Jumat, 22 September 2017

Keris Luk 9 Sebagai Simbol Kerohanian

Sejak jaman purbakala hingga saat ini, keris menemukan bentuknya yang bermacam-macam dan penuh dengan makna spiritual yang dalam dibalik pembuatanya. Orang-orang jaman sekarang akan semakin rumit bila mempelajari keris secara satu per satu, karena banyak sekali makna yang terkandung di dalam masing-masing keris.

Dengan melihat begitu banyaknya ilmu tentang keris serta perdebatan didalamnya, alangkah lebih sarat makna bagi kita dalam diri pribadi masing-masing untuk selalu berupaya mempelajari makna sejarah, budaya dan filosofi keris dengan tanpa memandang apakah keris tersebut sudah aus, geripis ataukah masih utuh. Toh jika kita lihat, Kanjeng Kyai Kopek, pusaka kraton Jogjakarta yang dulunya dipesan Sunan Kalijaga kepada mPu Supo, pada bagian wadidhangnya sudah lubang dan tetap disimpan sebagai salah satu Keris Pusaka andalan Keraton Jogja karena memiliki muatan sejarah dan filosofi yang dalam dibandingkan sekedar bentuk atau wujud fisiknya. Dengan demikian, kebanggan atas sebilah keris tua yang masih utuh bagi saya hanyalah kesenangan semu yang hampa jika tidak diikuti dengan pemahaman terhadap sejarah dan filosofi keris. “Pamor keris boleh rontok, besi keris bisa saja terkikis aus karena usia, dan wrangka keris bisa saja rusak karena jaman, tetapi pemahaman atas sejarah dan filosofi sebilah keris akan selalu hidup dalam hati dan pikiran kita dan akan kita turunkan pada generasi selanjutnya”.

Oleh karena itu, pemahaman terhadap sejarah dan kebudayaan masyarakat jaman dahulu sangatlah memegang peranan penting dalam memahami tentang budaya perkerisan.

Dari bentuknya ada dua macam jenis keris, yaitu keris lurus dan keris ber-luk (lekuk). Sebagai senjata fisik, keris lurus berfungsi murni sebagai senjata tusuk dan sabet, menjadi senjata yang diandalkan untuk menusuk dan merobek tubuh lawannya dan seperti kabanyakan senjata tarung lainnya, racun pada keris (warangan keris) akan sangat menyakitkan lawan dan bahkan bisa membunuhnya walaupun hanya tergores sedikit saja.

Tidak demikian dengan keris ber-luk. Keris ber-luk, selain sebagai senjata tusuk dan sabet, bentuk luk-nya juga berguna dalam menahan dan menangkis senjata lawan dan menghasilkan luka yang lebih besar dan lebih parah bila berhasil menusuk lawan. Yang terakhir ini sering tidak disadari oleh kebanyakan orang, karena secara filosofis jawa, hal demikian memang tidak pantas untuk diutarakan. Jadi oleh Empu pembuatnya, bentuk luk keris memang sengaja dibuat dengan tujuan lain yang tersembunyi, bukan hanya sebagai pemanis. Selain itu, bentuk keris juga menjadi pakem untuk menunjukkan makna spiritual kerisnya.

Untuk keris pusaka luk 9 sendiri memiliki makna yaitu angka sembilan ditujukan untuk orang-orang yang sudah tidak lagi melulu mengejar keduniawian, sudah lebih menekuni kerohanian. Keris-keris ber-luk 9 dibuat untuk tujuan kemapanan kerohanian dan kesepuhan. Dikhususkan untuk dimiliki oleh para pandita atau penembahan dan para sesepuh masyarakat. Selain memberikan tuah keselamatan, kerohanian, keilmuan dan pembawa kesepuhan, jenis keris ini biasanya mengeluarkan hawa aura yang sejuk.

Beberapa istilah di bagian ini diambil dari tradisi Jawa, semata karena rujukan yang tersedia.

Keris atau dhuwung terdiri dari tiga bagian utama, yaitu bilah (wilah atau daun keris), ganja ("penopang"), dan hulu keris (ukiran, pegangan keris). Bagian yang harus ada adalah bilah. Hulu keris dapat terpisah maupun menyatu dengan bilah. Ganja tidak selalu ada, tapi keris-keris yang baik selalu memilikinya. Keris sebagai senjata dan alat upacara dilindungi oleh sarung keris atau warangka.

Bilah keris merupakan bagian utama yang menjadi identifikasi suatu keris. Pengetahuan mengenai bentuk (dhapur) atau morfologi keris menjadi hal yang penting untuk keperluan identifikasi. Bentuk keris memiliki banyak simbol spiritual selain nilai estetika. Hal-hal umum yang perlu diperhatikan dalam morfologi keris adalah kelokan (luk), ornamen (ricikan), warna atau pancaran bilah, serta pola pamor. Kombinasi berbagai komponen ini menghasilkan sejumlah bentuk standar (dhapur) keris yang banyak dipaparkan dalam pustaka-pustaka mengenai keris.
Pengaruh waktu memengaruhi gaya pembuatan. Gaya pembuatan keris tercermin dari konsep tangguh, yang biasanya dikaitkan dengan periodisasi sejarah maupun geografis, serta empu yang membuatnya.

Hulu atau pegangan keris

Pegangan keris (bahasa Jawa: gaman, atau hulu keris) ini bermacam-macam motifnya, untuk keris Bali ada yang bentuknya menyerupai dewa, pedande (pendeta), raksasa, penari, pertapa hutan dan ada yang diukir dengan kinatah emas dan batu mulia dan biasanya bertatahkan batu mirah delima.

Pegangan keris Sulawesi menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang terhadap sebagian profesi masyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambang dunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada keris Riau Lingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat pengembangan tosan aji seperti Aceh, Bangkinang (Riau) , Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu, Jawa, Madura dan Sulu, keris mempunyai ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yang dipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang, logam, dan yang paling banyak yaitu kayu.

Untuk pegangan keris Jawa, secara garis besar terdiri dari sirah wingking ( kepala bagian belakang ) , jiling, cigir, cetek, bathuk (kepala bagian depan) ,weteng dan bungkul.

Warangka atau sarung keris

Warangka, atau sarung keris (bahasa Banjar : kumpang), adalah komponen keris yang mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, paling tidak karena bagian inilah yang terlihat secara langsung. Warangka yang mula-mula dibuat dari kayu (yang umum adalah jati, cendana, timoho, dan kemuning). Sejalan dengan perkembangan zaman terjadi penambahan fungsi wrangka sebagai pencerminan status sosial bagi penggunanya. Bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading.

Secara garis besar terdapat dua bentuk warangka, yaitu jenis warangka ladrang yang terdiri dari bagian-bagian : angkup, lata, janggut, gandek, godong (berbentuk seperti daun), gandar, ri serta cangkring. Dan jenis lainnya adalah jenis wrangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan wrangka ladrang tetapi tidak terdapat angkup, godong, dan gandek.

Aturan pemakaian bentuk wrangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak mutlak. Wrangka ladrang dipakai untuk upacara resmi , misalkan menghadap raja, acara resmi keraton lainnya (penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkimpoian, dll) dengan maksud penghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan sabuk (stagen) pada pinggang bagian belakang (termasuk sebagai pertimbangan untuk keselamatan raja ). Sedangkan wrangka gayaman dipakai untuk keperluan harian, dan keris ditempatkan pada bagian depan (dekat pinggang) ataupun di belakang (pinggang belakang).

Dalam perang, yang digunakan adalah keris wrangka gayaman , pertimbangannya adalah dari sisi praktis dan ringkas, karena wrangka gayaman lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana.

Ladrang dan gayaman merupakan pola-bentuk wrangka, dan bagian utama menurut fungsi wrangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang ( sepanjang wilah keris ) yang disebut gandar atau antupan ,maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu ( dipertimbangkan untuk tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran ).

Karena fungsi gandar untuk membungkus , sehingga fungsi keindahannya tidak diutamakan, maka untuk memperindahnya akan dilapisi seperti selongsong-silinder yang disebut pendok . Bagian pendok ( lapisan selongsong ) inilah yang biasanya diukir sangat indah , dibuat dari logam kuningan, suasa ( campuran tembaga emas ) , perak, emas . Untuk daerah diluar Jawa ( kalangan raja-raja Bugis , Goa, Palembang, Riau, Bali ) pendoknya terbuat dari emas , disertai dengan tambahan hiasan seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian.

Untuk keris Jawa , menurut bentuknya pendok ada tiga macam, yaitu (1) pendok bunton berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya , (2) pendok blewah (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat , serta (3) pendok topengan yang belahannya hanya terletak di tengah . Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).

Wilah atau bilah keris

Wilah, wilahan, atau bilah adalah bagian utama dari sebuah keris. Wilah keris adalah logam yang ditempa sedemikian rupa sehingga menjadi senjata tajam. Wilah terdiri dari bagian-bagian tertentu yang tidak sama untuk setiap wilahan, yang biasanya disebut dapur, atau penamaan ragam bentuk pada wilah-bilah (ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisa disebutkan dapur jangkung mayang, jaka lola , pinarak, jamang murub, bungkul , kebo tedan, pudak sitegal, dll.

Pada pangkal wilahan terdapat pesi , yang merupakan ujung bawah sebilah keris atau tangkai keris. Bagian inilah yang masuk ke pegangan keris ( ukiran) . Pesi ini panjangnya antara 5 cm sampai 7 cm, dengan penampang sekitar 5 mm sampai 10 mm, bentuknya bulat panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur disebut paksi, di Riau disebut puting, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei dan Malaysia disebut punting.

Pada pangkal (dasar keris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut ganja (untuk daerah semenanjung Melayu menyebutnya aring). Di tengahnya terdapat lubang pesi (bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga bagian wilah dan ganja tidak terpisahkan. Pengamat budaya tosan aji mengatakan bahwa kesatuan itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni, dimana ganja mewakili lambang yoni sedangkan pesi melambangkan lingganya. Ganja ini sepintas berbentuk cecak, bagian depannya disebut sirah cecak, bagian lehernya disebut gulu meled , bagian perut disebut wetengan dan ekornya disebut sebit ron. Ragam bentuk ganja ada bermacam-macam, wilut , dungkul , kelap lintah dan sebit rontal.

Luk, adalah bagian yang berkelok dari wilah-bilah keris, dan dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara sederhana menghitung luk pada bilah , dimulai dari pangkal keris ke arah ujung keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), maka bilangan terakhir adalah banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu gasal ( ganjil) dan tidak pernah genap, dan yang terkecil adalah luk tiga (3) dan terbanyak adalah luk tiga belas (13). Jika ada keris yang jumlah luk nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris kalawija, atau keris tidak lazim.

Ilmu keris adalah ilmu lambang.

Mengerti dan memahami bahasa lambang mengandalkan peradaban rasa (sense) – bukan melulu kemampuan intelektual. Jadi adalah keliru jika memahami keris secara dangkal sebagai sebuah benda yang berkekuatan magis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Keris menjadi pusaka karena makna lambang-lambang dalam keris dianggap mampu menuntun pembuat dan pemiliknya untuk hidup secara benar, baik dan seimbang. Dan bagi orang jawa, hidup ini penuh pralambang yang masih samar-samar dan perlu dicari dan diketemukan melalui berbagai laku, tirakat maupun dalam berbagai aktivitas sehari-hari manusia jawa, misalkan dalam bentuk makanan (tumpeng, jenang, jajan pasar,dsb), baju beskap, surjan, bentuk bangunan (joglo, limas an, dsb) termasuk juga keris. Di dalam benda-benda sehari-hari tersebut tersembunyi sebuah misteri berupa pesan dan piwulang serta wewler yang diperlukan manusia untuk mengarungi hidup hingga kembali bersatu dengan Sang Pencipta.

Dalam tradisi budaya Jawa ada sebuah pemahaman “Bapa (wong tuwa) tapa, anak nampa, putu nemu, buyut katut, canggah kesrambah, mareng kegandeng, uthek-uthek gantung siwur misuwur”. Jika orang tua berlaku tirakat maka hasilnya tidak hanya dirasakan olehnya sendiri dan anak-anaknya melainkan hingga semua keturunannya. Demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu manusia Jawa diajak untuk selalu hidup prihatin, hidup “eling lan waspada”, hidup penuh laku dan berharap. Siratan-siratan laku, tirakat, doa, harapan, cita-cita restu sekaligus tuntunan itu diwujudkan oleh para leluhur Jawa dalam wujud sebuah senjata. Senjata bukan dilihat sebagai melulu wadag senjata (tosan aji) melainkan dengan pemahaman supaya manusia sadar bahwa senjata hidup dan kehidupan adalah sebuah kearifan untuk selalu mengasah diri dalam olah hidup batin
Oleh karena itu orang Jawa menamakan keris dengan sebutan Piyandel – sipat kandel, karena memanifestasikan doa, harapan, cita-cita dan tuntunan lewat dapur, ricikan, pamor, besi, dan baja yang dibuat oleh para empu dalam laku tapa, prihatin, puasa dan selalu memuji kebesaran Tuhan. “Niat ingsun nyebar ganda arum. Tyas manis kang mantesi, ruming wicara kang mranani, sinembuh laku utama”. Tekadku menyebarkan keharuman nama berlandaskan hati yang pantas (positive thinking), berbicara dengan baik, enak didengar, dan pantas dipercaya, sembari menjalankan laku keutamaan.

Meski demikian keris tetaplah benda mati. Manusia Jawa pun tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru tentang pusaka. Peringatan para leluhur tentang hal ini berbunyi : “Janjine dudu jimat kemat, ananging agunging Gusti kang pinuji”. Janji bukan jimat melainkan keagungan Tuhan-lah yang mesti diluhurkan. “Nora kepengin misuwur karana peparinge leluhur, ananging tumindak luhur karana piwulange leluhur”. Tidak ingin terkenal lantaran warisan nenek moyang, melainkan bertindak luhur karena melaksanakan nasihat nenek moyang. Oleh karena itu keris bukan jimat, tetapi lebih sebagai piyandel sebagai sarana berbuat kebajikan dan memuji keagungan Ilahi.

Dengan menempatkan keris sebagai benda yang memiliki makna filosofi mendalam, maka kita sebenarnya telah berusaha memahami apa keinginan sang mPu dan orang yang memesannya dahulu ketika membabar keris tersebut. Karena tentunya para mPu dan orang yang memesannya tersebut sebenarnyna juga memiliki harapan-harapan yang tentunya bermaksud baik. Dengan memahami makna filosofi dari sebuah keris tersebut, maka sudah pasti kita turut “Nguri-uri”, melestarikan budaya keris karena salah satu makna keris tersebut adalah sebagai simbol dari adanya suatu harapan dan doa.

Khodam adalah merupakan manifestasi energi pintar yang terlahir dari sebuah doa, mantra dan tatalaku ritual spiritual tertentu yang mengandung tingkatan konsentrasi yang tinggi kepada sang pencipta alam dibarengi doa doa atau cita - cita agar terkabulnya suatu maksud dan tujuan.

Tuah Keris, karakteristik khusus keris

Ketiga contoh tuah yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu tuah untuk kesaktian, tuah untuk kekuasaan dan wibawa, dan tuah kerejekian, adalah tuah-tuah pokok yang diberikan oleh keris. Penekanan kami pada istilah tuah pokok keris adalah bahwa tuah-tuah itu merupakan satu kesatuan tuah yang diberikan oleh sebuah keris, lengkap, tidak kurang.

Pada perkembangan selanjutnya, setelah keris-keris itu tidak lagi dimiliki oleh si pemilik pertama (yang menerima langsung dari empu pembuatnya), keris-keris tersebut menyesuaikan diri dengan pemiliknya yang baru. Karena tidak semua pemilik keris kondisinya sesuai dengan keris yang dimilikinya, tuah-tuah yang diberikan oleh si keris pun tidak sama lagi dengan tuah-tuah pokok tersebut di atas, menurun fungsinya, tidak lagi sama dengan tujuan pertama keris itu dibuat.

Pada dasarnya, keris itu masih memiliki tuah-tuah pokok tersebut, namun tidak semuanya diberikannya kepada si pemilik keris, karena kondisi si pemilik tidak sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan oleh kerisnya dan tingkat penyatuan kebatinan antara si pemilik dengan kerisnya juga sudah jauh berkurang.

Demikianlah yang terjadi pada masa sekarang. Mungkin keris yang kita miliki sudah tidak lagi memberikan tuah-tuah pokok tersebut, sudah menurun fungsinya, tidak lagi sesuai dengan tujuan pertama keris itu dibuat. Namun mungkin kondisi ini lebih baik untuk kita, mengingat kondisi kita juga mungkin tidak sama dengan kondisi yang dipersyaratkan oleh si keris.

Sebagai catatan, untuk mengetahui tuah dari masing-masing turunan tuah antara keris yang satu dengan keris yang lain, agak sulit membedakannya secara fisik, karena yang membedakan adalah tuahnya, bukan fisik kerisnya dan fungsinya juga mirip. Pembedaannya hanya bisa dilakukan secara kebatinan saja. Misalnya keris yang dahulu pertama dibuat adalah untuk memberikan tuah kesaktian, keselamatan, kekuasaan dan wibawa. Ternyata keris itu (keris yang sama) sekarang hanya memberikan tuah keselamatan saja, atau kesaktian saja, atau wibawa saja. Padahal kerisnya sama. Pembedaannya hanya bisa dilakukan secara kebatinan saja.

Untuk menjelaskan turunan atau "pecahan" tuah pokok keris, pada jaman sekarang ini, maka kami membagi tuah pokok keris menjadi 2, yaitu :

1. Tuah kesaktian, keselamatan, kekuasaan dan wibawa.

2. Tuah kerejekian.

Untuk jenis tuah keris yang pertama, yaitu tuah kesaktian, keselamatan, kekuasaan dan wibawa, turunan atau pecahan tuah kerisnya adalah sebagai berikut :

1. Tuah Keselamatan.

Secara umum pada jaman sekarang, tuah inilah yang diberikan oleh keris kepada pemiliknya, yaitu untuk menjaga keselamatan si pemilik secara gaib dari serangan / gangguan gaib atau orang-orang yang berniat jahat / mencelakakannya.

2. Tuah Kesaktian.

Keris yang memberikan tuah kesaktian, selain berguna untuk menjaga keselamatan si pemilik secara gaib dari serangan / gangguan gaib atau orang-orang yang berniat jahat / mencelakakannya, juga berguna untuk tujuan adu kekuatan gaib atau kesaktian, yaitu untuk menembus benteng pertahanan gaib lawannya (perlindungan gaib atau ilmu kebal lawan) atau untuk menyerang langsung secara fisik maupun secara gaib. Penggunaan kekuatan gaib keris biasanya dilakukan oleh orang yang mengerti tentang ilmu gaib dan bisa menggunakan kekuatan gaib. Namun serangan secara fisik bisa dilakukan oleh siapa saja yang memegang keris.

3. Tuah Kekuasaan dan Wibawa.

Keris yang memberikan tuah untuk kekuasaan dan wibawa, berguna untuk menaikkan derajat pemiliknya hingga dapat mencapai derajat yang tinggi, mengamankan posisinya dari persaingan dan menjaga wibawanya di mata atasan maupun bawahan.

4. Tuah Kewibawaan.

Keris bertuah kewibawaan hanya akan memberikan tuah untuk menjaga wibawa si pemilik di mata atasan maupun bawahan dan di mata orang-orang lain di sekitarnya. Tuah ini juga berguna untuk menjauhkan si pemilik dari fitnah yang akan menjatuhkan martabatnya.

5. Tuah Penundukan.

Tuah dari keris ini berguna untuk menundukkan lawan bicara, sehingga pembicaraan si pemilik keris tidak akan dibantah oleh orang yang mendengarkannya dan permintaan atau perintahnya kepada orang lain akan dituruti.

6. Tuah Pambungkem.

Jenis tuah ini sebenarnya adalah turunan dari keris bertuah penundukkan dan wibawa. Walaupun tuahnya adalah turunan dari tuah penundukkan dan wibawa, keris yang memberikan tuah ini tidak lagi memberikan tuah untuk penundukkan ataupun wibawa, tetapi memberikan tuah yang lebih ekstrim lagi, yaitu membungkam mulut lawan bicara si pemilik keris atau membuat lawan bicara menjadi seolah-olah lupa akan apa yang akan diucapkannya. Ini berguna sekali saat si pemilik keris sedang mengalami tuntutan atau dakwaan. Orang-orang yang menuntutnya akan banyak diam atau lupa akan apa yang akan dituntutnya, sehingga si pemilik keris akan terbebas dari tuntutan.

Keris-keris yang bertuah untuk kewibawaan, penundukkan atau pambungkem mungkin dimanfaatkan oleh orang-orang (atau pejabat) yang bermasalah di pengadilan dengan membawanya ke ruang sidang (di dalam tas tentunya) untuk mengamankan dirinya dari tuntutan hukum.

Ciri-ciri dari keris pambungkem biasanya adalah yang lambe gajah-nya melingkar dan ujungnya menyatu / menempel dengan badan kerisnya.


Untuk jenis tuah keris yang kedua, yaitu tuah kerejekian, turunan atau pecahan tuah kerisnya adalah sebagai berikut :

1. Tuah Kerejekian, kesuburan dan penglarisan

Keris ini masih memberikan satu rangkaian tuah, yaitu tuah kerejekian, kesuburan dan penglarisan (kerejekian umum) dan cocok untuk dimiliki oleh kebanyakan orang.

2. Tuah Kesuburan / Kemakmuran.

Keris yang bertuah kerejekian untuk kesuburan dan kemakmuran, lebih cocok dimiliki oleh orang yang memiliki sumber pendapatan sendiri dari pertanian dan peternakan. Keris ini akan membantu memberikan aura yang baik untuk kesuburan tanah dan ternak dan menjauhkan dari serangan hama dan penyakit hewan dan tumbuhan.

Agak sulit membedakan keris ini secara fisik dari keris kerejekian yang lain, karena fungsinya memang mirip. Pembedaannya hanya bisa dilakukan secara kebatinan saja.

Kujang yang berwarna hitam, yang bahan pembuatannya mirip keris, biasanya memberikan tuah jenis ini.

3. Tuah Penglarisan.

Keris yang bertuah kerejekian untuk penglarisan, lebih cocok dimiliki oleh orang yang memiliki sumber pendapatan sendiri dari perdagangan, misalnya seorang pedagang / pengusaha.

Keris ini membantu memberikan aura yang membuat orang senang dengan pemiliknya, senang datang ke tempat usahanya (dan merasa betah) dan senang untuk melakukan transaksi bisnis dengannya.

Sama dengan jenis keris sebelumnya, agak sulit membedakan keris ini secara fisik dari keris kerejekian yang lain. Pembedaannya hanya bisa dilakukan secara kebatinan saja.

4. Tuah Pengasihan.

Keris ini memberikan tuah pengasihan dan cocok untuk dimiliki oleh kebanyakan orang, terutama adalah pedagang, karyawan dan pegawai yang penghasilannya berasal dari gaji / upah.

Keris ini akan memancarkan aura pengasihan, sehingga si pemilik akan dikasihi oleh orang lain di sekitarnya, oleh atasan ataupun bawahannya.

Jenis keris ini juga agak sulit dibedakan secara fisik dari keris kerejekian yang lain. Pembedaannya hanya bisa dilakukan secara kebatinan saja. Namun ada keris-keris yang fisiknya memiliki lubang di bagian tengahnya (keris combong). Keris ini mudah dikenali dan bisa digunakan untuk ilmu pelet (pemikat hati seseorang).

5. Tuah Karisma.

Keris ini memberikan tuah karisma dan cocok untuk dimiliki oleh kebanyakan orang. Keris ini akan memancarkan aura wibawa dan karisma, sehingga si pemilik akan dihormati dan dikasihi oleh orang lain di sekitarnya, oleh atasan maupun bawahannya. Bila berbicara atau berpidato, orang akan mendengarkan dengan rasa suka.

Jenis keris ini juga agak sulit membedakannya secara fisik dari keris kerejekian yang lain. Pembedaannya hanya bisa dilakukan secara kebatinan saja.

Spiritual Keris Lurus dan Keris Luk

Keris, di pulau Jawa khususnya, memiliki tahapan / jaman yang mempengaruhi bentuk keris. Sejak jaman purbakala hingga saat ini keris menemukan bentuknya yang bermacam-macam dan penuh dengan spiritual yang dalam dibalik pembuatannya. Orang-orang jaman sekarang pun semakin rumit bila mempelajari keris secara satu per satu, karena memang banyak sekali terkandung makna di dalam masing-masing keris.

Pada jaman sekarang, komunitas perkerisan lebih suka menjelaskan perkerisan dengan cara mempelajari bentuk-bentuk keris, seperti dari dapur keris, luk, pamor keris, dsb. Kita juga dapat mempelajarinya dengan membaca buku-buku perkerisan, walaupun tetap perlu adanya penjelasan dari orang yang lebih mengerti tentang perkerisan.

Secara umum orang berpendapat bahwa ada suatu tren / pakem pembuatan keris yang diikuti oleh para empu dalam membuat keris, sehingga dari suatu bentuk keris dapat diketahui kapan keris itu dibuat, juga dapat diketahui fungsi / tuahnya. Dengan kata lain, orang berpendapat bahwa ada suatu pakem tertentu yang diikuti oleh para empu pada jamannya masing-masing dalam membuat keris. Apalagi ada keris-keris tertentu yang terkenal karena kesaktiannya, dsb, kemudian banyak dibuat turunan / tiruannya karena banyak yang ingin memiliki.

Dilihat dari bentuknya, secara garis besarnya, ada 2 macam jenis keris, yaitu keris lurus dan keris ber-luk (lekuk). Sebagai senjata, keris lurus berfungsi murni sebagai senjata penusuk. Tidak demikian dengan keris ber-luk. Keris ber-luk, selain sebagai senjata penusuk, bentuk luk-nya juga berguna dalam menangkis senjata lawan, tidak mudah patah bila berbenturan / menangkis senjata lawan, dan menghasilkan luka sobekan yang lebih lebar dan lebih parah bila berhasil menusuk lawan. Yang terakhir ini sering tidak disadari oleh kebanyakan orang, karena secara filosofis jawa, hal demikian memang tidak pantas diutarakan. Jadi oleh empu pembuatnya, bentuk luk keris memang dibuat dengan tujuan lain yang tersembunyi, bukan hanya sebagai bentuk pemanis.

Berbagai jenis keris pada dasarnya merupakan senjata yang bersifat pusaka (bernilai pribadi secara psikologis bagi pemiliknya) dan senjata pamungkas dalam penggunaannya. Dalam tulisan ini kami ingin menjelaskan spiritual dari masing-masing bentuk keris yang mungkin kita memiliki salah satunya, sbb:

1. Keris Lurus.

Jenis keris lurus adalah jenis yang sederhana dalam bentuknya pada awalnya. Namun sesuai perkembangan jaman bentuk lurusnya tidak lagi sederhana, karena dihiasi dengan bermacam-macam motif pamor dan hiasan, misalnya pamor udan mas. Dalam kategori keris lurus, termasuk juga pusaka lain yang tidak mirip keris tetapi sering disebut keris, seperti keris dapur banyak angrem, keris semaran atau keris yang berbentuk gunungan.

Jenis keris lurus mengandung sisi spiritual dalam pembuatannya sebagai sarana pemujaan kepada Sang Pencipta. Si pemilik harus selalu ingat kepada Yang Kuasa dan harus tekun dalam beribadah dan menjaga moral. Dalam ritual-ritual pemujaan, selain si pemilik beribadah kepada Yang Maha Kuasa, keris itupun diberi sesaji sebagai sarana membantu supaya doa-doanya dan permohonannya cepat sampai kepada Yang Dipuja. Bagi pemiliknya, keris lurus berguna, selain sebagai senjata dan pusaka, juga sarana untuk membantu dalam kerohanian.

Bahkan dalam ritual kerohanian, ada jenis keris lurus yang dijadikan persembahan, atau dijadikan sarana pembersihan gaib dari gaib-gaib yang mengganggu, ruwatan sengkolo, ritual bersih desa, dsb, yang biasanya kemudian keris itu akan dilarung.

Dalam pemeliharaannya, biasanya keris lurus lebih banyak menuntut untuk diberi sesaji, dibandingkan keris ber-luk. Secara umum, walaupun bentuknya lebih sederhana, namun keris lurus memiliki kegaiban dan wibawa yang lebih kuat dan lebih wingit dibanding keris ber-luk. Selain itu, karena wibawa kegaibannya yang lebih kuat dari keris ber-luk, banyak keris lurus yang sebenarnya merupakan keris tindih.

2. Keris Luk 1.

Dalam pembuatannya, keris ber-luk 1 memiliki makna sebagai sarana untuk membantu pemiliknya mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa dan membantu supaya keinginan-keinginan si pemilik dapat lebih cepat tercapai, misalnya keinginan dalam hal kepangkatan dan derajat.

Dibandingkan keris lurus, keris ber-luk 1 lebih menandakan kekuatan hasrat duniawi manusia yang ingin dicapai. Biasanya keris ber-luk 1 mengeluarkan hawa aura yang agak panas dan sifat energi yang tajam. Kebanyakan dibuat untuk tujuan kesaktian, kekuasaan dan wibawa.


3. Keris Luk 3.

Makna spiritual dalam pembuatan keris ber-luk 1 dan 3 hampir mirip, yaitu sebagai lambang kedekatan manusia dengan Sang Pencipta, dan juga sebagai sarana membantu mempercepat tercapainya keinginan-keinginan dari sang pemilik keris.

Dibandingkan keris ber-luk 1, keris ber-luk 3 lebih menonjolkan keseimbangan antara kehidupan kerohanian dan duniawi manusia, keseimbangan antara sisi spiritual dan jasmani, kemapanan dalam menghadapi pergolakan kehidupan dunia.

Dibandingkan keris ber-luk 1, kegaiban keris ber-luk 3 lebih dapat menyesuaikan diri dengan spiritual / psikologis si pemilik. Hawa aura yang ditimbulkannya juga lebih halus dan lembut.


4. Keris Luk 5.

Pada jaman kerajaan dahulu, keris ber-luk 5 hanya boleh dimiliki oleh raja, pangeran (keluarga raja), bupati dan adipati. Selain mereka, tidak ada orang lain yang boleh memiliki atau menyimpan keris ber-luk 5. Demikianlah aturan yang berlaku di masyarakat perkerisan jaman dahulu. Keris ber-luk 5 hanya cocok dimiliki oleh orang-orang yang memiliki keturunan raja, memiliki kemapanan sosial dan menjadi pemimpin di masyarakat.

Biasanya keris ber-luk 5 dibuat untuk tujuan memberikan tuah kekuasaan dan wibawa dan supaya dicintai banyak orang.

Biasanya keris ber-luk 5 lebih banyak menuntut untuk diberi sesaji, dibandingkan keris lurus dan keris ber-luk selain luk 5.


5. Keris Luk 7.

Keris ber-luk 7 dibuat untuk raja dan keluarga raja dan untuk tujuan kemapanan kerohanian. Dimaksudkan untuk dimiliki oleh raja atau keluarga raja yang sudah matang dalam usia dan psikologis atau yang sudah mandito.


6. Keris Luk 9.

Keris ber-luk 9 juga dibuat untuk tujuan kemapanan kerohanian dan kesepuhan. Dikhususkan untuk dimiliki oleh para pandita atau panembahan dan sesepuh masyarakat.

Selain memberikan tuah keselamatan, kerohanian / keilmuan dan perbawa kesepuhan, jenis keris ini biasanya memiliki kesaktian yang tinggi dan mengeluarkan hawa aura yang sejuk.


7. Keris Luk 11.

Keris ber-luk 11, mungkin awalnya dibuat untuk mendobrak kemapanan / pakem pembuatan keris pada jamannya, mengingat angka 11 tidak mempunyai makna tertentu dalam budaya jawa.

Contoh keris ber-luk 11 adalah Keris Sengkelat yang terkenal sakti dan banyak dibuat tiruannya. Awalnya keris ber-luk 11 ini memang membingungkan karena tidak sesuai dengan kebiasaan / pakem keris yang umum. Namun karena kesaktiannya yang sangat tinggi, keris ini kemudian banyak dibuat tiruannya.


8. Keris Luk 13.

Angka 13 dalam budaya jawa mempunyai makna yang jelek, yaitu kesialan atau musibah. Keris ber-luk 13 dibuat dimaksudkan sebagai penangkal kesialan atau musibah. Biasanya dibuat untuk tujuan kesaktian, kekuasaan dan wibawa.

Contohnya yang terkenal adalah keris Nogososro.



9. Keris ber-Luk lebih dari 13.

Mengenai keris ber-luk lebih dari 13, Penulis tidak menemukan makna tertentu dari maksud pembuatannya yang dapat dikategorikan secara seragam. Jadi tidak ada maksud tertentu dari pembuatannya yang bisa dijadikan patokan dalam menilai keris-keris ber-luk lebih dari 13. Mungkin jenis keris ini sengaja dibuat bentuknya demikian sebagai variasi dari keris-keris yang sudah ada.



Selain jenis-jenis keris berdasarkan jumlah luk seperti dijelaskan di atas, ada banyak keris yang ternyata spiritualitasnya tidak sesuai dengan spiritual keris seperti diuraikan di atas, karena dipengaruhi juga oleh dapur kerisnya, yang memberikan suatu makna spiritual tersendiri

Langkah awal menilai baik / tidaknya sebuah keris



Ilmu Tayuh Keris adalah sejenis ilmu tradisional yang digunakan untuk menentukan apakah sebilah keris akan cocok dipakai atau dimiliki oleh seseorang atau tidak. Ilmu ini bersifat kebatinan, terutama bermanfaat untuk meningkatkan kepekaan seseorang agar dia dapat menangkap kesan karakter sebilah keris dan menyesuaikan dengan kesan karakter dari calon pemiliknya.

Biasanya orang awam yang memiliki keris, untuk mengetahui perihal kegaiban dari kerisnya, akan menanyakannya kepada orang yang dianggapnya mengerti, misalnya kepada paranormal, penjamas keris, kolektor keris, dsb. Walaupun jawabannya tidak selalu akurat, namun itu adalah informasi yang penting bagi si pemilik keris, karena dia sendiri tidak paham cara menayuh keris.

Untuk dapat menayuh keris atau tosan aji lainnya, tidak harus lebih dulu menjadi seorang ahli kebatinan. Untuk mengetahui kecocokkannya dengan pemiliknya, tidak harus dilakukan dengan ritual dan olah batin. Orang awam pun bisa, asalkan tahu caranya. Pemiliknya dapat melakukannya dengan cara yang lebih mudah, yaitu meminta pemberitahuan dari sang keris melalui mimpi. Bagi orang awam, cara menayuh lewat mimpi inilah yang sering dilakukan.

Cara yang umum dilakukan adalah dengan cara meletakkan keris atau tombak atau benda gaib lain di bawah bantal, atau diposisikan di atas kepala, sebelum tidur. Jika malam pertama tidak berhasil akan diulanginya lagi pada malam berikutnya, dan seterusnya, sampai mimpi yang diharapkan itu datang. Dengan cara ini si Pemilik atau orang yang me-nayuh itu berharap dapat bertemu dengan 'isi' keris di dalam mimpinya. Namun cara ini tidak senantiasa berhasil. Kadang-kadang mimpi yang dinantikan tidak muncul, atau seandainya bermimpi, sesudah bangun pun lupa akan isi mimpinya.

Cara yang benar adalah dengan berkomunikasi dengan si keris, yaitu kita berkata-kata kepada si keris, seolah-olah si keris tersebut adalah manusia, minta tolong supaya ditunjukkan lewat mimpi, tentang tanda kecocokkannya dengan si keris. Kemudian keris itu bisa dikembalikan ke tempat penyimpanannya, tidak harus ditaruh di bawah bantal. Sebelum tidur, si pemilik harus ingat bahwa dia meminta tanda lewat mimpi, jadi dia harus ingat apa isi mimpinya.

Bila keris itu cocok atau berjodoh dengan si pemilik, maka di dalam mimpinya, keris itu akan menampilkan diri sebagai sosok yang bersahabat. Dalam mimpinya mungkin dia bertemu dengan seorang bayi, anak, gadis, atau wanita, pemuda atau orang tua, yang menyatakan ingin ikut, ingin diangkat anak, atau ingin diperistri, atau menyertai / menemani perjalanannya, atau kejadian lain yang sifatnya bersahabat. Ini adalah tanda bahwa si keris berkenan kepadanya.

Bila keris itu tidak cocok atau tidak berjodoh dengan si pemilik, maka di dalam mimpinya, keris itu akan menampilkan diri sebagai sosok yang tidak bersahabat. Bisa jadi, yang ditemui dalam mimpinya adalah sosok yang menakutkan, berkelahi dengannya, atau mengancam. Mimpi yang seperti itu adalah sebagai isyarat dari 'isi' keris yang tidak cocok dengannya atau tidak cocok untuk dimiliki. Bila ini yang kita alami, sebaiknya jangan memaksakan diri untuk tetap menyimpan keris itu.

Menayuh dengan cara di atas (lewat mimpi) bisa dilakukan untuk bermacam-macam keperluan, misalnya untuk mengetahui kecocokkan keris dengan kita, apa sesaji yang diminta, kerisnya perlu dijamas atau tidak, apa perlengkapan keris yang diminta (misalnya apakah minta ganti sarung keris, minta dibungkus kain hitam / putih, dsb).

Beberapa hal yang ingin ditekankan oleh penulis kepada para pembaca untuk dilakukan, karena sifat pentingnya, adalah sebagai berikut :

1. Bila kita memiliki keris, perlakukanlah dia seolah-olah dia adalah manusia anggota keluarga kita. Kita harus menghormatinya, sehingga diapun menghormati kita. Jangan memperlakukannya dengan tidak hormat, tetapi juga jangan terlalu meninggikan dia dan memperlakukannya dengan terlalu istimewa (jangan mengkultuskan keris).

2. Simpanlah keris di tempat yang bersifat pribadi, yang tidak sembarang orang boleh masuk ke dalamnya, misalnya di kamar tidur, tidak di ruang tamu. Letakkan di posisi yang tinggi, tidak lebih rendah daripada tinggi dada orang dewasa. Jangan di bawah, apalagi di lantai. Bila disimpan di lemari, letakkan di rak paling atas.

3. Jangan menciumi bau keris dan jangan menyimpan keris di sela-sela tumpukan pakaian, karena keris mengandung racun yang bahkan uapnya bisa meracuni kita.

4. Bila bermimpi berkelahi jangan sampai kalah, kalau dikejar jangan sampai tertangkap.

5. Jangan terlalu sering melakukan jamasan (memandikan) keris, karena dapat mengikis logam keris. Cukup sekali saja dalam setahun (bulan suro atau maulid) atau sekali saja seumur hidup kita, yaitu pada saat pertama memiliki keris itu. Selebihnya cukup kita minyaki saja setiap 3 atau 6 bulan sekali supaya keris itu tidak karatan.

6. Jangan memberi sesaji macam-macam. Cukup kembang telon atau kembang setaman (kembang tujuh rupa) sesuai budaya jawa. Lebih praktis kalau kita meminyakinya sendiri dengan minyak singer yang dicampur dengan minyak cendana merah, setahun sekali atau dua kali cukup. Bila tempat menyimpan keris diberi dasar kain berwarna hitam akan dapat menaikkan kekuatan gaib dan wibawa si keris.

7. Usahakan untuk mengetahui sendiri keperluan keris kita. Walaupun perlu, tetapi jangan bergantung kepada pendapat orang lain, walaupun dia seorang ahli kebatinan. Kita bisa tahu sendiri tentang karakter keris dengan menayuhnya dengan cara seperti diceritakan di atas. Manfaat lainnya adalah kita akan menjadi lebih mengerti mengenai keris kita dan secara psikologis kita dan si keris akan menjadi lebih dekat. Keris yang baik untuk kita akan menyesuaikan diri dengan kehidupan kita, dia tidak akan meminta perlakuan yang merepotkan kita. Bila keris itu meminta perlakuan yang aneh atau merepotkan kita, misalnya minta dibakarkan menyan, daging mentah, telor ayam mentah, darah ayam, dsb, berarti keris itu tidak baik untuk kita. Keris yang tidak baik atau tidak sejalan dengan kita sebaiknya jangan kita paksakan untuk kita miliki, supaya kita tidak terbebani oleh pengaruh buruknya. Lebih baik kalau kita serahkan kepada orang lain yang mungkin lebih mengerti dan bisa merawat keris itu.



Cara Keris Berkomunikasi dengan Pemiliknya

Cara menayuh keris seperti diceritakan di atas adalah upaya manusia untuk dapat berkomunikasi dengan kerisnya, meminta jawaban dari si keris atas pertanyaan-pertanyaan si pemilik kepada kerisnya. Bagaimana sebaliknya ? Bagaimana cara si keris bila ingin berkomunikasi atau menyampaikan sesuatu kepada si pemilik keris ?

Ada beberapa cara yang biasanya terjadi bila si keris ingin menyampaikan sesuatu kepada manusia / si pemilik keris (meminta perhatian dari si pemilik keris), sbb :

1. Menimbulkan kejadian-kejadian aneh.

Cara ini antara lain adalah membuat suara-suara aneh di kotak / tempat penyimpanan keris, menimbulkan suara / bisikan tertentu yang hanya dapat didengar oleh si pemilik keris dan keluarganya, membuat penampakkan gaib, misalnya penampakkan sinar, penampakkan orang masuk ke dalam rumah, dsb. Seringkali kejadian-kejadian ini secara awam dianggap sebagai fenomena-fenomena gaib biasa saja oleh manusia.

2. Memberi ilham atau mimpi.

Cara ini misalnya memberikan bisikan ilham di benak si pemilik keris atau keluarganya (sering disebut bisikan gaib atau wangsit), atau memberikan mimpi yang dimaksudkan menggambarkan sesuatu kejadian. Bila diberi mimpi, seringkali orang yang diberi mimpi tidak mengerti arti mimpinya atau mungkin lupa akan mimpinya setelah dia bangun tidur.

3. Membuat si pemilik keris atau anggota keluarganya sakit.

Biasanya sesudah kejadian 1 dan 2 di atas terjadi, tidak ada lagi kejadian yang berlanjut. Namun bila si pemilik keris belum juga tanggap akan arti maksudnya, bila apa yang akan disampaikan dianggap penting, maka cara ke 3 inilah yang sering dilakukan oleh si gaib keris.

Kejadian 1 sampai 3 di atas sering secara awam diartikan ada gangguan gaib atau gangguan dari si keris. Namun sebenarnya tidaklah selalu demikian. Seperti sudah Penulis jelaskan sebelumnya bahwa bila kita memiliki sesuatu keris ataupun benda gaib lain, sebaiknya kita mengerti dengan kegaibannya dan tanggap akan kejadian-kejadian gaib yang terjadi. Jadi adanya kejadian-kejadian di atas bukanlah selalu berarti gangguan gaib. Sebaiknya kita mempertajam kepekaan kita atau mengkonsultasikannya kepada yang mengerti.

Beberapa hal yang mungkin ingin disampaikan oleh si keris adalah :

* Si keris meminta diberi sesaji (atau mengingatkan sudah waktunya diberi sesaji).

* Si keris meminta kerisnya dibersihkan atau mungkin dijamas.

* Ada gaib atau orang yang berniat jahat kepada si pemilik keris / keluarganya.

* Ada musibah yang akan menimpa si pemilik keris / keluarganya (mengingatkan supaya waspada).

Siapakah yang menjadi pemilik sebenarnya dari sebuah keris?

Keris dan gaib / wahyu di dalamnya dikhususkan oleh si empu untuk si pemilik pertama (si pemesan). Oleh si empu pembuatnya, keris itu ditugaskan untuk mendampingi si pemilik pertama tersebut selama hidupnya. Dengan demikian, keris itu adalah milik si gaib keris itu sendiri (sebagai rumahnya) dan si pemilik pertama, secara bersama-sama.

Bila sebuah keris oleh pemiliknya diwariskan / diturunkan kepada anaknya, atau diberikannya kepada orang lain, belum tentu keris itu mau mengikut atau berkenan kepada orang yang kepadanya keris itu diberikan. Jadi, walaupun kita memiliki keris peninggalan orang tua secara turun-temurun, bukan berarti kita memilikinya dan boleh memindahtangankannya kepada siapa saja yang kita berkenan. Secara hukum manusia, fisik keris itu mungkin milik kita. Tetapi pemilik keris yang sebenarnya

adalah bukan kita pemiliknya.

Setelah si pemilik pertama tersebut meninggal, atau setelah keris itu oleh si pemilik pertama dipindahtangankan kepada orang lain, maka tugas dari keris tersebut telah selesai. Dengan meninggalnya si pemilik keris pertama, atau sesudah dipindahtangankan olehnya, maka kemudian keris itu mutlak menjadi milik si gaib keris itu sendiri (karena keris itu adalah rumahnya) dan keris tersebut bebas menentukan kepada siapa dia akan mengikut selanjutnya. Malah banyak keris-keris yang dahulu terkenal kesaktiannya, sekarang tidak ada lagi. Mereka telah moksa, kembali ke alam gaib bersama dengan fisik kerisnya.

Dengan telah meninggalnya si pemilik keris pertama, maka kemudian keris itu mutlak menjadi milik si gaib keris itu sendiri (karena keris itu adalah rumahnya). Dan kita, yang "merasa" memiliki / menyimpan keris itu, lebih tepat kiranya kalau kita disebut "ketempatan" sebuah keris. Dan karena kita dan keris itu "hidup bersama", mudah-mudahan kita dan keris itu dapat sejalan dan saling memberi manfaat. Namun bila ternyata tidak sejalan, ya sebaiknya berpisah saja, hidup sendiri-sendiri.

Langkah awal menilai baik / tidaknya sebuah keris bagi si pemilik

Banyak orang berpendapat bahwa keris yang terbaik untuk dimiliki adalah keris peninggalan orang tua atau sering disebut keris pusaka keluarga, yang diwariskan turun-temurun kepada anak keturunan. Walaupun banyak yang berpendapat demikian, tetapi menurut hemat penulis hal itu tidak selalu benar. Ada pemilik keris yang memperoleh / menyimpan keris peninggalan orang tua, tetapi justru banyak mengalami nasib buruk, misalnya anggota keluarganya sering sakit-sakitan, rejeki tidak lancar, sering dirundung nasib sial, kerapkali mengalami musibah / kecelakaan, sering bermimpi buruk, kerisnya kerap menimbulkan bunyi-bunyian aneh hingga mengganggu dan membuat takut seisi rumah, atau hal-hal buruk lainnya. Mengapa bisa terjadi yang demikian itu?

Masing-masing keris mempunyai tuah / kegaiban sendiri-sendiri, seperti untuk perlindungan, kesaktian, kekuasaan, rejeki, dsb. Tuah keris yang paling dasar adalah untuk perlindungan bagi si pemilik dari serangan gaib / kejahatan. Jadi, selain tuah untuk kesaktian, kekuasaan atau rejeki, keris juga memberikan tuah sebagai perlindungan bagi si pemilik. Namun tuah-tuah itu tidak begitu saja didapatkan oleh si pemilik keris, walaupun kerisnya itu adalah peninggalan orang tua. Harus ada ritual / proses untuk menyatukan gaib keris dengan pemiliknya dahulu sampai si keris benar-benar mau "mengikut" si pemilik keris. Setelah itu, barulah kemudian si keris mau memberikan tuahnya kepadanya. Bila tidak demikian, maka keris itu tidak akan memberikan tuah apapun kepadanya. Malah bisa jadi justru nasib jelek yang akan dialami oleh orang itu dan keluarganya.

Biasanya, bila si keris mau "ikut" dengan seseorang (pemilik keris), keris itu akan memberi mimpi kepada orang itu. Dalam mimpi itu, gaib keris akan menampakkan diri sebagai seseorang yang bersahabat dan akan menunjukkan, dalam bentuk penggambaran, tentang manfaat apa yang akan diberikan oleh si keris kepadanya.

Begitu juga sebaliknya, bila si keris tidak mau ikut, maka ia akan memberikan mimpi buruk kepadanya dan dalam mimpi itu si keris menggambarkan diri sebagai sesuatu yang menakutkan dan menjadi ancaman bagi si pemilik. Dengan demikian si pemilik keris harus bisa menerjemahkan arti dari mimpinya itu.

Keris akan berkomunikasi dengan pemiliknya dengan cara memberi mimpi kepada si pemilik / anggota keluarga si pemilik keris. Misalnya tentang dia mau ikut atau tidak, sesaji apa yang dia minta, sampai mengenai kejadian-kejadian penting yang akan dialami oleh si pemilik atau anggota keluarganya. Dengan demikian, si pemilik keris dan keluarganya harus cepat tanggap dan tidak menganggap mimpinya adalah mimpi biasa, karena mereka tidak sendiri lagi. Ada si keris yang senantiasa memperhatikan kehidupan mereka.

Bila si pemilik keris tidak pernah mendapatkan mimpi apa-apa, kemungkinan besar si keris tidak mau ikut dengannya dan tidak peduli kepadanya. Namun walaupun si pemilik tidak mendapatkan tanda apapun dari si keris, bukan berarti keberadaan keris itu aman-aman saja baginya. Karena bila ada perbuatan si pemilik yang tidak berkenan bagi si keris, bisa jadi si pemilik akan mengalami nasib buruk.

Jadi, memiliki / menyimpan keris peninggalan orang tua tidaklah selalu baik untuk kita. Mendapatkan keris dari orang lain atau "membeli" dari pedagang juga belum tentu tidak baik. Yang terpenting adalah keris yang kita miliki adalah yang sesuai dan sejalan dengan kita dan bermanfaat dalam kehidupan kita. Ini adalah langkah awal kita untuk menilai baik / tidaknya sebuah keris bagi kita.

Hal yang penting yang harus diperhatikan adalah bila anda mendapatkan tanda bahwa si keris tidak mau ikut dengan anda, maka kami menganjurkan supaya anda merelakan keris itu untuk dipindahtangankan kepada orang lain yang kira-kira si keris mau ikut dengannya. Jangan memaksakan diri untuk menyimpan keris itu. Hal-hal yang tidak sejalan dengan anda sebaiknya jangan anda paksakan untuk bersama anda, karena nantinya anda dan keluarga akan menjadi terbebani dengan keberadaannya.

6 komentar:

  1. Terima kasih materi ini... sangat membantu saya dlm pemula perkerisan

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas ilmunya Tuan. Izinkan sy mengambil dan mengamalkan ilmu keris ini untuk kegunaan ke jalan kebaikkan di dunia dan akhirat.

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah semoga ilmu nya bermanfaat utk semua
    bismillahirrahmanirrahim semoga semua selamat dunia dan akhirat

    BalasHapus
  4. ilmu yg bermanfaat, terima kasih

    BalasHapus
  5. Ilmu yg bermaafaat izinkan saya mengamal ilmu yg diberikan semoga Allah memudahkan niat kita n usaha kita

    BalasHapus
  6. Salam ukwah Basyariah Khusus Kang Bloger ini, Assalamu'alaikum y "Kang Maya 🤗"......, karena sudah meluangkan Waktu, tenaga & pikirannya untuk Memberikan pencerahan dan dgn olehnya sya menjadi terbantu oleh apa yang dimuat ISI konten vlog blogernya kang. Smga Allah SWT yang akan selalu memberikan Keberkahan akan Ilmunya Kang. 😉
    Aaamiin yaa Mujibussaailina.

    BalasHapus