن أبي بكر محمد ابن سيرين وهو عن انس بن مالك

(Al-mafakhirul aliyah hal:12)

Ya mungkin mereka gak akan percaya begitu saja dengan sanadz ini karna di sebutkan dalam kitab thoriqoh Syadziliyah. Tetapi apakah mereka akan menutup mata dari kitab hilyatul awliya' tulisan Al-hafidz Abu nuaim..........­......???
Di sana di sebutkan bahwa sahabat abu musa Al-Asy'ari telah mengijazahkan ilmu thoriqoh kepada tabiin besar Amir bin abdu Qois, di situ di sebutkan

وكان عامر بن قيس ممن تخرج على أبي موسى الإشعري فى النسك والتعبد ومنه تلقن القراة وعنه أخذ الطريقة

Amir bin Qais termasuk orang yang belajar kepada Abu musa Al-asy'ari dalam masalah haji dan beribadah dan mengaji talqin Al-Qur'an kepadanya juga mengambil ilmu thoriqoh darinya.
(Hilyatul awliyaa' 2/94)

Masihkah mereka berani menyebarkan fitnah bahwa thoriqoh (tasawwuf) itu sesat bukan dari islaam.........­......???
Udah nyata dijelaskan bahwa kemursyidan itu di prakarsai oleh para Shahabat dan mereka di tarbiyah langsung oleh Junjungan Nabi Muhammad SAW.
Masihkah mereka berani menyebarkan fitnah bahwa thoriqoh (tasawwuf) itu sesat bukan dari islaam.........­......???
Udah nyata dijelaskan bahwa kemursyidan itu di prakarsai oleh para Shahabat dan mereka di tarbiyah langsung oleh Junjungan Nabi Muhammad SAW.

Al-Imam Al-Allamah Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi berkata :

اعلم وفقني الله وإياك أن علم التصوف في نفسه علم شريف رفيع قدره سني أمره ، لم تزل أئمة الإسلام وهداة الأنام قديماً وحديثاً يرفعون مناره وَيُجِلُّون مقداره ويعظمون أصحابه ويعتقدون أربابه ، فإنهم أولياء الله وخاصته من خلقه بعد أنبيائه ورسله ، غير أنه دخل فيهم قديماً وحديثاً دخيل تشبهوا بهم وليسوا منهم وتكلموا بغير علم وتحقيق فزلوا وصلوا وأضلوا ، فمنهم من اقتصر على الاسم وتوسل بذلك إلى حطام الدنيا ، ومنهم من لم يتحقق فقال بالحلول وما شابهه فأدى ذلك إلى إساءة الظن بالجميع ، وقد نبه المعتبرون منهم على هذا الخطب الجليل ونصوا على أن هذه الأمور السيئة من ذلك الدخيل.

Ketahuilah, semoga Allah memberikan taufiq-Nya padaku dan kamu, sesungguhnya ilmu tasawwuf itu sendiri adalah ilmu yang mulia, tinggi derajatnya dan luhur urusannya. Para imam Islam dan para ulama penunjuk manusia sejak dulu hingga sekarang selalu mengangkat lambangnya, meninggikan martabatnya dan mengangungkan para pemeluknya dan meyakini kemulian ahlinya. Karena mereka adalah para wali Allah Swt dan orang-orang khusus-Nya dari makhluk-Nya setelah para nabi dan rasul-Nya, akan tetapi masuklah sesuatu yang asing sejak dulu hingga sekarang yang menyerupai penganut tasawwuf padahal sama sekali mereka bukanlah dari ahli tasawwuf. Mereka berbicara tanpa ilmu dan mengerti hakikat, sehingga mereka tergelincir, sesat dan menyesatkan. Di antara mereka ada yang mencukupkan saja dengan nama dan menjadikan perantara untuk mengambil keuntungan dunia. Di antara mereka ada yang belum mencapai hakikat sehingga mereka berucap dengan hulul dan semisalnya, sehingga itu semua membuat munculnya buruk sangka terhadap semua ajaran tasawwuf. Sungguh para pengambil pelajaran dari mereka telah member peringatan atas nasehat mulia ini dan menetapkan bahwa semua perkara buruk ini muncul dari sesuatu yang asing (di luar tasawwuf) tersebut.
(Ta’yidul Haqiqah al-‘Aliyyah Wa Tasyiduth Thariqoth asy-Syadziliyyah halaman : 7, karya imam as-Suyuthi)

Al-Imam Hujjatul Islam Al-Ghozali berkata :

ولقد علمت يقيناً أن الصوفية هم السالكون لطريق الله تعالى خاصة وأن سيرتهم أحسن السيرة، وطريقتهم أصوب الطرق، وأخلاقهم أزكى الأخلاق.. ثم يقول رداً على من أنكر على الصوفية وتهجَّم عليهم: وبالجملة فماذا يقول القائلون في طريقةٍ طهارتُها - وهي أول شروطها - تطهيرُ القلب بالكلية عما سوى الله تعالى، ومفتاحها الجاري منها مجرى التحريم من الصلاة استغراقُ القلب بالكلية بذكر الله، وآخرها الفناء بالكلية في الله

Sungguh aku telah mengetahui secara yakin bahwa ahli tasawwuf mereka adalah orang yang menapaki jalan Allah Ta’ala secara khusus, sejarah hidup mereka sebaik-sebaik sejarah. Jalan mereka paling benarnya jalan. Akhlak mereka sesuci-sucinya akhlak. (kemudian beliau berkata sebagai jawaban pada orang yang mengingkari ahli tasawwuf) Kesimpulannya, apa yang akan dikatakan para penentang mereka di dalam metode pembersihan ajaran tasawwuf ? sedangkan itu merupakan syarat pertama yaitu membersihkan hati secara keseluruhan dari selain Allah Ta’ala dan kuncinya yang berlaku darinya seperti berlakunya takbiratul ihram saat sholat yaitu tenggelamnya hati secara keseluruhan dengan mengingat Allah dan akhirnya adalah fana secara keseluruhan di dalam Allah Swt.
(Al-Munqidz minadh Dholal : 17, karya imam Ghozali)

Al-Imam Al-Kabir Syaikh Abdul Qodiir Al-Baghdadi berkata :

الفصل الأول من فصول هذا الباب في بيان أصناف أهل السنة والجماعة. اعلموا أسعدكم الله أن أهل السنة والجماعة ثمانية أصناف من الناس... والصنف السادس منهم: الزهاد الصوفية الذين أبصروا فأقصروا، واختَبروا فاعتبروا، ورضوا بالمقدور وقنعوا بالميسور، وعلموا أن السمع والبصر والفؤاد كل أُولئك مسؤول عن الخير والشر، ومحاسب على مثاقيل الذر، فأعدُّوا خير الإِعداد ليوم المعاد، وجرى كلامهم في طريقَيْ العبارة والإِشارة على سَمْتِ أهل الحديث دون من يشتري لهو الحديث، لا يعملون الخير رياء، ولا يتركونه حياء، دينُهم التوحيد ونفي التشبيه، ومذهبهم التفويضُ إِلى الله تعالى، والتوكلُ عليه والتسليمُ لأمره، والقناعةُ بما رزقوا، والإِعراضُ عن الاعتراض عليه. {ذلكَ فضلُ اللهِ يؤتِيهِ مَنْ يشاءُ واللهُ ذو الفضلِ العظيمِ

Fasal pertama dari fasal-fasal bab ini, tentang penjelasan kelompok-kelompok Ahlus sunnah waljama’ah. Ketahuilah, semoga Allah membuat kalian bahagia, sesungguhnya Ahlus sunnah waljama’ah ada delapan kelompok manusia..(hingga ucapan beliau).. Kelompok ke enam di anatara mereka adalah orang-orang yang zuhud dan ahlis shufi yang mereka memandang dengan mata hati hingga mereka bisa berlaku sederhana, mereka mendapat ujian dan mereka mengambil pelajarannya. Mereka ridha dengan ketentuan dan legowo dengan hal yang ringan. Mereka ahli shufi mengetahui bahwa pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan dimintai pertangung jawabannya dari kebaikan atau keburukan dan akan dihisab walau seberat biji atom pun. Maka mereke mempersiapkan diri dengan sebaik-baik bekal untuk hari kembali kelak dan ucapan mereka berjalan di dalam dua jalan ibarat dan isyarat berdasarkan karakter ahli hadits bukan orang yang menjual permainan hadits. Mereka beramal kebaikan tidak dengan pamer dan tidak meninggalkan kebaikan karena malu. Agama mereka Tauhid dan meniadakan Tasybih (penyerupaan) dan mazdhab mereka Tafwidh (menyerahkan makna) kepada Allah Swt, tawakkal dan penyerahan diri kepada perintah Allah. Qonaah terhadap rezeki yang mereka dapat dan berpaling dari mengeluh atas-Nya. Itulah keutamaan Allah yang Allah berikan pada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah maha memiliki keutamaan yang agung.
(Al-Farq bainal Firaq halaman : 236).

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar