Selasa, 10 Juli 2018

Kenapa Rosululloh SAW Membuat Perumpamaan Ilmu Dengan Hujan

Salah satu dari sekian banyak tanda datangnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dari dunia. Maksudnya adalah bahwa suatu saat nanti ketika hari kiamat makin dekatakan datang suatu zaman yang kelompok masyarakatnyatidak peduli lagi pentingnya ilmu, terlebih ilmu agama, mereka seakan hidup bebas tanpa menghiraukan tuntutan dan aturan. Kehidupan akhir zaman ini bermuara pada pemuasan nafsu belaka, kereka hidup dan berintraksi sesuka hatinya dan tidak peduli lingkungan sekitarnya, meskipun harus mengambil yang bukan miliknya, maka pantas saja kalau kondisi zaman semacam ini adalah pertanda kian dekatnya hari kiamat, dan semua ini berawal dari diangkatnya ilmu dari muka bumi. Oleh karena itu pada tulisan kali ini kami akan mengangkat betapa pentingnya ilmu, karena tanpa ilmu maka manusia tidak akan mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan dunia terlebih diakhirat kelak.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖوَإِذَاقِيلَ انْشُزُوافَانْشُزُوا يَرْفَعِ الله الذِيْنَ امَنُوا مِنـْكُمْ وَالّذِيْنَ اُوتُو الْعِلْمَ دَرَجَـتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْـمَلُـوْنَ خَـبِيْـر

"Wahai orang-orang yang beriman!Apabila dikatakan kepadamu,"Berilah kelapangan didalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan  memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan berdirilah  kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat". Q.S Al-Mujadalah ayat 11

Qatadah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan majelis zikir. Demikian itu karena apabila mereka melihat ada seseorang dari mereka yang baru datang, mereka tidak memberikan kelapangan untuk tempat duduknya di hadapan Rasulullah Saw. Maka Allah memerintahkan kepada mereka agar sebagian dari mereka memberikan kelapangan tempat duduk untuk sebagian yang lainnya.

Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan pada hari Jumat, sedangkan Rasulullah Saw. pada hari itu berada di suffah(serambi masjid); dan di tempat itu penuh sesak dengan manusia.

Tersebutlah pula bahwa kebiasaan Rasulullah Saw. ialah memuliakan orang-orang yang ikut dalam Perang Badar, baik dari kalangan Muhajirin maupun dari kalangan Ansar. Kemudian saat itu datanglah sejumlah orang dari kalangan ahli Perang Badar, sedangkan orang-orang selain mereka telah menempati tempat duduk mereka di dekat Rasulullah Saw. Maka mereka yang baru datang berdiri menghadap kepada Rasulullah dan berkata, "Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada engkau, hai Nabi Allah, dan juga keberkahan-Nya." Lalu Nabi Saw. menjawab salam mereka. Setelah itu mereka mengucapkan salam pula kepada kaum yang telah hadir, dan kaum yang hadir pun menjawab salam mereka. Maka mereka hanya dapat berdiri saja menunggu diberikan keluasan bagi mereka untuk duduk di majelis itu. Nabi Saw. mengetahui penyebab yang membuat mereka tetap berdiri, karena tidak diberikan keluasan bagi mereka di majelis itu. Melihat hal itu Nabi Saw. merasa tidak enak, maka beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya dari kalangan Muhajirin dan Ansar yang bukan dari kalangan Ahli Badar, "Hai Fulan, berdirilah kamu. Juga kamu, hai Fulan." Dan Nabi Saw. mempersilakan duduk beberapa orang yang tadinya hanya berdiri di hadapannya dari kalangan Muhajirin dan Ansar Ahli Badar. Perlakuan itu membuat tidak senang orang-orang yang disuruh bangkit dari tempat duduknya, dan Nabi Saw. mengetahui keadaan ini dari roman muka mereka yang disuruh beranjak dari tempat duduknya. Maka orang-orang munafik memberikan tanggapan mereka, "Bukankah kalian menganggap teman kalian ini berlaku adil di antara sesama manusia? Demi Allah, kami memandangnya tidak adil terhadap mereka. Sesungguhnya suatu kaum telah mengambil tempat duduk mereka di dekat nabi mereka karena mereka suka berada di dekat nabinya. Tetapi nabi mereka menyuruh mereka beranjak dari tempat duduknya, dan mempersilakan duduk di tempat mereka orang-orang yang datang terlambat." Maka telah sampai kepada kami suatu berita bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

"رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا فَسَح لِأَخِيهِ"

Semoga Allah mengasihani seseorang yang memberikan keluasan tempat duduk bagi saudaranya.

Maka sejak itu mereka bergegas meluaskan tempat duduk buat saudara mereka, dan turunlah ayat ini di hari Jumat.

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، وَالشَّافِعِيُّ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يُقِيمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَجْلِسِهِ فَيَجْلِسَ فِيهِ، وَلَكِنْ تَفَسَّحُوا وتَوسَّعوا".

Imam Ahmad dan Imam Syafii mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah seseorang menyuruh berdiri orang lain dari majelisnya, lalu ia duduk menggantikannya, tetapi lapangkanlah dan luaskanlah tempat duduk kalian.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Nafi' dengan sanad yang sama.

قَالَ الشَّافِعِيُّ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَجِيدِ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ: قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ. أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يُقِيمَنَّ أحدُكم أَخَاهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَلَكِنْ لِيَقُلْ: افْسَحُوا"

Imam Syafii mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Majid, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa Sulaiman ibnu Musa telah meriwayatkan dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jangan sekali-kali seseorang di antara-kamu mengusir saudaranya (dari tempat duduknya) di hari Jumat, tetapi hendaklah ia mengatakan, "Lapangkanlah tempat duduk kalian!"

Hadis ini dengan syarat kitab sunan, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.

وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا فُلَيْح، عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ [أَبِي] صَعْصَعة، عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ أَبِي يَعْقُوبَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يُقِمِ الرجلُ الرجلَ مِنْ مَجْلِسِهِ ثُمَّ يَجْلِسْ فِيهِ، وَلَكِنِ افْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Umar dan telah menceritakan kepada kami Falih, dari Ayyub, dari Abdur Rahman ibnu Sa'sa'ah, dari Ya'qub ibnu Abu Ya'qub, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Janganlah seseorang mengusir saudaranya dari tempat duduknya, kemudian ia duduk di tempatnya, tetapi(katakanlah), "Berlapang-lapanglah kalian, semoga Allah memberikan kelapangan bagi kalian.”

وَرَوَاهُ أَيْضًا عَنْ سُرَيج بْنِ يُونُسَ، وَيُونُسَ بْنِ مُحَمَّدٍ الْمُؤَدِّبِ، عَنْ فُلَيْح، بِهِ. وَلَفْظُهُ: "لَا يَقُومُ الرجلُ لِلرَّجُلِ مِنْ مَجْلِسِهِ، وَلَكِنِ افْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ"

Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Syuraih ibnu Yunus dan Yunus ibnu Muhammad Al-Mu'addib, dari Falih dengan sanad yang sama, sedangkan teksnya berbunyi seperti berikut:Janganlah seseorang mengusir orang lain dari tempat duduknya, tetapi (hendaklah ia mengatakan), "Berlapang-lapanglah kalian, semoga Allah memberikan kelapangan bagi kalian.” "

Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid (sendirian)

Ulama ahli fiqih berbeda pendapat sehubungan dengan kebolehan berdiri karena menghormati seseorang yang datang. Ada beberapa pendapat di kalangan mereka; di antaranya ada yang memberikan rukhsah (kemurahan) dalam hal tersebut karena berlandaskan kepada dalil hadis yang mengatakan:

"قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ"

Berdirilah kamu untuk menghormat pemimpinmu!

Di antara mereka ada pula yang melarangnya karena berdalilkan hadis Nabi Saw. lainnya yang mengatakan:

"مَنْ أحَبَّ أَنْ يَتَمثَّلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتبوَّأ مَقْعَدَه مِنَ النَّارِ"

Barang siapa yang merasa senang bila orang-orang berdiri untuk menghormati dirinya, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk mengambil tempat duduknya di neraka.

Dan di antara mereka ada yang menanggapi masalah ini secara rinci. Untuk itu ia mengatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan bila baru tiba dari suatu perjalanan, sedangkan si hakim (penguasa) yang baru datang berada di dalam daerah kekuasaannya. Hal ini telah ditunjukkan oleh hadis yang menceritakan kisah Sa'd ibnu Mu'az, karena sesungguhnya ketika Nabi Saw. memanggilnya untuk menjadi hakim terhadap orang-orang Bani Quraizah, dan Nabi Saw. melihatnya tiba, maka beliau Saw. bersabda kepada kaum muslim (pasukan kaum muslim):Berdirilah kalian untuk menghormat pemimpin kalian!

Hal ini tiada lain hanyalah agar keputusannya nanti dihormati dan ditaati; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Adapun bila hal tersebut dijadikan sebagai tradisi, maka hal itu merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang 'Ajam. Karena di dalam kitab-kitab sunnah telah disebutkan bahwa tiada seorang pun yang lebih disukai oleh mereka selain dari Rasulullah Saw. Dan Rasulullah Saw. apabila datang kepada mereka, mereka tidak berdiri untuknya, mengingat mereka mengetahui bahwa beliau tidak menyukai cara tersebut.

Di dalam hadis yang diriwayatkan di dalam kitab-kitab sunnah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. belum pernah duduk di tempat yang paling ujung dari suatu majelis, tetapi beliau selalu duduk di tengah-tengah majelis itu. Sedangkan para sahabat duduk di dekatnya sesuai dengan tingkatan mereka. Maka Abu Bakar As-Siddiq r.a. duduk di sebelah kanannya, Umar r.a. di sebelah kirinya, sedangkan yang di depan beliau sering kalinya adalah Usman dan Ali karena keduanya termasuk juru tulis wahyu. Dan Nabi sendirilah yang memerintahkan keduanya untuk hal tersebut, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Imam Muslim melalui hadis Al-A'masy, dari Imarah ibnu Umair, dari Ma'mar, dari Abu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"لِيَليني منكم أولوا الْأَحْلَامِ والنُّهَى، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ"

Hendaklah orang-orang yang memiliki budi dan akal yang duduk mendampingiku, kemudian orang-orang yang sesudah mereka, kemudian orang-orang yang sesudah mereka.

Hal ini tiada lain dimaksudkan agar mereka dapat memahami dari beliau apa yang beliau sabdakan. Karena itulah maka beliau Saw. memerintahkan kepada mereka yang duduk di dekatnya untuk bangkit dan agar duduk di tempat mereka orang-orang Ahli Badar yang baru tiba. Hal ini adakalanya karena mereka kurang menghargai kedudukan Ahli Badar, atau agar Ahli Badar yang baru tiba itu dapat menerima bagian mereka dari ilmu sebagaimana yang telah diterima oleh orang-orang yang sebelum mereka, atau barangkali untuk mengajarkan kepada mereka bahwa orang-orang yang memiliki keutamaan itu (Ahli Badar) harus diprioritaskan berada di depan (dekat dengan Nabi Saw.)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ عُمَارة بْنِ عُمَيْرٍ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلَاةِ وَيَقُولُ: "اسْتَوُوا وَلَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ، لِيَلِيَنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ والنُّهى، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ".

Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', dari Al-A'masy, dari Imarah ibnu.Umair Al-Laisi, dari Ma'mar, dari Abu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengusap pundak-pundak kami sebelum salat seraya bersabda: Luruskanlah saf kalian, janganlah kalian acak-acakan karena menyebabkan hati kalian akan bertentangan. Hendaklah yang berada di dekatku dari kalian adalah orang-orang yang memiliki budi dan akal, kemudian orang-orang yang sesudah mereka, kemudian orang-orang yang sesudah mereka.

Abu Mas'ud mengatakan, bahwa keadaan kalian sekarang lebih parah pertentangannya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan para pemilik kitab sunnah—kecuali Imam Turmuzi— melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.

Apabila hal ini dianjurkan oleh Nabi Saw. kepada mereka dalam salat, yaitu hendaknya orang-orang yang berakal dan ulamalah yang berada di dekat Nabi Saw., maka terlebih lagi bila hal tersebut di luar salat.

وَرَوَى أَبُو دَاوُدَ مِنْ حَدِيثِ مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ أَبِي الزَّاهِرِيَّةِ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ مُرَّةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَقِيمُوا الصُّفُوفَ، وحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ، وسُدّوا الْخَلَلَ، ولِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ، وَلَا تَذَروا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ، وَمَنْ وَصَل صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ، وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ الله"

Imam Abu Daud telah meriwayatkan melalui hadis Mu'awiyah ibnu Saleh, dari AbuzZahiriyah, dari Kasir ibnu Murrah, dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:Luruskanlah semua saf, sejajarkanlah pundak-pundak (mu), tutuplah semua kekosongan (saf),dan lunakkanlah tangan terhadap saudara-saudaramu, dan janganlah kamu biarkan kekosongan (safjmu ditempati oleh setan. Barang siapa yang menghubungkan safnya, maka Allah akan berhubungan dengannya; dan barang siapa yang memutuskan saf maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya.

Karena itulah maka Ubay ibnu Ka'b yang terbilang pemimpin Ahli Qurra, apabila sampai di saf yang pertama, maka dia mencabut seseorang darinya yang orang itu termasuk salah seorang dari orang-orang yang berakal lemah, lalu ia masuk ke dalam saf pertama menggantikannya. Ia lakukan demikian karena berpegang kepada hadis berikut yang mengatakan:

"لِيَلِيَنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى".

Hendaklah mengiringiku dari kalian orang-orang yang berbudi dan berakal.

Lain halnya dengan sikap Abdullah ibnu Umar, ia tidak mau duduk di tempat seseorang yang bangkit darinya untuk dia karena mengamalkan hadis yang telah disebutkan di atas yang diketengahkan melalui riwayatnya sendiri.

Untuk itu sudah dianggap cukup keterangan mengenai masalah ini dan semua contoh yang berkaitan dengan makna ayat ini. Karena sesungguhnya pembahasannya yang panjang lebar memerlukan tempat tersendiri, bukan dalam kitab tafsir ini.

Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ketika kami (para sahabat) sedang duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba datanglah tiga orang. Salah seorang dari mereka menjumpai kekosongan dalam halqah, maka ia masuk dan duduk padanya. Sedangkan yang lain hanya duduk di belakang orang-orang, dan orang yang ketiga pergi lagi. Maka Rasulullah Saw. bersabda:

"ألا أنبئكم بِخَبَرِ الثَّلَاثَةِ، أَمَّا الْأَوَّلُ فَآوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ، وَأَمَّا الثَّانِي فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ، وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ"

Ingatlah, aku akan menceritakan kepada kalian tentang orang yang terbaik di antara tiga orang itu. Adapun orang yang pertama, dia berlindung kepada Allah, maka Allah pun memberikan tempat baginya. Sedangkan orang yang kedua, ia merasa malu, maka Allah merasa malu kepadanya. Dan adapun orang yang ketiga, dia berpaling, maka Allah berpaling darinya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَتَّاب بْنُ زِيَادٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ اثْنَيْنِ إِلَّا بِإِذْنِهِمَا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Attab ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Usamah ibnu Zaid, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak diperbolehkan bagi seseorang memisahkan di antara dua orang (dalam suatu majelis),melainkan dengan seizin keduanya.

Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Usamah ibnu Zaid Al-Laisi dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi menilainya hasan.

Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Al-Hasan Al-Basri dan selain keduanya, bahwa mereka mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila dikatakan kepadamu, "Berlapang-lapanglah dalam majelis, " maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. (Al-Mujadilah: 11) Yakni dalam majelis peperangan. Mereka mengatakan bahwa makna firman-Nya: Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu, " maka berdirilah. (Al-Mujadilah: 11) Maksudnya, berdirilah untuk perang.

Lain halnya dengan Qatadah, ia mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu, " maka berdirilah. (Al-Mujadilah: 11) Yaitu apabila kamu diundang untuk kebaikan, maka datanglah. Muqatil mengatakan bahwa apabila kamu diundang untuk salat, maka bersegeralah kamu kepadanya.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa dahulu mereka (para sahabat) apabila berada di hadapan Nabi Saw. di rumahnya, dan masa bubar telah tiba, maka masing-masing dari mereka menginginkan agar dirinyalah orang yang paling akhir bubarnya dari sisi beliau. Dan adakalanya Nabi Saw. merasa keberatan dengan keadaan tersebut karena barangkali Nabi Saw. mempunyai keperluan lain. Untuk itulah maka mereka diperintahkan agar pergi bila telah tiba saat bubar majelis. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا}

Dan jika dikatakan kepadamu, "Kembali (saja)lah, " maka hendaklah kamu kembali. (An-Nur: 28)

Macam – Macam Manusia Dalam Menuntut Ilmu

عَنْ أَبِي مُوسَى ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ ، كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ : قَالَ إِسْحَاقُ : وَكَانَ مِنْهَا طَائِفَةٌ قَيَّلَتِ الْمَاءَ قَاعٌ يَعْلُوهُ الْمَاءُ وَالصَّفْصَفُ الْمُسْتَوِي مِنَ الأَرْضِ

Dari Abu Musa, dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam yang bersabda : “Perumpamaan petunjuk (hidayah) dan ilmu yang Allah mengutus ku dengan membawanya seperti perumpamaan hujan lebat yang turun ke bumi : (1) Ada tanah yang subur yang dapat menyerap air, sehingga dapat menumbuhkan banyak tumbuh – tumbuhan dan tanaman. (2) Ada tanah yang kering yang dapat meampung air, sehingga Allah memberikan manfaat kepada manusia dengan nya. Mereka bisa minum, mengambil air dan bercocok tanam dengan nya.  (3) Ada sebagian lagi membasahi tanah yang tandus dan gersang, yang tidak dapat menampung air dan juga tidak dapat menumbuhkan tanaman. Itulah perumpamaan orang yang mempelajari agama Allah. Ia bisa mengambil manfaat dari hidayah yang Allah utus aku dengan membawanya. Ia mengilmuinya lalu mengajarkan nya. Perumpamaan orang yang tidak peduli dengan nya, ia tidak menerima hidayah Allah yang aku diutus dengan membawanya.”
Abu Abdullah berkata : Ishaq berkata : “Ada jenis tanah yang dapat menyerap air, Qaa’un adalah jenis tanah seperti wadah yang dapat menampung air. Tanah Ash-Shafshaf adalah tanah yang datar.” [Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dalam shahih nya, hadits no 79 dan Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam shahih nya, hadits no 2282]

Ilmu dan Petunjuk Dimisalkan Dengan Ghoits (Hujan)

Ilmu yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Ilmu tersebut dimisalkan dengan ghoits yaitu hujan yang bermanfaat, tidak rintik dan tidak pula terlalu deras. Ghoits dalam Al Qur’an dan As Sunnah sering digunakan untuk hujan yang bermanfaat berbeda dengan al maa’ dan al mathr yang sama-sama bermakna hujan. Adapun al mathr, kebanyakan digunakan untuk hujan yang turun dari langit, namun untuk hujan yang mendatangkan bahaya. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِينَ

“Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.” (QS. Asy Syu’ara: 173)

Sedangkan mengenai ghoits, Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ

“Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur.” (QS. Yusuf: 49) (Asbaabu Ats Tsabat ‘ala Tholabul ‘Ilmi, 1/2)

Ilmu, Sebab Hidupnya Hati

Ibnul Qoyyim –rahimahullah– mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan ilmu (wahyu) yang beliau bawa dengan hujan karena ilmu dan hujan adalah sebab adanya kehidupan. Hujan adalah sebab hidupnya jasad. Sedangkan Ilmu adalah sebab hidupnya hati. Hati sendiri dimisalkan dengan lembah. Sebagaimana hal ini terdapat pada firman Allah Ta’ala,

أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا

“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya.” (QS. Ar Ro’du: 17).” (Zaadul Muhajir, hal. 37)

Berbagai Macam Tanah

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ada tiga jenis tanah. Tanah pertama adalah tanah yang baik yang dapat menyerap air sehingga tumbuhlah tanaman dan rerumputan.

Tanah kedua adalah tanah yang disebut ajadib. Tanah ini hanya bisa menampung air sehingga dapat dimanfaatkan orang lain (untuk minum, memberi minum pada hewan ternak dan dapat mengairi tanah pertanian), namun tanah ajadib ini tidak bisa menyerap air.

