Tangguh
Tangguh arti harfiahnya adalah perkiraan atau taksiran. Dalam dunia perkerisan maksudnya adalah perkiraan zaman pembuatan bilah keris, perkiraan tempat pembuatan, atau gaya pembuatannya. Karena hanya merupakan perkiraan, me-nangguh keris bisa saja salah atau keliru. Kalau sebilah keris disebut tangguh Blambangan, padahal sebenarnya tangguh Majapahit, orang akan memaklumi kekeliruan tersebut, karena bentuk keris dari kedua tangguh itu memang mirip. Tetapi jika sebuah keris buatan baru di-tangguh keris Jenggala, maka jelas ia bukan seorang ahli tangguh yang baik.
Walaupun sebuah perkiraan, tidak sembarang orang bisa menentukan tangguh keris. Untuk itu ia perlu belajar dari seorang ahli tangguh, dan mengamati secara cermat ribuan bilah keris. Ia juga harus memiliki photographic memory yang kuat.
Dalam catatan kuno, dituliskan ciri-ciri secara tertulis. Notasi itu meyakini akan adanya sebuah gaya atau langgam dari setiap kerajaan. Artinya pada jaman Majapahit diyakini kerisnya memiliki beberapa ciri gaya atau langgam yang seragam. Begitu pula jaman kerajaan Mataram dan seterusnya jaman kerajaan Surakarta Hadiningrat diyakini memiliki gayanya masing-masing.
Keyakinan terhadap bahan besi dan pamor juga menjadi panduan dalam ilmu tangguh ini.
Adapun pembagian tahapan-tahapan zaman itu adalah sebagai berikut:
1. Kuno
(Budho) tahun 125 M – 1125 M
meliputi kerajaan-kerajaan: Purwacarita, Medang Siwanda, Medang Kamulan, Tulisan, Gilingwesi, Mamenang, Pengging Witaradya, Kahuripan dan Kediri.
2. Madyo Kuno
(Kuno Pertengahan) tahun 1126 M – 1250 M.
Meliputi kerajaan-kerajaan : Jenggala, Singosari, Pajajaran dan Cirebon.
3. Sepuh Tengah
(Tua Pertengahan) tahun 1251 M – 1459 M
Meliputi Kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Tuban, Madura, Majapahit dan Blambangan.
4. Tengahan
(Pertengahan) tahun 1460 M – 1613 M
Meliputi Kerajaan-kerajaan : Demak, Pajang, Madiun, dan Mataram
5. Nom
(Muda) tahun 1614 M – 1945
Meliputi Kerajaan-kerajaan : Kartasura dan Surakarta.
6. Kamardikan 1945 hingga seterusnya.
Adalah keris yang diciptakan setelah Indonesia merdeka, 1945.
Pada waktu itu pun raja di Surakarta Hadiningrat ke XII mendapat julukan Sinuhun Hamardika. Keris yang diciptakan pada era ini masuk dalam penggolongan keris kamardikan.
Tangguh merupakan seni yang digandrungi oleh komunitas pecinta keris, karena disini terletak suatu seni dalam nilai kemampuan; semacam uji kemampuan dari sesama penggemar keris. Tangguh juga menjadi sebuah nilai pada harga sebilah keris … sesuai trend yang ada dari masa ke masa.
Tangguh dalam kamus bahasa Jawa (S. Prawiroatmodjo) diartikan sebagai ’boleh dipercaya’, ’tenggang’, ’waktu yang baik’, ’sangka’, ’persangkaan’, ’gaya’, ’lembaga’, ’macam’ (keris).
Namun demikian, tuntutan modernitas dan keinginan yang kritis (sisi ilmiah) masa kini, tangguh dituntut menjadi pasti (exact), artinya ilmu tangguh akan bergeser menyesuaikan jaman untuk dapat melengkapi salah satu kriteria dalam melakukan sertifikasi sebilah keris. Tuntutan ini adalah hal yang realistik karena generasi muda tak lagi menyanjung ’sesepuh’ yang belum tentu memiliki wawasan yang benar. Penyanjungan sesepuh adalah ciri etnografis dari budaya paternalistik dalam sub kultur Jawa (Nusantara). Namun demikian ’ilmu tangguh’ harus tetap dipertahankan keberadaannya, kepercayaan pada sesepuh akan bergeser pada sertifikasi suatu badan bahkan mungkin institusional berskala nasional.
Dalam sisi pandang yang kritikal pada abad modern ini, tangguh menjadi sebuah rangsangan baru untuk meneliti secara lebih pasti, betul dan tepat (exact) menentukan sebilah tangguh keris. Maka tingkat pengetahuan yang tertuang pada masa dulu melalui catatan, buku dan naskah kuno menjadi sebuah catatan yang masih kurang memenuhi hasrat keingin-tahuan perkerisan pada saat sekarang. Catatan atau buku kuno tidak melampirkan contoh sketsa atau foto apa yang dimaksudkan pada uraiannya. Tulisan kuno tentang tangguh juga belum bisa menjamin si penulis adalah orang mengetahui keris, bisa jadi penulis adalah seorang pujangga yang menulis secara puitis, karena waktu itu memang tidak memiliki target bahwa tulisannya akan menjadi sebuah kawruh yang meningkat menjadi ilmu seni menangguh.
Ilmu tangguh sering menjadi sebuah polemik, karena terkendala oleh banyak hal, antara lain; kendala wawasan, kendala tempat (domisili atau keberadaan), kendala oleh narasumber yang sebetulnya berskala lokal, kendala oleh karena minat atau selera pada jenis keris dan banyak sekali hal-hal yang memancing perdebatan.
Salah satu cara untuk membangun sebuah ”ilmu tangguh” yang representatif tentu harus melakukan pendataan dan penelitian ulang, salah satunya adalah dengan meneliti penyesuaian antara keris penemuan (artefak) dengan situsnya (geografis); meneliti dan mengkaji ulang catatan kuno dan memperbandingkannya satu buku dengan buku yang lain. Saat ini pun di perpustakaan keraton masih banyak sumber yang dapat menjadi referensi, baik buku-buku bahkan contoh keris berserta kekancingannya.
Dibawah ini diberikan ciri-ciri beberapa tangguh yang diambil dari beberapa sumber. Untuk dapat menentukan tangguh yang bersangkutan harus belajar dari mereka yang tahu, membaca buku keris dan juga banyak melihat keris, itu pun hasilnya terkadang tidak memuaskan :
1. Tangguh Segaluh
Mempunyai pasikutan kaku tetapi luruh. Besinya berkesan kering, warnanya hitam pucat kehijauan. Pamornya kelem. Panjang bilahnya bermacam-macam ada yang panjang, ada pula yang pendek. Gandiknya maju ke depan, sehingga ganjanya selalu panjang.
2. Tangguh Jenggala
Pasikutannya (tampilan) : luwes, birawa. Ukuran panjang bilahnya agak berlebihan dibandingkan tangguh lainnya, demikian juga lebar bilahnya, terutama di bagian sor-soran. Luknya luwes merata. Sirah cecak pada bagian ganja bentuknya lonjong memanjang. Ganjanya pendek tapi tinggi, wadidangnya tegak, ada-ada seperti punggung sapi, Sogokan tanpa pamor. Besi : Padat, halus dan kehitaman Pamor : mrambut, panjang-panjang, seperti rambut putih, Lumer pandes, tapi ada juga yang mubyar
3. Tangguh Singosari
Pasikutannya : Kaku dan wingit. Gandiknya berukuran sedang, agak miring. Sirah cecak pada ganja bentuknya lonjong memanjang. Ukuran Panjang bilahnya sedang, ujungnya tak begitu runcing. Besi : abu-abu kehitaman, nyabak (bagai batu tulis). Pamor : menancapnya pamor pada permukaan bilah lumer dan pandes, Penampilan pamor biasanya lembut dan suram (kelem).
4. Tangguh Pajajaran
Pasikutan : Agak “Kaku” dan kasar. Bilahnya agak “panjang” dibandingkan keris tangguh lainnya. ada kesan ramping. Gandik panjang dan terkadang miring. Sirah cecaknya lonjong memanjang. Ganja ambatok mengkurep. Blumbangan atau pejetan lebar, sogokan agak dalam dan pendek. Kadang luknya kemba (dangkal). Besi : Cenderung kering, keputih-putihan
Pamor : Biasanya pamor tiban, kesan Pamor cenderung ngegajih (berlemak)
5. Tangguh Pengging
Pasikutan : sedang, ramping, garapannya rapi. Jika keris luk, luknya rengol sekali. (Rengkol = dalam). Gulu melednya panjang. Besi : berwarna hitam dan terkesan basah. Pamor : Bersahaja (sederhana), lumer pandes.
6. Tangguh Blambangan
Pasikutannya : demes (Rapi mengesankan, enak dipandang). Kesan besi : keputih-putihan, padat, berkesan basah, diraba keras. Pamor : Gajih, tapi ada juga yang merambut.
7. Tangguh Sedayu
Pasikutan : agak enak dipandang (dhemes sakedhik). Ganja : sebit lontar. Agak panjang. Gandhik : pendek miring. Sogokan : pendek serasi. Yang Luk : rapat nurut (keker nurut). Sosok bilah sedang sampai panjang. Besi : kurang bercahaya (kirang guwaya). Rabaan : licin (lumer). Baja : sedang. Pamor : kurang, namun keluarnya menyala putih merambut (mubyar pethak angrambut). Menetapnya pamor : mengambang.
8. Tangguh Tuban
Ganja berbentuk tinggi – berbulu, sirah cecak tumpul, potongan bilah cembung dan lebar. Kesan Besi : Kesannya kering, kadar bajanya banyak
Pamor : Menyebar, kesan gajih / berlemak
Keris tangguh Tuban mungkin satu-satunya keris tangguh tua yang masih mudah dijumpai sekarang ini. Tidak seperti tangguh sepuh lainnya, seperti Majapahit, Pajajaran, Kediri, Singosari, Sedayu dan lain-lain yang sangat sulit untuk di jumpai apalagi didapatkan (ada tapi jarang-jarang). Keris tangguh Tuban memiliki masa perkiraan pembuatan keris sama dengan era Majapahit akhir dan memiliki ciri-ciri khas yang membedakannya dari keris-keris tangguh lainnya.
Ciri-ciri keris tangguh Tuban antara lain :
Pada umumnya keris Tuban dibuat dengan dhapur lurus atau tanpa luk/lekukan dan kebanyakan dhapur "Tilam Upih" dan kadang-kadang "Kebo Lajer" atau dhapur keris lurus lainnya, kecuali untuk dhapur tombak yang malah kebanyakan dijumpai dengan dhapur berluk 7, 9 dan 11.
Keistimewaan keris Tuban yang tidak terdapat pada keris tangguh lainnya adalah bentuk bilahnya yang tipis/pipih dan tempaan yang matang, sehingga Keris Tuban pada umumnya memiliki bobot yang ringan dan jika ditanting/disentil jari, suaranya lebih berdenting yang menandakan matangnya tempaan. Selain tipis, keris Tuban pada umumnya juga memiliki bilah yang lebih besar dibanndingkan dengan tangguh lainnya.
Pamor dari keris Tuban memiliki istilah "Ndeling", yaitu warna besi terdiri dari tiga warna yaitu hitam, putih keruh dan putih mengkilat. Tidak seperti pamor keris pada umumnya yang hanya terdiri dari warna hitam dan putih keruh.
Pamor keris Tuban yang paling indah yaitu pamor "Melati", baik Tumpuk atau pun Rinonce, jika pamor tidak sempurna makan jadi pamor "Banyu (toya) mambeg" atau "Wos Wutah" yang tidak kalah indahnya walaupun tidak sekelas dengan pamor Melati.
9. Tangguh Sendang
Kesan besi : Hitam, padat , dengan kesan basah. Pamor : Kurang padat seolah mengambang
10. Tangguh Demak
Kesan besi : Hitam kebiruan. Kesannya basah. Pamor : mengambang, kurang mantap
11. Tangguh Pajang
Pasikutan : kendor (odhol). Ganja : sengoh sebit lontar condong ke panjang. Gandhik : panjang miring. Sogokan : panjang. Yang Luk : luk-lukan rapat gagah (keker berawa). Besi : hitam (gangsing). Baja : sedang, kurang matang Pamor : tidak direncanakan, namun keluarnya menyala putih (pethak mubyar), keluarnya sekendaknya.
12. Tangguh Umyang : Tangguh Supo Pajang Kyai Kedhe
Ganja : lancip panjang. Gandhik : pendek. Kembang kacang : sedang. Tikel alis, pejetan dalam. Luk : rapat , mengarah ke kiri (kedhe). Bilah : tebal. Sosok bilah : panjang. Besi : halus dan kering, halus. Pamor : kasar dan beberapa menyala seperti perak. Buatannya halus dan bersih. Keris buatan Empu Umyang ini sangat bagus dimiliki pengusaha yang berkecimpug dalam menggandakan uang.
13. Tangguh Kudus
Ganja : rata. Galu meled, sirah cecak : kecil dan pendek lancip. Buntuturang rata. Pamor kurang sempurna, hanya samar-samar. Kebanyakan keris Kudus kurang panjang, lebih pendek dari keris Surakarta.
14. Tangguh Bali
Ukuran bilah besar dan panjang, lebih besar dari ukuran keris jawa, Kesan Besi : besi berkilau. Pamor : besar halus dan berkilau.
15. Tangguh Madura Tua
Kesan besi : Besi kasar dan berat, sekar kacang tumpul. Pamor : besar-besar/agal / pamor mengkilap
16. Tangguh Mataram
Bentuk ganja seperti cecak menangkap mangsa, sogokan berpamor penuh, sekar kacang seperti gelung wayang, pamor tampak kokoh, dan atas puyuan timbul/menyembul (ujung sogokan). Kesan Besi : kebiru-biruan dengan kesan kering. Pamor : garapannya halus & putih jelas
17. Tangguh Kartosura
Besi agak kasar, bila ditimang agak berat, bilah lebih gemuk, ganja berkepala cicak yang meruncing. Kesan besi : keputih-putihan, bajanya kurang
Pamor : Jelas putih tapi terlihat seperti mengambang
18. Tangguh Surakarta
Bilah seperti daun singkong, puyuan meruncing, gulu meled pada ganja pendek, odo-odo dan bagian lainnya tampak manis dan luwes. Kesan besi : halus. Pamor : Menyebar penuh
19. Tangguh Yogyakarta
Ganja menggantung, Kesan besi : halus dan berat. Pamor : menyebar penuh keseluruh bagian bilah.
20. Tangguh Koripan
Pasikutan : hambar. Besi : gangsing (hitam legam). Pamor : sanak dan samar-samar adeg.
21. Tangguh Mataran Senopaten
Pasikutan : tangkas (parigel), galak tetapi tampan. Besi : agak kebiruan. Menetapnya pamor : tandas seperti kawat kencang. Ganja : sebit lontar. Ganja keris Mataran Senopaten banyak yang wulung artinya bahan besinya bukan dari bahan bilah.
22. Tangguh Mataram Sultan Agung
Pasikutan : dhemes bagus (tampan, enak dipandang). Besi : agak mentah. Pamor : mubyar putih menyala. Baja : kurang.
23. Tangguh Kuwung dan Tapan
Keris-keris buatan Empu Kuwung dan Empu Tapan yang hidup sejaman dengan jaman keraton Pajajaran. Gaya garapan dan pasikutannya juga mirip dengan Tangguh Pajajaran.
24. Tangguh Sukuh
Sejaman dengan jaman keraton Majapahit. Gaya garapan dan pasikutannya mirip dengan Tangguh Majapahit.
25. Tangguh Tuban Taruwangsa, Pekajoran,, Semarang di Tembayat.
Sejaman dengan jaman keraton Demak. Gaya dan pasikutannya mirip dengan buatan Demak, Tuban dan Majapahit.
26. Tangguh Sastrotoya (Setrotoya), Sastrolatu (Setrolatu), Supokaripan.
Sejaman dengan jaman Keraton Mataram. Gaya dan pasikutannya mirip dengan buatan Mataram. Gaya dan pasikutannya mirip dengan buatan Mataram. Keris-keris buatannya bertuah untuk menolak banjir (toya) dan api (latu). Kebanyakan berpamor adeg sapu, meski tidak selalu. Keris-keris karya empu ini biasanya untuk menolak api atau mencagah bahaya air/hujan badai.
27. Tangguh Surakarta
Semasa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono IV hingga IX, banyak dibuat keris, tombak dan pedang bermutu tinggi. Diantara empu keris yang terkenal adalah Empu Supo Brojoguno, Empu Supojogokariyo, Empu Supobrojokariyo, Empu Supobrojoguno, E. Supobrojojoyo dan E. Suposingowijoyo. Keris-keris buatannya umumnya panjang dan tebal. Pamornya : pamor Prambanan, indah garapannya dengan sentuhan seni yang tinggi mutunya.
28. Tangguh Ngayogyokarto Hadiningrat
Menurut penilaian GBPH Yudoningrat, masing-masing jaman pemerintahan raja, keris buatannya (Yasan) mempunyai ciri tersendiri. Yasan Sri Sultan HB I bersifat weweg (tegap) sembodo, bilah berawa (besar). Yasan Sri Sultan HB V (Riyokusuman) relatif lebih pendek, mirip karya Majapahit. Yasan Sri Sultan HB VI dan VII, bilah relatif besar dan tebal. Yasan Sri Sultan HB VIII, besar tetapi kurang panjang (ageng kirang dedeg). Yasan Sri Sultan HB IX, pasikutan wingit, sederhana. Yang dimaksudkan yasan adalah karya empu kolektif abdidalem raja.
Yang jelas, Tangguh Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan campuran Tangguh Majapahit dan Mataram. Sosok bilah sedang tidak terlalu panjang tetapi juga tidak terlalu pendek. Bilahnya tidak ngadhal meteng (besar ditengah) atau kempot (kecil di tengah). Pasikutannya wingit.
29. Tangguh Kadewan
Keris dibuat tanpa api. Empunya : Empu Ramadi, dan Empu Onggojail. Bilah : tebal, sosok bilah tebal nglimpa, besi halus/licin pamornya hanya sedikit.
30. Tangguh Purwocarito
Bilah umumnya pendek tebal, lebar, besi halus. Ganja mbathok mengkurep, pendek tapi gemuk.
31. Tangguh Sigaluh (Segaluh)
Pasikutan : kaku hampir sama dengan Tangguh Pajajaran, Majapahit. Besi : ngrekes dan berserat, terkesan mentah. Baja : keras, Tegaknya Bilah : tegak sampai sedikit agak condong ke kiri. Ghandik : menonjol. Ganja : bathok mengkurep sampai rata. Sosok bilah : tipis dan kering. Keris Sigaluh sangat menyolok bagian sor-sorannya yang menyerupai kursi terbalik, bagian depan menonjol, ganja menonjol ke depan.
32. Tangguh Bugis
Pasikutan : kaku dan galak. Besi : agak mentah, berat jika ditanting. Rabaan : sangat kasar, tapi ada beberapa yang halus. Pamor : agal (kasar) dan berlemak, ada beberapa mubyar nyalaka. Sepuhan besi : sangat matang. Tanda : khas pesi relatif lebih pendek dari pada keris sejenisnya dari Jawa. Tegaknya bilah sedikit membungkuk.
33. Tangguh Lombok dan Kupang
Pasikutan : Kaku dan galak, Besi : berat, jika ditanting terasa berat. Rabaan : nggrasak, wasuhan kurang matang. Pamor : putih berserat-serat. Kembang kacang : sering dilengkapi dengan jenggot. Begitu juga bilahnya terkadang diberi hiasan pundhak setegal.
34. Tangguh Empu Ni-Mbok Sobro (termasuk Tangguh Tuban)
Yang banyak di masyarakat keris Sombro ini tidak memiliki ricikan apa-apa. Besi : halus, licin, kering. Bilah : lebar dan tipis. Pesi : pipih dan dipilin (diuntir), ujungnya berlubang seperti lubang jarum. Pada permukaan bilahnya terdapat pijitan bekas ibu jari, belekuk-lekuk, jumlahnya bisa 3-5. konon keris Sombro dibuat tanpa api. Ganja : iras kecil. Sirah cecak : bulat, buntut urang : rata. Pamor : jika ada sangat halus. Tegaknya bilah : kurang serasi. Keris Sombro banyak digunakan untuk meredam keris panas, ukurannya kecil saja, disebut juga keris Tindhih.
35. Tangguh Guling Mataram (Guling adalah Empu Jaman Mataram)
Pasikutan : wingit. Ganja : lancip, sebit lontar. Luk-lukan : rapat nurut. Kembang kacang : membulat. Pejetan, tikel alis : lebar dan dalam, serasi. Pamor ; halus, mubyar menyala seperti perak. Ada-ada : ditengah seperti Punggung Sapi. Pesi : seperti diuntir (dipilin). Yang benyak beredar : Luk 11 dan 13.
36. Tangguh Bagelen
Ganja : mbathok mengkurep. Gandhik : lebar tapi pendek. Bilah : besar dan nglimpa. Pamor : mubyar nyalaka. Sepintas keris Begelen menitu Tangguh Mataram.
Ada beberapa tangguh keris diantaranya :
1. Tangguh Segaluh (Abad 12)
2. Tangguh Pajajaran (Abad 12)
3. Tangguh Kahuripan (Abad 12)
4. Tangguh Jenggala (Abad 13)
5. Tangguh Singasari (Abad 13)
6. Tangguh Majapahit (1294-1474)
7. Tangguh Madura (1294-1474, Era Invansi Kerajaan Majapahit)
8. Tangguh Blambangan (1294-1474, Era Invansi Kerajaan Majapahit)
9. Tangguh Sedayu (1294-1474, Era Invansi Kerajaan Majapahit)
10. Tangguh Tuban (1294-1474, Era Invansi Kerajaan Majapahit)
11. Tangguh Sendang (1294-1474, Era Invansi Kerajaan Majapahit)
12. Tangguh Pengging (1475-1479)
13. Tangguh Demak (1480-1550)
14. Tangguh Pajang (1551-1582)
15. Tangguh Madiun (Abad 16)
16. Tangguh Koripan (Abad 16)
17. Tangguh Mataram (1582-1749)
a) Panembahan Senapati – Sutawijaya (1582-1601)
b) Panembahan Seda Krapyak – Mas Jolang (1601-1613)
c) Sultan Agung – R.M. Rangsang (1613-1645)
d) Amangkurat I – Seda Tegal Arum (1645-1677)
e) Amangkurat II (1677-1703)
f) Amangkurat III – Sunan Mas (1703-1705)
g) Paku Buwono I – Sunan Puger (1705-1719)
h) Amangkurat IV – Sunan Prabu (1719-1725)
i) Paku Buwono II (1725-1749)
18. Tangguh Cirebon (Abad 16)
19. Tangguh Surakarta (1749-sekarang)
a) Paku Buwono III (1749-1788)
b) Paku Buwono IV (1788-1820)
c) Paku Buwono V (1820-1823)
d) Paku Buwono VI (1823-1830)
e) Paku Buwono VII (1830-1858)
f) Paku Buwono VIII (1858-1861)
g) Paku Buwono IX (1861-1893)
h) Paku Buwono X (1893-1939)
i) Paku Buwono XI (1839-1944)
j) Paku Buwono XII (1944-sekarang)
20. Tangguh Yogyakarta (1755-sekarang)
a) Hamengku Buwono I – P. Mangkubmi (1755-1792)
b) Hamengku Buwono II – Sultan Sepuh (1792-1810)
c) Hamengku Buwono III (1810-1814)
d) Hamengku Buwono IV (1814-1822)
e) Hamengku Buwono V (1822-1855)
f) Hamengku Buwono VI (1855-1877)
g) Hamengku Buwono VII (1877-1921)
h) Hamengku Buwono VIII (1921-1939)
i) Hamengku Buwono IX (1939-1990)
j) Hamengku Buwono X (1990-sekarang)
Ada lagi sebuah periode keris yang amat mudah di-tangguh, yakni tangguh Buda. Keris Buda mudah dikenali karena bilahnya selalu pendek, lebar, tebal, dan berat. Yang sulit membedakannya adalah antara yang asli dan yang palsu. Hanya penggemar tosan aji yang serius saja yang bisa membedakannya. Memang perlu jam terbang yang tinggi. Setiap orang pasti bisa.
Keris Buda dan tangguh kabudan, walaupun di kenal masyarakat secara luas, tidak dimasukan dalam buku buku yang memuat soal tangguh. Mungkin, karena dapur keris yang di anggap masuk dalam tangguh Kabudan dan hanya sedikit, hanya dua macam bentuk, yakni jalak buda dan betok buda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar