Senin, 29 Oktober 2018

PARA ULAMA' BERTEOLOGI ASY'ARIYAH

ASY’ARIYAH adalah madzhab dalam bidang akidah (teologi). Sebagaimana disiplin ilmu lainnya yang memiliki imam, asy’ariyah memiliki imam yang bernama al-Imam Abu al Hasan al-Asy’ari (873 – 947 M).

Beliau seorang ahli kalam, alim, zahid Ahlus Sunnah wal Jam’ah yang berasal dari suku Asy’ari – suku yg berasal dari sebuah daerah di negeri Yaman. Ia pernah diasuh oleh tokoh Mu’tazilah, Ali al Jubbai, namun beliau akhirnya balik mengkritik kekeliruan-kekeliruan tokoh mi’tazilah. Dan menjadi rujukan ulama dalam menghadapi mu’tazilah.

Imam Asy’ari dikenal  mengkritik mu’tazilah dengan logika-logika mu’tazilah. Dengan pertolongan Allah beliau berhasil mematahkan hujjah mu’tazilah dengan rasional tanpa keluar dari syariat.

Metode Imam Asy’ari lalu diikuti banyak ulama besar di kemudian hari. Hingga beliau diberi gelar “mujaddid” (pembaharu) karena dinilai berhasil mengalahkan dominasi pemikiran mu’tazilah.

Jaminan Al-qur'an dan hadits bahwa golongan Al-Asy'riyah adalah golongan Ahlussunnah wal jama'ah, golongan yang selamat. Allah memuji golongan Asya'iroh dalam sebuah ayat yang mana pada saat ayat ini turun, Rasulullah memberikan isyaratnya kepada seorang sahabat yaitu Imam Abu Musa al-Asy'ari (Datuk dari Imam Abu Hasan al-Asy'ari) seraya menunjuk kepadanya.

Alloh Subhaanahu Wata'ala Berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, yang tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui" (QS. al-Maidah : 54).

Rasulullah SAW yang bertugas sebagai mubayyin (penjelas) al-Qur'an telah memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan "kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya..", dalam ayat diatas adalah kaum Abu Musa al-Asy'ari berdasarkan hadits shahih berikut

عن عياض الاشعري قال : لما نزلت : {فسوف يأتي الله بقوم يحبهم ويحبونه} قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (هم قومك يا أبا موسى) وأومأ رسول الله صلى الله عليه وسلم : هم قوم هذا , و أشار إلي أبي موسى الأشعري.

Dari Iyadh al-Asy'ari Radiyallahuanhu dia berkata "Ketika ayat, "Allah SWT akan mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya", maka Rasulullah SAW bersabda sambil menunjuk kepada Abu Musa al-Asy'ari : "Mereka adalah kaumnya laki-laki ini"

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّة، حدثنا عَبْدُ الصَّمَدِ -يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ الْوَارِثِ-حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سِمَاك، سَمِعْتُ عِيَاضًا يُحَدِّثُ عَنِ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُمْ قَوْمُ هَذَا".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad (yakni Ibnu Abdul Waris), telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak; ia pernah mendengar Iyad menceritakan hadis dari Abu Musa Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (Al-Maidah: 54) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah dari kaum orang ini(seraya mengisyaratkan kepada Abu Musa Al-Asy'ari, yakni dari penduduk Yaman, pent.).
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah dengan lafaz yang semisal.

قال القشيرى: فأتباع أبى الحسن الأشعرى من قومه لأن كل موضع أضيف فيه قوم إلى نبي أريد به الأتباع، قاله القرطبى فى تفسيره (ج6/220) .

Al-Qusyairi berkata : "Pengikut madzhab Abi al-Hasan al-Asy'ari termasuk kaum Abu Musa al-Asy'ari , karena setiap terjadi penisbahan kata kaum terhadap nabi didalam al-Qur'an, maka yang dimaksudkan adalah pengikutnya"

وقال البيهقى: وذلك لما وجد فيه من الفضيلة الجليلة والمرتبة الشريفة للإمام أبى الحسن الأشعرى رضى الله عنه فهو من قوم أبى موسى وأولاده الذين أوتوا العلم ورزقوا الفهم مخصوصاً من بينهم بتقوية السنة وقمع البدعة بإظهار الحجة ورد الشبهة ".ذكره ابن عساكر في تبيين كذب المفتري.

Dan telah berkata Imam Bayhaqy " Demikian itu karena telah nyata di temukan keutamaan besar dan dan kedudukan yang sangat mulia pada dari Imam Abu Hasan al Asy'ari Rodiyallahu anhu. Beliau adalah dari kaum Abu Musa al Asy'ari dan termasuk anak turunya. mereka2 itu telah di beri ilmu rezki kefahaman yang di hususkan di antara mereka yaitu dengan menguatkan sunnah dan menghancurkan bid'ah dengan menampakan hujjah dan menolak segala syubhat/kekeliruan".

Disebutkan dalam kitab Ibnu Taimiyah:

ﺃﻥ اﻷﺷﻌﺮية ﺃﻋﻴﺎﻥ ﺃﻫﻞ اﻟﺴﻨﺔ ﻭﺃﻧﺼﺎﺭ اﻟﺸﺮﻳﻌﺔ اﻧﺘﺼﺒﻮا ﻟﻠﺮﺩ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺒﺘﺪﻋﺔ ﻣﻦ اﻟﻘﺪﺭﻳﺔ ﻭاﻟﺮاﻓﻀﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ، ﻓﻤﻦ ﻃﻌﻦ ﻓﻴﻬﻢ ﻓﻘﺪ ﻃﻌﻦ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻞ اﻟﺴﻨﺔ، ﻭﺇﺫا ﺭﻓﻊ ﺃﻣﺮ ﻣﻦ ﻳﻔﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻰ اﻟﻨﺎﻇﺮ ﻓﻲ ﺃﻣﺮ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺗﺄﺩﻳﺒﻪ ﺑﻤﺎ ﻳﺮﺗﺪﻉ ﺑﻪ ﻛﻞ ﺃﺣﺪ

"Sesungguhnya Madzhab Asy'ari adalah ahlussunnah itu sendiri, dan mereka adalah penolong Syariah. Mereka berdiri tegak untuk melawan ahli Bid'ah baik dari qodariyah, Syiah rafidhoh dan lainnya. Barangsiapa yang mencela Madzhab Asy'ari maka dia telah mencela ahli sunnah. jika masalah ini dilaporkan kepada pihak yang berwenang dari umat Islam maka wajib baginya untuk mendidik orang tersebut agar orang lain tidak melakukan hal yang sama" (Majmu' Fatawa 6/603)

Benarkah Imam Abu Hasan Al Asy'ari ini menyimpang dari ajaran Ahli sunah? Tidak benar, Imam Adz-Dzahabi pun menilai beliau Ahli sunah:

ﻭﺃﺧﺬ ﻋﻨﻪ ﻓﻦ اﻟﻜﻼﻡ ﺃﻳﻀﺎ: ﺃﺑﻮ اﻟﺤﺴﻦ اﻷﺷﻌﺮﻱ، ﺛﻢ ﺧﺎﻟﻔﻪ، ﻭﻧﺎﺑﺬﻩ، ﻭﺗﺴﻨﻦ.

"Dan diantara yang mempelajari ilmu Kalam dari Ali al-Jubai adalah Abu Hasan Al Asy'ari, lalu dia berbeda pendapat dengan gurunya, kemudian dia menyerangnya dan dia menjadi ahli sunnah" (Siyar A'lam An-Nubala 11/113).

Mayoritas ulama Islam adalah al-Asy’ariyyah dan al-Maturudiyyah.

Imam Abdul Baqi al-Ba’li al-Hanbali mengatakan :

وللكلام على المقصد الثاني تقدمة،وهي أن طوائف أهل السنة ثلاثة:أشاعرة وحنابلة وماتريدية

“Untuk pembicaraan tujuan kedua telah ada pendahuluannya yaitu sesungguhnya kelompok Ahlus sunnah itu ada tiga : Asya’irah, Hanabilah dan Maturudiyyah"(Al-‘Ain wa al-Atsar : 59)

Muhammad bin Ibrahim Ibnul Wazir al-Yamani mengatakan :

اتفق أهل السنة : من أهل الأثر والنظر والأشعرية على أن الإرادة لا يصح أن تضاد العلم ولا يريد الله تعالى وجود ما قد علم أنه لا يوجد

“Ahlus sunnah : dari kalangan Ahlul Atsar, Nadzar dan al-Asy’ariyyah sepakat bahwasanya iradah itu tidak sah berlawanan dengan ilmu Allah dan Allah Ta’ala tidak berkhendak mewujudkan sesuatu yang Dia telah ketahui bahwasanya sesuatu itu tidak akan diwujudkan“. (Itsar al-Haq : 250)

Imam Muhammad as-Safaraini mengatakan :

أهل السنة والجماعة ثلاث فرق :الأثرية وإمامهم أحمد بن حنبل رضي الله عنه والأشعرية وإمامهم أبو الحسن الأشعري والماتردية وإمامهم أبو منصور الماتريدي

“Ahlus sunnah wal Jama’ah ada tiga kelompok : Pertama kelompok al-Atsariyyah, pemimpin mereka adalah imam Ahmad bin Hanbal radhiallahu ‘anhu. Kedua kelompok al-Asy’ariyyah, pemimpin mereka adalah imam Abul Hasan al-Asy’ari. Ketiga kelompok al-Maturudiyyah, pemimpin mereka adalah imam Abu Manshur al-Maturudi “ (Lawami’ al-Anwar : 1/73)

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqalani mengatakan :

البخاري في جميع ما يورده من تفسير الغريب إنما ينقله عن أهل ذلك الفن كأبي عبيدة والنضر بن شميل والفراء وغيرهم , وأما المباحث الفقهية فغالبها مستمدة له من الشافعي وأبي عبيـد وأمثالهـما , وأما المسائـل الكلامية فأكثرها من الكرابيـسي وابن كُـلاَّب ونحـوهما

“imam Bukhari di semua apa yang ia bawakan dari tafsir yang gharib, sesungguhnya ia menukilnya dari para ulama yang pakar di bidangnya tersebut seperti Abu Ubaidah, an-Nadhar bin Syamil, al-Farra dan selain mereka. Adapun pembahasan fiqih, maka kebanyakannya beliau bersandar kepada imam Syafi’i, Abu Ubaid dan semisalnya. Adapun masalah kalam / tauhid, maka kebanyakannya beliau mengambilnya dari al-Karabisi dan Ibnu Kullab dan selainnya “. (Fath al-Bari : 1/293)

Dari penejelasan para ulama besar di atas, menajdi jelas bagi kita bahwasanya kelompok al-Asy’ariyyah dan al-Maturudiyyah adalah kelompok terbesar dan mayoritas di seluruh belahan dunia ini sejak masa Abul Hasan al-Asy’ari yang mengikuti akidah ulama salaf sebelumnya hingga masa sekarang ini.

Para sahabat dan tabi’in adalah para pewaris dan penjaga ilmu agama terdahulu (mutaqaddimin), sedangkan al-Asy’ariyyah dan al-Maturudiyyah adalah para pewaris dan penjaga ilmu agama belakangan (mutaakhkhirin). Maka siapa saja yang menghina kelompok al-Asy’ariyyah dan al-Maturudiyyah, sama seja menghina para sahabat dan tabi’in. karena mereka lah kelompok Ahlus sunnah wal Jama’ah.

Ulama Pengikut Asy’ariyah Berdasarkan Senioritas

Ibnu Asakir dalam kitabnya Tabyin Kadzib Al-Muftari menyebut sejumlah ulama besar yang mengikuti madzhab Asy’ariyah. Ia membagi pada lima kategori berdasarkan faktor senioritas. Ulama yang disebut di bawah hanya sebagian kecil untuk sekadar contoh. Menurut Tajuddin Al-Subki, seandainya disebut semua, niscaya hampir semua ulama madzhab empat mengikuti manhaj aqidah Asy’ariyah.

Generasi pertama yang menganut Asy’ariyah adalah para ulama abad Keempat Hijriyah antara lain:
Abu Bakar Al-Baqilani (wafat, 403 H),
Abu Bakar bin Faurak (w. 406 H),
Abu Hamid Al-Isfirayini (w. 406 H),
Abu Ishaq Al-Isfirayini (w. 418 H),
Abdul Qahir Al-Baghdadi (w. 429 H),
Abul Qasim Al-Isfirayini (w. 452 H),
Abu Bakar Al-Baihaqi (w. 458 H),
Al-Khatib Al-Baghdadi (w. 463 H),
Abul Qasim Al-Qusyairi (w. 465 H),
Abul Muzhoffar Al-Isfirayini (w. 471 H),
Abul Walid Al-Baji (w. 474 H),
Abu Ishaq Al-Syairazi (w. 476 H),
Abul Ma’ali Al-Juwaini (w. 478 H).

Ulama generasi kedua yang menganut Asy’ariyah adalah para ulama yang hidup pada abad kelima hijrah (abad ke-11 masehi) antara lain:
Abu Hamid Al-Ghazali (wafat, 505 H),
Abul Qasim Al-Anshari (w. 511 H),
Ibnu Rusydi (w. 520 H),
Abu Bakar Ibnul Arobi (w. 543 H),
Al-Qadhi Iyadh (w. 544 H),
Abul Fath Al-Syahrastani (w. 548 H),
Ibnu Asakir (w. 571 H).

Ulama generasi ketiga yang mengikuti madzhab aqidah Asy’ariah adalah para ulama yang hidup pada abad keenam hijriyah ( abad ke-12 masehi) antara lain:
Fakhruddin Al-Razi (w. 606 H),
Abul Qasim Al-Rofi’i (w. 623 H),
Saifuddin Al-Amadi (w. 631 H),
Ibnul Hajib (w. 646 H),
Al-Izz bin Abdissalam (w. 660 H),
Muhyiddin Al-Nawawi atau Imam Nawawi (w. 676 H),
Nasiruddin Al-Baidhawi (w. 691 H).

Ulama generasi keempat yang mengikuti madzhab aqidah Asy’ariah adalah para ulama yang hidup pada abad ketujuh hijriyah ( abad ke-13 masehi) antara lain:
Ibnu Daqiq Al-Id (w. 702 H),
Kamaluddin Al-Zamlakani (w. 727 H),
Badruddin bin Jamaah (w. 733 H),
Aduddin Al-Iji (w. 757 H),
Taqiuddin Al-Subki (w. 771 H),
Syamsuddin Al-Kirmani (w. 786 H),
Sa’duddin Al-Taftazani (w. 793 H).

Ulama generasi kelima yang mengikuti madzhab aqidah Asy’ariah adalah para ulama yang hidup pada abad kedelapan hijriyah ( abad ke-14 masehi) antara lain:
Sirajuddin Al-Bulqini (w. 805 H),
Zainuddin Al-Iraqi (w. 806 H),
Ibnu Khaldun (w. 808 H),
Al-Syarif Al-Jurjani (w. 816 H),
Taqiuddin Al-Hishni (w. 829 H),
Ibnu Hajar Al-Asqolani (w. 852 H),
Muhammad bin Yusuf Al-Sanusi (w. 895 H).

Ulama generasi keenam yang mengikuti madzhab aqidah Asy’ariah adalah para ulama yang hidup pada abad kesembilan hijriyah ( abad ke-15 masehi) antara lain:
Syamsuddin Al-Sakhawi (w. 902 H),
Jalaluddin Al-Suyuti (w. 911 H),
Syihabuddin Al-Qastalani (w. 923 H),
Zakariya Al-Anshari (w. 926 H),
Abdul Wahab Al-Sya’roni (w. 973 H),
Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H).

Ulama generasi ketujuh yang mengikuti madzhab aqidah Asy’ariah adalah para ulama yang hidup pada abad kesepuluh hijriyah ( abad ke-16 masehi) antara lain:
Syamsuddin Al-Ramli (w. 1004 H).

Ulama Pengikut Asy’ariyah Berdasarkan Keilmuan

Dari nama-nama ulama yang disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa pengikut Asy’ariyah adalah kalangan ulama papan atas yang berasal dari berbagai bidang keilmuan Islam. Untuk lebih memudahkan dalam memahami, berikut kategorisasi ulama pengikut aqidah Asy’ariyah berdasarkan keahlian mereka dalam bidang ilmu tertentu.

Dalam bidang tafsir dan ilmu Al-Quran terdapat sejumlah nama terkenal antara lain, Al-Jashash, Abu Amr Al-Dani, Al-Kayya, Al-Harasi, Ibnul Arabi, Al-Razi, Ibnu Atiyah, Al-Mahalli, Al-Baidhowi, Al-Tsa’alibi, Abu Hayyan, Ibnul Jazari, Al-Samarqandi, Al-Wahidi, Al-Zarkasyi, Al-Suyuthi, Al-Alusi, Al-Zarqani, Al-Nasafi, Al-Qasimi, Ibnu Asyur, dan banyak lagi yang lain.

Dari kalangan ahli hadits dan ilmu hadits terdapat sejumlah nama masyhur berikut: Al-Daruqutni, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Al-Khatib Al-Baghdadi, Ibnu Asakir, Al-Khattabi, Abu Nuaim Al-Isbahani, Al-Sam’ani, Ibnul Qattan, Al-Qadhi Iyadh, Ibnus Sholah, Al-Mundziri, Al-Nawawi, Al-Haitsami, Al-Muzi, Ibnul Hajar, Ibnul Munir, Ibnu Battal, mayoritas pensyarah kitab Bukhari dan Muslim, mayoritas pensyarah kitab hadits (kutub as-sunan). Juga, Al-Iraqi, putra Al-Iraqi, Ibnu Jamaah, Al-Aini, Al-Ala’i, Ibnul Mulqin, Ibnu Daqiq Al-Id, Al-Zamlakani, Al-Zaila’i, Al-Suyuthi, Ibnu Allan, Al-Sakhawi, Al-Manawi, Ali Al-Qori, Al-Jalal Al-Dawani, Al-Baiquni, Al-Laknuwi, Al-Zubaidi, dan banyak lagi yang lain.

Dari ulama ahli sejarah antara lain: Qadhi Iyadh, Al-Tabari, Khatib Al-Baghdadi, Abu Nuaim Al-Isbahani, Ibnu Hajar, Al-Muzi, Al-Suhaili, Al-Solihi, Al-Suyuthi, Ibnul Atsir, Ibnu Khaldun, Al-Tilmasani, Al-Qasthalani, Al-Shafdi, Ibnu Khalakan, Qadhi Syuhbah, Ibnu Nasiruddin, dan lain-lain.

Dari ulama ahli bahasa antara lain: Al-Jurjani, Al-Qazwini, Abul Barakat Al-Anbari, Al-Suyuthi, Ibnu Malik, Ibnu Aqil, Ibnu Hisyam, Ibnu Manzhur, Al-Fairuzabadi, Al-Zubaidi, Ibnul Hajib, Khalid Al-Azhari, Abu Hayyan, Ibnul Atsir, Al-Hamudi, Ibnu Faris, Al-Kafawi, Ibnu Ajurum, Al-Hattab, Al-Ahdal, dan lain-lain.

Dari kalangan penguasa muslim, terdapat nama-nama tenar seperti Salahuddin Yusuf Al-Ayubi, Muzhafar, Nizham Al-Muluk, Sultan Al-Fatih Turki dan para sultan Turki Usmani yang lain.

Pengikut Asy’ariyah Berdasarkan Madzhab Fiqih

Dari kalangan ahli fiqih dan ilmu ushul fiqih terdapat nama-nama besar antara lain:

a) Dari madzhab Hanafi:
Ibnu Najim,
Al-Kasani,
Al-Sarakhsi,
Al-Zaila’i,
Al-Haskafi,
Al-Mirghanani,
Al-Kamal bin Al-Hamam,
Al-Syaranbalali,
Ibnu Amir Al-Haj,
Al-Bazdawi,
Al-Khadimi,
Abdul Aziz Al-Bukhari,
Ibnu Abidin Al-Tahtawi,
dan mayoritas ulama India, Pakistan, Bangladesh dan Tiongkok.
b) Dari madzhab Maliki:
Ibnu Rusydi,
Al-Qarafi,
Al-Syatibi,
Ibnul Hajib,
Khalil,
Al-Dardir,
Al-Dasuqi,
Zuruq,
Al-Laqqani,
Al-Zarqani,
Al-Nafrawi,
Ibnu Jazi,
Al-Adwi,
Ibnul Haj,
Al-Sanusi,
Ulaisy,
mayoritas ulama Maroko, dan lain-lain.
c) Dari Madzhab Syafi’i:
Al-Juwaini,
Al-Razi,
Al-Ghazali,
Al-Amidi,
Al-Syairazi,
Al-Isfirayini,
Al-Baqilani,
Al-Mutawalli,
Al-Sam’ani,
Ibnus Sholah,
Ibnu Katsir
An-Nawawi,
Al-Rofi’i,
Al-Iz Ibnu Abdissalam,
Ibnu Daqiq Al-Id,
Ibnur Rif’at,
Al-Adzra’i,
Al-Asnawi,
Al-Subki,
Al-Baidhawi,
Al-Hishni,
Zakariya Al-Anshari,
Ibnu Hajar Al-Haitami,
Al-Romli,
Al-Syarbini,
Al-Mahalli,
Ibnul Muqri,
Al-Bujairami,
Al-Baijuri,
Ibnul Qasim Al-Ibadi,
Al-Qalyubi,
Umairah,
Ibnu Qasim Al-Ghazzi,
Ibnu Naqib,
Al-Attar,
Al-Bannani,
Al-Dimyati,
Al-Ahdal,
dan lain-lain.
d) Dari Madzhab Hambali;
Imam Ibnu Sam’un al-Wa’izh,
Imam Abu Khaththab al-Kalwadzani,
Imam Abu al-Wafa bin ‘Aqil,
al Hafidz Ibn Jauzi Abu al-Faraj Abdurrahman bin Ali bin Abdurrahman al-Quraisy al-Bakri al-Shiddiqi al-Baghdadi al-Hanbali
Imam Ibnu Qudamah Al-Hanbali
Al-Imam al-Syarif abu Ali al-Hasyimi al-Hanbali
al-Imam abu al-Hasan Abdul Aziz bin al-Harits al-Tamimi al-Hanbali
dan lain-lain

Semua pemilik nama-nama besar di atas adalah para pengikut Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dalam aqidahnya, yang para ulama menyebut aqidah Asy’ariyah dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Kalau menurut kalian wahai Wahabiyyun, bahwa Al-Hafidz Ibnul Jauzi, Imam Ibn Hibban, Al-Hafidz Ibn Rajab Al-Hambali, Al-Hafidz Al-Isma’ili, Al-Hafidz Al-Baihaqi, Al-Hafidz Al- Daruqutni, Al-Hafidz Al-Khatib Al-Baghdadi, Al-Hafidz As-Salafi, Qadhi Iyadh, Imam An-Nawawi,Al-Hafidz Alaai, Al Hafidz Zainudin Al-Iraqi, dan putranya Al-Hafidz Waliyudin, Khatimatul Hufadz Ibn Hajar Al-Asqolani dll, bukan termasuk ulama Ahlussunnah wal Jama’ah, maka siapakah yang kalian maksud dengan Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah itu?

Konsekwensi Jika Anggap Ulama Asy’ariyyah Sesat

Kalau mau konsisten dengan pendapat kalian bahwa mereka telah menyimpang dan memasukkan mereka sesat dalam aqidah Islam. Maka konsekwensinya jangan lagi gunakan kitab dan karya Ulama Asy’ariyyah, apalagi menukil pendapat mereka dalam masalah aqidah untuk mendukung pendapat kalian dalam masalah aqidah pula. Sungguh aneh !?

Tapi ternyata hal itu tidak terjadi. Bahkan dalam majalah edisi khusus  yang mereka tulis dalam masalah hadis, pertama kali mereka menunjukkan apa yang mereka anggap sesat dan menyimpang dari aqidah kaum asy’ariyah lalu diberilah vonis sesat bahkan kafir. Tapi yang aneh setelah itu pendapat-pendapat dari para Ulama Hadis pengikut aqidah Asy’ariyah seperti Al-Hafidz Ibn Hajar, Imam Nawawi, Al-Khatib Al-Baghdadi, Al-Iraqi, Ibn Shalah dll menjadi rujukan utama unutk memberi justifikasi dalam masalah aqidah versi mereka. Bukankan ini sebuah keanehan yang menggelikan ?!

Lalu kalian berkata lagi: Ulama kan bukan hanya mereka! Tapi ingat bukankan Salafi Wahabi telah mengadopsi pendapat sebagian Ulama’ yang menyatakan bahwa Ahlus sunnah wal jama’ah adalah Ulama ahli hadits seperti perkataan Imam Ahmad yang mengatakan Kalau bukan ahli hadis, aku tidak tahu lagi siapa mereka ? dll! Biasanya kalian akan berkelit dengan mengatakan : Ulama Ahli Hadis-kan tidak terbatas pada mereka !!? Lalu apakah Al- Hafidz Al-Isma’ili, Al-Hafidz Al-Baihaqi, Al-Hafidz Al-Daruqutni, Al-Hafidz Al-Khatib Al-Baghdadi, Al-Hafidz As-Salafi, Qadhi Iyadh, Imam An-Nawawi, Al-Hafidz Alaai, Al-Hafidz Zainudin Al-Iraqi, dan putranya Al-Hafidz Waliyudin, Khatimatul Hufadz Ibn Hajar Al-Asqolani dll, bukan termasuk ahli hadis !?

Lalu siapa Ahli hadits yang kalian maksud ?! Lalu manhaj ahli hadis mana yang kalian ikuti !!? Kalau ternyata sebagian besar Para Hufadz Ahli Hadis berada dalam posisi yang berlawanan dengan posisi kalian, ternyata semua Ahli Hadits adalah pengikut aqidah Asy’ariyyah !? Hendaknya ini menjadi bahan renungan bagi orang-orang yg mampu berpikir dengan jujur!

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

4 komentar:

  1. Pada hakikatnya kelompok Asya’irah tidaklah siap untuk menerima kenyataan bahwa Imam Abul Hasan al-Asy’ari telah rujuk bertaubat meninggalkan aqidah Asya'irah Aswaja dan di dalam kitab Al-Ibanah ‘an Ushulid Diyanah tersebut beliau rahimahullah menerangkan secara gamblang pembelaan beliau atas kebenaran I’tiqad Ahlissunnah wal Jama’ah yang tidak mentakwil ayat-ayat mutasyabihat, dan ternyata sesuai dengan keyakinan kelompok Wahabi yang amat mereka benci itu!!

    Maka untuk mengelabui umat dari kebatilan keyakinan mereka yang diatasnamakan sebagai keyakinan yang dianut oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari, akhirnya disebarkanlah tuduhan dusta (hoax) bahwa Wahabi Salafy telah memanipulasi kitab Al-Ibanah Imam Abu Hasan al-Asy’ari, padahal di sisi lain mereka (kelompok Asya’irah) ini tidak mampu mendatangkan kitab Al-Ibanah yang asli menurut versi mereka.

    Hal ini menunjukkan bahwa kaum Asya’irah ini pada hakikatnya tidak benar-benar mengikuti faham yang diyakini oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari di akhir hayat beliau, sekaligus mereka pun sebelumnya tidak pernah membaca kitab-kitab terakhir Imam Abul Hasan al-Asy’ari (salah satunya adalah kitab al-Ibanah ini).

    Sebagai bukti, salah satunya terdapat dalam buku tempo doeloe yang ditulis oleh salah seorang tokoh fanatik Asya’irah yang bernama KH. Siradjuddin Abbas. Dalam bukunya berjudul “40 Masalah Agama” Cetakan keduabelas, penerbit Pustaka Tarbiyah Jakarta, tahun 1989, jilid IV, halaman 203, dia menulis :

    “Imam Abul Hasan mengarang kitab-kitab dalam ilmu kalam seperti kitab Maqaalatul Islamiyyiin, Al Ibanah fi Ushulid Diyanah, Al Mujaz dan lain-lain kitab sampai 200 buah banyaknya”.

    Yang sangat mengejutkan, seorang tokoh yang sangat fanatik dengan faham Asy’ari-nya ini dan mendakwahkan "kebenaran" faham Asy'ari ternyata pada halaman daftar pustaka bukunya itu TIDAK MENJADIKAN SEBAGAI RUJUKAN (meskipun hanya satu judul kitab!) karya Imam yang dia sanjung setinggi langit. Jadi, apa artinya pujian kecintaan di lisan jika tanpa pembuktian?

    Kembali pada tuduhan (hoax) pemalsuan kitab Al-Ibanah, bagaimana mungkin Wahabi Salafy mengendalikan percetakan/penerbit kitab-kitab, sementara tidak semua percetakan/penerbit kitab memiliki kepentingan dengan dakwah Wahabi.

    Inilah bebarapa bukti bahwa kitab Al-Ibanah imam Abul Hasan al-Asy’ari telah dicetak apa adanya, baik yang dicetak/diterbitkan oleh penerbit Wahabi atau bukan.
    Kitab Al-Ibanah terbitan Maktabah Dar Al-Bayan Beirut, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Penerbit GIP (Gema Insani Press).

    Sebagai bukti kuat bahwa apa yang tercetak dalam kitab Al-Ibanah itu adalah memang benar merupakan tulisan Imam Abul Hasan al-Asy’ari yang menggambarkan pemahaman beliau yang sesungguhnya sebagai seorang Ahlus Sunnah, adalah bahwa isi kandungan kitab Al-Ibanah sesuai dengan penjelasan beliau tentang pemahaman ahlul-hadits/ahlus-sunnah dalam kitab beliau lainnya berjudul Maqalatul Islamiyyin Wakhtilaful Mushallin. Kitab Maqalatul Islamiyyin ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul buku “Prinsip-prinsip Dasar Aliran Theologi Islam” yang diterbitkan oleh penerbit CV. Pustaka Setia Bandung (cetakan I, tahun 1998).

    Setelah bukti-bukti ini, masih adakah yang percaya dengan semua hoax dan tuduhan-tuduhan dusta yang dibidikkan kepada Ahlus Sunnah Salafy?

    Lalu, apakah mereka yang selama ini mengaku sebagai pengikut Al Imam Abul Hasan Al Asy'ary juga akan berani berjiwa besar menempuh jalan beliau, bertaubat meninggalkan aqidah batil yang sebelumnya beliau anut dan kembali mengikuti manhaj Salaf serta menjadikan kitab² beliau pasca bertaubat sebagai rujukan?

    Ataukah hanya berani berteriak dengan kecintaan palsu sebagai "Aswaja Asya'irah" yang sesungguhnya aqidah tersebut telah dilemparkan oleh Al Imam Abul Hasan demi menyongsong kebenaran I’tiqad Ahlissunnah wal Jama’ah sebagaimana pula yang diyakini oleh al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumallah?

    BalasHapus
  2. Imam Ibnul Jauzi Al Hambali sudah mematah kan argumen dari pentolan mujassimah dan musyabbihah dari madzhab Hambali sendiri.

    BalasHapus
  3. Asyari Salam perjalanan keilmuan mengalami tiga fase:

    Fase Ahlussunnah
    Fase mu'tazilah
    Fase kembali ke ahlussunnah

    BalasHapus
  4. Ulama2 di atas sudah lebih dari cukup untuk sebagai bukti tentang kebenaran Asy'ariyah

    BalasHapus