Sabtu, 06 Oktober 2018

Jejak Sejarah Waliyulloh Daerah Pekalongan

Pekalongan dan Batang merupakan kesatuan baik dalam arti kesatuan geografi maupun dalam proses pertumbuhan. Dalam menyelusuri proses Penyebaran Islam yang terjadi di Pekalongan kita harus lebih dulu menyimak proses penyebarannya. Karena dari geografi sejarah Islam, proses kedatangan Islam di Jawa sangat penting bertalian dengan pelaku yang terdiri dari nama-nama tokoh ulama yang pernah berperan membangun kerajaan Islam Demak di Jawa.

Tokoh ulama Islam yang hidup semasa Demak sangat mempengaruhi proses pengembangan Islam baik di wilayah Sunda maupun Jawa Tengah pantai. Melalui penelitian arkeologi Islam, Penyebaran Islam atau kedatangan Islam di Pekalongan dimulai dari daerah yang masyarakatnya sudah menganut agama Islam. Pekalongan adalah kota pelabuhan yang penduduknya sejak abad XIV sudah ada yang memeluk agama Islam. Ketika daerah tersebut mulai menjadi kota tentu saja perkembangannya akan mempengaruhi daerah terdekatnya. Dengan demikian proses penyebaran Islam yang terjadi di Pekalongan dengan sendirinya akan terjadi juga di Pekalongan.

Penyebaran Islam yang terjadi di Pekalongan terdiri tiga fase. Fase pertama berlangsung abad ke XIV dan XV berkaitan dengan adanya pertumbuhan penduduk asing seperti Cina dan Arab yang pada periode awal telah membangun pemukiman menjadi kota. Kemudian pada fase kedua terjadi pada abad XV hingga XVII M berkaitan dengan penyebaran Islam di Jawa yang dilakukan oleh para wali sembilan (wali songo). Bersamaan dibangunnya Kerajaan Islam Demak dan Cirebon penyebaran Islam baik di kota-kota pantai dan pedalaman telah berlangsung secara bertahap. Pada fase ketiga terjadi pada periode abad XVII sampai XVIII M. Pada fase ketiga ini merupakan periode gelombang kedua dari para penyebar agama Islam orang asing yang di Pekalongan digerakkan oleh ulama-ulama Hadramaut dan para ulama pribumi yang disebut sebagai ulama Alawiyin dan ulama dari pondok pesantren. Sepanjang sejarahnya ulama-ulama tersebut memiliki peran besar dalam gerakan Penyebaran Islam di dunia.
Makam dan nisan Islam pada periode penyebaran Islam abad XVII di Pekalongan berlangsung semasa Mataram Islam dan Kolonial terjadi di Pekalongan. Prasasti nisan yang tertulis pada makam para sayid (syekh) di beberapa tempat terdapat pemakaman para bupati Pekalongan di Paskaran dan makam Jayengrono di Wiradesa. Juga yang terjadi di Sapura Pekalongan, telah menunjukkan bahwa nisan-nisan tersebut memuat angka tahun yang sama sekitar abad XVII dan XVII M. Nama-nama makam Islam yang berada di Pekalongan di antaranya Syekh Magribi (Syekh Wonobodro), Syekh Jambukarang, Syekh Subakir, Syekh Tolabuddin, Syekh Majaagung, Syekh Merang Abang, Syekh Lemah Abang, dan lain-lain. nama-nama tersebut mengingatkan nama sejumlah wali yang mendirikan kerajaan Islam Demak. Setidak-tidaknya keberadaannya sebagai tokoh ulama, pernah tercatat dalam proses Penyebaran Islam yang terjadi di Jawa. Para syekh tersebut umumnya tidak memiliki informasi tertulis yang dapat dijadikan sumber sejarah, sehingga sangat sulit untuk diketahui identitasnya secara jelas. Sulitnya untuk mengetahui identitas tokoh-tokoh ulama penyebar Islam yang berhubungan dengan nisan-nisan Islam pada umumnya nisan Islam pada periode abad ke XV sampai XVI tidak memiliki angka tahun. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran dan catatan di dalamnya akan kita bicarakan dalam bab Pengaruh Sastra dan Keagamaan di Jawa Tengah.

Keberadaan Makam Para Sayid di Pekalongan

Petunjuk adanya kegiatan dalam rangka Penyebaran Islam di Pekalongan dapat diketahui adanya makam-makam Islam dari kelompok makam para habaib yang terdapat di beberapa tempat seperti di Wiradesa, kota Pekalongan, dan kabupaten Pekalongan. Nisan-nisan makam Islam pertama yang menunjuk adanya para sayid ahlulbait di wilayah Pekalongan dan Pekalongan terdapat di komplek pemakaman Jayengrono di Wiradesa. Meskipun tak semua nisan makamnya memuat angka tahun namun pada hiasan yang terpahat pada batu nisan yang berisi ayat suci al-Qur’an memiliki persamaan dengan nisan makam al-Qodi Zakaria, yang terdapat di komplek pemakaman para bupati di Astana Pasekaran Pekalongan.

Diketahui bahwa al-Qodi Zakaria adalah ayah dari Mu’minah binti Zakaria al-Qodi yang nisannya berangka tahun 1822 H yang dikebumikan di pemakaman para sayid alawiyin di desa Ketinggring Wonosobo. Pada makam Mu’minah yang jelas-jelas berasal dari Batang dapat diketahui karena pada kaki nisannya tertulis “baldatun Batang” yang artinya dari negeri (daerah) Pekalongan.
Di Wiradesa nisan yang memiliki hiasan lainnya adalah nisan makam Kyai Faqih atau Sayid Faqih. Nisan yang dibuat dari bahan kayu tersebut terdapat ukiran yang bergambar lingkaran roda berjari-jari yang menyerupai bulatan dengan garis sinar matahari. Gambar tersebut memiliki persamaan dengan nisan makam Qodi Zakaria yang berbahan batu pahatan. Lukisan pada nisan Islam tersebut juga terdapat di Sumatera (Pasai) terdapat pada makam Sayid Amir Syarif Syirazi seorang hakim (Qodi) di kerajaan Islam Pasai pada tahun 1326 semasa Pasai di bawah kekuasaan Sultan Maliku Zahir.

Lukisan roda berjari-jari oleh Islam merupakan simbol bagi seorang ahli hukum Islam dan berperan sebagai lambang keadilan. Di Jawa simbol matahari memiliki arti sebagai jalan terang. Sayangnya nisan-nisan Islam yang memuat tanda-tanda baik hiasan maupun prasasti sangat sedikit. Sehingga data-data secara tertulis yang diharapkan merupakan sumber utama dalam penelusuran sejarah sangat sulit didapatkan. Namun demikian di dalam menelusuri sejarah Penyebaran Islam di Pekalongan selain nisan dapat juga di peroleh dari naskah-naskah atau kronik-kronik tempatan yang berisi riwayat (silsilah) meskipun merupakan suatu sumber data bantu akan tetapi dapat mendukung mencari titik terang di dalam penulisan sejarah Islam.

Sumber-sumber Islam tak tertulis di Pekalongan yang menempatkan kehadiran tokoh-tokoh ulama Islam yang paling menonjol adalah makan para abaib (para sayid) yang terdapat di Sapuro yang terletak di tepi sungai Loji (sungai Kupang) desa Sapuro, Pekalongan. Pemakaman Sapuro merupakan pusat pemakaman bagi warga masyarakat Pekalongan yang hampir digunakan sebagai makam umum. Pada tahun 1868 J.F.G. Brummund di dalam “bijdraagen tut de kennis van Het Hinduisn van java” telah menguraikan hasil temuan yang ada di Pekalongan pada masa Hindu budha. Salah satu fragmen berupa yoni dan arca telah ditemukan di desa Sapuro yang berdekatan dengan sungai Loji (sungai Kupang). Bersamaan dengan temuan-temuan lainnya yang ada di sepanjang sungai tersebut sejak dari muara sampai hulu terdapat artefak-artefak yang disinyalir sebagai salah satu peninggalan bekas bangunan suci Hindu dan budha. Tempat-tempat sepanjang sungai tersebut antara lain di Warung Asem, Talun, Petungkriono, sampai Wonotunggal kabupaten Batang. Artefak tersebut sekarang masih tersimpan di gedung eks rumah residen Pekalongan. Menurut Brummund di tempat adanya temuan peninggalan Hindu Jawa di Pekalongan merupakan data sekunder di dalam penelusuran sejarah klasik Jawa bagian utara yang mana di dalamnya banyak belum terungkap kesemuanya.

Sesuai dengan nama Sapuro diperkirakan di tempat yang sekarang dijadikan pemakaman Islam dahulu kala mungkin terdapat bangunan pura. Ketika lahan tersebut dijadikan tempat pemakaman Islam nama Sapuro berubah menjadi Gapuro. Dalam arti lain boleh jadi bermakna Ghafuro (bahasa Arab) yang artinya ampunan. Di pemakaman Sapuro terdapat komplek pemakaman para sayid alawi Hadramaut yang pernah pindah ke Asia Tenggara pada abad XVII M. Kelompok makam para sayid tersebut tidak kita temukan prasasti yang menyangkut nama atau yang memiliki tanda-tanda lainnya seperti nisan-nisan para sayid yang berada di luar Pekalongan. Namun dari kelompok para sayid alawiyin yang dimakamkan pada umumnya berasal dari berbagai marga. Misalnya al-Yahya (bin Aqil), al-Atas, al-Jufri, al-Idrus, dan lain-lain. Masing-masing kelompok telah dipelihara dengan baik oleh keluarga keturunannya dan keterangan tentang nama-nama yang tertulis pada nisan telah dikaitkan pada nasabnya (silsilah keluarga). Yang oleh para ahlulbait penulisan silsilah ini sudah menjadi tradisi yang dilakukan sejak awal.

Saat kedatangan para sayid alawiyin di Pekalongan pada kurun abad XVII bukan berarti masyarakat Pekalongan belum Islam sebab satu abad jauh sebelumnya sebagian masyarakat Pekalongan sudah memeluk agama Islam. Ini dapat dilihat melalui petunjuk dari makam Islam yang lain seperti makam Syekh Maghribi dan Pangeran Pekalongan yang berada di komplek pemakaman Wonobodro, Blado kabupaten Pekalongan serta makam seorang muslimat dari keluarga para habaib bernama Syarifah Ambariyah di Kecamatan Bojong kabupaten Pekalongan.

Meskipun nisan makamnya tidak berangka tahun akan tetapi oleh masyarakat makam Syekh Wonobodro (Syekh Maghribi) dan Pangeran Pekalongan sebagai situs yang tertua. Situs pemakaman Syekh Maghribi dan Pangeran Pekalongan berada di daerah pegunungan wilayah kecamatan Blado, mendekati jalan lama yang merupakan jalan penghubung antara wilayah Pekalongan dan Bandar serta Limpung dan Bawang sampai Dieng Wonosobo dan Temanggung di selatan.

Pada situs makam kedua ulama tersebut terdapat nama Syekh dan Pangeran . Selain itu tidak lagi tanda-tanda yang bisa memberikan informasi atau keterangan secara jelas siapa dan tahun berapa kira-kira beliau itu hidup. Nisan kedua makam tokoh ulama Islam itu nampaknya sudah beberapa kali diganti sehingga nisan tersebut dapat dikatakan nisan baru. Nisan Syekh Maghribi dibuat dari kayu sangat sederhana dan nisan Pangeran Pekalongan dibuat dengan pahatan marmet tanpa prasasti. Dibanding dengan nisan makam yang lain di luar situs inti (kedua makam) masih ada tanda-tanda nisan asli yang nampak variatif. Sebagian dibuat dari batu menhir (batu tegak) dan adapula yang sudah dipahat. Salah satu nisan batu berornamen kita dapatkan di antara dua situs antara situs makam Syekh Maghribi dengan situs Pangeran Pekalongan. Nisan tersebut tanpa tahun dan tanpa nama, akan tetapi berhiaskan pahatan berbentuk Sidomukti (salah satu ragam hias batik yang berbentuk sayap burung). Ragam hias sidomukti pada nisan, juga kita temukan di komplek Sapuro di Pekalongan dan pemakaman di Astana Pasekaran. Dari kedua makam tokoh ulama para sayid tersebut yang harus ditengarai adalah nama (sebutan Syekh Maghribi) yang memiliki indikasi sebagai seorang syekh (ulama asing) yang umumnya merupakan sebutan para sayid hadramaut. Para sayid hadramaut yang umumnya berasal dari Maghribi (wilayah tenggelamnya matahari) seperti Arab, Persi, Gujarat atau wilayah asia kecil Uzbekistan maupun dari Sumatera. Maulana Malik Ibrahim Kasani yang meninggal tahun 1419 di Gresik juga disebut Syekh Maghribi.

Pada masa lalu masyarakat Jawa menyebut nama para ulama asing dari belahan barat sering tidak komunikatif karena nama tersebut mengandung lafadz yang sulit diterima oleh lidah Jawa. Untuk memudahkan menyebut nama aslinya biasanya diganti dengan sebutan di mana mereka tinggal. Syekh Magribi mendapat sebutan Syekh Wonobodro di mana tempat ia dimakamkan. Demikian pula Pangeran Pekalongan. Sebutan Pangeran di Jawa merupakan gelar keningratan yang umumnya sebagai putra raja. Sementara di Pekalongan pada abad XIV M tidak ada kerajaan Islam. Boleh jadi nama pangeran digunakan untuk menandai bahwa Pangeran Pekalongan adalah seorang ulama pribumi dari Pekalongan yang mungkin memiliki darah ningrat.

Pada komplek makam Pangeran Pekalongan berada di suatu area di sebelah timur komplek makam Syekh Maghribi. Menurut keterangan juru kunci makam tanah di atas makam Pangeran Pekalongan sejak dahulu merupakan tanah perdikan. Sebaliknya riwayat tanah yang dijadikan komplek makam Syekh Maghribi tidak disebutkan. Lalu kapan kira-kira Syekh Maghribi dimakamkan di Wonobodro .

Temuan arkeologi terhadap artefak berupa alat-alat kubur termasuk nisan pada makam Islam di Pekalongan merupakan tinggalan ekofak yang mengacu pada benda-benda yang terdapat di lingkungan situs pemakaman. Benda-benda tersebut secara arkeologis dapat memberi petunjuk untuk mendapatkan informasi tentang keberadaannya.

Di situs Wonobodro tidak jauh dari makam Syekh Mahgribi kita temukan sebuah pohon besar berdiameter 8 meter yang sudah usang tapi tetap bertahan hidup. Pohon tersebut tentu mempunyai kaitan dengan situs makam. Di dalam sistem pemakaman Islam penanaman suatu pohon di samping nisan juga merupakan tanda (tetenger). Pohon besar tersebut oleh masyarakat di lingkungan makam disebut pohon Jelamprang karena memiliki penampakan urat-urat kayu yang sudah tua dan garis-garisnya amat menonjol. Secara anatomei melalui lingkaran dari lapisan kayu dapat diprediksikan bahwa pohon tersebut diperkirakan berusia 600 tahun. Bilamana dikaitkan dengan makam Syekh Wonobodro (Syekh Maghribi) yang berada tidak jauh dari kompleks makam, pohon tersebut diperkirakan hidup sejaman.

Dengan melalui analisa ekofak dari lingkaran anatomi pohon tersebut bila dikonversikan dengan masa wafatnya Syekh Maghribi diperkirakan ulama asing yang disebut Syekh Maghribi di Wonobodro hidup sekitar abad XIV – XV M sejaman dengan masa Syekh Mahgribi di Gresik Jawa Timur dan para wali songo. Makam Pangeran Pekalongan terletak di tanah perdikan. Status tanah perdikan di Pekalongan ditetapkan oleh raja Mataram Islam sejak Sultan Agung menguasai pesisir Kilen. Tak dapat diketahui kapan Pangeran Pekalongan meninggal dan dimakamkan di Wonobodro berdekatan dengan Syekh Maghribi. Bila melihat jarak (kurun waktu) antara kedua makam tersebut, keduanya hidup tidak sejaman. Melihat status tanah yang digunakan sebagai tanah perdikan Pangeran Pekalongan diperkirakan hidup sejaman dengan masa Mataram Islam Yogyakarta yang menetapkan status tanah wilayah utara yang dahulunya sebagai wilayah Cirebon telah berubah menjadi tanah perdikan .

Dengan keberadaan makam-makam Islam yang dicurigai memiliki arti kesejarahan maka dalam proses Penyebaran Islam sejak kedatangan Islam di Pekalongan sampai pengembangannya dapat memberi petunjuk bahwa Penyebaran Islam di Pekalongan dilakukan oleh para sayid Hadramaut. Adapun fase-fase penyebarannya, Syekh Maghribi (Syekh Wonobodro) termasuk ahlul bait yang datang pada gelombang pertama dan merupakan ulama sufi yang bermahzab Suni Syafi’I (Sunah waljama’ah) yang dalam gerakan Penyebaran Islam di Jawa berperan besar mengislamkan masyarakat jawa yang masih kental menganut tradisi Hindu budha yang pernah berkuasa di Pekalongan pedalaman.

Di Pekalongan selain nama Syekh Maghribi (Syekh Wonobodro) terdapat makam para syekh yang menggunakan nama wali penyebar agama Islam pada abad ke XV baik di Jawa Timur maupun Jawa Tengah. Nama-nama yang dikenakan pada makam Islam di Pekalongan umumnya tidak berprasasti. Ada juga mengambil dari nama-nama tokoh ulama atau wali yang sudah tertulis pada naskah-naskah keraton seperti halnya kronik-kronik babad tanah jawi (BTJ), Kitab Skondar, maupun Kitab Centini.

Pengembangan dan Pendidikkan Islam di Pekalongan

Pada periode pra kemerdekaan abad XVIII - XX setelah ulama ikut perjuangan Diponegoro tahun 1830 dalam perang Jawa, selain ada yang pindah dari Pekalongan pindah ke daerah lain, seperti kerdatangan para sayid yang menetap di Wonosobo, Bawang, maupun Banjarnegara, mereka ada yang kembali membangun pendidikan agama Islam didesa-desa di wilayah kabupaten Pekalongan.

Sumber-sumber dari kalangan ulama di Pekalongan telah member keterangan tentang kegiatan yang berhubungan dengan adanya makam-makam ulama Islam yang hidup dan melakukan kegiatannya pada paska perang Diponegoro. Salah satu diantaranya adalah Ki Buyut Marina di desa Godean, Wonopringgo yang dianggap sebagai makam tertua pada masa pra kolonial. Didalam mengembangkan agama Islam bersamaan dengan lahirnya Organisasi-organisasi Islam sepperti Nahdatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah dan pengembangan yang dilakukan oleh para sayid melalui jamaah pengajian telah membawa kegiatan dibidang pendidikan Islam baik melalui pondok Pesantren maupun pendidikan yang bersifat klassikal telah berkembang dan dengan cepat telah menelorkan kader-kader perjuangan untuk menuju kemerdekaan.

Pada masa kolonial para ulama Pekalongan Nampak lebih mengutamakan kemaslahatan dimana mereka didalam perjuangan membangun pendidikan Islam secara mandiri juga telah membangun ekonominya melalui usaha dagang. Oleh karerna itu ulama-ulama Pekalongan dalam kurun decade masa awal kemerdekaan dapat dikatakan sebagai ulama pedagang. Perkembangan lebih lanjut sekitar tahun 1940 diwilayah pedesaan telah tumbuh Pondok Pesantren yang didirikan oleh ulama yang dating dari berbagai daerah, baik dari Jawa Timur, Jawa Barat (Cirebon) maupun dari Sumatra.

Pada tahun 1800 telah berdiri Pondok Pesaantren didesa Simbang Kulon yang dipimpin oleh Kiai Amir. Kegiatan tersebut dimulai sekitar tahun 1840. Kemudian di desa Kanayagan kota Pekalongan teklah berdiri Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Kiai Agus. Pada tahun 1900 Kiai Syafii telah dating dari Pondok Pesatren Kaliwungu Kendal dan di Buaran telah membangun Pondok Pesantren. Kiai Syafii selain seorang ulama yang sangat berpengaruh, juga seorang pejuang kemerdekaan, yang pada peristiwa berdarah pada 3 Oktober 1945 di Pekalongan telah mengobarkan semangat kepada santeri dan masyarakat Pekalongan telah mengusir Jepang dari Pekalongan. Pada tahun 1848 di desa Wagean Keranji Wonopringgo telah berdiri Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Kiai Anwar. Akan tetapi sebelumnya didesa Keranji sudah ada Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Kiai H. Anwar. Pada tahun 1948 di Banyuurip juga berdiri Pondok Pesantren yang dipimpin oleh K.H. Mudakir. Sementara itu pada tahun 1939 seorang ulama dari Cirebon yang bernama K.H. Syarif telah mendirikan Pondok Pesantren di Wonopringgo Bersamaan itu didesa-desa seperti desa Sepahit telah berdiri pondok pesantren yang dipimpin K.H. Adam. Adanya makam-makam ulama Islam yang hidup pada periode sebelumnya, seperti adanya makam Syekh Nurul Anom pengembangan Islam di kabupaten Pekalongan hamper meliputi seluruh wilayah desa-desa di Pekalongan. Dengan demikian meskipun tidak Nampak menyolok perkembangannya pondok pesantren di Pekalongan terus tumbuh sampai sekarang.

Sebagai Kota Santri

Sejak tahun 1926 hingga 2008, Pondok Pesantren yang berada diwilayah Pekalongan telah mencapai 109 pondok. Beberapa desa kecamatan diwilayah Kabupaten Pekalongan hampir semuanya memiliki Pusat Pendidikan Pondok. Beberapa kecamatan diantaranya kecamatan Kandang Serang terdapat 3 pondok pesantren dengan jumlah santrinya kurang lebih 300 siswa santri. Di kecamatan Peninggaran terdapat 8 pondok pesantren yang berdiri rata-rata sejak 1982 hingga 2002 . Yang diasuh oleh 20 Kiai dengan jumlah santri sebanyak 1197 siswa santri. Kemudian di Wonopringgo terdapat 10 pondok pesantren yang diasuh oleh 20 orang Kiai dengan jumlah santri 1301 siswa santri. Di kecamatan Kedung Wuni terdapat 21 pondok pesantren yang diasuh oleh 94 orang pimpinan dengan jumlah siswa santri 5063 siswa santri. Di kecamatan Buaran terdapat 6 pondok pesantren yang diasuh oleh 17 orang pimpinan dengan jumlah siswa 953 orang siswa santri. Di kecamatan Tirto terdapat 9 pondok pesantren dengan 16 oang pimpinan dengan jumlah siswa 747 orang siswa santri. Dikecamatan Doro terdapat 5 pondok pesantren yang diasuh oleh 13 orang pimpinan dengan jumlah siswa santri 761 orang siswa santri. Di kecamatan Kajen terdapat 7 pondok pesantren yang diasuh oleh 19 orang pimpinan dengan jumlah siswa santri 1221 orang siswa santri. Di kecamatan Kesesi terdapat 5 pondok pesantren dengan 8 orang pimpinan dengan jumlah siswa 301 siswa santri. Di kecamatan Talun terdapat 2 pondok pesantren yang diasuh oleh 4 orang pimpinan dengan jumlah siswa 220 siswa santri. Di kecamatan Sragi dan Bojong terdapat 5 buah pondok pesantren yang diasuh oleh 16 orang pimpinan denga jumlah siswa santri sebanyak 1099 orang siswa sanatri. Sejumlah pondok pesantren yang berada dikecamatan Wirodeso, Siwalan, Karangdadap, Wonokerto terdapat 16 pondok pesantren yang dipimpin oleh 279 orang pimpinan dengan jumlah siswa 15.281 orang santri.

Dengan banyaknya pusat pendidikan pesantren yang berada dikabupaten Pekalongan tsangat tepat kalau kabupaten Pekalongan mendapat julukan sebagai kota santri.

Nama-nama ulama' Batang dan Pekalongan

1. Maulana Maghrobi Sayid Abdullah Syarifuddin bin Hasan Alwi Ba’alawi Wonobodro Bandar Batang
2. Maulana Sayid Ja’far Shodiq bin Tholib bin Shodiq bin Yahya Ba’alawi
3. Maulana Sayid Muhammad Ma’shum bin Tholib bin Shodiq bin Yahya Ba’alawi Kyai Ageng Pekalongan
4. Maulana Sayid Abdussalam Kyai Gede Penatas Angin Pekalongan Pukangan
5. Maulana Syarif Abdullah Maghrobi Syahid Kyai Ageng Rogoselo Pekalongan
6. Maulana Sayid Muhammad bin Hasan bin Yahya Ba’alawi Kyai Gede
7. Pangeran Tanduran Paninggaran
8. Joko Ketandur Wali Gondrongan Wonopringgo
9. Syarifah Ambariyah Bukur
10. Maulana Maghrobi Sayid Ibrohim Bismo Bandar Batang
11. Maulana Maghrobi Sayid Ahmad Bismo Bandar Batang
12. Maulana Sayid Abdul Aziz Setono
13. Maulana Sayid Abdurrohman Setono
14. Maulana Sayid Husein Makam Dowo Medono
15. Kanjeng Sepuh Sayid Husein Among Negoro Bupati Pekalongan Pertama
16. Kanjeng Sepuh Tanjaningrat I bin Pangeran Marmogati Pekalongan
17. Kyai Gede Syekh Hasan Kesesi / Kyai Gede Cempaluk
18. Kyai Ageng Sayid Abdurrohman Gringging – Bandar – Kajoran
19. Kyai Agung Syeh Tholabuddin bin Sayid Husein bin Yahya
20. Sayid Syarif Imam Audh bin Hasan bin Yahya Kyai Agung Lasem
21. Sayid Syarif Mufti Al-Kabir Habib Husein bin Audh bin Hasan bin Yahya
22. Kyai Agung Pekalongan (Wiroto / Wiradesa)
23. Sayid Syarif Habib Muhsin bin Alwi bin Umar Ba’alawi
24. Sayid Ba’alawi Wiroto Pekalongan
25. Sayid Syarif Abdullah Bafaqih Kyai Wage Wiroto
26. Sayid Imam Hasyim bin Salim bin Aqil bin Hasyim bin Yahya Wiroto
27. Sayid Imam Abdullah bin Muhammad bin Syekh bafaqih Ba’alawi Sapuro Pekalongan
28. Sayid Imam Al-Muhaddits Habib Salim bin Aqil bin Yahya Pekalongan
29. Sayid Imam Al-Faqih Al-Muhaddits Habib Aqil bin Hasyim bin Yahya Sapuro
30. Sayid Imam Al-Mujahid Al-Alamah Al-Habib Syaikhon bin Umar bin Yahya Pekalongan
31. Sayid Imam Syarif Idrus bin Syaikhon bin Umar
32. Sayid Imam Al-Khafidz Habib Khamid bin Idrus bin Yahya Ba’alawi
33. Sayid Imam Syaikhon bin Abdullah bin Alwi bin Yahya Pekalongan
34. Sayid Imam Al- Mujahid Habib Umar bin Hamid bin Yahya Kali Salak
35. Sayid Imam Wali Al-Kabir Habib Husein bin Thoha bin Yahya Limpung
36. Sayid Imam Wali Al-Kabir Habib Husein bin Abdullah Banyu Bening
37. Sayid Al-Alamah Habib Idrus bin Muhsin ba’bud Pekalongan
38. Sayid Al-Alamah Habib Abu Bakar bin Idrus Ba’bud Pekalongan
39. Sayid Al-Alamah Hasan bin Yahya Kyai Lungsu
40. Sayid Muhammad bin Abdurrohman bin Yahya Ba’alawi Kyai Gede Noyontaan
41. Sayid Abdullah bin Abdurrohman bin Yahya Ba’alawi Kanzus Sholawat
42. Kyai Agung Surotaman Pekalongan
43. Sayid Syekh Abdullah bin Ja’far Al-Khadlromi
44. Syekh Gambiran / Wali Agung Gambiran
45. Sayidah Al-Alimah Al-Alamah Al-Mujahidah Syarifah Fatimah binti Thoha bin Yahya
46. Sayid Syarif Imam Al-Kabir Habib Abu Bakar bin Thoha bin Yahya Ba’alawi (Pangeran Tejoningrat 1)  Kayu Geritan
47. Sayid Habib Yahya bin Hasan bin Thoha bin Yahya Pekalongan
48. Sayid Muhammad bin Hasan bin Thoha As-Syahid Mbah Surgi Jatikusumo Kedungdowo Batang
49. Sayid Abdullah bin Muhammad bin Hasan bin Yahya Ba’alawi Kedungdowo Batang
50. Kanjeng Kyai Agung Hasan Rohmatillah Raden Aryohadiningrat I Batang
51. Kanjeng Kyai Tejoningrat II Pekalongan
52. Kanjeng Kyai Suryodinegoro I Batang
53. Kanjeng Kyai Suryodinegoro II Pekalongan
54. Habib Al-Alamah Ibrohim Hasan bin Abdul Qadir Hasan Pekalongan
55. Habib Al-Alamah Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ja’far Al-Athas
56. Habib Al-Alamah Abdul Wahab Basyaiban Pekalongan
57. Habib Al-Alamah Muhammad Basyaiban
58. Habib Al-Alamah Abdullah bin Ibrohim bin Zain bin Yahya Pekalongan
59. Habib Al-Alamah Muhammad bin Ibrohim bin Zain bin Yahya
60. Habib Al-Alamah Abdullah bin Yahya bin Ibrohim bin Yahya
61. Habib Al-Alamah Ibrohim bin Yahya bin Ibrohim bin Yahya
62. Habib Imam Ahmad bin Abdullah bin Tholib Al-Athas Ba’alawi Sapuro Pekalongan
63. Habib Husein bin Salim Al-Athas Pekalongan
64. Habib Ahmad bin Abu Bakar bin Syihab Ba’alawi Pekalongan
65. Habib Ahmad Al-Idrus Ba’alawi Pekalongan
66. Habib Ahmad bin Ali bin Yahya Ba’alawi Pekalongan
67. Syekh Muhammad Al-Hindi Pekalongan
68. Habib Sholih bin Muhammad bin Thohir Al-Hadad Ba’alawi Pekalongan
69. Habib Abdurrohman bin Muhammad bin Ibrohim bin Yahya Ba’alawi Pekalongan
70. Habib Ahmad Al-Maghrobi
71. Habib Alwi bin Abdullah Al-Athas Pekalongan
72. Habib Aqil Al-Athas Pekalongan
73. Habib Syekh As-Saqof Ba’alawi
74. Habib Abu Bakar Ba’alawi
75. Habib Abu Bakar
76. Mbah Kyai Nurul Anam Kranji
77. Mbah Kyai Khomsa Landungsari
78. Mbah Kyai Ilyas Sayudan
79. Mbah Kyai Husein Jenggot
80. Mbah Kyai Abdul Aziz Banyuurip
81. Mbah Kyai Masyhudi Banyuurip
82. Mbah Kyai Abdul Lathif Kradenan
83. Mbah Kyai Thohir bin Abdul Lathif Kradenan
84. Mbah Kyai Abdul Manan Kradenan
85. Mbah Kyai Muhammad Amir Simbang Kulon
86. Mbah Kyai Manshur Wonopringgo
87. Mbah Kyai Fadholi Batang
88. Mbah Kyai Maliki Landungsari
89. Mbah Kyai Sailan Landungsari
90. Mbah Kyai Shodiq Poncol
91. Mbah Kyai Idris Krapyak
92. Mbah Kyai Umar Krapyak
93. Mbah Kyai Muhammad Alim Pekalongan (Kyai Mondo)
94. Mbah Kyai Shodiq Keputran
95. Mbah Kyai Abdurrohman Keputran
96. Mbah Kyai Abdul Karim Poncol
97. Mbah Kyai Sholih Poncol
98. Mbah Kyai Siban Poncol
99. Mbah Kyai Murtadho Sampangan
100. Mbah Kyai Abbas Sampangan
101. Mbah Kyai Umar Khottob Sampangan
102. Mbah Kyai Muhammad Idris Keputran
103. Mbah Kyai Agus Kenayagan
104. Mbah Kyai Adam Sepait Sragi
105. Mbah Kyai Utsman Karanganyar Kajen
106. Kyai Jundi Kranji
107. Kyai Thohir bin Abdul Lathif Kradenan
108. Kyai Masyhudi Jenggot
109. Kyai Abdul Malik Banyuurip
110. Kyai Ahmad Khusnan Banyuurip
111. Kyai Kaukab Banyuurip
112. Kyai Mudzakir banyuurip
113. Kyai Zaini Banyuurip
114. Kyai Irfan Kertijayan
115. Kyai Utsman Karanganyar
116. Kyai Anwar Wonopringgo
117. Kyai Dimyathi Wonopringgo
118. Kyai Yahya Surabayan
119. Kyai Thoha Surabayan
120. Kyai Bulqin Surabayan
121. Kyai Hasan Surabayan
122. Kyai Shomad Simbang Jenggot
123. Kyai Munawar Jenggot
124. Kyai Abdul ‘Adhim Jenggot
125. Kyai Nawawi Kemisan
126. Kyai Syafi'i Kemisan
127. Dimyathi Kemisan
128. Kyai Idris bin Muhammad Amir Simbang Kulon
129. Kyai Sholeh bin Muhammad Amir Simbang Kulon
130. Kyai Abdul Fattah bin Thohir Kradenan
131. Kyai Mudzakir Sampangan
132. Kyai Zain Sampangan
133. Kyai Abdul Qadir Kauman
134. Kyai Khobir Kauman
135. Kyai Siroj Njagalan
136. Kyai Masyhadi Sampangan
137. Kyai Muhammad Nur Sampangan
138. Kyai Muzajat Sampangan
139. Kyai Syu’bi Alwi
140. Kyai Akrom Khasani Jenggot
141. Kyai Asy’ari Setono
142. Kyai Sanusi Setono
143. Kyai Utsman Krapyak
144. Kyai Sumairi Krapyak
145. Kyai Sholeh Poncol
146. Kyai Syiban Poncol
147. Kyai Abdul Lathif Medono
148. Kyai Anshor Medono
149. Kyai Masyhadi Njagalan
150. Kyai Hasyim Tirto
151. Kyai Ghufron Achid Sampangan
152. Kyai Raden Muhammad Amin Sampangan
153. Kyai Muhammad Amin Sampangan
154. Kyai Amin Maizun
155. Kyai Ambari Kauman
156. Kyai Dimyathi Ambari Kauman
157. Habib Abdullah bin Muhammad bin ……… Bafaqih
158. Habib Ali bin Ahmad bin Abdullah bin Tholib Al-Athas
159. Habib Abdullah Faqih bin Muhammad Al-Athas
160. Habib Abdurrahman bin Abdullah Al-Athas
161. Habib Mualim Muhsin bin Muhammad Al-Athas
162. Habib Yusuf Al-Anqowi Al-Khasani
163. Habib Muhammad bin Yusuf Al-Anqowi Al-Khasani
164. Habib Syeh bin Abdullah Bafaqih
165. Habib Mualim Hasan bin Syekh bin Ali bin Yahya
166. Habib Muhammad Al-Habsyi
167. Habib Muhammad bin Alwi Al-Athas
168. Habib Syekh bin Muhammad As-Saqof
169. Habib Muhammad bin Ahmad As-Saqof
170. Habib Alwi bin Husein bin Syihab
171. Habib Muhsin bin Ali Al-Athas
172. Habib Ahmad bin Umar As-Saqof
173. Syekh Ahmad ………..
174. Syekh Said bin Ahmad ……….
175. Syekh Abdullah …………..
176. Habib Ali bin Hasan Al-Habsyi
177. Habib Hamid Al-Habsyi
178. Habib Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Al-Athas
179. Habib Muhammad bin Husein bin Ahmad Al-Athas
180. Habib Zein bin Abdullah bin Yahya
181. Habib Muhsin bin Abdullah bin Yahya
182. Habib Ali bin Abdurrahman bin Yahya
183. Habib Yahya bin Hasyim bin Yahya
184. Syarifah Khadijah binti Hasyim bin Umar bin Yahya
185. Syarifah Ri’anah binti Abdurrahman Al-Athas
186. Syarifah Thalhah binti Hasyim
187. Syarifah Raqwan binti Hasyim
188. Syarifah Syifa’ binti Hasyim
189. Syarif Fadhlun bin Hasyim
190. Syarif Zein bin Abdurrahman bin Yahya
191. Syarifah Ni’mah binti Husein bin Yahya
192. Syarifah Alawiyah Al-Athas
193. Syarifah Aminah Al-Muhdhor
194. Syarif Muhsin bin Ahmad Syihab
195. Habib Abdullah bin Ali Al-Hinduwan
196. Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ibrohim bin Yahya
197. Habib Husein bin Ahmad bin Abu Bakar bin Syihab
198. Habib Abdullah bin Ibrohim Al-Athas
199. Habib Muhammad bin Ali bin Syekh bin Yahya
200. Habib Umar bin Abdul Qadir Haddad
201. Habib Ahmad bin Syekh bin Ali bin Yahya
202. Syekh Sholih Nahdi
203. Syekh Maja Suta Tlogopakis Petungkriyono
204. Tumenggung Jayengrono Mendiang Bupati Wiroto, Dusun Kauman, Desa Kauman, Kecamatan Wiradesa, di belakang Masjid Jami’ Al Mubarok.
205. Mbah Gendhon Nama aslinya Mohammad Ashral, lokasi makam ada di Desa Kauman, Kecamatan Kesesi
206. Makam Ibu Agung Siti Ambariyah Desa Bukur, Kecamatan Bojong
207. Ki Kertajaya dan Ki Anggayana Mahameru Lebakbarang
208. Kyai Ageng Margo Jati Luragung Kandangserang
209. Kyai Ageng Pekandangan Kandangserang
210. Kyai Ageng Noloyudo Lambur Kandangserang
211. Kyai Ageng Dipo Nenggolo Linggo Asri

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

11 komentar:

  1. Maaf kang ini yang dulu nama blognya yg ada kata2 embun nya ya

    BalasHapus
  2. Saya keturunan asli krpyak sedang mencari silsilah saya tp disini gak tertulis seperti Mbah iso (mbh muhammad isa) beliau adalah salah satu ulama dizamanya. Maaf bagi penulis jika berkenan monggo di tanyakan sama ahli sejarah dan silsilah beliau dan boleh di shaer utk menambah hazanah sejarah kita

    BalasHapus
  3. Maaf mau ngasih tau barang kali njenengan khususipun pembuat blog ini mungkin njennegan ahli sejarawan bahwasannya itu di daerah "Paesan Kedungwuni" ada makam kiyai mazhur yg masih jarang bnayak orang tau beliau Kyai Nasihun Bin Abu Hasan,Kiyai Zainudin As'ad bin Kyai As'ad Kyai Faizin Bin Abu Khoir dan msih banyak lagi monggo barang kali mau mencantumkan daftar nama beliau ke daftar masayikh salafunasolihin supaya anak turun beliau tau bahwasnnya di pekalongan itu sangat bnyak org org sholih... saya berharap siapa saja yang membaca vlog ini hatinya terbuka dan bisa menjaga sikap ahlaq dan etika sngai orang pekalongan yang kdang sering di ktakan pekalongan kota santri

    BalasHapus
  4. Kang nyuwun nomer wa.e panjenengan. Kangge seng nulis niku

    BalasHapus
  5. Assalamu'alaikum.. kang saya minta tolong ikhlasnya untuk dicarikan makamnya Mbah Abdul Qohar Buaran gg 3 yg meninggalkan musholla. Soalnya saya masih dalam pencarian sendirian tapi tidak berlanjut karena sudah menetap di luar kota.

    BalasHapus
  6. Cukup detail dan informatif, bisa dibuka link utk informasi susulan karena saya yakin msh banyak Info yg blm tergali

    BalasHapus
  7. 🙏🙏🙏KH nachrowi hasan grogolan kok tdk di cantumkan yg padahal santri2beliau menjadi tokoh masyarakat di wilayah batang pekalongan pemalang

    BalasHapus