Kemudian tanah jenis terakhir adalah tanah yang disebut qii’an. Tanah ini tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air. Sehingga tanah ini tidak bisa menumbuhkan tanaman. (Lihat Syarh Muslim, 15/46-47 dan Muro’atul Mafaatih, 1/247-248)

Manusia Bertingkat-Tingkat Dalam Mengambil Faedah Ilmu

An Nawawi –rahimahullah– mengatakan, “Adapun makna hadits dan maksudnya, di dalamnya terdapat permisalan bagi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan al ghoits (hujan yang bermanfaat). Juga terdapat kandungan dalam hadits ini bahwa tanah itu ada tiga macam, begitu pula manusia.

Jenis pertama adalah tanah yang bermanfaat dengan adanya hujan. Tanah tersebut menjadi hidup setelah sebelumnya mati, lalu dia pun menumbuhkan tanaman. Akhirnya, manusia pun dapat memanfaatkannya, begitu pula hewan ternak, dan tanaman lainnya dapat tumbuh di tanah tersebut.

Begitu pula manusia jenis pertama. Dia mendapatkan petunjuk dan ilmu. Dia pun menjaganya (menghafalkannya), kemudian hatinya menjadi hidup. Dia pun mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dia miliki pada orang lain. Akhirnya, ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan juga bermanfaat bagi yang lainnya.

Jenis kedua adalah tanah yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri, namun bermanfaat bagi orang lain. Tanah ini menahan air sehingga dapat dimanfaatkan oleh yang lain. Manusia dan hewan ternak dapat mengambil manfaat darinya.

Begitu pula manusia jenis kedua. Dia memiliki ingatan yang bagus. Akan tetapi, dia tidak memiliki pemahaman yang cerdas. Dia juga kurang bagus dalam menggali faedah dan hukum. Dia pun kurang dalam berijtihad dalam ketaatan dan mengamalkannya. Manusia jenis ini memiliki banyak hafalan. Ketika orang lain yang membutuhkan yang sangat haus terhadap ilmu, juga yang sangat ingin memberi manfaat dan mengambil manfaat bagi dirinya; dia datang menghampiri manusia jenis ini, maka dia pun mengambil ilmu dari manusia yang punya banyak hafalan tersebut. Orang lain mendapatkan manfaat darinya,sehingga dia tetap dapat memberi manfaat pada yang lainnya.

Jenis ketiga adalah tanah tandus yang tanaman tidak dapat tumbuh di atasnya. Tanah jenis ini tidak dapat menyerap air dan tidak pula menampungnya untuk dimanfaatkan orang lain.

Begitu pula manusia jenis ketiga. Manusia jenis ini tidak memiliki banyak hafalan, juga tidak memiliki pemahaman yang bagus. Apabila dia mendengar, ilmu tersebut tidak bermanfaat baginya. Dia juga tidak bisa menghafal ilmu tersebut agar bermanfaat bagi orang lain.” (Syarh Muslim, 15/47-48)

Qurtubhi dan selainnya –rahimahumullah– mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil permisalan terhadap ajaran agama yang beliau bawa dengan al ghoits yang turun ketika sangat dibutuhkan (ketika tanah dalam keadaan tandus, pen). Begitu pula keadaan manusia sebelum diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana tanah dapat menghidupkan daerah yang tandus, begitu pula dengan ilmu agama (ilmu syar’i) dapat menghidupkan hati yang mati. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan orang yang mendengar wahyu dengan berbagai macam tanah yang mendapat air hujan.

Di antara manusia ada yang berilmu, gemar mengamalkam ilmunya dan mengajarkan ilmunya. Orang seperti ini sebagaimana halnya tanah yang subur yang dia bisa memanfaatkan untuk dirinya yaitu untuk minum dan yang lainnya juga bisa memanfaatkannya. Juga ada sebagian manusia lainnya yang mengumpulkan banyak ilmu di masanya, namun dia jarang melakukan amalan nafilah (sunnah) atau juga tidak memahami secara mendalam ilmu yang dia miliki, akan tetapi dia mengajarkan ilmu yang dia kumpulkan tersebut pada yang lainnya. Orang kedua ini seperti tanah yang dapat menampung air, lalu dapat dimanfaatkan oleh manusia. Orang semacam ini termasuk dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Semoga Allah membaguskan seseorang yang mendengar sabdaku, kemudian dia menyampaikannya sebagaimana dia mendengarnya.”

Ada pula orang jenis lain yang mendengar ilmu, namun dia tidak menghafalkannya, tidak mengamalkannya dan tidak pula  menyampaikannya kepada orang lain. Inilah orang yang dimisalkan dengan tanah tandus yang tidak bisa menampung atau seringkali membahayakan lainnya.

Hadits ini adalah permisalan untuk dua kelompok yang dipuji karena keduanya memiliki kesamaan (yaitu memberi manfaat bagi orang lain, pen). Sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok yang tercela yang tidak dapat mendatangkan manfaat. Wallahu a’lam.” (Fathul Bari, 1/177)

Siapakah Manusia yang Disebutkan dalam Hadits Ini?

Manusia jenis pertama adalah penerus para Rasul ‘alaihimush sholaatu wa salaam. Mereka inilah yang menegakkan agama ini dengan ilmu, ‘amal dan dakwah (mengajak kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya). Merekalah pengikut para nabi yang sebenarnya. Mereka inilah yang diibaratkan dengan tanah yang baik, hatinya senantiasa bersih. Tanah seperti ini dapat menumbuhkan tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dia dapat memperoleh manfaat, begitu juga manusia dapat memperoleh manfaat darinya.

Orang-orang seperti inilah yang menggabungkan ilmu dalam agama dan kekuatan dalam berdakwah. Merekalah yang disebut pewaris para Nabi sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُوْلِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan al basho-ir.” (QS. Shaad: 45). Yang dimaksud al basho-ir adalah mengetahui kebenaran. Dan dengan kekuatan, ilmu tersebut dapat disampaikan dan didakwahkan pada yang lainnya.

Manusia jenis pertama ini memiliki kekuatan hafalan, pemahaman yang bagus dalam masalah agama, dan memiliki kemampuan dalam tafsir. Kemampuan inilah yang membuat tumbuh banyak rerumputan di tanah tersebut. Sehingga hal ini yang membuat mereka lebih utama dari manusia jenis kedua.

Manusia jenis kedua adalah hufaazh (para penghafal hadits) dan dia menyampaikan apa yang didengar. Kemudian orang lain mendatangi manusia jenis ini dan mereka mengambil faedah darinya. Mereka termasuk dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

نَضَّرَِ اللهُ اِمْرَءًا سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يَبْلُغَهُ غَيْرُهُ ، فَإِنَّهُ رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ ، وَ رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ

“Semoga Allah memberi nikmat kepada orang yang mendengar sabdaku, kemudian dia menghafalkannya dan menyampaikannya pada yang lain. Betapa banyak orang yang menyampaikan hadits, namun dia tidak memahaminya. Terkadang pula orang yang menyampaikan hadits menyampaikan kepada orang yang lebih paham darinya.” (HR.  Abu Daud, Ibnu Majah dan Ath Thobroni. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Manusia jenis kedua ini termasuk kalangan yang menghafal hadits, namun mereka kurang dalam mengambil faedah darinya. Bahkan orang lain yang mengambil ilmu dari mereka kadang lebih paham.

Siapakah contoh dari kedua jenis manusia di atas?

Cobalah kita bandingkan berapa banyak hafalan Abu Hurairah dengan Ibnu Abbas? Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyampaikan hadits-hadits tersebut sebagaimana yang dia dengar. Beliau terus belajar siang dan malam. Jika dibandingkan dengan Ibnu ‘Abbas, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas tidaklah lebih dari 20 hadits. Namun lihatlah keluasan ilmu yang Ibnu ‘Abbas miliki dalam masalah tafsir dan menggali faedah-faedah ilmu, sungguh sangat luas dan mendalam sekali.

Setelah Abu Hurairah dan Ibnu Abbas, para ulama juga terbagi menjadi dua. Kelompok pertama adalah hufaazh (yang banyak meriwayatkan hadits). Kelompok kedua adalah yang banyak menggali faedah, hukum dan memiliki pemahaman mendalam terhadap hadits.

Yang termasuk kelompok pertama adalah Abu Zur’ah, Abu Hatim, Bundar, Muhammad bin Basyar, ‘Amr An Naqid, ‘Abdur Rozaq, Muhammad bin Ja’far, Sa’id bin Abi ‘Arubah. Mereka inilah yang banyak meriwayatkan hadits, namun sedikit dalam menggali faedah dan hukum dari hadits yang mereka bawa.

Kelompok kedua adalah seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Al Awza’iy, Ishaq, Imam Ahmad bin Hambal, Al Bukhari, Abu Daud, dan Muhammad bin Nashr Al Maruzi. Mereka inilah orang-orang yang banyak mengambil faedah dan memiliki pemahaman mendalam terhadap sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua kelompok ini adalah manusia yang paling berbahagia dengan wahyu Allah dan sabda Rasul-Nya. Mereka adalah orang menerima dan menoleh pada kedua hal tersebut. Namun di antara keduanya memiliki perbedaan yaitu yang satu memiliki pemahaman lebih mendalam dari yang lainnya. Akan tetapi, keduanya sama-sama memberikan manfaat pada orang lain.

Manusia jenis ketiga adalah bukan termasuk yang pertama dan kedua yaitu mereka yang tidak mau menerima petunjuk Allah dan tidak mau menoleh pada wahyu. Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah,

أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً

“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS. Al Furqon: 44) (Lihat Zaadul Muhajir, hal. 38 dan Shahih Al Wabilush Shayib, hal. 111-115)

An Nawawi –rahimahullah– mengatakan,

وفي هذا الحديث أنواع من العلم منها ضرب الأمثال ومنها فضل العلم والتعليم وشدة الحث عليهما وذم الإعراض عن العلم والله أعلم

“Dalam hadits ini, terdapat beberapa pelajaran di antaranya adalah permisalan petunjuk dan ilmu. Juga di dalamnya adalah terdapat pelajaran mengenai keutamaan ilmu dan orang yang mengajarkan ilmu serta dorongan untuk memiliki ilmu syar’i dan mendakwahkannya. Dalam hadits ini juga terdapat celaan terhadap orang yang menjauhi dari ilmu syar’i. Wallahu a’lam.” (Syarh Muslim, 15/48)

Inilah penjelasan singkat mengenai hadits Matsalu Maa Ba’atsaniyallahu …. Sungguh, jika seseorang betul-betul merenungkannya tentu dia akan termotivasi untuk mempelajari ilmu syar’i (ilmu agama), mempelajari aqidah yang benar dan ajaran nabi yang shahih, juga dia akan termotivasi untuk menjaga dan menghafalkan ilmu tersebut. Juga agar dia mendapatkan keutamaan lebih dan tentu saja hal ini lebih urgent, yaitu hendaknya seseorang berusaha memahami apa yang dia ilmui sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri. Setelah itu, hendaklah setiap muslim dapat menjadi insan yang selalu bermanfaat kepada orang lain.

Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat bagi orang lain.” (Al Jaami’ Ash Shogir, no. 11608)

Manfaat yang dapat diberikan adalah dengan mendakwahkan ilmu, baik melalui hafalan yang dimiliki atau ditambah lagi dengan pemahaman mendalam terhadap ilmu tersebut. Sungguh sangat banyak cara untuk belajar dan berdakwah saat ini, bisa melalui berbagai macam media seperti media cetak atau pun dunia maya (dunia internet). Namun janganlah seseorang menjadi orang yang tercela karena enggan mempelajari ilmu syar’i, enggan mengamalkan dan enggan mendakwahkannya.

Tetap Belajar Walaupun Sibuk Urusan Dunia

عَنْ عُمَرَ ، قَالَ : ” كُنْتُ أَنَا وَجَارٌ لِي مِنْ الأَنْصَارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ وَهِيَ مِنْ عَوَالِي الْمَدِينَةِ ، وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ النُّزُولَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْزِلُ يَوْمًا وَأَنْزِلُ يَوْمًا ، فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ الْيَوْمِ مِنَ الْوَحْيِ وَغَيْرِهِ ، وَإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ ، فَنَزَلَ صَاحِبِي الأَنْصَارِيُّ يَوْمَ نَوْبَتِهِ فَضَرَبَ بَابِي ضَرْبًا شَدِيدًا ، فَقَالَ : أَثَمَّ هُوَ ؟ فَفَزِعْتُ فَخَرَجْتُ إِلَيْهِ ، فَقَالَ : قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ عَظِيمٌ ، قَالَ : فَدَخَلْتُ عَلَى حَفْصَةَ , فَإِذَا هِيَ تَبْكِي ، فَقُلْتُ : طَلَّقَكُنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَتْ : لاَ أَدْرِي . ثُمَّ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقُلْتُ وَأَنَا قَائِمٌ : أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ ؟ قَالَ : لاَ . فَقُلْتُ : اللَّهُ أَكْبَرُ

Dari Umar -Radhiyallahu’anhu-, ia berkata : “Dahulu aku dan tetangga ku seorang Anshar dari Bani Umayah bin Zaid –salah satu desa yang ada di Madinah- selalu bergantian mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. Hari ini dia dan besoknya aku. Apabila tiba giliran ku, maka aku menyampaikan kepada nya tentang wahyu yang turun pada hari itu ataupun yang lain. Apabila hari itu tiba giliran nya, maka ia melakukan seperti apa yang aku lakukan. Pada suatu hari tibalah giliran sahabat ku itu, kemudian ia kembali dan menggedor pintu rumahku dengan sangat keras dan berkata : “Adakah Umar disini?” Aku pun terkejut dan keluar menemuinya, lalu ia berkata : “Telah terjadi peristiwa yang sangat besar” Lalu aku mendatangi Hafshah ditempatnya dan ternyata ia sedang menangis. Aku bertanya : “Apakah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah menceraikan kalian?” Hafshah menjawab : “Saya tidak tahu” Kemudian aku datang menemui Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dan aku bertanya pada beliau sambil berdiri. “Apakah engkau telah menceraikan isteri – isteri mu?” Beliau menjawab : “Tidak” Mendengar jawaban beliau, aku bertakbir, “Allahu Akbar” [Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dalam shahih nya, hadits no 89]

Majelis ilmu adalah Majelis Dzikir. Duduk di majelis ilmu bisa menghapuskan dosa

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , قَالَ : ” إِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَلاَئِكَةً سَيَّارَةً فُضُلاً يَتَبَّعُونَ مَجَالِسَ الذِّكْرِ ، فَإِذَا وَجَدُوا مَجْلِسًا فِيهِ ذِكْرٌ قَعَدُوا مَعَهُمْ ، وَحَفَّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِأَجْنِحَتِهِمْ حَتَّى يَمْلَئُوا مَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِذَا تَفَرَّقُوا عَرَجُوا وَصَعِدُوا إِلَى السَّمَاءِ ، قَالَ : فَيَسْأَلُهُمُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ . مِنْ أَيْنَ جِئْتُمْ ؟ فَيَقُولُونَ : جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عِبَادٍ لَكَ فِي الأَرْضِ يُسَبِّحُونَكَ ، وَيُكَبِّرُونَكَ ، وَيُهَلِّلُونَكَ ، وَيَحْمَدُونَكَ ، وَيَسْأَلُونَكَ . قَالَ : وَمَاذَا يَسْأَلُونِي ؟ قَالُوا : يَسْأَلُونَكَ جَنَّتَكَ . قَالَ : وَهَلْ رَأَوْا جَنَّتِي ؟ قَالُوا : لاَ , أَيْ رَبِّ . قَالَ : فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا جَنَّتِي ؟ قَالُوا : وَيَسْتَجِيرُونَكَ . قَالَ : وَمِمَّ يَسْتَجِيرُونَنِي ؟ قَالُوا : مِنْ نَارِكَ يَا رَبِّ ، قَالَ : وَهَلْ رَأَوْا نَارِي ؟ قَالُوا : لاَ . قَالَ : فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا نَارِي ؟ قَالُوا : وَيَسْتَغْفِرُونَكَ . – قَالَ – فَيَقُولُ : قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَأَعْطَيْتُهُمْ مَا سَأَلُوا وَأَجَرْتُهُمْ مِمَّا اسْتَجَارُوا – قَالَ – فَيَقُولُونَ : رَبِّ فِيهِمْ فُلاَنٌ , عَبْدٌ خَطَّاءٌ إِنَّمَا مَرَّ فَجَلَسَ مَعَهُمْ . قَالَ : فَيَقُولُ : وَلَهُ غَفَرْتُ هُمُ الْقَوْمُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ

Dari Abu Hurairah –Radhiyallahu’anhu- dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah yang Mahasuci dan Mahatinggi mempunyai beberapa malaikat yang berkeliling mencari majelis dzikir. Apabila mereka telah menemukan majelis dzikir tersebut, mereka pun duduk disana dengan membentangkan sayap mereka, hingga memenuhi ruang antara mereka dan langit paling bawah, dan jika majelis dzikir itu telah selesai, mereka pun naik ke langit.” Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam meneruskan sabdanya : “Kemudian Allah Azza wa Jalla bertanya kepada mereka. Dan Dia lebih tahu daripada mereka. “Kalian datang dari mana?” Mereka (para malaikat) berkata : “Kami datang dari sisi hamba – hamba Mu dibumi yang selalu bertasbih, bertakbir, bertahlil, bertahmid dan meminta kepada Mu.” Lalu Allah Subhanahu wa ta’ala bertanya : “Apa yang mereka minta?” Para Malaikat menjawab : “Mereka memohon surga-Mu?” Allah Subhanahu wa ta’ala bertanya lagi : “Apakah mereka pernah melihat Surga Ku?” Para Malaikat menjawab : “Belum, mereka belum pernah melihatnya.” Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman : “Bagaimana seandainya mereka melihat surga-Ku” Para malaikat berkata lagi : “Mereka juga memohon perlindungan kepada Mu.” Allah Subhanahu wa ta’ala bertanya : “Dari apa mereka meminta perlindungan kepada Ku?” Para Malaikat menjawab : “(Mereka meminta perlindungan) dari Neraka Mu ya Rabb.” Allah Subhanahu wa ta’ala bertanya lagi : “Apakah mereka pernah melihat neraka Ku?” Para Malaikat menjawab : “Belum pernah” Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman : “Bagaimana seandainya mereka melihat neraka Ku.” Para Malaikat pun berkata : “Mereka juga memohon ampun kepada Mu?” Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman : “Ketahuilah hai para Malaikat Ku, Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka, memberikan apa yang mereka minta dan melindungi mereka dari neraka.” Para Malaikat berkata : “Ya Rabb, didalam majelis itu ada seorang hamba yang banyak berbuat dosa dan kebetulan hanya lewat lalu duduk bersama mereka.” Allah Subhanahu wa ta’ala pun berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni orang tersebut. Sesungguhnya mereka itu adalah suatu kaum yang teman duduknya tidak akan celaka karena mereka.” [Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah didalam shahih nya, hadits no 6839 : 2689]

Turun nya Sakinah dan Rahmat di Majelis Ilmu, serta Allah menyebut orang yang duduk di Majelis ilmu dihadapan para Malaikat.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ، وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ , يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ , وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ , إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ , وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ ، وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

Dari Abu Hurairah –Radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Siapa yang membebaskan seorang Mukmin dari suatu kesulitan di Dunia, Allah akan membebaskan nya dari kesulitan pada Hari Kiamat. Siapa yang memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, Allah akan memberikan kemudahan baginya didunia dan akhirat. Siapa yang menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutup aib nya didunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudara nya (sesama Muslim). Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah sekelompok orang berkumpul di rumah Allah (masjid) untuk membaca al-Qur’an dan mempelajarinya, melainkan mereka akan mendapatkan ketenangan, rahmat dan akan dikelilingi pada malaikat, serta Allah akan menyebut (nama) mereka kepada malaikat – malaikat yang berada disisi-Nya. Siapa yang lambat amalnya, tidak akan bisa dikejar oleh nasab nya.” [Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam Shahih nya, hadits no 6853 : 2699]

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

1 komentar:

  1. Bingung mau ngapain? mendingan main games online bareng aku?
    cuman DP 20rbu aja kamu bisa dapatkan puluhan juta rupiah lohh?
    kamu bisa dapatkan promo promo yang lagi Hitzz
    yuu buruan segera daftarkan diri kamu
    Hanya di dewalotto
    Link alternatif :
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.com

    BalasHapus