Rabu, 31 Oktober 2018

JEJAK SEJARAH SULTAN HADLIRIN JEPARA

Masjid dan Makam Mantingan adalah bangunan peninggalan sejarah yang merupakan aset wisata sejarah di Jawa Tengah. Bangunan tua tersebut terletak 5 km arah selatan dari pusat kota Jepara, tepatnya di desa Mantingan kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara.

Masjid Mantingan termasuk bangunan megah sebuah masjid yang dibangun oleh seorang Islam terkenal masa itu, yaitu Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat. Masjid ini sejak awal berdirinya difungsikan sebagai pusat aktivitas penyebaran agama islam di pesisir utara pulau Jawa dan merupakan masjid kedua setelah masjid Agung Demak.

Masjid Mantingan merupakan masjid tertua kedua setelah Masjid Agung Demak yang kesohor itu. Masjid ini dibangun pada tahun 1481 Saka atau tahun 1559 Masehi.

Pangeran Toyib memiliki beberapa nama dan gelar, yaitu

1- Sunan Hadiri, yang artinya Ulama Pendatang (Gelar Keagaman); Karena menjadi penyebar agama Islam di Jepara.
2- Sultan Hadlirin, yang artinya Raja Pendatang (Gelar Kesultanan); Karena menjadi sultan pertama di Jepara.
3- Pangeran Kalinyamat, (Gelar Tokoh Masyarakat); Karena sebagai pendiri Kota Kalinyamat.

Sebenarnya Sultan Hadlirin bukan asli orang Jepara melainkan orang aceh.semasa kecilnya sultan Hadlirin bernama Raden Toyib. Beliau merupakan putra dari raja yang berkuasa di wilayah aceh yang bernama Syech Mukhayyat Syah. Raden Toyib memilki kakak bernama Raden Takyim. Perbedaan yang mencolok dari Raden Takyim dan Toyib adalah Raden Takyim suka berfoya-foya, malas serta bermewah-mewahan sedangkan raden Toyib lebih memilih mempelajari ilmu-ilmu yang berhubungan dengan tata pemerintahan.

Setelah Syech Mukhayyat syah merasa dirinya telah uzur dan lanjut usia beliau bermaksud mengankat Raden Toyib sebagai seorang sultan, karena kecakapannya dan ketekunananya mempelajari ilmu-ilmu pemerintahan meskipun yang lebih berhakmenjadi sultan adalah kakaknya Raden Takyim.

Karena pengangkatan raden Toyib sebagai sultan menimbulkan konflik baru, maka ketika mengetahui masalah tersebut raden Toyib dengan suka rela menyerahkan tahtanya kepada raden Takyim, karena sebenarnya Raden Toyib tidak mementingkan jabatan seorang sultan hanya saja atas desakan ayahandanya beliau mau menerima jabatan itu.

Begitulah akhirnya raden Toyib pergi mengembara dengan bantuan kapal para pedagang ia berhasil keluar dan mengarungi lautan luas tanpa tujuan yang pasti, kecuali satu niat untuk mengembangkan agama islam.

Raden Toyib kemudian pergi memperdalam ilmu agama Islam dan menambah pengalamannya di negeri Campa. Di negeri Campa ia diambil anak angkat oleh patih kerajaan yang bernama Tji Wie Gwan. Sebagai seorang muslim yang shaleh Raden Toyib dalam waktu dekat mampu merebut hati kalangan raja dan bahkan segenap istana Kerajaan Campa. Bahkan sang patih yang menjadi bapak angkatnya dengan penuh kesadaran mengikutinya beralih agama memeluk Islam.

Pada suatu ketika Raja Campa marah-marah, karena mahkota yang sangat indah yang paling disenangi tampak retak dan sedikit rusak. Sudah banyak para ahli didatangkan untuk memperbaikinya, namun tidak seorangpun yang dapat memperbaiki seperti yang dimaksud oleh raja. Raja Campa gusar dan marah. Ia memutar otak dan mencari cara agar mahkota kesayangannya bisa kembali baik seperti semula.

Secara kebetulan dan tidak diduga sebelumnya, bahwa patih Tji Wie Gwan didakwa mempunyai suatu kesalahan. Dan soal mahkota dibebankan kepadanya untuk diperbaikinya. Patih Tji Wie Gwan harus mampu memperbaiki mahkota raja dan apabila tidak dapat dilakukan, maka ia akan dijatuhi hukuman penggal. Sang Patih terkejut mendengar putusan Sang Raja. Bagaimana mungkin ia mampu memperbaiki mahkota raja sedangkan sudah banyak ahli pembuat perhiasan telah gagal melaksanakannya.

Dalam suasana kegelapan jiwa karena ancaman jatuhnya hukuman penggal atas diri patih itu, maka Raden Toyib menyanggupkan diri untuk memperbaiki mahkota seperti sediakala sebagai balas budi baik kepada patih, bapak angkatnya itu. Raden Toyib tidak ingin terjadi sesuatu yang membahayakan keadaan bapak angkatnya. Maka Raden Toyib segera memegang mahkota raja dan berdoa sejenak.

Raden Toyib kemudian meniupkan seruling ajaibnya yang berfungsi sebagai pemanggil jin. Maka beratus-ratus jin berdatangan menghadap Raden Toyib. Setelah diuraikan maksudnya, maka dalam sekejap mata mahkota yang rusak itu menjadi baru kembali, pulih bersih dan bercahaya-cahaya. Patih pun tidak jadi dipenggal, kesalahannya pun diampuni, bahkan tidak sedikit mendapat hadiah anugerah.

Demikian pula Raden Toyib tidak ketinggalan. Bahkan demi didengar kesaktian Raden Toyib, maka akan diperjodohkan dengan putrinya namun Raden Toyib menolak tawaran tersebut secara halus. “Hamba sangat berterima kasih atas pemberian hadiah itu, tetapi maafkan, tentang perkawinan hamba belum bisa melaksanakannya,” demikian jawabnya.

Karena loghatnya Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.

Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat.

Syahdan, pertemuan Raden Toyib dengan Ratu Kalinyamat telah diatur oleh Tuhan dan keduanya berjodoh sebagai seorang suami-isteri. Maka dilaksanakanlah pesta adat keraton menyambut perkawinan Ratu Kalinyamat dengan Raden Toyib secara besar-besaran. Masyarakat setempat merasa bahagia karena memiliki raja dan ratu ideal sesuai yang mereka harapkan. Setelah resmi menjalani perkawinan, maka dengan resmi pula nama Raden Toyib diganti dengan nama Sultan Hadlirin.

Meskipun ia sudah menjadi sultan, namun ia tidak lupa dengan bapak angkatnya. Maka bapak ibu angkatnya segera dijemput ke Campa, dan diboyong ke Jepara. Kemudian kedua orang tua Sultan Hadlirin diangkat menjadi mahapatih. Kebahagiaan duniawi dirasa sangat berlimpah-limpah oleh masyarakat yang dipimpinnya. Demikian pula dengan Ratu Kalinyamat merasa bahagia karena berhasil memiliki seorang suami berupa lelaki pilihan yang tidak mudah tergoda keindahan duniawi.

Kehidupan pasangan raja dan ratu itu menjadi begitu melegenda di kalangan masyarakat Jawa, terutama sosok Ratu Kalinyamat. Ratu Kalinyamat adalah simbol kecantikan wanita Jawa dan menjadi idola bagi banyak gadis desa. Sifat tegas Ratu Kalinyamat dalam menolak pria yang tidak berwatak ksatria menginspirasi banyak masyarakat Jawa untuk menirunya. Namun pada akhirnya, masyarakat juga sadar bahwa secantik apapun seorang ratu pada akhirnya ia akan kalah oleh pesona seorang pemuda berwatak ksatria seperti yang ditunjukkan oleh Sultan Hadlirin.

Sultan Hadlirin Menikah Lagi

Perkawinan Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat berlangsung bahagia. Selama bertahun-tahun mereka berdua memimpin kerajaan dengan adil dan sentosa. Namun ada satu hal yang mengkhawatirkan Ratu Kalinyamat mengenai siapa kelak yang akan melanjutkan riwayat Kerajaan Jepara, karena perkawinannya tidak mempunyai keturunan. Maka dengan rendah hati disarankan agar suaminya memperistri putri lagi agar menghasilkan keturunan.

Pada awalnya Sultan Hadlirin menolak saran istrinya agar ia menikah lagi. Ia begitu menyayangi Ratu Kalinyamat sehingga tidak terlintas pikiran untuk mencari wanita lain sebagai pendamping hidupnya. Namun Ratu Kalinyamat sekali lagi mengutarakan maksudnya agar Sultan Hadlirin menikahi seorang gadis yang mampu memberinya keturunan. Ratu Kalinyamat menyadari bahwa ia memiliki kekurangan tidak bisa hamil. Sultan Hadlirin memikirkan saran tersebut selama berhari-hari.

Demi kelangsungan sejarah Kerajaan Jepara, maka kawinlah Sultan Hadlirin dengan Raden Ayu Prodo Binabar, putri Sunan Kudus. Pernikahan Sultan Hadlirin dengan putri Sunan Kudus juga berlangsung bahagia. Kedua isteri Sultan Hadlirin hidup rukun berdampingan layaknya kakak dan adik yang saling menjaga. Namun takdir berkata lain karena pada perkawinan Sultan Hadlirin yang kedua ini ia juga tidak mempunyai keturunan. Akhirnya diantara mereka bertiga diputuskan untuk mengambil anak angkat Dewi Wuryan Ratnawati, putri Sultan Banten.

Pada suatu waktu Sultan Hadlirin mempunyai kesulitan baik berhubungan dengan masalah keluarga maupun permasalahan kerajaan. Untuk memecahkan hal yang sulit dan rumit itu diperlukan tempat yang agak sunyi agar dapat tenang. Untuk itu ditemukan tempat dekat makam Syeh Siti Jenar. Di tempat sepi itulah ia berdoa dengan khidmat seraya memohon petunjuk kepada Tuhan. Demikian pula seterusnya apabila ada kepentingan, maka dipakailah tempat itu untuk memecahkannya. Sehingga tempat tersebut dinamakan Mantingan.

Sejarah Masjid Mantingan

Selanjutnya Sultan Hadlirin bersama Ratu Kalinyamat merencanakan untuk mendirikan sebuah masjid di daerah Mantingan itu. Maka dengan pertolongan ayah angkatnya dan ditangani sendiri langsung oleh Tji Wie Gwan, mahapatih sekaligus bapak angkatnya, akhirnya pada tahun 1559 Masehi atau 1481 tahun Saka mulai dibangun Masjid Mantingan. Menurutcondro sengkolo yang berbunyi: Rupo Brahmono Warno Sari berdirilah masjid yang indah di Mantingan.

Maha patih ini memang mempunyai otak cerdas dan keahlian mengukir yang cukup mengagumkan. Oleh karena keahliannya itu maka nama Tji Wie Gwan diganti dengan nama Sungging Badar Duwung oleh Sultan Hadlirin. Adapun arti nama itu adalah Sungging berarti ahli ukir, Badarberarti batu, dan Duwung berarti tanah. Demikian sejarah pembangunan Masjid Mantingan dimulai.

Hiasan yang mewarnai dinding masjid dan makam di kompleks Mantingan sebagian besar terdiri dari batu putih yang berukir dengan motif bunga. Keahlian mengukir Tji Wie Gwan ini diwarisi oleh masyarakat sekitarnya, yang dapat kita hayati bahwa sampai sekarang hasil karya ukir ahli-ahli ukir Jepara sangat terkenal. Ahli-ahli ukir terkenal Jepara mengakui bahwa Sungging Badar Duwung adalah cikal bakal dan asal-usul seni ukir Jepara.

Konon Sungging Badar Duwung juga mendirikan masjid di daerah Ngloram Kudus, Tajuk masjid Sunan Kudus juga hasil karyanya. Sungging Badar Duwung telah menjadi tokoh sentral dalam pengembangan seni ukir di Kota Jepara. Saat ini Kota Jepara telah dikenal sebagai salah satu destinasi wisata budaya di Jawa Tengah. Daya tarik wisata Kota Jepara bukan hanya dari hasil kerajinan ukiran yang indah, tetapi juga dari nilai-nilai historis yang terkandung dalam tempat wisata sejarah di Jepara.

Itulah sejarah dan asal-usul pembangunan tempat wisata bersejarah Masjid Mantingan di Kota Jepara.

Wafatnya Sultan Hadirin

Pada tahun 1549 Arya Penangsang dengan dukungan gurunya, yaitu Sunan Kudus, membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kyai Setan Kober. Rangkud sendiri tewas pula, saling bunuh dengan korbannya itu. Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, menemukan bukti kalau Sunan Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ia datang ke Kudus meminta pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus bahwa Sunan Prawoto mati karena karma membuat Ratu Kalinyamat kecewa.  Ratu Kalinyamat bersama suaminya pulang ke Jepara. Di tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat berhasil lolos, sedangkan suaminya, yang bernama Sultan Hadlirin, terbunuh.

Makam Sultan Hadlirin Mantingan Terletak di belakang dibelakang masjid Mantingan yang dimana masjid tersebut merupakan masjid tertua kedua setelah Masjid Demak yang dibangun Ratu Kalinyamat.

Setiap tanggal 17 Robi’ul Awal, sehari sebelum hari jadi Jepara, makam Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin sering dikunjungi oleh peziarah untuk memperingati meninggalnya Sultan Hadlirin. Pada saat itu dilakukan prosesi buka luwur, yaitu mengganti penutup makam Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin. Makam mantingan saat ini masih dianggap keramat bahkan sebagian masyarakat meyakini bahwa pohon pace yang tumbuh disekitar makam memiliki kasiat, bagi seorang istri yang belum memiliki anak buah ini bisa menjadi obat. Namun buah jatuh yang memiliki kasiat dan cara makannya harus dimakan bersama suaminya.

Hal lain yang dianggap keramat adalah air yang ada dikomleks makam tersebut. Air keramat ini sangat ampuh untuk menguji kejujuran seseorang. Karena itu air disini sering digunakan untuk menyelesaikan sengketa. Caranya dengan berdo’a dan minum air ini, bilah seseorang bersalah dan tidak mau mengakuinya, maka akan mendapatkan hukuman dari Allah Yang Maha Kuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar