Keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dan penutup para Nabi dan Rasul sesungguhnya merupakan suatu keyakinan mutlak yang mesti melekat pada diri seorang muslim, jika keyakinan tentang ini goyah pada diri seorang yang mengaku beriman kepada Allah SWT dan RasulNya, maka pada saat yang bersamaan berate imannya turut goyah, sehingga itu sudah menjadi keharusan /kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat untuk mempertahankan keyakinannya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir.
Rasul adalah manusia dari diri umat. Jika manusia dari tambang, maka Allah memperuntukan kepadanya pemberian rasio dan rohani agar dia siap menerima wahyu dari Allah SWT. Allah memperuntukan Rasul dengan memperoleh beberapa keistimewaan agar dia mampu memikul beban risalah dan menjadi teladan baik yang harus diikuti, baik dalam urusan dunia maupun dalam urusan akhirat. Seandainya para utusan Allah tidak memperoleh beberapa keistimewaan rasio dan rohani seperti kesucian mereka telah ternoda atau rasio mereka lemah, tentu mereka tidak mampu menyampaikan petunjuk Allah kepada manusia.
Persoalannya kemudian adalah bagaimana semestinya kita menyikapi jika sekiranya pada zaman kita ada seorang yang mengaku sebagai nabi atau rasul, yang menyatakan diri sebagai penerima wahyu dan pembawa ajaran kebenaran lalu kemudian mengajarkan dan mendakwahkan ajaran-ajaran yang diterimanya hingga memiliki pengikut, penganut dan menjadi umatnya, maka pada saat sepertin ini seyogyanlah kita memiliki sebuah sikap yang kosnsisten sebagai sebuah jalan atau cara dalam menagkal berbagai fenomena yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan beragama kita sebagai penganut ajaran agama Islam.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah danpenutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Ahzab (33): 40)
Ayat ini secara sharih (jelas) menegaskan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah penutup para nabi alias nabi terakhir.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ قَالَ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنِ ابْنِ دِينَارٍ يَعْنِي عَبْدَ اللَّهِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلِي وَمَثَلُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بُنْيَانًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ مِنْ زَوَايَاهُ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا تِلْكَ اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud berkata; telah mengabarkan kepada kami Isma’il dari Ibnu Dinar -yaitu Abdullah- dari Abu Shalih As Samman dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: \”Permisalanku dengan para Nabi sebelumku adalah seperti seorang laki-laki yang membuat bangunan, ia memperbagus dan memperindahnya kecuali satu bata pada salah satu sudut bangunan tersebut, maka manusia berkeliling dan merasa kagum, dan mereka berkata; ‘Sekiranya satu bata ini disempurnakan, ‘ beliau bersabda: \”Maka aku adalah satu bata tersebut, dan aku adalah penutup para Nabi.\” ( Bukhari, Kitab Al Manaqib Bab Khatim an Nabiyyin, Juz. 11, Hal. 336, No hadits. 3271. Muslim, Kitab Al Fadhail Bab Dzikru Kaunuhu Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa Khatim an Nabiyyin, Juz. 11, Hal. 404, No hadits. 4239, Imam Ahmad hadits no 8802)
Imam Ibnu Hajar berkata:
وَفِي الْحَدِيث ضَرْب الْأَمْثَال لِلتَّقْرِيبِ لِلْأَفْهَامِ وَفَضْل النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سَائِر النَّبِيِّينَ ، وَأَنَّ اللَّه خَتَمَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ ، وَأَكْمَلَ بِهِ شَرَائِع الدِّين .
Hadits ini memberikan perumpamaan dalam rangka memudahkan pemahaman dan menunjukkan keutamaan Rasulullah Shallalalhu ‘Alaihi wa Sallam di atas nabi – nabi lainnya dan Allah ta’ala menutup kerasulan dengannya serta menyempurnakan syariatNya degannya pula.” (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari,Kitab Al Manaqib Bab Khatim an Nabiyyin, Juz. 11, Hal. 336, No hadits. 3270)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, setelah ia mengutarakan berbagai hadits tentang kedudukan Rasulullah sebagai penutup para nabi, beliau berkata:
وقد أخبر تعالى في كتابه، ورسوله في السنة المتواترة عنه: أنه لا نبي بعده؛ ليعلموا أن كل مَنِ ادعى هذا المقام بعده فهو كذاب أفاك، دجال ضال مضل، ولو تخرق وشعبذ، وأتى بأنواع السحر والطلاسم والنَيرجيَّات ، فكلها محال وضلال عند أولي الألباب
“Allah Ta’ala telah mengabarkan melalui KitabNya, begitu pula RasulNya telah menyampaikan secara mutawatir (pasti benar) darinya: bahwa tidak ada nabi setelahnya. Agar manusia mengetahui bahwa setiap manusia yang mengaku memiliki kedudukan sebagai nabi setelah beliau, maka orang itu adalah pendusta, dajjal yang sesat dan menyesatkan, walau dia memiliki kemampuan di luar kebiasaan dan mampu menipu penglihatan manusia, mendatangkan berbagai sihir dan kekuatan. Semuanya adalah tipuan dan kesesatan di mata Ulil Albab (orang-orang yang berpikir). “ (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Juz. 6, Hal. 431).
Hal di atas dijelaskan oleh Imamul Mufassirin, Abu Ja’far bin Jarir ath Thabari, beliau berkata:
واختلفت القراء في قراءة قوله(وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ) فقرأ ذلك قراء الأمصار سوى الحسن وعاصم بكسر التاء من خاتم النبيين، بمعنى: أنه ختم النبيين. ذُكر أن ذلك في قراءة عبد الله(وَلَكِنَّ نَبِيًّا خَتَمَ النَّبيِّينَ) فذلك دليل على صحة قراءة من قرأه بكسر التاء، بمعنى: أنه الذي ختم الأنبياء صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم وعليهم، وقرأ ذلك فيما يذكر الحسن وعاصم(خَاتَمَ النَّبِيِّينَ) بفتح التاء، بمعنى: أنه آخر النبيين
Para Qurra (Ahli Pembaca Al Quran) berbeda pendapat tentang bacaan terhadap ayat Khaataman nabiyyin. Para Qurra dari Al Amshar (kota besar) kecuali Al Hasan dan ‘Ashim, mereka mengkasrahkan huruf ta’ menjadi(Khaatim an Nabiyyin) yang bermaknakhataman nabiyyin penutup para nabi (huruf kha’ pendek). Disebutkan bahwa itulah cara baca Abdullah bin Mas’ud (walakin nabiyyan khataman nabiyyin – tidak memanjangkan kha’ menjadi khaataman). Ini adalah dalil atas benarnya pihak yang membaca dengan mengkasrahkan huruf ta’, maknanya: “Bahwa dia adalah penutup para nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa ‘Alaihim. Adapun yang membaca dengan memfathahkan (Khaatam an Nabiyyin) sebagaimana yang telah disebutkan yakni Al Hasan dan ‘Ashim, maknanya: “Bahwa dia adalah akhir dari nabi – nabi.” (Imam Abu Ja’far bi Jarir ath Thabari, Jami’ al Bayan fii Ta’wil Al Quran, Juz. 20, Hal. 279).
Imam Al Qurthubi berkata:
وقرأ الجمهور بكسر التاء بمعنى أنه ختمهم، أي جاء آخرهم.
“Mayoritas membaca dengan mengkasrahkan huruf ta’, bermakna bahwa dia adalah penutup mereka (para nabi) yaitu yang akhir datangnya di antara mereka.” (Imam Al Qurthubi,Jami’ Li Ahkam Al Quran, Juz. 14, Hal. 196. Dar Ihya ats Turats al ‘Araby, Beirut – Libanon. 1985M-1405H).
Imam Abu Muhammad Al Husein bin Mas’ud al Baghawi berkata dalam tafsirnya:
ختم الله به النبوة، وقرأ عاصم: “خاتم” بفتح التاء على الاسم، أي: آخرهم، وقرأ الآخرون بكسر التاء على الفاعل، لأنه ختم به النبيين فهو خاتمهم.
“Dengannya Allah telah menutup kenabian. ‘Ashim membacanya ‘Khaatam’ dengan fathah pada huruf ta’menjadi isim, yakni, “Akhirnya mereka (nabi-nabi).” Sedangkan yang lain membaca dengan mengkasrahkan ta’ menjadi faa’il, karena dengannyalah menutup para nabi, dan dia penutup mereka.” (Imam al Baghawi, Ma’alimut Tanzil, Juz. 6 Hal. 358).
Imam Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin ‘Umar asy Syihi biasa disebut Al Khazin berkata dalam tafsirnya:
ختم الله به النبوة فلا نبوة بعده أي ولا معه
“Dengannya Allah telah menutup kenabian, maka tidak ada kenabian setelahnya, yaitu tidak pula bersamanya.” (Imam al Khazin, Lubab at Ta’wil fii Ma’ani at Tanzil, Juz. 5, Hal. 199).
Kemunculan nabi-nabi palsu di muka bumi ini sesungguhnya merupakan salah satu tanda dari sekian tanda hari kiamat. Di antara mereka, ada yang sekadar mengaku-ngaku. Namun ada pula yang “mendakwahkan” ajarannya sehingga punya banyak pengikut.
Kemunculan para Nabi palsu adalah salah satu tanda akan bangkitnya hari kiamat sekaligus tanda kebenaran kenabian Rasulullah Muhammad bin Abdillah. Di mana apa yang beliau beritakan akan kemunculan mereka benar sesuai kenyataan yang ada, karena beliau berucap dari wahyu bukan dari hawa nafsu dan kedustaan. Dari Abu Hurairah dari Nabi, beliau bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللهِ
“Tidaklah hari kiamat bangkit sehingga dibangkitkan para (Dajjal) pendusta, pembohong, mendekati 30 orang. Masing-masing mengaku bahwa dirinya adalah Rasulullah.” (Shahih, Al-Bukhari Kitabul Manaqib, Bab ‘Alamatun Nubuwwah fil Islam, Muslim Kitabul Fitan Wa Asyrathus Sa’ah, Bab La Taqumus Sa’ah Hatta Yamurra Ar-Rajul bi Qabri Ar-Rajul… no. 3413)
Dari Tsauban, ia berkata Rasulullah bersabda:
وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتـِي بِالْـمُشْرِكِينَ وَحَتَّى تَعْبُدَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي الْأَوْثَانَ وَإِنَّهُ سَيَكُونُ في أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
“Tidak akan bangkit hari kiamat sehingga beberapa qabilah dari umatku bergabung dengan musyrikin dan sehingga beberapa qabilah dari umatku menyembah berhala-berhala, dan sesungguhnya akan muncul pada umatku para pendusta berjumlah 30 masing-masing mereka mengaku nabi dan akulah penutup para nabi tiada nabi sesudahku.” (HR. Abu Daud, Kitab Al Fitan wal Malahim Bab Dzikru Al Fitan wa Dalailuha, Juz. 11, Hal. 322, No hadits. 3710. At Tirmidzi, Kitab Al Fitan ‘an Rasulillah Bab Maa Ja’a Laa Taqumus Sa’ah hatta Yakruju Kadzdzabun, Juz. 8, Hal. 156, No hadits. 2145. Katanya: Hasan Shahih).
Jadi, adanya orang-orang yang mengaku nabi merupakan bagian dari tanda-tanda datangnya kiamat. Hal itu sudah sinyalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sejak empat belas abad silam. Namun selalu ada para ulama garda depan yang selalu siap mengcounter kebohongan mereka.
Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:
وَقَدْ وُجِدَ مِنْ هَؤُلَاءِ خَلْق كَثِيرُونَ فِي الْأَعْصَار ، وَأَهْلَكَهُمْ اللَّه تَعَالَى ، وَقَلَعَ آثَارهمْ ، وَكَذَلِكَ يُفْعَل بِمَنْ بَقِيَ مِنْهُمْ .
“Mereka selalu ada pada masing-masing zaman, tetapi Allah Ta’ala binasakan mereka, dan Allah hilangkan pengaruhnya, hal itu juga terjadi pada sisa pengikut mereka.” (Imam An Nawawi, Syarah ‘Alash Shahih Muslim,Kitab Al Fitan wal Asyratus Sa’ah Bab Laa taquumus Sa’ah hatta yamurru ar rajul biqabri ar rajul …Juz. 9, hal. 309, No. 5205)
Imam Ibnu Hajar al Asqalani Rahimahullah berkata:
وَلَيْسَ الْمُرَاد بِالْحَدِيثِ مَنْ اِدَّعَى النُّبُوَّة مُطْلَقًا فَإِنَّهُمْ لَا يُحْصَوْنَ كَثْرَة لِكَوْنِ غَالِبهمْ يَنْشَأ لَهُمْ ذَلِكَ عَنْ جُنُون أَوْ سَوْدَاء وَإِنَّمَا الْمُرَاد مَنْ قَامَتْ لَهُ شَوْكَة وَبَدَتْ لَهُ شُبْهَة كَمَنْ وَصَفْنَا ، وَقَدْ أَهْلَكَ اللَّه تَعَالَى مَنْ وَقَعَ لَهُ ذَلِكَ مِنْهُمْ وَبَقِيَ مِنْهُمْ مَنْ يُلْحِقهُ بِأَصْحَابِهِ وَآخِرهمْ الدَّجَّال الْأَكْبَر
“Maksud hadits itu tidaklah berarti secara mutlak jumlahnya (mereka adalah tiga puluh), sebenarnya para nabi palsu ini tak terhitung jumlahnya, namun yang dimaksudkan dengan pembatasan jumlah itu adalah mereka itulah yang mengaku nabi, memiliki kekuatan dan ajaran menyimpang, dan punya pengikut yang banyak serta terkenal di antara manusia. Lalu Allah Ta’ala binasakan mereka temasuk pengikutnya, hingga akhirnya datangnya dajjal besar.” (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, Kitab Al Manaqib Bab ‘Alamat an Nubuwah fil Islam, Juz. 10, hal. 410, No hadits. 3340)
Hadits lainnya, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
“Dahulu Bani Israel dipimpin oleh para nabi, ketika wafatnya seorang nabi maka datanglah nabi setelahnya, namun tidak ada nabi lagi setelahku.” (HR. Bukhari,Kitab Ahadits al Anbiya Bab Maa dziku ‘an Bani Israil, Juz. 11, Hal. 271, No hadits. 3196. Muslim, Kitab Al Imarah Bab Wujub al Wafa’ bibai’ati al Khulafa’ wal Awal fal Awal, Juz.9, Hal. 378, No hadits. 3429 )
Ketika kenabian telah ditutup dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dengan wafatnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, wahyu telah terputus dari langit.
Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
لَمْ يَبْقَ مِنَ النُّبُوَّةِ إِلَّا الْمُبَشِّرَاتُ قَالُوا وَمَا الْمُبَشِّرَاتُ قَالَ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ
Tidak tersisa dari kenabian kecuali al-mubasysyirat (perkara-perkara yang memberikan berita gembira). Para sahabat bertanya: “Apakah al-mubasysyirat itu?”, beliau menjawab: “Mimpi yang baik”. [R. Bukhari, kitab: Ta’bir, no:6990, dari Abu Hurairah]
Hadits ini dengan nyata menunjukkan bahwa wahyu tidak tersisa lagi setelah beliau wafat, karena adanya kenabian itu dengan wahyu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدِ انْقَطَعَتْ فَلَا رَسُولَ بَعْدِي وَلَا نَبِيَّ قَالَ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ لَكِنِ الْمُبَشِّرَاتُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْمُبَشِّرَاتُ قَالَ رُؤْيَا الْمُسْلِمِ وَهِيَ جُزْءٌ مِنْ أَجْزَاءِ النُّبُوَّةِ
Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus, maka tidak ada Rasul dan tidak ada nabi setelah aku. Maka hal itu terasa berat bagi para sahabat. Lalu beliau bersabda: “Kecuali al-mubasysyirat (perkara-perkara yang memberikan berita gembira). Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah al-mubasysyirat itu?”, beliau menjawab: “Mimpi seorang muslim, hal itu satu bagian dari bagian-bagian kenabian”. [HR. Ahmad III/267; Tirmidzi no: 2272, dan Al-Hakim, dari Anas bin Malik. Dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Irwaul Ghalil no:2473 dan Shahih Al-Jami’ush Shaghir no:1631]
Dan hal itu adalah perkara yang telah maklum bagi para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, sebagaimana hadits di bawah ini:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعُمَرَ انْطَلِقْ بِنَا إِلَى أُمِّ أَيْمَنَ نَزُورُهَا كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُهَا فَلَمَّا انْتَهَيْنَا إِلَيْهَا بَكَتْ فَقَالَا لَهَا مَا يُبْكِيكِ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ مَا أَبْكِي أَنْ لَا أَكُونَ أَعْلَمُ أَنَّ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَكِنْ أَبْكِي أَنَّ الْوَحْيَ قَدِ انْقَطَعَ مِنَ السَّمَاءِ فَهَيَّجَتْهُمَا عَلَى الْبُكَاءِ فَجَعَلَا يَبْكِيَانِ مَعَهَا
Dari Anas, dia berkata: Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar pernah berkata kepada Umar: “Marilah kita pergi mengunjungi Ummu Aiman, sebagaimana dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjunginya”. Tatkala kami sampai kepadanya, Ummu Aiman menangis. Maka keduanya berkata kepadanya: “Apa yang menjadikanmu menangis, sedangkan apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam“. Kemudian Ummu Aiman menjawab: “Aku menangis, bukan karena aku tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi aku menangis karena wahyu telah terputus dari langit”. Maka Ummu Aiman menggerakkan Abu Bakar dan Umar untuk menangis, sehingga keduanya menangis bersama Ummu Aiman. [HSR. Muslim, kitab: Fadhail ash-Shahabat]
Yang dimaksud wahyu di sini adalah arti secara istilah agama, bukan arti atau secara bahasa. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Bari (I/9): “Wahyu secara bahasa artinya memberitahukan secara rahasia/tersembunyi. Juga bisa berarti tulisan; sesuatu yang ditulis; mengutus; ilham; perintah; isyarat; dan menjadikan berbunyi sedikit demi sedikit. Juga dikatakan: asal artinya adalah memahamkan, dan apa saja yang engkau pakai untuk menjelaskan dinamakan wahyu, baik berupa: perkataan, tulisan, surat, atau isyarat. Sedangkan arti wahyu menurut istilah agama adalah: memberi-tahukan dengan agama”.
Ringkasnya bahwa wahyu menurut istilah agama adalah: pemberitahuan secara rahasia (bisikan) dari Allah kepada nabiNya, yang berupa syara’ (agama; peraturan; sesuatu yang harus diyakini beritanya dan ditaati perntahnya serta dijauhi larangannya), yang pasti kebenarannya.
Wahyu ini khusus diberikan oleh Allah kepada nabiNya, dan dengan wafatnya nabi dan rasul terakhir, nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka terputuslah berita dari langit tersebut.
Sikap Menghadapi Nabi Palsu
1. Jika ajaran yang dibawanya diakui sebagai ajaran Islam, maka tidak ada kata lain harus ditolak secara nyata karena telah masuk dalam kategori penistaan agama yang dalam hal ini diatur dalam peraturan perundang-udangan Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai sebuah hal yang dilarang. Mereka harus diproses secara hukum berdasarkan ketentuan hokum yang berlaku, dan mewajibkannya untuk melakukan pertobatan hingga mereka sadar diri bahwa sesungguhnya apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan fatal.
2. Jika ajaran yang dibawanya tidak dinyatakan sebagai ajaran agama Islam tapi menyebarkan dan melakukan propaganda serta mengajak para penganut ajaran Islam untuk mengikutinya, pun juga harus diproses secara hukum karena bertentangan dengan ketentuan bahwa tidak dibenarkan berdasarkan undang-undang menyebarkan faham ajaran agama terhadap penganut ajaran agama lain.
3. Jika ajaran yang dibawanya tidak menyatakan sebagai ajaran agama Islam dan tidak pula melakukan gerakan dakwah terhadap penganut ajaran agama Islam termasuk ajaran agama lainnya yang ada di Indonesia maka berlakulah prinsip laakum diinukum waliyadien,
4. Seyogyanya sebagai seorang muslim agar dapat membentengi diri bersama dengan keluarga, masyarakat terutama para generasi muda agar mereka memiliki aqidah yang mantap serta sikap ketauhidan yang kuat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul yang terakhir sehingga iman mereka tidak mudah digoyahkan oleh propaganda, bujukan serta berbagai cara yang dilakukan orang lain untuk menyesatkan umat.
5. Masyarakat muslim harus terus waspada terhadap kemungkinan munculnya pengakuan nabi palsu yang dapat menggoyahkan iman para umat muslim, karena itu mestinya dilakukan pembinaan secara dini melalui pendidikan dan dakwah secara baik, nyata dan berkesinambungan melalui berbagai jalur pendidikan baik padapendidikan formal, non formal maupun jalur pendidikan informal dengan berupaya melibatkan segenap unsur masyarakat dan lembaga terkait secara terprogram, terstruktur dan berkualitas.
Peringatan:
Maka setelah kita mengetahui hal ini, masihkah kita tertipu dengan dakwaan para pendusta yang mengaku mendapat ilmu/ berita/ wahyu/ wangsit dari Allah. Seperti pengakuan Lia Aminuddin, atau para pendiri aliran kepercayaan, dan aliran-aliran sesat lainnya yang tersebar di nusantara ini. Wahai Allah tunjukkanlah al-haq kepada kami sebagai al-haq sehingga kami dapat mengikutinya. Dan tunjukkanlah kebatilan kepada kami sebagai kebatilan sehingga kami dapat menjauhinya. Amiin.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Sabtu, 08 Desember 2018
Rabu, 05 Desember 2018
Hukum Menganai Arisan
Beberapa ulama membolehkan arisan bahkan sebagian mereka menganjurkannya jika tanpa ada persyaratan apa pun. Pendapat ini oleh Abu Zur’ah al-‘Iroqi asy-Syafi’i.
Secara umum arisan termasuk muamalat yang belum pernah disinggung dalam Al Quran dan as Sunnah secara langsung, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah, yakni boleh-boleh saja. Para ulama menyebutkan hal tersebut dengan mengemukakan kaedah fikih yang bunyinya:
الأصل في العقود والمعاملات الحل و الجواز
“Pada dasarnya hukum transaksi dan muamalah itu adalah halal dan boleh.” ( Sa’dudin Muhammad al Kibyi, al Muamalah al Maliyah al Mua’shirah fi Dhaui al Islam, Beirut, 2002, hlm: 75 )
Berkata Ibnu Taimiyah di dalam Majmu’ al Fatawa (29/18)
“Tidak boleh mengharamkan muamalah yang dibutuhkan manusia sekarang, kecuali kalau ada dalil dari Al Quran dan Sunnah tentang pengharamannya.”
Para ulama tersebut berdalil dengan Al Quran dan Sunnah sebagai berikut:
Pertama: Firman Allah SWT,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً
“Dialah Zat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada di bumi ini semuanya.” (QS. Al Baqarah: 29)
Kedua: Firman Allah SWT:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi; dan Ia telah sempurnakan buat kamu nikmat-nikmatNya yang nampak maupun yang tidak nampak.” (Qs Luqman: 20)
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan semua yang ada di muka bumi ini untuk kepentingan manusia, para ulama menyebutnya dengan istilah al imtinan ( pemberian ). Oleh karenanya, segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalat pada asalnya hukumnya adalah mubah kecuali ada dalil yang menyebutkan tentang keharamannya (Al Qurtubi, al Jami’ li Ahkam Al Quran, Beirut, Dar al Kutub Al Ilmiyah, 1993: 1/174-175 ). Dalam masalah ” arisan ” tidak kita dapatkan dalil baik dari Al Quran maupun dari as Sunnah yang melarangnya, berarti hukumnya mubah atau boleh.
Ketiga: Hadits Abu Darda’ ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
ما أحل الله في كتابه فهو حلال وما حرم فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو فاقبلوا من الله عافيته فإن الله لم يكن لينسى شيئاً وتلا قوله تعالى:( وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا ) سورة مريم الآية 64
“Apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya, maka hukumnya halal, dan apa yang diharamkannya, maka hukumnya haram. Adapun sesuatu yang tidak dibicarakannya, maka dianggap sesuatu pemberian, maka terimalah pemberiannya, karena Allah tidaklah lupa terhadap sesuatu.
Kemudian beliau membaca firman Allah SWT (Dan tidaklah sekali-kali Rabb-mu itu lupa)-Qs Maryam: 64-” (HR al Hakim, dan beliau mengatakan shahih isnadnya, dan disetujui oleh Imam Adz Dzahabi)
Hadits di atas dengan jelas menyebutkan bahwa sesuatu ( dalam muamalah ) yang belum pernah disinggung oleh Al Quran dan Sunnah hukumnya adalah ” afwun ” ( pemberian ) dari Allah atau sesuatu yang boleh.
Keempat: Firman Allah SWT:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
” Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran . ” ( Qs Al Maidah: 2 )
Ayat di atas memerintahkan kita untuk saling menolong dalam kebaikan, sedangkan tujuan “arisan” itu sendiri adalah menolong orang yang membutuhkan dengan cara iuran rutin dan bergiliran untuk mendapatkannya, maka termasuk dalam kategori tolong menolong yang tidak melanggar perintah Allah SWT.
Kelima: Hadit Aisyah ra, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ فَطَارَتْ الْقُرْعَةُ عَلَى عَائِشَةَ وَحَفْصَةَ فَخَرَجَتَا مَعَهُ جَمِيعًا
” Rasullulah SAW apabila pergi, beliau mengadakan undian di antara istri-istrinya, lalu jatuhlah undian itu pada Aisyah dan Hafsah, maka kami pun bersama beliau.” ( HR Muslim, no: 4477)
Hadits diatas menunjukkan boleh untuk melakukan undian, tentunya yang tidak mengandung riba dan perjudian. Dalam arisan juga terdapat undian yang tidak mengandung perjudian juga riba, maka hukumnya boleh.
Keenam: Hadits Ibnu Zubair
فقد كان ابن الزبير يأخذ من قوم بمكة دراهم ، ثم يكتب لهم بها إلى مصعب بن الزبير بالعراق ، فيأخذونها منه ، فسئل عن ذلك ابن عباس ، فلم ير به بأسا
Ibnu Zubair meminjam uang kepada sejumlah orang di Mekah. Beliau kemudian menulis surat yang ditujukan kepada Mush’ab bin Zubair yang berada di Irak. Orang-orang yang mengutangi Ibnu Zubair lantas mengambil pelunasan utang dari Mus’ab bin Zubair. Kejadian ini ditanyakan kepada Ibnu Abbas dan Ibnu Abbas menilainya tidaklah bermasalah. (Mushannaf Abdurrazzaq, 8:140 dan Adz Dzakhirah, 5:293)
Demikian pendapat Malikiyah. Yang benar adalah Suftajah hukumnya mubah karena keuntungan dari transaksi utang piutang adalah manakala hanya dinikmati oleh pihak yang mengutangi.
Berdasarkan hal tersebut, arisan yang memiliki sifat menguntungkan orang yang mengutangi dan yang berutang hukumnya jelas diperbolehkan.
Namun menurut pendapat Malikiyah yang melarang keuntungan dalam transaksi utang piutang meski yang diuntungkan dalam hal ini adalah kedua belah pihak kecuali dalam kondisi darurat, maka kita katakan bahwa arisan di zaman ini adalah kebutuhan yang sangat mendesak karena sedikitnya orang yang mau memberi pinjaman uang tanpa riba. Mayoritas orang sangat membutuhkan solusi keuangan mereka dengan cara berutang. Menghadapi kondisi ini ada dua pilihan, uang arisan atau berutang kepada bank ribawi.
Sehingga arisan hukumnya boleh sebagaimana bolehnya transaksi suftajah, transaksi di masa silam yang menguntungkan dua belah pihak. Orang yang mengutangi diuntungkan dengan aman di jalan karena tidak membawa uang dalam jumlah besar. Sedangkan orang yang berutang juga diuntungkan karena bisa mendapatkan harta di daerah yang dia tidak memiliki harta di sana.
Arisan tidak boleh dipermasalahkan dengan alasan anggota arisan tidak mengetahui apakah dia orang yang pertama kali mendapatkan uang arisan ataukah malah yang terakhir karena ketidakjelasan waktu jatuh tempo pelunasan utang hukumnya tidak mengapa. Boleh seorang itu mengutangkan uang kepada orang lain meski tanpa menyebutkan sama sekali kapan waktu jatuh tempo pelunasan utang. Karena utang piutang itu transaksi murni sosial. Lain halnya dengan transaksi jual beli tidak tunai. Ketidak jelasan waktu pelunasan cicilan menyebabkan transaksi jual beli tersebut terlarang.
Dalam kitab Hasyiah Al-Qalyubi ‘ala al Minhaj yang merupakan buku fikih Syafii terdapat penjelasan hukum arisan dan penegasan bahwa hukumnya adalah boleh. Arisan yang disebut dalam buku tersebut disebut arisan wanita.
Penulis Hasyiah Al-Qalyubi mengatakan, “Arisan yang terkenal di tengah-tengah wanita dalam bentuk ada satu wanita anggota arisan yang mengambil uang dari setiap anggota arisan dengan nominal tertentu setiap pekan atau setiap bulan dan setiap anggota seluruhnya secara bergiliran mendapatkan kesempatan semacam ini hukumnya adalah boleh sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Wali Al-‘Iraqi.” (Hasyiah Al-Qalyubi, 3:321)
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Secara umum arisan termasuk muamalat yang belum pernah disinggung dalam Al Quran dan as Sunnah secara langsung, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah, yakni boleh-boleh saja. Para ulama menyebutkan hal tersebut dengan mengemukakan kaedah fikih yang bunyinya:
الأصل في العقود والمعاملات الحل و الجواز
“Pada dasarnya hukum transaksi dan muamalah itu adalah halal dan boleh.” ( Sa’dudin Muhammad al Kibyi, al Muamalah al Maliyah al Mua’shirah fi Dhaui al Islam, Beirut, 2002, hlm: 75 )
Berkata Ibnu Taimiyah di dalam Majmu’ al Fatawa (29/18)
“Tidak boleh mengharamkan muamalah yang dibutuhkan manusia sekarang, kecuali kalau ada dalil dari Al Quran dan Sunnah tentang pengharamannya.”
Para ulama tersebut berdalil dengan Al Quran dan Sunnah sebagai berikut:
Pertama: Firman Allah SWT,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً
“Dialah Zat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada di bumi ini semuanya.” (QS. Al Baqarah: 29)
Kedua: Firman Allah SWT:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi; dan Ia telah sempurnakan buat kamu nikmat-nikmatNya yang nampak maupun yang tidak nampak.” (Qs Luqman: 20)
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan semua yang ada di muka bumi ini untuk kepentingan manusia, para ulama menyebutnya dengan istilah al imtinan ( pemberian ). Oleh karenanya, segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalat pada asalnya hukumnya adalah mubah kecuali ada dalil yang menyebutkan tentang keharamannya (Al Qurtubi, al Jami’ li Ahkam Al Quran, Beirut, Dar al Kutub Al Ilmiyah, 1993: 1/174-175 ). Dalam masalah ” arisan ” tidak kita dapatkan dalil baik dari Al Quran maupun dari as Sunnah yang melarangnya, berarti hukumnya mubah atau boleh.
Ketiga: Hadits Abu Darda’ ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
ما أحل الله في كتابه فهو حلال وما حرم فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو فاقبلوا من الله عافيته فإن الله لم يكن لينسى شيئاً وتلا قوله تعالى:( وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا ) سورة مريم الآية 64
“Apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya, maka hukumnya halal, dan apa yang diharamkannya, maka hukumnya haram. Adapun sesuatu yang tidak dibicarakannya, maka dianggap sesuatu pemberian, maka terimalah pemberiannya, karena Allah tidaklah lupa terhadap sesuatu.
Kemudian beliau membaca firman Allah SWT (Dan tidaklah sekali-kali Rabb-mu itu lupa)-Qs Maryam: 64-” (HR al Hakim, dan beliau mengatakan shahih isnadnya, dan disetujui oleh Imam Adz Dzahabi)
Hadits di atas dengan jelas menyebutkan bahwa sesuatu ( dalam muamalah ) yang belum pernah disinggung oleh Al Quran dan Sunnah hukumnya adalah ” afwun ” ( pemberian ) dari Allah atau sesuatu yang boleh.
Keempat: Firman Allah SWT:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
” Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran . ” ( Qs Al Maidah: 2 )
Ayat di atas memerintahkan kita untuk saling menolong dalam kebaikan, sedangkan tujuan “arisan” itu sendiri adalah menolong orang yang membutuhkan dengan cara iuran rutin dan bergiliran untuk mendapatkannya, maka termasuk dalam kategori tolong menolong yang tidak melanggar perintah Allah SWT.
Kelima: Hadit Aisyah ra, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ فَطَارَتْ الْقُرْعَةُ عَلَى عَائِشَةَ وَحَفْصَةَ فَخَرَجَتَا مَعَهُ جَمِيعًا
” Rasullulah SAW apabila pergi, beliau mengadakan undian di antara istri-istrinya, lalu jatuhlah undian itu pada Aisyah dan Hafsah, maka kami pun bersama beliau.” ( HR Muslim, no: 4477)
Hadits diatas menunjukkan boleh untuk melakukan undian, tentunya yang tidak mengandung riba dan perjudian. Dalam arisan juga terdapat undian yang tidak mengandung perjudian juga riba, maka hukumnya boleh.
Keenam: Hadits Ibnu Zubair
فقد كان ابن الزبير يأخذ من قوم بمكة دراهم ، ثم يكتب لهم بها إلى مصعب بن الزبير بالعراق ، فيأخذونها منه ، فسئل عن ذلك ابن عباس ، فلم ير به بأسا
Ibnu Zubair meminjam uang kepada sejumlah orang di Mekah. Beliau kemudian menulis surat yang ditujukan kepada Mush’ab bin Zubair yang berada di Irak. Orang-orang yang mengutangi Ibnu Zubair lantas mengambil pelunasan utang dari Mus’ab bin Zubair. Kejadian ini ditanyakan kepada Ibnu Abbas dan Ibnu Abbas menilainya tidaklah bermasalah. (Mushannaf Abdurrazzaq, 8:140 dan Adz Dzakhirah, 5:293)
Demikian pendapat Malikiyah. Yang benar adalah Suftajah hukumnya mubah karena keuntungan dari transaksi utang piutang adalah manakala hanya dinikmati oleh pihak yang mengutangi.
Berdasarkan hal tersebut, arisan yang memiliki sifat menguntungkan orang yang mengutangi dan yang berutang hukumnya jelas diperbolehkan.
Namun menurut pendapat Malikiyah yang melarang keuntungan dalam transaksi utang piutang meski yang diuntungkan dalam hal ini adalah kedua belah pihak kecuali dalam kondisi darurat, maka kita katakan bahwa arisan di zaman ini adalah kebutuhan yang sangat mendesak karena sedikitnya orang yang mau memberi pinjaman uang tanpa riba. Mayoritas orang sangat membutuhkan solusi keuangan mereka dengan cara berutang. Menghadapi kondisi ini ada dua pilihan, uang arisan atau berutang kepada bank ribawi.
Sehingga arisan hukumnya boleh sebagaimana bolehnya transaksi suftajah, transaksi di masa silam yang menguntungkan dua belah pihak. Orang yang mengutangi diuntungkan dengan aman di jalan karena tidak membawa uang dalam jumlah besar. Sedangkan orang yang berutang juga diuntungkan karena bisa mendapatkan harta di daerah yang dia tidak memiliki harta di sana.
Arisan tidak boleh dipermasalahkan dengan alasan anggota arisan tidak mengetahui apakah dia orang yang pertama kali mendapatkan uang arisan ataukah malah yang terakhir karena ketidakjelasan waktu jatuh tempo pelunasan utang hukumnya tidak mengapa. Boleh seorang itu mengutangkan uang kepada orang lain meski tanpa menyebutkan sama sekali kapan waktu jatuh tempo pelunasan utang. Karena utang piutang itu transaksi murni sosial. Lain halnya dengan transaksi jual beli tidak tunai. Ketidak jelasan waktu pelunasan cicilan menyebabkan transaksi jual beli tersebut terlarang.
Dalam kitab Hasyiah Al-Qalyubi ‘ala al Minhaj yang merupakan buku fikih Syafii terdapat penjelasan hukum arisan dan penegasan bahwa hukumnya adalah boleh. Arisan yang disebut dalam buku tersebut disebut arisan wanita.
Penulis Hasyiah Al-Qalyubi mengatakan, “Arisan yang terkenal di tengah-tengah wanita dalam bentuk ada satu wanita anggota arisan yang mengambil uang dari setiap anggota arisan dengan nominal tertentu setiap pekan atau setiap bulan dan setiap anggota seluruhnya secara bergiliran mendapatkan kesempatan semacam ini hukumnya adalah boleh sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Wali Al-‘Iraqi.” (Hasyiah Al-Qalyubi, 3:321)
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Senin, 03 Desember 2018
MEMBUKA INDERA KEENAM
Indera keenam bisa di aktifkan oleh siapa saja,tapi kita memiliki dua jalan untuk meraihnya :
Pertama karena bakat, bakat adalah sesuatu yang mengalahkan segalanya, indera keenam bisa dengan mudah di pelajari secara outodidak oleh orang-orang yang berbakat, karena ibarat buah mereka sudah masak sebelum di petik.
Kedua karena kerja keras bagi yang menempuh jalan ini dia harus memiliki seorang pembimbing yang benar-benar bertanggung jawab,karena bila berjalan sendiri tanpa pembimbing yang kuat tingkat spiritualitasnya, orang tersebut bisa salah jalur.
Salah jalur yang di maksud ada dua :
1. Ia akan mendapat godaan sehingga menempuh kesesatan dan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
2. Jalan darahnya akan kacau karena proses pengolahan energi yang salah sehingga emosinya menjadi labil, terlalu terobsesi dan akhirnya mengalami gangguan jiwa.
Saya sampaikan di sini, bila anda memiliki bakat, maka anda tidak perlu membaca tulisan saya lebih jauh lagi,karena anda akan menguasai apa yang di sebut indera keenam dengan mudah. Tapi bila bakat itu tidak anda miliki maka anda harus mengenali lebih jauh indera keenam tersebut. Lanjuuttt deh....!!!!
Saya sudah mengulas banyak sekali ciri maupun tanda-tandanya,namun semua itu masih dalam taraf umum,artinya semua orang yang berpotensi pasti memilikinya, ketahuilah, masih ada lagi spesifikasi khusus, baik bagi orang yang tidak memiliki bakat sama sekali dan orang-orang yang memiliki bakat lahir.
Orang-orang tidak beruntung yang tak mempunyai potensi indera keenam dalam dirinya.
1. TIDAK PERCAYA BAHWA INDERA KEENAM ITU ADA
2. MENGANGGAP INDERA KEENAM ADALAH MUSYRIK
3. ANTIPATI KARENA FANATISME
4. KETIDAK PEDULIAN AKAN KEBERADAAN INDERA KEENAM.
Pepatah mengatakan, “bila ada satu orang mengatakan ‘there is no fairy in the world’ maka akan ada satu peri yang mati” sama dengan sixthsense bila anda mengatakan tidak ada indera keenam,aku tidak percaya indera keenam, indera keenam adalah musrik bla....bla....bla....maka indera keenam akan mati dalam diri anda.
1. Adapun bakat lahir yang menjadi sumber bangkitnya indera tersebut adalah :Lahir pada tempat dan hari istimewa (tempat wingit, saat gerhana matahari atau bulan, titik balik matahari, saat lintang kemukus atau hujan meteor, Tengah hari (siang) pada tanggal 1 dan 10 bulan muharam atau 17 ramadhan, dan 27 rajab, saat tahun baru china tepat jam 12 malam, selasa kliwon, )
2. Buta sejak lahir.
3. Memiliki darah keturunan orang sakti atau trah Kerajaan.
4. Di sayangi oleh makhluk halus saat usia 0 sampai 3 bulan
5. Memiliki saudara kembar yang meninggal dunia dalam kandungan dan atau sewaktu lahir.
Bakat yang di maksud bukanlah indigo sempurna namun masih tergolong indigo level ringan. orang yang memiliki ciri di atas akan sangat mudah mempelajari indera keenam, karena mereka memiliki keistimewaan yang tiada duanya.
alasanya adalah sebagai berikut :
1. Lahir di tempat wingit akan menarik beberapa pembantu halus yang menemani hidup anda, pembantu halus ini akan tetap mengikuti anda meskipun tidak di butuhkan kecuali anda melakukan rukyah, pembantu halus ini bila benar cara menggunakanya,tanpa melakukan tindak pelanggaran pada kaidah agama, akan mempermudah anda menguasai berbagai ilmu baik itu ilmu supranatural maupun ilmu formal.
2. Lahir saat gerhana matahari dan bulan,membuat kita istimewa karena saat itu bumi di pengaruhi oleh dua gravitasi (matahari dan bulan), di satu titik yang sama sehingga energi abnormal yang terlepas ke bumi akan mencari tempat yang sesuai, tempat itu adalah aura yang masih bersih dan belum tersentuh warna makanan (sekalipun itu asi), bisa di katakan sasaran mereka adalah bayi yang baru lahir, reaksinya adalah saat energi bebas dari gerhana itu menempel pada sisi halus sang bayi, simpul syaraf yang di sebut solar plexus (kundalini)nya menjadi panas dan menyemburkan api ular yang kuat sehingga seluruh sumbatan cakra dalam tubuh bayi tersebut menjadi terbuka lebar.
3. Hujan meteor pada sudut pandang agama merupakan panah api para malaikat yang di lemparkan pada para syetan penguping pembicaraan langit di lahul mahfudz, sehingga keghaiban tersebut mempengaruhi bayi yang lahir di saat itu, dari sisi ilmiah, hujan meteor adalah peralihan benda langit yang sangat cepat sehigga mempengaruhi energi makrokosmos alam semesta, itulah yang nantinya menjadi pemicu bangkitnya bakat bagi bayi yang lahir di saat yang sama, karena manusia merupakan bagian dari makrokosmos juga. Kemudian terjadilah proses perpindahan energi dan perubahan cakra yang mirip dengan point di atas.
4. Tengah hari (siang) pada tanggal 1 dan 10 bulan muharam atau 17 ramadhan, dan 27 rajab, dalam khasanah jawa di sebut julung pujud,tapi sangat istimewa, keistimewaanya murni keghaiban (berhubungan dengan asal kejadian ruh dan pengaruh makhluk ghaib baik jin maupun malaikat)
5. Saat tahun baru china tepat jam 12 malam, menurut kepercayaan china, saat itulah terjadi titik balik rotasi bumi sehingga rotasi bumi terhenti sekitar sepersekian detik, perhentian tersebut akan mempengaruhi solar plexus dan cakra mahkota sang bayi. Di klenteng tertentu pernah membuktikan moment tersebut dengan cara mendirikan telur ayam dengan posisi vertikal,telur ayam tersebut tidak jatuh atau menggelinding, itu di sebabkan keseimbangan alam semesta telah di perbarui, sehingga menyebabkan harmonitas luar biasa. Ingat penanggalan china nyaris sempurnya, detil-detilnya mengenai pengamatan terhadap alam dan perputaran energi chi sangat menakjubkan meskipun masih sedikit kalah dengan kalender Maya.
6. Selasa kliwon atau hanggoro kasih adalah hari spesial untuk sebuah kelahiran, biasanya masyarakat jawa meruwat anak yang lahir pada hari ini, karena mereka di incar oleh raja petaka yang bernama bethara kala, sekedar kepercayaan lokal, namun anda bisa membuktikan sendiri bila anda lahir pada hari ini, akan sangat mudah mempelajari ilmu jenis apapun, dan biasanya kuat melakukan laku tirakat yang berat.
7. Buta sejak Lahir, Atau buta permanen, mirip seperti kisah Daredevil ,si buta dari gua hantu, Blind Fury atau “tha” (legend of aang), maklum saya kan hobby film hehe, orang buta memiliki cara lain untuk melihat dunia ini, bisa dengan pendengaran supra,bisa pula dengan mata batin, di aliran beladiri merpati putih ada ilmu yang mengajarkan melihat jelas apapun dengan mata yang tertutup rapat. Pasifnya mata fisik akan mengaktifkan mata batin. Hal ini sudah sangat jelas sekali, dan banyak contohnya di sekitar kita. Orang buta justru memiliki kelebihan yang tidak kita miliki, makanya jangan meremehkan apalagi menghina mereka dengan kekuranganya,karena mereka mengetahui apa yang tidak tidak kita kitahui.
8. Memiliki darah keturunan orang sakti (no comment,anugrah sekaligus petaka bagi saya) atau trah kerajaan, kekuatan yang di berikan secara turun temurun (no comment karena cukup jelas)
9. Di sayangi oleh makhluk halus saat usia 0 sampai 3 bulan (sama dengan point 1 hanya saja tidak terikat ruang dan waktu)
10. Memiliki saudara kembar yang meninggal dunia dalam kandungan dan atau sewaktu lahir, ia akan selalu membantu dan menemani kita dalam hal apapun,susah maupun senang karena ruh nya tak akan sempurna sebelum kita menyusulnya suatu hari nanti.
Anda pasti faham tentang aura, aura ada bermacam-macam warna, seperti Ungu (ketuhanan), Biru (dingin) Hijau (rindang,sejuk,mengayomi) Hitam (kesedihan,ketenangan) Putih (Kesucian) dan lain-lain.
Aura adalah membran astral yang menyelimuti tubuh kita, sering di sebut biolistrik, yaitu lapisan listrik alami tubuh dari makanan yang membentuk semacam atmosfer di sekililing ragawi dan bisa berubah warna sesuai dengan pola perasaan sekaligus kuat lemahnya jiwa seseorang. Biolistrik yang menempel pada tubuh manusia, hewan dan tumbuhan di sebut aura sedangkan yang bergerak bebas di udara di sebut prana, gabungan dari prana dan aura inilah yang di sebut tenaga dalam. Pelemparan tenaga dalam melalui jalan yang di sebut cakra / simpul syaraf.
Ada Tujuh cakra besar dalam tubuh manusia, antara lain cakra dasar/kundalini/solar plexus (di antara tulang ekor dan kemaluan, pintunya ada di titik berjarak lima jari di bawah pusar), cakra Pusar, cakra limpa,cakra tenggorokan,cakra jantung,cakra mata ketiga dan cakra mahkota. Cakra kecil yang berpengaruh besar dalam melempar tenaga dalam adalah cakra telapak tangan (tepat di tengah-tengah telapak tangan).
Anak indigo adalah anak yang sejak lahir memiliki aura ketuhanan kuat di cakra mahkotanya (Ubun-ubun kepala) sehingga ia mampu membaca apapun yang terjadi baik halus maupun kasar. Aura ketuhanan dan keagungan berwarna Ungu sehingga di juluki Indigo (Ungu) bagi yang memilikinya.
Anak indigo sebenarnya hanya ada satu level namun sejauh pengamatan, dan penelusuran saya , ternyata indigo di bagi menjadi tiga, Level tertinggi adalah indigo yang kita kenal, yaitu anak yang memiliki teman bermain tak terlihat, mengaku di kunjungi kakeknya, namun kakek siapa yang di maksud sangat tidak jelas, Mampu melakukan telekinesis, mampu membaca pikiran orang dewasa, mengetahui akan bahaya yang mengancam orang tuanya, mengetahui di mana barang yang hilang berada dan siapa pencurinya, bila di suruh menggambar manusia, pasti di kepala gambarnya di beri bias warna ungu dan bila di tanya “mengapa?” pasti ia akan menjawab dengan alasan “ibu kan punya warna ungu di kepala.....kaya punya tuan putri...” maksudnya adalah mahkota tuan putri. dan ciri lainya.
Sedangkan level beikutnya adalah Seorang Laduni.
Laduni adalah suatu kelebihan di mana seseorang mampu menguasai banyak hal tanpa harus belajar terlebih dahulu, Laduni adalah ilmu yang datang sendiri pada pemiliknya bukan pemilik yang mencari ilmu kemana-mana.
Biasanya pemilik laduni akan lebih cerdas dari anak seusianya, namun terkadang usianya hanya sampai 30-40 tahunan saja, entah mengapa itu bisa terjadi, kurang begitu jelas, kalaupun ada yang mencapai hari tua, itu kejadian langka selangka keberadaan orang Laduni.
Laduni bisa di pelajari - tapi tidak mudah, bisa dengan puasa ataupun pengisian namun tidak akan sehebat laduni asli dari lahir.
Sedangkan level terendah adalah bakat indera keenam, yang kita bahas sebelumnya.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan,mohon maaf bila saya salah dalam menyampaikan, mohon koreksi bila ada yang kurang berkenan, semua ini adalah pemikiran saya atas dasar pengalaman serta pencarian yang tanpa akhir, mungkin secara teori melenceng jauh dari yang telah ada, namun secara realitas itulah yang saya temui.
Pertama karena bakat, bakat adalah sesuatu yang mengalahkan segalanya, indera keenam bisa dengan mudah di pelajari secara outodidak oleh orang-orang yang berbakat, karena ibarat buah mereka sudah masak sebelum di petik.
Kedua karena kerja keras bagi yang menempuh jalan ini dia harus memiliki seorang pembimbing yang benar-benar bertanggung jawab,karena bila berjalan sendiri tanpa pembimbing yang kuat tingkat spiritualitasnya, orang tersebut bisa salah jalur.
Salah jalur yang di maksud ada dua :
1. Ia akan mendapat godaan sehingga menempuh kesesatan dan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
2. Jalan darahnya akan kacau karena proses pengolahan energi yang salah sehingga emosinya menjadi labil, terlalu terobsesi dan akhirnya mengalami gangguan jiwa.
Saya sampaikan di sini, bila anda memiliki bakat, maka anda tidak perlu membaca tulisan saya lebih jauh lagi,karena anda akan menguasai apa yang di sebut indera keenam dengan mudah. Tapi bila bakat itu tidak anda miliki maka anda harus mengenali lebih jauh indera keenam tersebut. Lanjuuttt deh....!!!!
Saya sudah mengulas banyak sekali ciri maupun tanda-tandanya,namun semua itu masih dalam taraf umum,artinya semua orang yang berpotensi pasti memilikinya, ketahuilah, masih ada lagi spesifikasi khusus, baik bagi orang yang tidak memiliki bakat sama sekali dan orang-orang yang memiliki bakat lahir.
Orang-orang tidak beruntung yang tak mempunyai potensi indera keenam dalam dirinya.
1. TIDAK PERCAYA BAHWA INDERA KEENAM ITU ADA
2. MENGANGGAP INDERA KEENAM ADALAH MUSYRIK
3. ANTIPATI KARENA FANATISME
4. KETIDAK PEDULIAN AKAN KEBERADAAN INDERA KEENAM.
Pepatah mengatakan, “bila ada satu orang mengatakan ‘there is no fairy in the world’ maka akan ada satu peri yang mati” sama dengan sixthsense bila anda mengatakan tidak ada indera keenam,aku tidak percaya indera keenam, indera keenam adalah musrik bla....bla....bla....maka indera keenam akan mati dalam diri anda.
1. Adapun bakat lahir yang menjadi sumber bangkitnya indera tersebut adalah :Lahir pada tempat dan hari istimewa (tempat wingit, saat gerhana matahari atau bulan, titik balik matahari, saat lintang kemukus atau hujan meteor, Tengah hari (siang) pada tanggal 1 dan 10 bulan muharam atau 17 ramadhan, dan 27 rajab, saat tahun baru china tepat jam 12 malam, selasa kliwon, )
2. Buta sejak lahir.
3. Memiliki darah keturunan orang sakti atau trah Kerajaan.
4. Di sayangi oleh makhluk halus saat usia 0 sampai 3 bulan
5. Memiliki saudara kembar yang meninggal dunia dalam kandungan dan atau sewaktu lahir.
Bakat yang di maksud bukanlah indigo sempurna namun masih tergolong indigo level ringan. orang yang memiliki ciri di atas akan sangat mudah mempelajari indera keenam, karena mereka memiliki keistimewaan yang tiada duanya.
alasanya adalah sebagai berikut :
1. Lahir di tempat wingit akan menarik beberapa pembantu halus yang menemani hidup anda, pembantu halus ini akan tetap mengikuti anda meskipun tidak di butuhkan kecuali anda melakukan rukyah, pembantu halus ini bila benar cara menggunakanya,tanpa melakukan tindak pelanggaran pada kaidah agama, akan mempermudah anda menguasai berbagai ilmu baik itu ilmu supranatural maupun ilmu formal.
2. Lahir saat gerhana matahari dan bulan,membuat kita istimewa karena saat itu bumi di pengaruhi oleh dua gravitasi (matahari dan bulan), di satu titik yang sama sehingga energi abnormal yang terlepas ke bumi akan mencari tempat yang sesuai, tempat itu adalah aura yang masih bersih dan belum tersentuh warna makanan (sekalipun itu asi), bisa di katakan sasaran mereka adalah bayi yang baru lahir, reaksinya adalah saat energi bebas dari gerhana itu menempel pada sisi halus sang bayi, simpul syaraf yang di sebut solar plexus (kundalini)nya menjadi panas dan menyemburkan api ular yang kuat sehingga seluruh sumbatan cakra dalam tubuh bayi tersebut menjadi terbuka lebar.
3. Hujan meteor pada sudut pandang agama merupakan panah api para malaikat yang di lemparkan pada para syetan penguping pembicaraan langit di lahul mahfudz, sehingga keghaiban tersebut mempengaruhi bayi yang lahir di saat itu, dari sisi ilmiah, hujan meteor adalah peralihan benda langit yang sangat cepat sehigga mempengaruhi energi makrokosmos alam semesta, itulah yang nantinya menjadi pemicu bangkitnya bakat bagi bayi yang lahir di saat yang sama, karena manusia merupakan bagian dari makrokosmos juga. Kemudian terjadilah proses perpindahan energi dan perubahan cakra yang mirip dengan point di atas.
4. Tengah hari (siang) pada tanggal 1 dan 10 bulan muharam atau 17 ramadhan, dan 27 rajab, dalam khasanah jawa di sebut julung pujud,tapi sangat istimewa, keistimewaanya murni keghaiban (berhubungan dengan asal kejadian ruh dan pengaruh makhluk ghaib baik jin maupun malaikat)
5. Saat tahun baru china tepat jam 12 malam, menurut kepercayaan china, saat itulah terjadi titik balik rotasi bumi sehingga rotasi bumi terhenti sekitar sepersekian detik, perhentian tersebut akan mempengaruhi solar plexus dan cakra mahkota sang bayi. Di klenteng tertentu pernah membuktikan moment tersebut dengan cara mendirikan telur ayam dengan posisi vertikal,telur ayam tersebut tidak jatuh atau menggelinding, itu di sebabkan keseimbangan alam semesta telah di perbarui, sehingga menyebabkan harmonitas luar biasa. Ingat penanggalan china nyaris sempurnya, detil-detilnya mengenai pengamatan terhadap alam dan perputaran energi chi sangat menakjubkan meskipun masih sedikit kalah dengan kalender Maya.
6. Selasa kliwon atau hanggoro kasih adalah hari spesial untuk sebuah kelahiran, biasanya masyarakat jawa meruwat anak yang lahir pada hari ini, karena mereka di incar oleh raja petaka yang bernama bethara kala, sekedar kepercayaan lokal, namun anda bisa membuktikan sendiri bila anda lahir pada hari ini, akan sangat mudah mempelajari ilmu jenis apapun, dan biasanya kuat melakukan laku tirakat yang berat.
7. Buta sejak Lahir, Atau buta permanen, mirip seperti kisah Daredevil ,si buta dari gua hantu, Blind Fury atau “tha” (legend of aang), maklum saya kan hobby film hehe, orang buta memiliki cara lain untuk melihat dunia ini, bisa dengan pendengaran supra,bisa pula dengan mata batin, di aliran beladiri merpati putih ada ilmu yang mengajarkan melihat jelas apapun dengan mata yang tertutup rapat. Pasifnya mata fisik akan mengaktifkan mata batin. Hal ini sudah sangat jelas sekali, dan banyak contohnya di sekitar kita. Orang buta justru memiliki kelebihan yang tidak kita miliki, makanya jangan meremehkan apalagi menghina mereka dengan kekuranganya,karena mereka mengetahui apa yang tidak tidak kita kitahui.
8. Memiliki darah keturunan orang sakti (no comment,anugrah sekaligus petaka bagi saya) atau trah kerajaan, kekuatan yang di berikan secara turun temurun (no comment karena cukup jelas)
9. Di sayangi oleh makhluk halus saat usia 0 sampai 3 bulan (sama dengan point 1 hanya saja tidak terikat ruang dan waktu)
10. Memiliki saudara kembar yang meninggal dunia dalam kandungan dan atau sewaktu lahir, ia akan selalu membantu dan menemani kita dalam hal apapun,susah maupun senang karena ruh nya tak akan sempurna sebelum kita menyusulnya suatu hari nanti.
Anda pasti faham tentang aura, aura ada bermacam-macam warna, seperti Ungu (ketuhanan), Biru (dingin) Hijau (rindang,sejuk,mengayomi) Hitam (kesedihan,ketenangan) Putih (Kesucian) dan lain-lain.
Aura adalah membran astral yang menyelimuti tubuh kita, sering di sebut biolistrik, yaitu lapisan listrik alami tubuh dari makanan yang membentuk semacam atmosfer di sekililing ragawi dan bisa berubah warna sesuai dengan pola perasaan sekaligus kuat lemahnya jiwa seseorang. Biolistrik yang menempel pada tubuh manusia, hewan dan tumbuhan di sebut aura sedangkan yang bergerak bebas di udara di sebut prana, gabungan dari prana dan aura inilah yang di sebut tenaga dalam. Pelemparan tenaga dalam melalui jalan yang di sebut cakra / simpul syaraf.
Ada Tujuh cakra besar dalam tubuh manusia, antara lain cakra dasar/kundalini/solar plexus (di antara tulang ekor dan kemaluan, pintunya ada di titik berjarak lima jari di bawah pusar), cakra Pusar, cakra limpa,cakra tenggorokan,cakra jantung,cakra mata ketiga dan cakra mahkota. Cakra kecil yang berpengaruh besar dalam melempar tenaga dalam adalah cakra telapak tangan (tepat di tengah-tengah telapak tangan).
Anak indigo adalah anak yang sejak lahir memiliki aura ketuhanan kuat di cakra mahkotanya (Ubun-ubun kepala) sehingga ia mampu membaca apapun yang terjadi baik halus maupun kasar. Aura ketuhanan dan keagungan berwarna Ungu sehingga di juluki Indigo (Ungu) bagi yang memilikinya.
Anak indigo sebenarnya hanya ada satu level namun sejauh pengamatan, dan penelusuran saya , ternyata indigo di bagi menjadi tiga, Level tertinggi adalah indigo yang kita kenal, yaitu anak yang memiliki teman bermain tak terlihat, mengaku di kunjungi kakeknya, namun kakek siapa yang di maksud sangat tidak jelas, Mampu melakukan telekinesis, mampu membaca pikiran orang dewasa, mengetahui akan bahaya yang mengancam orang tuanya, mengetahui di mana barang yang hilang berada dan siapa pencurinya, bila di suruh menggambar manusia, pasti di kepala gambarnya di beri bias warna ungu dan bila di tanya “mengapa?” pasti ia akan menjawab dengan alasan “ibu kan punya warna ungu di kepala.....kaya punya tuan putri...” maksudnya adalah mahkota tuan putri. dan ciri lainya.
Sedangkan level beikutnya adalah Seorang Laduni.
Laduni adalah suatu kelebihan di mana seseorang mampu menguasai banyak hal tanpa harus belajar terlebih dahulu, Laduni adalah ilmu yang datang sendiri pada pemiliknya bukan pemilik yang mencari ilmu kemana-mana.
Biasanya pemilik laduni akan lebih cerdas dari anak seusianya, namun terkadang usianya hanya sampai 30-40 tahunan saja, entah mengapa itu bisa terjadi, kurang begitu jelas, kalaupun ada yang mencapai hari tua, itu kejadian langka selangka keberadaan orang Laduni.
Laduni bisa di pelajari - tapi tidak mudah, bisa dengan puasa ataupun pengisian namun tidak akan sehebat laduni asli dari lahir.
Sedangkan level terendah adalah bakat indera keenam, yang kita bahas sebelumnya.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan,mohon maaf bila saya salah dalam menyampaikan, mohon koreksi bila ada yang kurang berkenan, semua ini adalah pemikiran saya atas dasar pengalaman serta pencarian yang tanpa akhir, mungkin secara teori melenceng jauh dari yang telah ada, namun secara realitas itulah yang saya temui.
LAKU PRIHATIN DAN TIRAKAT ILMU KEBATINAN
Kebatinan adalah sesuatu yang dirasakan manusia pada batin yang paling dalam, dan terjadi pada siapa saja, termasuk pada orang-orang yang sangat tekun dan murni dalam agamanya, karena setiap agama pun mengajarkan juga tentang apa yang dirasakan hati dan batin, mengajarkan untuk selalu membersihkan hati, bagaimana harus berpikir dan bersikap, dsb. Dalam masing-masing firman dan sabda terkandung makna kebatinan yang harus dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Bahkan panggilan yang dirasakan seseorang untuk beribadah, itu juga batin. Dan di dalam batin tersimpan sebuah kekuatan yang besar jika dilatih dan diolah. Kekuatan batin menjadi kekuatan hati dalam menjalani hidup dan memperkuat keimanan seseorang.
Ajaran kebatinan kejawen pada dasarnya adalah pemahaman dan penghayatan kepercayaan orang Jawa terhadap Tuhan. Kejawen atau Kejawaan (ke-jawi-an) dalam pandangan umum berisi kesenian, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen mencerminkan spiritualitas orang Jawa. Ajaran kejawen tidak terpaku pada aturan yang formal seperti dalam agama, tetapi menekankan pada konsep “keseimbangan dan keharmonisan hidup”. Kebatinan Jawa merupakan tradisi dan warisan budaya leluhur sejak jaman kerajaan purba, jauh sebelum hadirnya agama-agama di pulau Jawa, yang pada prakteknya, selain berisi ajaran-ajaran budi pekerti, juga diwarnai ritual-ritual kepercayaan dan ritual-ritual yang berbau mistik.
Secara kebatinan dan spiritual dipahami bahwa kehidupan manusia di alam ini hanyalah sementara saja, yang pada akhirnya nanti semua orang akan kembali lagi kepada Sang Pencipta. Manusia, bila hanya sendiri, adalah bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, lemah dan fana. Karena itulah manusia harus bersandar kepada kekuatan dan kekuasaan yang lebih tinggi (roh-roh dan Tuhan), dan beradaptasi dengan lingkungan alam dan memeliharanya, bukan melawannya, apalagi merusaknya. Lebih baik untuk menjaga sikap dan tidak membuat masalah. Memiliki sedikit lebih baik, daripada berambisi mencari ‘lebih’. Dengan demikian idealisme kebatinan jawa menuntun manusia pada sikap menerima, sabar, rendah hati, sikap tahu diri, kesederhanaan, suka menolong, tidak serakah, tidak berfoya-foya / berhura-hura, dsb. Idealisme inilah yang menjadikan manusia hidup tenteram dan penuh rasa syukur kepada Tuhan.
Mereka terbiasa hidup sederhana dan apapun yang mereka miliki akan mereka syukuri sebagai karunia Allah.
Mereka percaya adanya ‘berkah’ dari roh-roh, alam dan Tuhan, dan kehidupan mereka akan lebih baik bila mereka ‘keberkahan’. Karena itu dalam budaya Jawa dikenal adanya upaya untuk selalu menjaga perilaku, kebersihan hati dan batin dan ditambah dengan laku prihatin dan tirakat supaya hidup mereka diberkahi. Mereka tekun menjalankan “laku” untuk pencerahan cipta, rasa, budi dan karsa.
Laku adalah usaha / upaya.
Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang enak-enakan.
Tirakat adalah usaha-usaha tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan.
Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha untuk menjaga agar kehidupan manusia selalu ‘keberkahan’, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi tercapainya tujuan hidup.
Di luar segala bentuk laku prihatin yang dijalankan manusia, ada laku lain yang sifatnya sangat mendasar, yaitu puasa hati dan batin, senantiasa menjaga sikap hati dan batin, yang dalam kesehariannya dilakukan tanpa kelihatan bentuk lakunya.
Laku prihatin yang biasa dilakukan pada dasarnya adalah :
1. Membersihkan hati dan batin dan membentuk hati yang tulus dan iklas.
2. Hidup sederhana dan tidak tamak, selalu bersyukur atas apa yang dimiliki.
3. Mengurangi makan dan tidur.
4. Tidak melulu mengejar kesenangan hidup.
5. Menjaga sikap eling lan waspada.
Di dalam tradisi spiritual kejawen, seorang penghayat kejawen biasa melakukan puasa dan laku prihatin dengan hitungan hari tertentu, biasanya disesuaikan dengan kalender jawa, misalnya puasa senin-kamis, wetonan, selasa kliwon, jum’at kliwon, dsb.
Puasa tersebut dimaksudkan untuk menjadikan hidup mereka lebih ‘bersih’ dan keberkahan, sekaligus juga bersifat kebatinan, yaitu untuk memelihara kepekaan batin dan memperkuat hubungan mereka dengan saudara kembar gaib mereka yang biasa disebut ‘Sedulur Papat’, sehingga puasa itu juga memelihara ‘berkah’ indera keenam seperti peka firasat, peka terhadap petunjuk gaib / pertanda, peka tanda-tanda alam, dsb.
Laku prihatin pada prinsipnya adalah perbuatan sengaja untuk menahan diri terhadap kesenangan-kesenangan, keinginan-keinginan dan nafsu / hasrat yang tidak baik dan tidak bijaksana dalam kehidupan. Laku prihatin juga dimaksudkan sebagai upaya menggembleng diri untuk mendapatkan ‘ketahanan’ jiwa dan raga dalam menghadapi gelombang-gelombang dan kesulitan hidup. Orang yang tidak biasa laku prihatin, tidak biasa menahan diri, akan merasakan beratnya menjalani laku prihatin.
Laku prihatin dapat dilihat dari sikap seseorang yang menjalani hidup ini secara tidak berlebih-lebihan. Idealnya, hidup ini dijalani secara proporsional, selaras dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidup, dan tidak melebihi batas nilai kepantasan atau kewajaran (tidak berlebihan dan tidak pamer). Walaupun kepemilikan kebendaan seringkali dianggap sebagai ukuran kualitas dan keberhasilan hidup seseorang, dan sekalipun seseorang sudah jaya dan berkecukupan, laku prihatin dapat dilihat dari sikapnya yang menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, tidak pantas, tidak bijaksana, dan menahan diri dari perilaku konsumtif berlebihan. Menjalani laku prihatin juga tidak sama dengan menahan diri karena hidup yang serba kekurangan.
Laku prihatin melandasi perbuatan yang bermoral.
Prihatinnya Orang Miskin Harta.
Walaupun seseorang kekurangan harta, tetapi dia tidak mengisi hidupnya dengan kesedihan, rasa iri dan dengki dan tidak mengejar kekayaan dengan cara tercela. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak menginginkan sesuatu yang bukan miliknya. Walaupun tidak dapat memenuhi keinginan kebendaan duniawi secara berlebihan, tetapi tetap menjalani hidup dengan rasa menerima dan bersyukur. Dan sekalipun menolong dan membantu orang lain, tetapi dilakukan tanpa pilih kasih dan tanpa pamrih kebendaan, dengan demikian hidupnya juga memberkahi orang lain.
Filosofinya : makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan (hewan). Urip iku mung mampir ngumbe thok.
Hidup seperlunya saja sesuai kebutuhan, bukannya mengejar / menumpuk harta atau apapun juga yang nantinya toh tidak akan dibawa mati ke dalam kubur.
Sekalipun mereka miskin harta, tetapi kaya di hati, sugih tanpa bandha. Berbeda dengan orang yang berjiwa miskin, yang sekalipun sudah berkecukupan harta, tetapi selalu merasa takut miskin, dan akan melakukan apa saja, termasuk perbuatan yang tercela, untuk terus menambah kekayaannya.
Prihatinnya Orang Kaya Harta.
Walaupun seseorang berlebihan harta, tetapi tidak mengisi hidupnya dengan kesombongan dan bermewah-mewahan. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak memenuhi segala keinginan melebihi apa yang menjadi kebutuhan.
Seseorang yang kaya berlimpah harta, memiliki banyak benda yang bagus dan mahal harganya dan melakukan pengeluaran yang “lebih” untuk ukuran orang biasa, bukan selalu berarti tidak menjalani laku prihatin. Namun hidup yang bermewah-mewahan sama saja dengan hidup berlebih-lebihan (melebihi apa yang menjadi kebutuhan), inilah yang disebut tidak menjalani laku prihatin.
Orang kaya harta, yang selalu mengsyukuri kesejahteraannya, akan tampak dari sikap hatinya yang selalu memberi ‘lebih’ kepada orang-orang yang membutuhkan pemberiannya, bukan sekedar memberi, walaupun perbuatannya itu tidak ada yang melihat. Dan semua kewajibannya, duniawi maupun keagamaan, yang berhubungan dengan hartanya akan dipenuhinya, tidak ada yang dikurangkan.
Prihatinnya Orang Kaya Ilmu.
Orang kaya ilmu, baik ilmu pengetahuan maupun ilmu spiritual, akan menjalani laku prihatin dengan cara memanfaatkan ilmunya tidak untuk kesombongan dan kejayaan dan kepentingan dirinya sendiri, dan tidak untuk membodohi atau menipu orang lain, tetapi dimanfaatkan juga untuk menolong orang lain dan membaginya kepada siapa saja yang layak menerimanya, tanpa pamrih kehormatan atau upah.
Prihatinnya Orang Berkuasa.
Seorang penguasa hidup prihatin dengan menahan kesombongannya, menahan hawa nafsu sok kuasa, dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk kejayaan diri sendiri dan keluarganya saja. Kekuasaan dijadikan sarana untuk menciptakan kesejahteraan bagi para bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya. Kekuasaan dimanfaatkan untuk menciptakan negeri yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja, sebagaimana layaknya seorang negarawan sejati.
Seorang politikus hidup prihatin dengan tidak hanya membela kepentingannya, kelompoknya atau golongannya sendiri, atau untuk mencari popularitas, menggoyang pemerintahan yang ada, tetapi digunakan untuk mendukung pemerintahan yang ada dan meluruskan jalannya pemerintahan yang keliru, yang menyimpang, untuk kepentingan rakyat banyak.
Seorang aparat negara, aparat keamanan atau penegak hukum, hidup prihatin dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban tugasnya dengan semestinya dan tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk menindas, memeras, atau berpihak kepada pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain, mencukupkan dirinya dengan gajinya dan menambah rejeki dengan cara-cara yang halal, tidak mencuri, tidak memeras, tidak meminta / menerima sogokan.
Orang jawa bilang intinya kita harus selalueling lan waspada. Selalu ingat Tuhan. Tetapi biasanya manusia hanya mengejar kesuksesan saja, keberhasilan, keberuntungan, dsb, tapi tidak tahu pengapesannya.
Sering dikatakan orang-orang yang selalu ingat Tuhan dan menjaga moralitas, seringkali hidupnya banyak godaan dan banyak kesusahan. Kalau eling ya harus tulus, jangan ada rasa sombong, jangan merasa lebih baik atau lebih benar dibanding orang lain, jangan ada pikiran jelek tentang orang lain, karena kalau kita bersikap begitu sama saja kita bersikap negatif dan menumbuhkan aura negatif dalam diri kita. Aura negatif akan menarik hal-hal yang negatif juga, sehingga kehidupan kita juga akan banyak berisi hal-hal yang negatif. Di sisi lain kita juga harus sadar, bahwa orang-orang yang banyak menahan diri, membatasi perbuatan-perbuatannya, seringkali menjadi kurang kreatif dan yang didapatnya juga akan lebih sedikit dibandingkan orang-orang yang tidak menahan diri. Itulah resikonya menahan diri. Tetapi mereka yang sadar pada kemampuan dan potensi diri, peluang-peluang, dsb, dan dapat memanfaatkannya dengan tindakan nyata, akan juga dapat menghasilkan banyak, tanpa harus lupa Tuhan dan merusak moralitasnya.
Di sisi lain sering dikatakan orang-orang yang tidak ingat Tuhan atau tidak menjaga moralitas, seringkali kelihatan hidupnya lebih enak. Bisa terjadi begitu karena mereka tidak banyak beban, tidak banyak menahan diri, apa saja akan dilakukan walaupun tidak baik, walaupun tercela. Beban hidupnya lebih ringan daripada yang menahan diri. Mereka bisa mendapatkan lebih banyak, karena mereka tidak banyak menahan diri.
Di luar pandangan-pandangan di atas, sebenarnya, jalan kehidupan masing-masing mahluk, termasuk manusia, sudah ada garis-garis besarnya, sehingga bisa diramalkan oleh orang-orang tertentu yang bisa meramal. Tinggal masing-masing manusianya saja dalam menjalani kehidupannya, apakah akan banyak eling dan menahan diri, ataukah akan mengumbar keduniawiannya.
Dalam tradisi jawa, laku prihatin dan tirakat adalah bentuk upaya spiritual / kerohanian seseorang dalam bentuk keprihatinan jiwa dan raga, ditambah dengan laku-laku tertentu, untuk tujuan mendapatkan keberkahan dan keselamatan hidup, kesejahteraan lahiriah maupun batin, atau juga untuk mendapatkan keberkahan tertentu, suatu ilmu tertentu, kekayaan, kesaktian, pangkat atau kemuliaan hidup. Laku prihatin dan tirakat ini, selain merupakan bagian dari usaha dan doa kepada Tuhan, juga merupakan suatu ‘keharusan’ yang sudah menjadi tradisi, yang diajarkan oleh para pendahulu mereka.
Ada pepatah, puasa adalah makanan jiwa. Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat jiwanya, sukmanya.
Laku puasa yang dilakukan sebagai kebiasaan rutin akan membentuk kebatinan manusia yang kuat untuk bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan menjadi upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Akan lebih baik bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa niat dan tujuannya, mendekatkan hati dengan Tuhan, jangan hanya dijadikan kebiasaan rutin saja.
Berat-ringannya suatu laku kebatinan bergantung pada kebulatan tekad sejak awal sampai akhir. Bentuk laku yang dijalani tergantung pada niat dan tujuannya. Diawali dengan mandi keramas / bersuci, menyajikan sesaji sesuai yang diajarkan dan memanjatkan doa tentang niat dan tujuannya melakukan laku tersebut dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat dan tercela. Ada juga yang melakukannya bersama dengan laku berziarah, atau bahkan tapa brata, di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, makam leluhur / orang-orang linuwih, hutan / goa / bangunan yang wingit, dsb.
Ada beberapa bentuk formal laku prihatin dan tirakat, misalnya :
1. Puasa, tidak makan dan minum atau berpantang makanan tertentu.
Jenisnya :
- Puasa Senin-Kamis, yaitu puasa tidak makan dan minum setiap hari Senin dan Kamis.
- Puasa Weton, puasa tidak makan / minum setiap hari weton (hari+pasaran) kelahiran seseorang.
- Puasa tidak makan apa-apa, boleh minum hanya air putih saja.
- Puasa Mutih, tidak makan apa-apa kecuali nasi putih dan air putih saja.
- Puasa Mutih Ngepel, dari pagi sampai mahgrib tidak makan dan minum, untuk sahur dan buka puasa hanya 1 kepal nasi dan 1 gelas air putih.
- Puasa Ngepel, dalam sehari hanya makan satu atau beberapa kepal nasi saja.
- Puasa Ngeruh, hanya makan sayuran atau buah-buahan saja, tidak makan daging, ikan, telur, terasi, dsb.
- Puasa Nganyep, hampir sama dengan Mutih, tetapi makanannya lebih beragam asalkan tidak
mempunyai rasa, yaitu tidak memakai bumbu pemanis, cabai dan garam.
- Puasa Ngrowot, dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur dan buka puasa hanya makan buah- buahan dan umbi-umbian yang sejenis saja, maksimal 3 buah.
- Puasa Ngebleng, tidak makan dan minum selama sehari penuh siang dan malam, atau beberapa hari
siang dan malam tanpa putus, biasanya 1 – 3 hari.
2. Menyepi dan berdoa di dalam rumah. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
3. Menyepi dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
4. Berziarah dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, pohon / goa / bangunan yang wingit, dsb.
5. Mandi kembang telon atau kembang setaman tujuh rupa.
6. Tapa Melek, tidak tidur, biasanya 1 – 3 hari. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
7. Tapa Melek Ngalong, biasanya 1 – 7 hari. Siang hari boleh tidur, tetapi selama malam hari tidak tidur, tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
8. Tapa Bisu dan Lelono, melakukan perjalanan berjalan kaki dan bisu tidak bicara, dari mahgrib sampai pagi, melakukan kunjungan ke makam leluhur / orang-orang linuwih atau ke tempat-tempat keramat dan berdoa.
9. Tapa Pati Geni, diam di dalam suatu ruangan, tidak terkena cahaya apapun, selama sehari atau beberapa hari, biasanya untuk tujuan keilmuan. Ada juga yang disebut Tapa Pendem, yaitu puasa dan berdiam di dalam rongga di dalam tanah seperti orang yang dimakamkan, biasanya selama 1 – 3 hari.
10.Tapa Kungkum, ritual berendam di sendang atau sungai, terutama di pertemuan 2 sungai (tempuran sungai), selama beberapa malam berturut-turut dan tidak boleh tertidur, dengan posisi berdiri atau duduk bersila di dalam air dengan kedalaman air setinggi leher atau pundak.
Laku prihatin dan tirakat nomor 1 sampai 5 adalah yang biasa dilakukan orang Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kombinasi nomor 1 sampai 10 dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan tertentu yang bersifat khusus, biasanya supaya mendapatkan berkah tertentu, atau untuk tujuan keilmuan.
Tidak hanya dalam kehidupan keseharian, laku-laku kebatinan di atas juga seringkali dilakukan sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan / usaha yang dianggap penting dalam kehidupannya, seperti memulai suatu usaha ekonomi, akan pergi merantau, akan hajatan nikahan, dsb. Bahkan sudah biasa bila orang-orang tua berpuasa untuk memohonkan keberhasilan kehidupan dan usaha anak-anaknya.
Masing-masing bentuk laku prihatin dan tirakat mempunyai kegunaan dan kegaiban sendiri-sendiri yang dapat dirasakan oleh para pelakunya, dan mempunyai kegaiban sendiri-sendiri dalam membantu mewujudkan tujuan laku pelakunya.
Puasa weton terkait dengan kepercayaan dan kegaiban sukma (kepercayaan pada kebersamaan roh sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan para roh sedulur papat dan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya. Puasa weton tidak bisa ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda.
Orang-orang yang sering melakukan laku puasa (termasuk puasa weton), biasanya kekuatan sukmanya akan meningkat. Orang-orang yang sering melakukan laku prihatin dan tirakat biasanya juga akan banyak menerima interaksi dari roh-roh lain, disadari ataupun tidak. Roh-roh itu bisa berasal dari lingkungan tempatnya berada, atau dari lingkungan tempat-tempat yang dikunjunginya (misalnya berziarah), atau juga dari roh-roh leluhur.
Bagi orang-orang tersebut, sebaiknya sering melakukan mandi kembang untuk membersihkan aura-aura negatif yang berasal dari dirinya sendiri ataupun aura negatif yang menempel yang berasal dari tempat lain, supaya terselaraskan menjadi positif. Dan bagi yang sering berpuasa, gunanya mandi kembang bagi mereka juga sama, jangan sampai bertambah kuatnya sukmanya juga menambah kuat aura-aura negatif di dalam dirinya.
Kekuatan sukma orang-orang itu luar biasa sekali, sehingga pada jaman dulu banyak tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa yang bukan hanya linuwih dan waskita, dan mumpuni dalam ilmu kesaktian, tetapi juga menjadikan sukma mereka penuh dengan muatan gaib, sehingga kemampuan moksa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan jaman dulu, berpindah bersama raganya ke alam roh tanpa melalui proses kematian, adalah sesuatu yang biasa. Bahkan banyak yang melakukan tapa brata dalam rangka mandito meninggalkan keduniawiannya, kemudian moksa dengan sendirinya dalam kondisi bertapa.
Selama orang itu berpuasa dan berzikir, tubuhnya memancarkan energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan gelombang tertentu. Pancaran energi tubuh dan gelombang pikiran inilah yang seringkali mengundang datangnya suatu sosok mahluk halus tertentu kepada manusia. Keberadaan sosok halus itu kemudian dapat menjadi khodam ilmu gaibnya, menjadi sumber kekuatan gaibnya, sehingga walaupun kemudian sudah tidak lagi rajin berpuasa dan tidak lagi rajin mewirid amalan ilmunya, selama khodamnya bersamanya, kapan saja ilmu itu diamalkan tetap akan berfungsi. Jadi bisa juga dikatakan, untuk dengan sengaja mengundang suatu sosok gaib untuk datang menjadi khodam pendamping, maka cara puasanya adalah puasa bentuk ini. Hanya saja kita harus teliti dan waspada mengenai siapa sosok halus yang datang mendampingi kita itu.
Pemahaman Tentang Laku Tirakat
Semua bentuk laku dan tirakat hanya akan bermanfaat jika ada maksud dan tujuannya, kalau tidak ya hanya akan menyiksa tubuh saja, hanya lapar dan haus saja. Karena itu sebelum dan selama melakukan laku tersebut harus selalu fokus pada tujuan lakunya dan berdoa niat dan tujuannya.
Suatu laku puasa yang dilakukan tanpa tujuan khusus, tetapi sebagai kebiasaan rutin, akan menjadi upaya memperkuat kebatinan manusia, supaya kuat sukmanya, bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan sebagai upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Hasilnya akan lebih baik lagi bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa tentang niat dan tujuan / harapan-harapannya.
Dalam melakukan laku-laku prihatin dan tirakat di atas akan baik sekali bila dilakukan dengan menyendiri / menyepi (di dalam rumah), tidak mendatangi tempat-tempat keramaian dan tidak menonton hiburan, keluar rumah pada malam hari di tempat terbuka dan banyak berdoa. Manfaat dari suatu laku hanya akan didapatkan bila dilakukan dengan niat dan tujuan tertentu. Tanpa adanya niat dan tujuan, maka perbuatan itu hanya akan menjadi perbuatan yang sia-sia. Berdoalah kepada Tuhan memohon tercapainya tujuan dari laku tersebut pada awal dan selama pelaksanaannya.
Diawali dengan bersuci / mandi keramas, atau lebih baik lagi dengan mandi kembang telon atau kembang setaman / kembang tujuh rupa supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, yang berguna untuk membantu mempermudah jalan hidup, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh, yang sekarang pun banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. Kembang yang digunakan haruslah yang berbau harum dan masih segar, belum layu, apalagi kering. Laku ini dapat dilengkapi dengan laku-laku yang lain yang berguna untuk memperkuat aura positif seseorang dan membuat hidup lebih ‘keberkahan’. Jangan lupa baca doa niat tujuan.
Ajaran kebatinan kejawen pada dasarnya adalah pemahaman dan penghayatan kepercayaan orang Jawa terhadap Tuhan. Kejawen atau Kejawaan (ke-jawi-an) dalam pandangan umum berisi kesenian, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen mencerminkan spiritualitas orang Jawa. Ajaran kejawen tidak terpaku pada aturan yang formal seperti dalam agama, tetapi menekankan pada konsep “keseimbangan dan keharmonisan hidup”. Kebatinan Jawa merupakan tradisi dan warisan budaya leluhur sejak jaman kerajaan purba, jauh sebelum hadirnya agama-agama di pulau Jawa, yang pada prakteknya, selain berisi ajaran-ajaran budi pekerti, juga diwarnai ritual-ritual kepercayaan dan ritual-ritual yang berbau mistik.
Secara kebatinan dan spiritual dipahami bahwa kehidupan manusia di alam ini hanyalah sementara saja, yang pada akhirnya nanti semua orang akan kembali lagi kepada Sang Pencipta. Manusia, bila hanya sendiri, adalah bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, lemah dan fana. Karena itulah manusia harus bersandar kepada kekuatan dan kekuasaan yang lebih tinggi (roh-roh dan Tuhan), dan beradaptasi dengan lingkungan alam dan memeliharanya, bukan melawannya, apalagi merusaknya. Lebih baik untuk menjaga sikap dan tidak membuat masalah. Memiliki sedikit lebih baik, daripada berambisi mencari ‘lebih’. Dengan demikian idealisme kebatinan jawa menuntun manusia pada sikap menerima, sabar, rendah hati, sikap tahu diri, kesederhanaan, suka menolong, tidak serakah, tidak berfoya-foya / berhura-hura, dsb. Idealisme inilah yang menjadikan manusia hidup tenteram dan penuh rasa syukur kepada Tuhan.
Mereka terbiasa hidup sederhana dan apapun yang mereka miliki akan mereka syukuri sebagai karunia Allah.
Mereka percaya adanya ‘berkah’ dari roh-roh, alam dan Tuhan, dan kehidupan mereka akan lebih baik bila mereka ‘keberkahan’. Karena itu dalam budaya Jawa dikenal adanya upaya untuk selalu menjaga perilaku, kebersihan hati dan batin dan ditambah dengan laku prihatin dan tirakat supaya hidup mereka diberkahi. Mereka tekun menjalankan “laku” untuk pencerahan cipta, rasa, budi dan karsa.
Laku adalah usaha / upaya.
Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang enak-enakan.
Tirakat adalah usaha-usaha tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan.
Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha untuk menjaga agar kehidupan manusia selalu ‘keberkahan’, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi tercapainya tujuan hidup.
Di luar segala bentuk laku prihatin yang dijalankan manusia, ada laku lain yang sifatnya sangat mendasar, yaitu puasa hati dan batin, senantiasa menjaga sikap hati dan batin, yang dalam kesehariannya dilakukan tanpa kelihatan bentuk lakunya.
Laku prihatin yang biasa dilakukan pada dasarnya adalah :
1. Membersihkan hati dan batin dan membentuk hati yang tulus dan iklas.
2. Hidup sederhana dan tidak tamak, selalu bersyukur atas apa yang dimiliki.
3. Mengurangi makan dan tidur.
4. Tidak melulu mengejar kesenangan hidup.
5. Menjaga sikap eling lan waspada.
Di dalam tradisi spiritual kejawen, seorang penghayat kejawen biasa melakukan puasa dan laku prihatin dengan hitungan hari tertentu, biasanya disesuaikan dengan kalender jawa, misalnya puasa senin-kamis, wetonan, selasa kliwon, jum’at kliwon, dsb.
Puasa tersebut dimaksudkan untuk menjadikan hidup mereka lebih ‘bersih’ dan keberkahan, sekaligus juga bersifat kebatinan, yaitu untuk memelihara kepekaan batin dan memperkuat hubungan mereka dengan saudara kembar gaib mereka yang biasa disebut ‘Sedulur Papat’, sehingga puasa itu juga memelihara ‘berkah’ indera keenam seperti peka firasat, peka terhadap petunjuk gaib / pertanda, peka tanda-tanda alam, dsb.
Laku prihatin pada prinsipnya adalah perbuatan sengaja untuk menahan diri terhadap kesenangan-kesenangan, keinginan-keinginan dan nafsu / hasrat yang tidak baik dan tidak bijaksana dalam kehidupan. Laku prihatin juga dimaksudkan sebagai upaya menggembleng diri untuk mendapatkan ‘ketahanan’ jiwa dan raga dalam menghadapi gelombang-gelombang dan kesulitan hidup. Orang yang tidak biasa laku prihatin, tidak biasa menahan diri, akan merasakan beratnya menjalani laku prihatin.
Laku prihatin dapat dilihat dari sikap seseorang yang menjalani hidup ini secara tidak berlebih-lebihan. Idealnya, hidup ini dijalani secara proporsional, selaras dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidup, dan tidak melebihi batas nilai kepantasan atau kewajaran (tidak berlebihan dan tidak pamer). Walaupun kepemilikan kebendaan seringkali dianggap sebagai ukuran kualitas dan keberhasilan hidup seseorang, dan sekalipun seseorang sudah jaya dan berkecukupan, laku prihatin dapat dilihat dari sikapnya yang menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, tidak pantas, tidak bijaksana, dan menahan diri dari perilaku konsumtif berlebihan. Menjalani laku prihatin juga tidak sama dengan menahan diri karena hidup yang serba kekurangan.
Laku prihatin melandasi perbuatan yang bermoral.
Prihatinnya Orang Miskin Harta.
Walaupun seseorang kekurangan harta, tetapi dia tidak mengisi hidupnya dengan kesedihan, rasa iri dan dengki dan tidak mengejar kekayaan dengan cara tercela. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak menginginkan sesuatu yang bukan miliknya. Walaupun tidak dapat memenuhi keinginan kebendaan duniawi secara berlebihan, tetapi tetap menjalani hidup dengan rasa menerima dan bersyukur. Dan sekalipun menolong dan membantu orang lain, tetapi dilakukan tanpa pilih kasih dan tanpa pamrih kebendaan, dengan demikian hidupnya juga memberkahi orang lain.
Filosofinya : makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan (hewan). Urip iku mung mampir ngumbe thok.
Hidup seperlunya saja sesuai kebutuhan, bukannya mengejar / menumpuk harta atau apapun juga yang nantinya toh tidak akan dibawa mati ke dalam kubur.
Sekalipun mereka miskin harta, tetapi kaya di hati, sugih tanpa bandha. Berbeda dengan orang yang berjiwa miskin, yang sekalipun sudah berkecukupan harta, tetapi selalu merasa takut miskin, dan akan melakukan apa saja, termasuk perbuatan yang tercela, untuk terus menambah kekayaannya.
Prihatinnya Orang Kaya Harta.
Walaupun seseorang berlebihan harta, tetapi tidak mengisi hidupnya dengan kesombongan dan bermewah-mewahan. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak memenuhi segala keinginan melebihi apa yang menjadi kebutuhan.
Seseorang yang kaya berlimpah harta, memiliki banyak benda yang bagus dan mahal harganya dan melakukan pengeluaran yang “lebih” untuk ukuran orang biasa, bukan selalu berarti tidak menjalani laku prihatin. Namun hidup yang bermewah-mewahan sama saja dengan hidup berlebih-lebihan (melebihi apa yang menjadi kebutuhan), inilah yang disebut tidak menjalani laku prihatin.
Orang kaya harta, yang selalu mengsyukuri kesejahteraannya, akan tampak dari sikap hatinya yang selalu memberi ‘lebih’ kepada orang-orang yang membutuhkan pemberiannya, bukan sekedar memberi, walaupun perbuatannya itu tidak ada yang melihat. Dan semua kewajibannya, duniawi maupun keagamaan, yang berhubungan dengan hartanya akan dipenuhinya, tidak ada yang dikurangkan.
Prihatinnya Orang Kaya Ilmu.
Orang kaya ilmu, baik ilmu pengetahuan maupun ilmu spiritual, akan menjalani laku prihatin dengan cara memanfaatkan ilmunya tidak untuk kesombongan dan kejayaan dan kepentingan dirinya sendiri, dan tidak untuk membodohi atau menipu orang lain, tetapi dimanfaatkan juga untuk menolong orang lain dan membaginya kepada siapa saja yang layak menerimanya, tanpa pamrih kehormatan atau upah.
Prihatinnya Orang Berkuasa.
Seorang penguasa hidup prihatin dengan menahan kesombongannya, menahan hawa nafsu sok kuasa, dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk kejayaan diri sendiri dan keluarganya saja. Kekuasaan dijadikan sarana untuk menciptakan kesejahteraan bagi para bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya. Kekuasaan dimanfaatkan untuk menciptakan negeri yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja, sebagaimana layaknya seorang negarawan sejati.
Seorang politikus hidup prihatin dengan tidak hanya membela kepentingannya, kelompoknya atau golongannya sendiri, atau untuk mencari popularitas, menggoyang pemerintahan yang ada, tetapi digunakan untuk mendukung pemerintahan yang ada dan meluruskan jalannya pemerintahan yang keliru, yang menyimpang, untuk kepentingan rakyat banyak.
Seorang aparat negara, aparat keamanan atau penegak hukum, hidup prihatin dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban tugasnya dengan semestinya dan tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk menindas, memeras, atau berpihak kepada pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain, mencukupkan dirinya dengan gajinya dan menambah rejeki dengan cara-cara yang halal, tidak mencuri, tidak memeras, tidak meminta / menerima sogokan.
Orang jawa bilang intinya kita harus selalueling lan waspada. Selalu ingat Tuhan. Tetapi biasanya manusia hanya mengejar kesuksesan saja, keberhasilan, keberuntungan, dsb, tapi tidak tahu pengapesannya.
Sering dikatakan orang-orang yang selalu ingat Tuhan dan menjaga moralitas, seringkali hidupnya banyak godaan dan banyak kesusahan. Kalau eling ya harus tulus, jangan ada rasa sombong, jangan merasa lebih baik atau lebih benar dibanding orang lain, jangan ada pikiran jelek tentang orang lain, karena kalau kita bersikap begitu sama saja kita bersikap negatif dan menumbuhkan aura negatif dalam diri kita. Aura negatif akan menarik hal-hal yang negatif juga, sehingga kehidupan kita juga akan banyak berisi hal-hal yang negatif. Di sisi lain kita juga harus sadar, bahwa orang-orang yang banyak menahan diri, membatasi perbuatan-perbuatannya, seringkali menjadi kurang kreatif dan yang didapatnya juga akan lebih sedikit dibandingkan orang-orang yang tidak menahan diri. Itulah resikonya menahan diri. Tetapi mereka yang sadar pada kemampuan dan potensi diri, peluang-peluang, dsb, dan dapat memanfaatkannya dengan tindakan nyata, akan juga dapat menghasilkan banyak, tanpa harus lupa Tuhan dan merusak moralitasnya.
Di sisi lain sering dikatakan orang-orang yang tidak ingat Tuhan atau tidak menjaga moralitas, seringkali kelihatan hidupnya lebih enak. Bisa terjadi begitu karena mereka tidak banyak beban, tidak banyak menahan diri, apa saja akan dilakukan walaupun tidak baik, walaupun tercela. Beban hidupnya lebih ringan daripada yang menahan diri. Mereka bisa mendapatkan lebih banyak, karena mereka tidak banyak menahan diri.
Di luar pandangan-pandangan di atas, sebenarnya, jalan kehidupan masing-masing mahluk, termasuk manusia, sudah ada garis-garis besarnya, sehingga bisa diramalkan oleh orang-orang tertentu yang bisa meramal. Tinggal masing-masing manusianya saja dalam menjalani kehidupannya, apakah akan banyak eling dan menahan diri, ataukah akan mengumbar keduniawiannya.
Dalam tradisi jawa, laku prihatin dan tirakat adalah bentuk upaya spiritual / kerohanian seseorang dalam bentuk keprihatinan jiwa dan raga, ditambah dengan laku-laku tertentu, untuk tujuan mendapatkan keberkahan dan keselamatan hidup, kesejahteraan lahiriah maupun batin, atau juga untuk mendapatkan keberkahan tertentu, suatu ilmu tertentu, kekayaan, kesaktian, pangkat atau kemuliaan hidup. Laku prihatin dan tirakat ini, selain merupakan bagian dari usaha dan doa kepada Tuhan, juga merupakan suatu ‘keharusan’ yang sudah menjadi tradisi, yang diajarkan oleh para pendahulu mereka.
Ada pepatah, puasa adalah makanan jiwa. Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat jiwanya, sukmanya.
Laku puasa yang dilakukan sebagai kebiasaan rutin akan membentuk kebatinan manusia yang kuat untuk bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan menjadi upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Akan lebih baik bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa niat dan tujuannya, mendekatkan hati dengan Tuhan, jangan hanya dijadikan kebiasaan rutin saja.
Berat-ringannya suatu laku kebatinan bergantung pada kebulatan tekad sejak awal sampai akhir. Bentuk laku yang dijalani tergantung pada niat dan tujuannya. Diawali dengan mandi keramas / bersuci, menyajikan sesaji sesuai yang diajarkan dan memanjatkan doa tentang niat dan tujuannya melakukan laku tersebut dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat dan tercela. Ada juga yang melakukannya bersama dengan laku berziarah, atau bahkan tapa brata, di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, makam leluhur / orang-orang linuwih, hutan / goa / bangunan yang wingit, dsb.
Ada beberapa bentuk formal laku prihatin dan tirakat, misalnya :
1. Puasa, tidak makan dan minum atau berpantang makanan tertentu.
Jenisnya :
- Puasa Senin-Kamis, yaitu puasa tidak makan dan minum setiap hari Senin dan Kamis.
- Puasa Weton, puasa tidak makan / minum setiap hari weton (hari+pasaran) kelahiran seseorang.
- Puasa tidak makan apa-apa, boleh minum hanya air putih saja.
- Puasa Mutih, tidak makan apa-apa kecuali nasi putih dan air putih saja.
- Puasa Mutih Ngepel, dari pagi sampai mahgrib tidak makan dan minum, untuk sahur dan buka puasa hanya 1 kepal nasi dan 1 gelas air putih.
- Puasa Ngepel, dalam sehari hanya makan satu atau beberapa kepal nasi saja.
- Puasa Ngeruh, hanya makan sayuran atau buah-buahan saja, tidak makan daging, ikan, telur, terasi, dsb.
- Puasa Nganyep, hampir sama dengan Mutih, tetapi makanannya lebih beragam asalkan tidak
mempunyai rasa, yaitu tidak memakai bumbu pemanis, cabai dan garam.
- Puasa Ngrowot, dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur dan buka puasa hanya makan buah- buahan dan umbi-umbian yang sejenis saja, maksimal 3 buah.
- Puasa Ngebleng, tidak makan dan minum selama sehari penuh siang dan malam, atau beberapa hari
siang dan malam tanpa putus, biasanya 1 – 3 hari.
2. Menyepi dan berdoa di dalam rumah. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
3. Menyepi dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
4. Berziarah dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, pohon / goa / bangunan yang wingit, dsb.
5. Mandi kembang telon atau kembang setaman tujuh rupa.
6. Tapa Melek, tidak tidur, biasanya 1 – 3 hari. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
7. Tapa Melek Ngalong, biasanya 1 – 7 hari. Siang hari boleh tidur, tetapi selama malam hari tidak tidur, tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
8. Tapa Bisu dan Lelono, melakukan perjalanan berjalan kaki dan bisu tidak bicara, dari mahgrib sampai pagi, melakukan kunjungan ke makam leluhur / orang-orang linuwih atau ke tempat-tempat keramat dan berdoa.
9. Tapa Pati Geni, diam di dalam suatu ruangan, tidak terkena cahaya apapun, selama sehari atau beberapa hari, biasanya untuk tujuan keilmuan. Ada juga yang disebut Tapa Pendem, yaitu puasa dan berdiam di dalam rongga di dalam tanah seperti orang yang dimakamkan, biasanya selama 1 – 3 hari.
10.Tapa Kungkum, ritual berendam di sendang atau sungai, terutama di pertemuan 2 sungai (tempuran sungai), selama beberapa malam berturut-turut dan tidak boleh tertidur, dengan posisi berdiri atau duduk bersila di dalam air dengan kedalaman air setinggi leher atau pundak.
Laku prihatin dan tirakat nomor 1 sampai 5 adalah yang biasa dilakukan orang Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kombinasi nomor 1 sampai 10 dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan tertentu yang bersifat khusus, biasanya supaya mendapatkan berkah tertentu, atau untuk tujuan keilmuan.
Tidak hanya dalam kehidupan keseharian, laku-laku kebatinan di atas juga seringkali dilakukan sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan / usaha yang dianggap penting dalam kehidupannya, seperti memulai suatu usaha ekonomi, akan pergi merantau, akan hajatan nikahan, dsb. Bahkan sudah biasa bila orang-orang tua berpuasa untuk memohonkan keberhasilan kehidupan dan usaha anak-anaknya.
Masing-masing bentuk laku prihatin dan tirakat mempunyai kegunaan dan kegaiban sendiri-sendiri yang dapat dirasakan oleh para pelakunya, dan mempunyai kegaiban sendiri-sendiri dalam membantu mewujudkan tujuan laku pelakunya.
Puasa weton terkait dengan kepercayaan dan kegaiban sukma (kepercayaan pada kebersamaan roh sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan para roh sedulur papat dan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya. Puasa weton tidak bisa ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda.
Orang-orang yang sering melakukan laku puasa (termasuk puasa weton), biasanya kekuatan sukmanya akan meningkat. Orang-orang yang sering melakukan laku prihatin dan tirakat biasanya juga akan banyak menerima interaksi dari roh-roh lain, disadari ataupun tidak. Roh-roh itu bisa berasal dari lingkungan tempatnya berada, atau dari lingkungan tempat-tempat yang dikunjunginya (misalnya berziarah), atau juga dari roh-roh leluhur.
Bagi orang-orang tersebut, sebaiknya sering melakukan mandi kembang untuk membersihkan aura-aura negatif yang berasal dari dirinya sendiri ataupun aura negatif yang menempel yang berasal dari tempat lain, supaya terselaraskan menjadi positif. Dan bagi yang sering berpuasa, gunanya mandi kembang bagi mereka juga sama, jangan sampai bertambah kuatnya sukmanya juga menambah kuat aura-aura negatif di dalam dirinya.
Kekuatan sukma orang-orang itu luar biasa sekali, sehingga pada jaman dulu banyak tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa yang bukan hanya linuwih dan waskita, dan mumpuni dalam ilmu kesaktian, tetapi juga menjadikan sukma mereka penuh dengan muatan gaib, sehingga kemampuan moksa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan jaman dulu, berpindah bersama raganya ke alam roh tanpa melalui proses kematian, adalah sesuatu yang biasa. Bahkan banyak yang melakukan tapa brata dalam rangka mandito meninggalkan keduniawiannya, kemudian moksa dengan sendirinya dalam kondisi bertapa.
Selama orang itu berpuasa dan berzikir, tubuhnya memancarkan energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan gelombang tertentu. Pancaran energi tubuh dan gelombang pikiran inilah yang seringkali mengundang datangnya suatu sosok mahluk halus tertentu kepada manusia. Keberadaan sosok halus itu kemudian dapat menjadi khodam ilmu gaibnya, menjadi sumber kekuatan gaibnya, sehingga walaupun kemudian sudah tidak lagi rajin berpuasa dan tidak lagi rajin mewirid amalan ilmunya, selama khodamnya bersamanya, kapan saja ilmu itu diamalkan tetap akan berfungsi. Jadi bisa juga dikatakan, untuk dengan sengaja mengundang suatu sosok gaib untuk datang menjadi khodam pendamping, maka cara puasanya adalah puasa bentuk ini. Hanya saja kita harus teliti dan waspada mengenai siapa sosok halus yang datang mendampingi kita itu.
Pemahaman Tentang Laku Tirakat
Semua bentuk laku dan tirakat hanya akan bermanfaat jika ada maksud dan tujuannya, kalau tidak ya hanya akan menyiksa tubuh saja, hanya lapar dan haus saja. Karena itu sebelum dan selama melakukan laku tersebut harus selalu fokus pada tujuan lakunya dan berdoa niat dan tujuannya.
Suatu laku puasa yang dilakukan tanpa tujuan khusus, tetapi sebagai kebiasaan rutin, akan menjadi upaya memperkuat kebatinan manusia, supaya kuat sukmanya, bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan sebagai upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Hasilnya akan lebih baik lagi bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa tentang niat dan tujuan / harapan-harapannya.
Dalam melakukan laku-laku prihatin dan tirakat di atas akan baik sekali bila dilakukan dengan menyendiri / menyepi (di dalam rumah), tidak mendatangi tempat-tempat keramaian dan tidak menonton hiburan, keluar rumah pada malam hari di tempat terbuka dan banyak berdoa. Manfaat dari suatu laku hanya akan didapatkan bila dilakukan dengan niat dan tujuan tertentu. Tanpa adanya niat dan tujuan, maka perbuatan itu hanya akan menjadi perbuatan yang sia-sia. Berdoalah kepada Tuhan memohon tercapainya tujuan dari laku tersebut pada awal dan selama pelaksanaannya.
Diawali dengan bersuci / mandi keramas, atau lebih baik lagi dengan mandi kembang telon atau kembang setaman / kembang tujuh rupa supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, yang berguna untuk membantu mempermudah jalan hidup, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh, yang sekarang pun banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. Kembang yang digunakan haruslah yang berbau harum dan masih segar, belum layu, apalagi kering. Laku ini dapat dilengkapi dengan laku-laku yang lain yang berguna untuk memperkuat aura positif seseorang dan membuat hidup lebih ‘keberkahan’. Jangan lupa baca doa niat tujuan.
Minggu, 02 Desember 2018
Makna Filosofi Dalam Ricikan Keris
Keris dalam masyarakat Jawa, sekarang digunakan untuk pelengkap busana Jawa, keris sendiri memiliki banyak filosofi yang masih erat dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat Jawa. Makna filosofis yang terkandung dalam sebuah keris sebenarnya bisa dilihat mulai dari proses pembuatan hingga menjadi sebuah pusaka bagi pemiliknya. Seiring berjalannya waktu dan modernisasi, kita sadari bahwa perlu dilakukan pelestarian terhadap warisan leluhur ini agar tidak terkikis akan perkembangan jaman, keris atau dalam bahasa jawa disebut tosan aji, merupakan penggalan dari kata tosan yang berarti besi dan aji berarti dihormati, jadi keris merupakan perwujudan yang berupa besi dan diyakini bahwa kandungannya mempunyai makna yang harus dihormati, bukan berarti harus disembah-sembah tetapi selayaknya dihormati karena merupakan warisan budaya nenek moyang kita yang bernilai tinggi.
Bila kita merunut dari pembuatnya atau yang disebut empu, ini mempunyai sejarah dan proses panjang dalam membuat atau menciptakan suatu karya yang mempunyai nilai estetika yang tinggi. Empu menciptakan keris bukan untuk membunuh tetapi mempunyai tujuan lain yakni sebagai piyandel atau pegangan yang diyakini menambah kewibawaan dan rasa percaya diri, ini dapat dilihat dari proses pembuatannya pada zaman dahulu. Membuat keris adalah pekerjaan yang tidak mudah, membutuhkan sebuah keuletan, ketekunan, dan mental yang kuat, sehingga para pembuat harus meminta petunjuk dari Tuhan melalui laku / berpuasa, tapa / bersemadi dan sesaji untuk mendapatkan bahan baku.
Posisi keris sebagai pusaka mendapat perlakuan khusus mulai dari proses menyimpan, membuka dari sarung sampai dengan merawatnya, hal ini sudah merupakan tradisi turun temurun yang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa yang masih meyakini. Kekuatan spiritual didalam keris diyakini dapat menimbulkan satu perbawa atau sugesti kepada pemiliknya. Menilik Pada masa kerajaan Majapahit, keris terbagi menjadi 2 kerangka yang saat ini masih menjadi satu acuan si empu atau pembuat keris, yakni rangka Gayaman dan rangka Ladrang/Branggah. Saat ini rangka Gayaman banyak dipakai sebagai pelengkap busana Jawa Yogjakarta dan rangka Ladrang banyak dipakai sebagai pelengkap busana Jawa Surakarta.
Nilai atau makna filosofis sebuah keris bisa pula dilihat dari bentuk atau model keris, atau yang disebut dengan istilahdapur. Selain dari dapurnya, makna-makna filosofi keris juga tecermin dari pamor atau motif dari keris itu sendiri. Keris bukan lagi sebagai senjata, namun masyarakat Jawa memaknai bahwa keris sekarang hanya sebagai ageman atau hanya dipakai sebagai pelengkap busana Jawa yang masih mempunyai nilai spiritual religius, dan sebagai bukti manusia yang lahir, hidup dan kembali bersatu kepada Tuhan sebagai Manunggaling Kawulo Gusti.
Ricikan keris, selain merupakan elemen estetik yang mempercantik penampilan keris, sebenarnya mengandung banyak makna. Dalam ricikan ada pesan dan pengharapan yang berkaitan erat dengan hubungan antara manusia sebagai makhluk ciptaan dengan Sang Pencipta, Tuhan yang Maha Esa.
Tak dipungkiri bahwa keris memiliki makna sendiri bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Selama ini sebilah keris dimaknai sebagai simbol keabadian yaitu bersatunya lelaki (pesi) dan perempuan (gonjo) atau juga bersatunya bapa angkasa (pamor dari langit) dan ibu pertiwi (wesi).
Bahkan pemaknaan warongko manjing curigo, curigo manjing warongko (warangka yang membungkus bilah keris, dan bilah keris yang masuk dalam warangka) merupakan manifestasi dari ajaran Manunggaling Kawulo-Gusti yang benyak diugemi oleh masyarakat Jawa pada khususnya. Inti ajarannya adalah bahwa rasa sejati manusia sesungguhnya harus mencerminkan kehendak Tuhan yang Maha Esa.
Menyangkut ricikan keris yang lebih detil, sebenarnya juga dibuat dengan landasan kepasrahan kepada Dzat Pencipta yang Maha Agung. Mengapdi dan menyembah kepada Sang Pencipta. Seperti yang sudah dipahami selama ini bahwa pesimerupakan simbol lelaki, gonjo adalah simbol perempuan, maka wilah atau bilah keris merupakan lambang panembah jati kepada Tuhan. Wilah yang meruncing ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut olah batin-nya menuju kepada cahaya Allah yang terang benderang. Sementara sisi tajam di samping kanan-kiri bilah menyiratkan bahwa dalam menyembah harus menggunakan tatanan lahir dan batin atau syariat dan marifat.
Ada-ada-yang membentuk garis tengah dari atas sogokan menuju ke ujung keris adalah peringatan agar manusia dalam bertindak harus selalu berhati-hati. Ini artinya perilaku manusia menjadi hal yang utama. Lis atau Gusen merupakan pengambaran hawa nafsu. Bungkul adalah lambang tekad yang sudah bulat. Tekad untuk menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik atau tekad untuk mencari ilmu yang bermanfaat. Dalam kebulatan tekad itu, manusia juga harus memiliki landasan bati yang luas yaitu kesediaan untuk memaafkan kesalahan orang lain dan dirinya sendiri. Landasan ini dilambangkan dalam blumbangan yang berarti kesabaran.
Ricikan janur yang terletak di antara sogokan merupakan nasehat agar manusia mesti bersifat luwes dan tidak kaku. Sebagai makhluk yang selalu menyembah kepada Allah SWT, manusia harus bersikap toleran kepada sesamanya-termasuk dalam perbedaan beragama. Greneng yang berbentuk dua huruf Jawa "dha" yang bisa dibaca "dhadha" bisa diartikan kejujuran. Seperti ada ungkapan lama : iki dadaku, endi dadamu? (ini dadaku, mana dadamu?), maka greneng melambangkan orang yang bicaranya selalu jujur dan terus terang.
Ricikan thingil memberi gambaran agar manusia itu mesti rendah hati dan tak suka pamer. Bila memiliki kelebihan ilmu, seharusnya tak perlu ditonjol-tonjolkan, karena kalau memang berilmu, nantinya juga akan dikenal orang lain. Sogokan mencerminkan tetang seseorang yang selalu ingin mengetahui tentang kebenaran sejati. Jadi manusia diharuskan untuk mengungkapkan tentang kebenaran, bukan hanya sekadar tahu sebatas kulit luarnya saja. Namun dalam mencari dan mencoba mengungkapkan kebenaran itu, manusia harus selalu waspada-berhati-hati agar tak merugikan manusia lain yang tak bersalah. Tikel alis dimaknai sebagai lambang kewaspadaan.
Sementara salah satu ricikan keris yang paling terkenal sekar kacang (kembang kacang) merupakan imbauan agar manusia meniru dan memakai ilmu padi : semakin berisi semakin menunduk. Kerendahan inilah yang selalu diingatkan karena manusia mudah tergelincir dalam sikap sombong dan arogan. Kedua sikap ini gampang menjatuhkan manusia dalam alam kebejatan dan kenistaan.
Gandhik menjadi cermin kapasrahan kepada Tuhan yang Maha Esa. Bentuk Gandhik yang agak miring merupakan lambang ketundukan hati terhadap Sang Pencipta. Dengan rasa yang selalu pasrah kepada Sang Ilahi, maka manusia akan lebih berhati-hati dalam berbicara. Semua ucapannya sudah dipikirkannya terlebih dahulu. Kehati-hatian dalam berbicara ini di dalam keris dilambangkan sebagai lambe gajah.
Manusia akan bisa menjalankan semua ajaran yang dicerminkan dalam bentuk-bentuk ricikan keris itu bila hati dan pikirannya dalam bentuk-bentuk ricikan keris itu bila hati dan pikirannya bersedia menerima nasihat luhur. Kesediaan menerima nasihat ini dilambangkan dalam bentuk sirah cecak pada gonjo. Sementara perhatiannya terpusat dengan seksama kepada orang pandai yang sedang memberi nasihat luhur kepadanya. Perhatian yang terfokus inilah disimbolkan oleh para empu keris dalam bentuk gulu meler-nya. Setelah menerima semua nasihat itu, yang bersangkutan akan mengikuti semua nasihat gurunya itu - dilambangkan dalam bentuk buntut urang yang terakhir, setelah semua langkah dipenuhi, makan manusia harus mengamalkan ilmunya yang telah diperolehnya itu. Seharusnya mengamalkan ilmu ini dimaknakan dalam bentuk sebit ron lontar.
Jadi pada dasarnya, ricikan keris merupakan lambang-lambang pengharapan dan doa bagi manusia yang mau ngugemi.
Bila kita merunut dari pembuatnya atau yang disebut empu, ini mempunyai sejarah dan proses panjang dalam membuat atau menciptakan suatu karya yang mempunyai nilai estetika yang tinggi. Empu menciptakan keris bukan untuk membunuh tetapi mempunyai tujuan lain yakni sebagai piyandel atau pegangan yang diyakini menambah kewibawaan dan rasa percaya diri, ini dapat dilihat dari proses pembuatannya pada zaman dahulu. Membuat keris adalah pekerjaan yang tidak mudah, membutuhkan sebuah keuletan, ketekunan, dan mental yang kuat, sehingga para pembuat harus meminta petunjuk dari Tuhan melalui laku / berpuasa, tapa / bersemadi dan sesaji untuk mendapatkan bahan baku.
Posisi keris sebagai pusaka mendapat perlakuan khusus mulai dari proses menyimpan, membuka dari sarung sampai dengan merawatnya, hal ini sudah merupakan tradisi turun temurun yang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa yang masih meyakini. Kekuatan spiritual didalam keris diyakini dapat menimbulkan satu perbawa atau sugesti kepada pemiliknya. Menilik Pada masa kerajaan Majapahit, keris terbagi menjadi 2 kerangka yang saat ini masih menjadi satu acuan si empu atau pembuat keris, yakni rangka Gayaman dan rangka Ladrang/Branggah. Saat ini rangka Gayaman banyak dipakai sebagai pelengkap busana Jawa Yogjakarta dan rangka Ladrang banyak dipakai sebagai pelengkap busana Jawa Surakarta.
Nilai atau makna filosofis sebuah keris bisa pula dilihat dari bentuk atau model keris, atau yang disebut dengan istilahdapur. Selain dari dapurnya, makna-makna filosofi keris juga tecermin dari pamor atau motif dari keris itu sendiri. Keris bukan lagi sebagai senjata, namun masyarakat Jawa memaknai bahwa keris sekarang hanya sebagai ageman atau hanya dipakai sebagai pelengkap busana Jawa yang masih mempunyai nilai spiritual religius, dan sebagai bukti manusia yang lahir, hidup dan kembali bersatu kepada Tuhan sebagai Manunggaling Kawulo Gusti.
Ricikan keris, selain merupakan elemen estetik yang mempercantik penampilan keris, sebenarnya mengandung banyak makna. Dalam ricikan ada pesan dan pengharapan yang berkaitan erat dengan hubungan antara manusia sebagai makhluk ciptaan dengan Sang Pencipta, Tuhan yang Maha Esa.
Tak dipungkiri bahwa keris memiliki makna sendiri bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Selama ini sebilah keris dimaknai sebagai simbol keabadian yaitu bersatunya lelaki (pesi) dan perempuan (gonjo) atau juga bersatunya bapa angkasa (pamor dari langit) dan ibu pertiwi (wesi).
Bahkan pemaknaan warongko manjing curigo, curigo manjing warongko (warangka yang membungkus bilah keris, dan bilah keris yang masuk dalam warangka) merupakan manifestasi dari ajaran Manunggaling Kawulo-Gusti yang benyak diugemi oleh masyarakat Jawa pada khususnya. Inti ajarannya adalah bahwa rasa sejati manusia sesungguhnya harus mencerminkan kehendak Tuhan yang Maha Esa.
Menyangkut ricikan keris yang lebih detil, sebenarnya juga dibuat dengan landasan kepasrahan kepada Dzat Pencipta yang Maha Agung. Mengapdi dan menyembah kepada Sang Pencipta. Seperti yang sudah dipahami selama ini bahwa pesimerupakan simbol lelaki, gonjo adalah simbol perempuan, maka wilah atau bilah keris merupakan lambang panembah jati kepada Tuhan. Wilah yang meruncing ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut olah batin-nya menuju kepada cahaya Allah yang terang benderang. Sementara sisi tajam di samping kanan-kiri bilah menyiratkan bahwa dalam menyembah harus menggunakan tatanan lahir dan batin atau syariat dan marifat.
Ada-ada-yang membentuk garis tengah dari atas sogokan menuju ke ujung keris adalah peringatan agar manusia dalam bertindak harus selalu berhati-hati. Ini artinya perilaku manusia menjadi hal yang utama. Lis atau Gusen merupakan pengambaran hawa nafsu. Bungkul adalah lambang tekad yang sudah bulat. Tekad untuk menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik atau tekad untuk mencari ilmu yang bermanfaat. Dalam kebulatan tekad itu, manusia juga harus memiliki landasan bati yang luas yaitu kesediaan untuk memaafkan kesalahan orang lain dan dirinya sendiri. Landasan ini dilambangkan dalam blumbangan yang berarti kesabaran.
Ricikan janur yang terletak di antara sogokan merupakan nasehat agar manusia mesti bersifat luwes dan tidak kaku. Sebagai makhluk yang selalu menyembah kepada Allah SWT, manusia harus bersikap toleran kepada sesamanya-termasuk dalam perbedaan beragama. Greneng yang berbentuk dua huruf Jawa "dha" yang bisa dibaca "dhadha" bisa diartikan kejujuran. Seperti ada ungkapan lama : iki dadaku, endi dadamu? (ini dadaku, mana dadamu?), maka greneng melambangkan orang yang bicaranya selalu jujur dan terus terang.
Ricikan thingil memberi gambaran agar manusia itu mesti rendah hati dan tak suka pamer. Bila memiliki kelebihan ilmu, seharusnya tak perlu ditonjol-tonjolkan, karena kalau memang berilmu, nantinya juga akan dikenal orang lain. Sogokan mencerminkan tetang seseorang yang selalu ingin mengetahui tentang kebenaran sejati. Jadi manusia diharuskan untuk mengungkapkan tentang kebenaran, bukan hanya sekadar tahu sebatas kulit luarnya saja. Namun dalam mencari dan mencoba mengungkapkan kebenaran itu, manusia harus selalu waspada-berhati-hati agar tak merugikan manusia lain yang tak bersalah. Tikel alis dimaknai sebagai lambang kewaspadaan.
Sementara salah satu ricikan keris yang paling terkenal sekar kacang (kembang kacang) merupakan imbauan agar manusia meniru dan memakai ilmu padi : semakin berisi semakin menunduk. Kerendahan inilah yang selalu diingatkan karena manusia mudah tergelincir dalam sikap sombong dan arogan. Kedua sikap ini gampang menjatuhkan manusia dalam alam kebejatan dan kenistaan.
Gandhik menjadi cermin kapasrahan kepada Tuhan yang Maha Esa. Bentuk Gandhik yang agak miring merupakan lambang ketundukan hati terhadap Sang Pencipta. Dengan rasa yang selalu pasrah kepada Sang Ilahi, maka manusia akan lebih berhati-hati dalam berbicara. Semua ucapannya sudah dipikirkannya terlebih dahulu. Kehati-hatian dalam berbicara ini di dalam keris dilambangkan sebagai lambe gajah.
Manusia akan bisa menjalankan semua ajaran yang dicerminkan dalam bentuk-bentuk ricikan keris itu bila hati dan pikirannya dalam bentuk-bentuk ricikan keris itu bila hati dan pikirannya bersedia menerima nasihat luhur. Kesediaan menerima nasihat ini dilambangkan dalam bentuk sirah cecak pada gonjo. Sementara perhatiannya terpusat dengan seksama kepada orang pandai yang sedang memberi nasihat luhur kepadanya. Perhatian yang terfokus inilah disimbolkan oleh para empu keris dalam bentuk gulu meler-nya. Setelah menerima semua nasihat itu, yang bersangkutan akan mengikuti semua nasihat gurunya itu - dilambangkan dalam bentuk buntut urang yang terakhir, setelah semua langkah dipenuhi, makan manusia harus mengamalkan ilmunya yang telah diperolehnya itu. Seharusnya mengamalkan ilmu ini dimaknakan dalam bentuk sebit ron lontar.
Jadi pada dasarnya, ricikan keris merupakan lambang-lambang pengharapan dan doa bagi manusia yang mau ngugemi.
Anatomi (Ricikan) Keris
Seseorang bisa menandai atau menyebutkan nama dhapur keris apabila ia mengetahui dengan benar nama-nama bagian dari sebilah keris, karena itu sebelum kita membicarakan soal dhapur keris, kita harus lebih dulu mengetahui bagian-bagian keris yang menandakan dhapur keris. Sebilah keris yang lengkap mempunyai 26 macam bagian atau ricikan dan masing-masing ricikan memiliki nama. Untuk penamaan ricikan baku sifatnya dan sesuai dengan pakem. Nama-nama ricikan telah dipakai turun-temurun sejak ratusan tahun lalu. Dalam perjalanan waktu, bisa dipahami jika terjadi pula kelasahan dalam pengucapan, gaya bahasa tiap daerah dan pengucapan berdasarkan sinonim, sama maksudnya tetapi lain penamaannya.
Kali ini sengaja diberikan sinonimnya, selain itu ricikan yang dipakai adalah yang menurut pakem Jawa, terutama Jogyakarta, Surakarta dan sedikit Madura. Dalam melihat ricikan keris, yang paling utama adalah dibagian sor-soran, berikut saya jabarkan ricikan keris untuk mempermudah membedakan dhapur suatu keris :
Pesi
Tangkai bilah keris yang terbuat dari bahan yang sama dengan bahan bilah kerisnya, terletak di bawah ganja. Untuk keris-keris tangguh/buatan pulau Jawa, Bali dan Lombok, ukurannya cukup panjang, antara 5,5 cm s,d 9 cm. Sedangkan keris buatan Palembang, Riau, Luwu, Makasar dan Semenanjung Melayu umumnya pendek, antara 4 cm s.d 6,5 cm. Pesi ini sering juga disebut dengan Peksi, Paksi, Puting atau Punting.
Ganja (dibaca Gonjo)
Ada yang terpisah dari bagian bilah, ada pula yang menyatu dan hanya dibatasi semacam guratan. Ganja yang menyatu dengan bilah disebut Ganja Iras. Ganja ini sering juga disebut dengan Aring atau Ariang.
Bungkul
Bungkul atau Sebungkul atau Bonggol. Bentuknya mirip irisan bawang. Bungkul ini merupakan kelanjutan dari bagian Janur yang bersinggungan dengan bagian ganja.
Blumbangan
Blumbungan atau Pejetan atau Pijetan, merupakan daerah lekukan di belakang bagian Gandhik. Keris-keris yang terbilang garapan baik, bentuk blumbangan ini digarap dengan manis.
Srewehan
Srewehan merupakan bagian melandai di belakang Sogokan sampai ke bagian Greneng. Srewehan disebut juga dengan istilah Sraweyan, Sarewehan atau Sreawahan.
Gandhik
Gandhik merupakan raut muka dari sebilah keris. Ada yang polos, ada yang dilengkapi dengan Kemang Kacang, Lambe Gajah dll. Gandhik biasanya terletak di bagian depan bilah keris. Tetapi ada pula yang berada di bagian belakang, antara lain pada dhapur Cengkrong. Bagian bawah pada Gandhik bersinggungan dengan Ganja.
Jalu Memet
Merupakan tojolan runcing pada bagian paling bawah dari Gandhik, paling dekat dengan Ganja.
Lambe Gajah
Lambe Gajah atau Bibir Gajah merupakan dua tonjolan runcing, atas bawah, pada bagian Gandhik, dekat dengan ujung Kembang Kacang. Walaupun kebanyakan Lambe Gajah ini rangkap dua, namun ada pula keris yang hanya memiliki satu Lambe Gajah.
Kembang Kacang
Kembang Kacang atau Tlale Gajah atau Belalai Gajah, bentuknya memang mirip dengan namanya. Bentuk Kembang Kacang ada beberapa macam yaitu : Gula Milir, Bungkem, Nguku Bima dan Pogok
Jenggot
Jenggot atau Janggut merupakan beberapa tonjolan tajam di bagian dahi Kembang Kacang. Jumlah tonjolan ini umumnya 3 buah.
Tikel Alis
Sebuah alur melengkung seperti Alis, mulai dari atas Gandhik ke atas, dengan panjang sekitar 3,5 cm. Alur Tikel Alis ini tidak sedalam alur Sogokan.
Jalen
Jalen merupakan tonjolan tajam, hanya sebuah, persis di ketiak Kembang Kacang. Ada sebagian yang berpendapat, yang disebut Jalen merupakan Jalu Memet, begitu juga sebaliknya. Memang dalam buku-buku kuno terdapat perbedaan pendapat, tidak ada alasan yang kuat untuk membenarkan salah satu pendapat atau menyalakan pendapat lainnya.
Sogokan Depan
Sogokan Depan, relatif lebih dalam dibandingkan dengan alur Tikel Alis, letaknya di belakang Tikel Alis. Bagian bawah Sogokan Depan langsung menyambung dengan Blumbangan atau Pejetan.
Lis-Lisan
Lis-Lisan atau Elis, merupakan garis batas sepanjang tepi bilah, dari atas Kembang Kacang atau Gandhik ke atas ujung bilah, melingkar turun ke bawah sampai ke dekat Greneng. Garis batas ini merupakan sudut tumpul dan merupakan batas daerah Gusen.
Gusen
Gusen adalah daerah sempit sepanjang tepi bilah yang dibatasi oleh tepi bilah yang tajam, dengan garis Lis-Lisan.
Kruwingan
Kruwingan atau Keruwingan merupak garis yang mendampingi Lis-Lisan, dalam jarak sekitar 1 cm. Kruwingan ini ada yang sampai ke dekat ujung bbilah, ada pula yang hanya setengah panjang bilah saja.
Ada-Ada
Ada-Ada atau Sada, bisa dikatakan merupakan garis tengah dari bilah keris, yang agak menonjol dari permukaan bilah keris. Dengan mengamati bentuk potongan melintang bilah keris, terutama bagian Ada-Ada, maka kita bisa membedakan bilah keris yang Ngadal Meteng atau Nggingir Lembu.
Janur
Berbentuk alur yang membukit, yang memisahkan Sogokan Depan dengan Sogokan Belakang. Bagian atas dari Janur ini menyambung ke Ada-Ada, sedangkan bagian bawahnya menyambung ke Bungkul.
Sogokan Belakang
Sama seperti Sogokan Depan, hanya letaknya di bagian belakang, bersebelahan dengan Janur.
Wadidang atau Wedidang
Wadidang atau Wedidang merupakan bagian tepi sebelah belakang daerah Sor-Soran.
Ron Dha Nunut
Ron Dha Nunut adalah rangkaian beberapa duri kecil di bagian Wadidang yang seolah membentuk huruf Dha menurut abjad Jawa. Letaknya di bagian sebelah bawah dari Wadidang.
Tungkakan
Bagian yang melengkung yang membatasi bagian buntut ganja dengan bagian bilah keris sebelah bawah paling pojok.
Greneng
Rangkaian beberapa duri kecil di bagian sebelah bawah Wadidang yang terdiri dari Ri Pandan atau Eri Pandan dan Ron Dha Nunut serta Ron Dha. Ada yang merupakan Greneng lengkap/utuh dan ada pula Greneng tidak lengkap atau disebut juga Greneng Wurung, yang bentuknya lebih sederhana.
Ri Pandan
Ri Pandan atau Eri Pandan, berujud seperti duri yang meruncing di antara Ran Dha dan Ron Dha Nunut atau antara dua buah Ron Dha.
Kanyut
Terletak di bagian ekor dari Ganja, wujudnya seperti duri tetapi biasanya agak melengkung ke atas, tepat di Buntut Urang dari Ganja.
Thingil
Berbentuk duri tumpul, lebih besar dari ukuran duri-duri pada Ri Pandhan atau Ron Dha. Kalau memakai Thingil, maka keris itu tidak memakai Greneng.
Pundhak Setegal
Pundhak Setegal atau Pundhak Sategal , bentuknya merupakan duri yang ukurannya lebih besar dari Thingil, mirip dengan kelopak bunga yang mencuat ujungnya keluar dari tepi bilah keris. Pundhak Sategal ini harus sepasang, yaitu di bagian depan dan di bagian belakang.
Dapur Keris
Dapur Keris adalah penamaan ragam bentuk atau tipe keris, sesuai dengan ricikan yang terdapat pada keris itu dilihat dari jumlah luknya. Penamaan dapur keris ada patokannya, ada pembakuannya. Dalam dunia perkerisan, patokan atau pembakuan ini biasanya disebut pakem dapur keris. Misalnya, keris yang bentuknya lurus, memakai gandik polos, tikel alis, danpejetan, disebut keris dapur Tilam Upih.
Jadi, semua keris yang bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Keris buatan mana pun atau buatan siapa pun, kalau bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Pembedaan selanjutnya adalah dengan melihat tangguh (era/zaman pembuatan, atau gaya pembuatan), melihat gambaran bentuk pamornya, dan memperkirakan empu pembuatnya.
Itulah sebabnya, keris berdapur Tilam Upih mungkin ada ratusan ribu jumlahnya, dan bahkan dapur Nagasasra yang terkenal itu ada puluhan ribuan pula jumlahnya. Bila dibandingkan dengan dunia otomotif, bentuk mobil juga dapat dibadakan antara jeep, truk, bis, sedan, pick-up, dsb. Jumlah jeep di dunia ini mungkin ada jutaan buah, tetapi masing-masing dapat dibedakan karena merknya berlainan, tahun pembuatannya ber-beda, warnanya berbeda, dan interior serta variasinya pun berlainan satu sama lain.
Nama Dapur Keris Menurut Pakem Jawa
Keris Lurus :
1. Betok
2. Brojol
3. Tilam Upih
4. Jalak
5. Panji Anom
6. Jaka Supa
7. Semar Betak
8. Regol
9. Karna Tinanding
10. Kebo Teki
11. Kebo Lajer atau Mahesa Lajer
12. Jalak Ruwuh
13. Sempane Bener
14. Jamang Murub
15. Tumenggung
16. Pantrem
17. Sinom Worawari
18. Condong Campur
19. Kalamisani
20. Pasopati
21. Jalak Dinding
22. Jalak Sumelang Gandring
23. Jalak Ngucup Madu
24. Jalak Sangu Tumpeng
25. Jalak Ngore
26. Mundarang
27. Yuyu Rumpung
28. Mesem
29. Semar Tinandu
30. Ron Teki
31. Dungkul
32. Kelap Lintah
33. Sujen Anpel
34. Lar Ngatap
35. Mayat Miring
36. Kanda Basuki
37. Putut Kembar
38. Mangkurat
39. Sinom
40. Kala Munyeng
41. Pinarak
42. Tilam Sari
43. Jalak Tilam Sari
44. Wora Wari
45. Marak
46. Damar Murub
47. Jaka Lola Sepang
48. Sepang
49. Cundrik
50. Cengkrong
51. Naga Tapa
52. Jalak Ngoceh
53. Kala Nadah
54. Balebang
55. Pundhak Sategal
56. Kala Dite
57. Pandan Sarawa
58. Jalak Barong atau Jalak Makara
59. Bango Dolok Leres
60. Singa Barong Leres
61. Kikik
62. Mahesa Kantong
63. Maraseba
Dapur Keris Luk 3 :
1. Jangkung Pacar
2. Jangkung Mangkurat
3. Mahesa Nempuh
4. Mahesa Soka
5. Segara Winotan
6. Jangkung
7. Campur Bawur
8. Tebu Sauyun
9. Bango Dolok
10. Lar Monga
11. Pudhak Sategal Luk 3
12. Singa Barong Luk 3
13. Kikik Luk 3
14. Mayat
15. Wuwung
16. Mahesa Nabrang
17. Anggrek Sumelang Gandring
Dapur Keris Luk 5 :
1. Pandawa
2. Pandawa Cinarita
3. Pulang Geni
4. Anoman
5. Kebo Dengen
6. Pandawa Lare
7. Pudhak Sategal Luk 5
8. Urap – Urap
9. Naga Salira
10. Naga Siluman
11. Bakung
12. Rara Siduwa
13. Kikik Luk 5
14. Kebo Dengen
15. Kala Nadah Luk 5
16. Singa Barong Luk 5
17. Pandawa Ulap
18. Sinarasah
19. Pandawa Pudak Sategal
Dapur Keris Luk 7 :
1. Carubuk
2. Sempana Bungkem
3. Balebang Luk 7
4. Murmo Malelo
5. Naga Keras
6. Sempana Panjul
7. Jaran Guyang
8. Singa Barong Luk 7
9. Megantara
10. Carita Kasapta
11. Naga Kikik Luk 7
Dapur Keris Luk 9 :
1. Sempana
2. Kidang Soka
3. Carang Soka
4. Kidang Mas
5. Panji Sekar
6. Jurudeh
7. Paniwen
8. Panimbal
9. Sempana Kalentang
10. Jaruman
11. Sabuk Tampar
12. Singa Barong Luk 9
13. Buto Ijo
14. Carita Kanawa Luk 9
15. Kidang Milar
16. Klika Benda
Dapur Keris Luk 11 :
1. Carita
2. Carita Daleman
3. Carita Keprabon
4. Carita Bungkem
5. Carita Gandu
6. Carita Prasaja
7. Carita Genengan
8. Sabuk Tali
9. Jaka Wuru
10. Balebang Luk 11
11. Sempana Luk 11
12. Santan
13. Singa Barong Luk 11
14. Naga Siluman Luk 11
15. Sabuk Inten
16. Jaka Rumeksa
Dapur Keris Luk 13 :
1. Sengkelat
2. Parung Sari
3. Caluring
4. Johan Mangan Kala
5. Kantar
6. Sepokal
7. Lo Gandu
8. Nagasasra
9. Singa Barong Luk 13
10. Carita Luk 13
11. Naga Siluman Luk 13
12. Mangkunegoro
13. Bima Kurdo Luk 13
14. Kalawelang Luk 13
Dapur Keris Luk 15 :
1. Carang Buntala
2. Sedet
3. Raga Wilah
4. Raga Pasung
5. Mahesa Nabrang
6. Carita Buntala Luk 15
Dapur Keris Luk 17 :
1. Carita Kalentang
2. Sepokal Luk 17
3. Kancingan
4. Ngamper Buta
Dapur Keris Luk 19 :
1. Trimurda
2. Karacan
3. Bima Kurda Luk 19
Dapur Keris Luk 21 :
1. Kala Tinanding
2. Trisirah
3. Drajid
Dapur Keris Luk 25
1. Bima Kurda Luk 25
Dapur Keris Luk 27
1. Onggo Wirun
Dapur Keris Luk 29
1. Kala Bendu Luk 29
Penamaan Dapur Keris Di Bali :
Dapur Keris Lurus :
1. Ranggasemi
2. Jaka Wijaya
3. Rangga Perwangsa
4. Demang Drawalika
5. Parung Carita
6. Parung Sari
Dapur Keris Luk 3 : Jangkung Maelo
Dapur Keris Luk 5 : Tangan
Dapur Keris Luk 7 : Palang Soka
Dapur Keris Luk 9 : Rang Suting
Dapur Keris Luk 11 : Lawat Nyuk
Dapur Keris Luk 13 : Lawat Buah
Dapur Keris Luk 15 : Jeruji
Macam – Macam Dapur Tombak Menurut Pakem Jawa :
Dapur Tombak Lurus :
1. Baru
2. Baru Teropong
3. Baru Kuping atau Sipat Kelor
Dapur Tombak Luk 3 :
1. Buta Meler
2. Pandu
3. Panggang Lele
Dapur Tombak Luk 5 :
1. Daradasih
2. Rangga
3. Panggang Welut
4. Dora Manggala
5. Seladang Hasta
6. Daradasih Menggah
Dapur Tombak Luk 7 :
1. Karacan
2. Megantara
3. Lung Gandu
Dapur Tombak Luk 9 :
1. Bandotan
Dapur Tombak Luk 11 :
1. Carita Anoman
2. Carita Blandongan
Dapur Tombak Luk Khusus :
1. Cacing Kanil (Luk 3, 5, 7)
2. Banyak Angkrem
3. Kuntul Ngantuk
Dapur Tombak Kalawaijan :
1. Tunjung Astra
2. Nagendra
3. Wulan Tumanggal
4. Dwisula
5. Trisula
6. Catursula
7. Pancasula
8. Rosan Dita
Dapur Pedang Menurut Pakem Jawa :
1. Lameng
2. Bandol
3. Luwuk
4. Lar Bango
5. Sada
6. Tebalung
7. Suduk Maru
8. Sokayana
9. Sabet
Kali ini sengaja diberikan sinonimnya, selain itu ricikan yang dipakai adalah yang menurut pakem Jawa, terutama Jogyakarta, Surakarta dan sedikit Madura. Dalam melihat ricikan keris, yang paling utama adalah dibagian sor-soran, berikut saya jabarkan ricikan keris untuk mempermudah membedakan dhapur suatu keris :
Pesi
Tangkai bilah keris yang terbuat dari bahan yang sama dengan bahan bilah kerisnya, terletak di bawah ganja. Untuk keris-keris tangguh/buatan pulau Jawa, Bali dan Lombok, ukurannya cukup panjang, antara 5,5 cm s,d 9 cm. Sedangkan keris buatan Palembang, Riau, Luwu, Makasar dan Semenanjung Melayu umumnya pendek, antara 4 cm s.d 6,5 cm. Pesi ini sering juga disebut dengan Peksi, Paksi, Puting atau Punting.
Ganja (dibaca Gonjo)
Ada yang terpisah dari bagian bilah, ada pula yang menyatu dan hanya dibatasi semacam guratan. Ganja yang menyatu dengan bilah disebut Ganja Iras. Ganja ini sering juga disebut dengan Aring atau Ariang.
Bungkul
Bungkul atau Sebungkul atau Bonggol. Bentuknya mirip irisan bawang. Bungkul ini merupakan kelanjutan dari bagian Janur yang bersinggungan dengan bagian ganja.
Blumbangan
Blumbungan atau Pejetan atau Pijetan, merupakan daerah lekukan di belakang bagian Gandhik. Keris-keris yang terbilang garapan baik, bentuk blumbangan ini digarap dengan manis.
Srewehan
Srewehan merupakan bagian melandai di belakang Sogokan sampai ke bagian Greneng. Srewehan disebut juga dengan istilah Sraweyan, Sarewehan atau Sreawahan.
Gandhik
Gandhik merupakan raut muka dari sebilah keris. Ada yang polos, ada yang dilengkapi dengan Kemang Kacang, Lambe Gajah dll. Gandhik biasanya terletak di bagian depan bilah keris. Tetapi ada pula yang berada di bagian belakang, antara lain pada dhapur Cengkrong. Bagian bawah pada Gandhik bersinggungan dengan Ganja.
Jalu Memet
Merupakan tojolan runcing pada bagian paling bawah dari Gandhik, paling dekat dengan Ganja.
Lambe Gajah
Lambe Gajah atau Bibir Gajah merupakan dua tonjolan runcing, atas bawah, pada bagian Gandhik, dekat dengan ujung Kembang Kacang. Walaupun kebanyakan Lambe Gajah ini rangkap dua, namun ada pula keris yang hanya memiliki satu Lambe Gajah.
Kembang Kacang
Kembang Kacang atau Tlale Gajah atau Belalai Gajah, bentuknya memang mirip dengan namanya. Bentuk Kembang Kacang ada beberapa macam yaitu : Gula Milir, Bungkem, Nguku Bima dan Pogok
Jenggot
Jenggot atau Janggut merupakan beberapa tonjolan tajam di bagian dahi Kembang Kacang. Jumlah tonjolan ini umumnya 3 buah.
Tikel Alis
Sebuah alur melengkung seperti Alis, mulai dari atas Gandhik ke atas, dengan panjang sekitar 3,5 cm. Alur Tikel Alis ini tidak sedalam alur Sogokan.
Jalen
Jalen merupakan tonjolan tajam, hanya sebuah, persis di ketiak Kembang Kacang. Ada sebagian yang berpendapat, yang disebut Jalen merupakan Jalu Memet, begitu juga sebaliknya. Memang dalam buku-buku kuno terdapat perbedaan pendapat, tidak ada alasan yang kuat untuk membenarkan salah satu pendapat atau menyalakan pendapat lainnya.
Sogokan Depan
Sogokan Depan, relatif lebih dalam dibandingkan dengan alur Tikel Alis, letaknya di belakang Tikel Alis. Bagian bawah Sogokan Depan langsung menyambung dengan Blumbangan atau Pejetan.
Lis-Lisan
Lis-Lisan atau Elis, merupakan garis batas sepanjang tepi bilah, dari atas Kembang Kacang atau Gandhik ke atas ujung bilah, melingkar turun ke bawah sampai ke dekat Greneng. Garis batas ini merupakan sudut tumpul dan merupakan batas daerah Gusen.
Gusen
Gusen adalah daerah sempit sepanjang tepi bilah yang dibatasi oleh tepi bilah yang tajam, dengan garis Lis-Lisan.
Kruwingan
Kruwingan atau Keruwingan merupak garis yang mendampingi Lis-Lisan, dalam jarak sekitar 1 cm. Kruwingan ini ada yang sampai ke dekat ujung bbilah, ada pula yang hanya setengah panjang bilah saja.
Ada-Ada
Ada-Ada atau Sada, bisa dikatakan merupakan garis tengah dari bilah keris, yang agak menonjol dari permukaan bilah keris. Dengan mengamati bentuk potongan melintang bilah keris, terutama bagian Ada-Ada, maka kita bisa membedakan bilah keris yang Ngadal Meteng atau Nggingir Lembu.
Janur
Berbentuk alur yang membukit, yang memisahkan Sogokan Depan dengan Sogokan Belakang. Bagian atas dari Janur ini menyambung ke Ada-Ada, sedangkan bagian bawahnya menyambung ke Bungkul.
Sogokan Belakang
Sama seperti Sogokan Depan, hanya letaknya di bagian belakang, bersebelahan dengan Janur.
Wadidang atau Wedidang
Wadidang atau Wedidang merupakan bagian tepi sebelah belakang daerah Sor-Soran.
Ron Dha Nunut
Ron Dha Nunut adalah rangkaian beberapa duri kecil di bagian Wadidang yang seolah membentuk huruf Dha menurut abjad Jawa. Letaknya di bagian sebelah bawah dari Wadidang.
Tungkakan
Bagian yang melengkung yang membatasi bagian buntut ganja dengan bagian bilah keris sebelah bawah paling pojok.
Greneng
Rangkaian beberapa duri kecil di bagian sebelah bawah Wadidang yang terdiri dari Ri Pandan atau Eri Pandan dan Ron Dha Nunut serta Ron Dha. Ada yang merupakan Greneng lengkap/utuh dan ada pula Greneng tidak lengkap atau disebut juga Greneng Wurung, yang bentuknya lebih sederhana.
Ri Pandan
Ri Pandan atau Eri Pandan, berujud seperti duri yang meruncing di antara Ran Dha dan Ron Dha Nunut atau antara dua buah Ron Dha.
Kanyut
Terletak di bagian ekor dari Ganja, wujudnya seperti duri tetapi biasanya agak melengkung ke atas, tepat di Buntut Urang dari Ganja.
Thingil
Berbentuk duri tumpul, lebih besar dari ukuran duri-duri pada Ri Pandhan atau Ron Dha. Kalau memakai Thingil, maka keris itu tidak memakai Greneng.
Pundhak Setegal
Pundhak Setegal atau Pundhak Sategal , bentuknya merupakan duri yang ukurannya lebih besar dari Thingil, mirip dengan kelopak bunga yang mencuat ujungnya keluar dari tepi bilah keris. Pundhak Sategal ini harus sepasang, yaitu di bagian depan dan di bagian belakang.
Dapur Keris
Dapur Keris adalah penamaan ragam bentuk atau tipe keris, sesuai dengan ricikan yang terdapat pada keris itu dilihat dari jumlah luknya. Penamaan dapur keris ada patokannya, ada pembakuannya. Dalam dunia perkerisan, patokan atau pembakuan ini biasanya disebut pakem dapur keris. Misalnya, keris yang bentuknya lurus, memakai gandik polos, tikel alis, danpejetan, disebut keris dapur Tilam Upih.
Jadi, semua keris yang bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Keris buatan mana pun atau buatan siapa pun, kalau bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Pembedaan selanjutnya adalah dengan melihat tangguh (era/zaman pembuatan, atau gaya pembuatan), melihat gambaran bentuk pamornya, dan memperkirakan empu pembuatnya.
Itulah sebabnya, keris berdapur Tilam Upih mungkin ada ratusan ribu jumlahnya, dan bahkan dapur Nagasasra yang terkenal itu ada puluhan ribuan pula jumlahnya. Bila dibandingkan dengan dunia otomotif, bentuk mobil juga dapat dibadakan antara jeep, truk, bis, sedan, pick-up, dsb. Jumlah jeep di dunia ini mungkin ada jutaan buah, tetapi masing-masing dapat dibedakan karena merknya berlainan, tahun pembuatannya ber-beda, warnanya berbeda, dan interior serta variasinya pun berlainan satu sama lain.
Nama Dapur Keris Menurut Pakem Jawa
Keris Lurus :
1. Betok
2. Brojol
3. Tilam Upih
4. Jalak
5. Panji Anom
6. Jaka Supa
7. Semar Betak
8. Regol
9. Karna Tinanding
10. Kebo Teki
11. Kebo Lajer atau Mahesa Lajer
12. Jalak Ruwuh
13. Sempane Bener
14. Jamang Murub
15. Tumenggung
16. Pantrem
17. Sinom Worawari
18. Condong Campur
19. Kalamisani
20. Pasopati
21. Jalak Dinding
22. Jalak Sumelang Gandring
23. Jalak Ngucup Madu
24. Jalak Sangu Tumpeng
25. Jalak Ngore
26. Mundarang
27. Yuyu Rumpung
28. Mesem
29. Semar Tinandu
30. Ron Teki
31. Dungkul
32. Kelap Lintah
33. Sujen Anpel
34. Lar Ngatap
35. Mayat Miring
36. Kanda Basuki
37. Putut Kembar
38. Mangkurat
39. Sinom
40. Kala Munyeng
41. Pinarak
42. Tilam Sari
43. Jalak Tilam Sari
44. Wora Wari
45. Marak
46. Damar Murub
47. Jaka Lola Sepang
48. Sepang
49. Cundrik
50. Cengkrong
51. Naga Tapa
52. Jalak Ngoceh
53. Kala Nadah
54. Balebang
55. Pundhak Sategal
56. Kala Dite
57. Pandan Sarawa
58. Jalak Barong atau Jalak Makara
59. Bango Dolok Leres
60. Singa Barong Leres
61. Kikik
62. Mahesa Kantong
63. Maraseba
Dapur Keris Luk 3 :
1. Jangkung Pacar
2. Jangkung Mangkurat
3. Mahesa Nempuh
4. Mahesa Soka
5. Segara Winotan
6. Jangkung
7. Campur Bawur
8. Tebu Sauyun
9. Bango Dolok
10. Lar Monga
11. Pudhak Sategal Luk 3
12. Singa Barong Luk 3
13. Kikik Luk 3
14. Mayat
15. Wuwung
16. Mahesa Nabrang
17. Anggrek Sumelang Gandring
Dapur Keris Luk 5 :
1. Pandawa
2. Pandawa Cinarita
3. Pulang Geni
4. Anoman
5. Kebo Dengen
6. Pandawa Lare
7. Pudhak Sategal Luk 5
8. Urap – Urap
9. Naga Salira
10. Naga Siluman
11. Bakung
12. Rara Siduwa
13. Kikik Luk 5
14. Kebo Dengen
15. Kala Nadah Luk 5
16. Singa Barong Luk 5
17. Pandawa Ulap
18. Sinarasah
19. Pandawa Pudak Sategal
Dapur Keris Luk 7 :
1. Carubuk
2. Sempana Bungkem
3. Balebang Luk 7
4. Murmo Malelo
5. Naga Keras
6. Sempana Panjul
7. Jaran Guyang
8. Singa Barong Luk 7
9. Megantara
10. Carita Kasapta
11. Naga Kikik Luk 7
Dapur Keris Luk 9 :
1. Sempana
2. Kidang Soka
3. Carang Soka
4. Kidang Mas
5. Panji Sekar
6. Jurudeh
7. Paniwen
8. Panimbal
9. Sempana Kalentang
10. Jaruman
11. Sabuk Tampar
12. Singa Barong Luk 9
13. Buto Ijo
14. Carita Kanawa Luk 9
15. Kidang Milar
16. Klika Benda
Dapur Keris Luk 11 :
1. Carita
2. Carita Daleman
3. Carita Keprabon
4. Carita Bungkem
5. Carita Gandu
6. Carita Prasaja
7. Carita Genengan
8. Sabuk Tali
9. Jaka Wuru
10. Balebang Luk 11
11. Sempana Luk 11
12. Santan
13. Singa Barong Luk 11
14. Naga Siluman Luk 11
15. Sabuk Inten
16. Jaka Rumeksa
Dapur Keris Luk 13 :
1. Sengkelat
2. Parung Sari
3. Caluring
4. Johan Mangan Kala
5. Kantar
6. Sepokal
7. Lo Gandu
8. Nagasasra
9. Singa Barong Luk 13
10. Carita Luk 13
11. Naga Siluman Luk 13
12. Mangkunegoro
13. Bima Kurdo Luk 13
14. Kalawelang Luk 13
Dapur Keris Luk 15 :
1. Carang Buntala
2. Sedet
3. Raga Wilah
4. Raga Pasung
5. Mahesa Nabrang
6. Carita Buntala Luk 15
Dapur Keris Luk 17 :
1. Carita Kalentang
2. Sepokal Luk 17
3. Kancingan
4. Ngamper Buta
Dapur Keris Luk 19 :
1. Trimurda
2. Karacan
3. Bima Kurda Luk 19
Dapur Keris Luk 21 :
1. Kala Tinanding
2. Trisirah
3. Drajid
Dapur Keris Luk 25
1. Bima Kurda Luk 25
Dapur Keris Luk 27
1. Onggo Wirun
Dapur Keris Luk 29
1. Kala Bendu Luk 29
Penamaan Dapur Keris Di Bali :
Dapur Keris Lurus :
1. Ranggasemi
2. Jaka Wijaya
3. Rangga Perwangsa
4. Demang Drawalika
5. Parung Carita
6. Parung Sari
Dapur Keris Luk 3 : Jangkung Maelo
Dapur Keris Luk 5 : Tangan
Dapur Keris Luk 7 : Palang Soka
Dapur Keris Luk 9 : Rang Suting
Dapur Keris Luk 11 : Lawat Nyuk
Dapur Keris Luk 13 : Lawat Buah
Dapur Keris Luk 15 : Jeruji
Macam – Macam Dapur Tombak Menurut Pakem Jawa :
Dapur Tombak Lurus :
1. Baru
2. Baru Teropong
3. Baru Kuping atau Sipat Kelor
Dapur Tombak Luk 3 :
1. Buta Meler
2. Pandu
3. Panggang Lele
Dapur Tombak Luk 5 :
1. Daradasih
2. Rangga
3. Panggang Welut
4. Dora Manggala
5. Seladang Hasta
6. Daradasih Menggah
Dapur Tombak Luk 7 :
1. Karacan
2. Megantara
3. Lung Gandu
Dapur Tombak Luk 9 :
1. Bandotan
Dapur Tombak Luk 11 :
1. Carita Anoman
2. Carita Blandongan
Dapur Tombak Luk Khusus :
1. Cacing Kanil (Luk 3, 5, 7)
2. Banyak Angkrem
3. Kuntul Ngantuk
Dapur Tombak Kalawaijan :
1. Tunjung Astra
2. Nagendra
3. Wulan Tumanggal
4. Dwisula
5. Trisula
6. Catursula
7. Pancasula
8. Rosan Dita
Dapur Pedang Menurut Pakem Jawa :
1. Lameng
2. Bandol
3. Luwuk
4. Lar Bango
5. Sada
6. Tebalung
7. Suduk Maru
8. Sokayana
9. Sabet
Jumat, 30 November 2018
ISTI'ADZAH PADA BAYI YANG BARU LAHIR
Dari Abu Musa radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ، وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ، وَدَفَعَهُ إِلَيَّ
“Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku. (HR. Bukhari 5467 dan Muslim 2145).
Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi inipun dibawa ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Asma mengatakan,
ثُمَّ دَعَا بِتَمْرَةٍ فَمَضَغَهَا، ثُمَّ تَفَلَ فِي فِيهِ، فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ دَخَلَ جَوْفَهُ رِيقُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ دَعَا لَهُ، وَبَرَّكَ عَلَيْهِ
“..Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya.” (HR. Bukhari 3909).
Bayi yang baru saja dilahirkan dianjurkan untuk segera diisti'âdzahi, agar Bayi tersebut terlindung dari godaan dan gangguan Setan yang terkutuk; sebagaimana isteri 'Imrân yang mengisti'âdzahi puterinya Maryam, Nabi Ibrâhîm yang mengisti'âdzahi kedua puteranya yaitu: Nabi Ismâ'îl dan Nabi Ishâq, serta sebagaimana Nabi Muhammad yang mengisti'âdzahi kedua cucunya yaitu: Hasan dan Husain.
Salah satu diantara contoh hal ini adalah apa yang dipraktekkan oleh istri Imran, yang merupakan ibunya maryam. Allah menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam,
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36).
Satu hal yang istimewa, karena doa ibunda Maryam ini, ketika Maryam lahir, dia tidak diganggu setan, demikian pula ketika Nabi Isa dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ بَنِي آدَمَ مَوْلُودٌ إِلَّا يَمَسُّهُ الشَّيْطَانُ حِينَ يُولَدُ، فَيَسْتَهِلُّ صَارِخًا مِنْ مَسِّ الشَّيْطَانِ، غَيْرَ مَرْيَمَ وَابْنِهَا
Setiap bayi dari anak keturunan adam akan ditusuk dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis, karena disentuh setan. Selain Maryam dan putranya. (HR. Bukhari 3431). Kemudian Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, membaca surat Ali Imran ayat 36 di atas.
Al-Hâfizh al-Hâkim meriwayatkan dalam al-Mustadrak 'alâ ash-Shahîhaynya (No.Hadis: 4158):
أَخْبَرَنِيْ إِسْمَاعِيْلُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْفَضْلِ بْنِ مُحَمَّدٍ الشَّعْرَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا جَدِّيْ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُوْ ثَابِتٍ مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ الْمَدَائِنِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ يَزِيْدَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُسَيْطٍ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ وَلَدِ آدَمَ الشَّيْطَانُ نَائِلٌ مِنْهُ تِلْكَ الطَّعْنَةَ, وَلَهَا يَسْتَهِلُّ الْمَوْلُوْدُ صَارِخًا، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ مَرْيَمَ وَابْنِهَا. فَإِنَّ أُمَّهَا حِيْنَ وَضَعَتْهَا يَعْنِيْ أُمَّهَا قَالَتْ: إِنِّيْ أُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. فَضَرَبَ دُوْنَهَا الْحِجَابَ فَطَعَنَ فِيْهِ. فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُوْلٍ حَسَنٍ, وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا. وَهَلَكَتْ أُمُّهَا فَضَمَّتْهَا إِلَى خَالَتِهَا أُمِّ يَحْيَى.
قَالَ الْحَاكِمُ: هَذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحُ الْإِسْنَادِ, وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ. فَوَافَقَهُ الذَّهَبِيْ.
"Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ telah mengabarkan saya (mengabarkan al-Hâkim), dia (Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) berkata: "Kakekku (namanya yaitu: al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) telah bercerita kepada kami (kepada Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ), dia (al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) berkata: "Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ telah bercerita kepada kami (kepada al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ), dia (Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ) berkata: "Ismâ'îl bin Ja'far telah bercerita kepada kami (kepada Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ), dari Yazîd bin 'Abdullâh bin Qusaith, dari bapaknya (namanya yaitu: 'Abdullâh bin Qusaith), dari Abû Hurayrah, dia (Abû Hurayrah) berkata: "Rasûlullâh SAW. bersabda: "Setiap anak-cucu (Nabi) Âdam (ketika dilahirkan) ditusuk-tusuk Setan, (karena tusukan Setan tersebut) Bayi (tersebut menangis) sambil berteriak dengan keras; kecuali Maryam dan anaknya (yaitu: Nabi 'Îsâ). Karena sesungguhnya Ibunya (Ibunya Maryam) ketika telah melahirkannya (telah melahirkan Maryam) Ibunya (Ibunya Maryam) berkata: "Sesungguhnya saya (Ibunya Maryam) memohon perlindungan untuknya (untuk Maryam) serta anak-anak keturunannya (anak-anak keturunan Maryam) kepada (pemeliharaan) Engkau (Allâh) dari Setan yang terkutuk. Maka Setan mengganggu pada anggota tubuh lain yang tidak terhijab, kemudian Setan menusuk-nusuk bagian tubuh tersebut. Maka Allâh SWT. mengabulkan doa Ibu Maryam. Kemudian Ibu Maryam mendidik dan mengasuh Maryam hingga tumbuh dewasa dan menjadi wanita yang shâlehah (baik). Ketika Ibu Maryam wafat, Maryam dititipkan ke Bibinya yaitu: Ummu Yahyâ".
"Al-Hâfizh al-Hâkim berkata: "Hadis ini sanadnya shahîh, (akan tetapi) al-Hâfizh al-Bukhârî dan Muslim tidak meriwayatkan sebagaimana periwayatan al-Hâfizh al-Hâkim. Dan disetujui oleh al-Hâfizh adz-Dzahabî".{HR. Al-Hâkim dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 1015). Al-Bayhaqî dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 12485). Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (5/339). Dan al-Mizzî dalam Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâlnya (No. 7051 atau 32/177)
Al-Imâm al-Hâfizh Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3120):
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ, قَالَ: حَدَّثَنَا جَرِيْرٌ, عَنْ مَنْصُوْرٍ, عَنِ الْمِنْهَالِ, عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ, عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا, قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ. وَيَقُوْلُ: إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيْلَ وَإِسْحَاقَ أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ.
"'Utsmân bin Abî Syaibah telah bercerita kepada kami (kepada al-Bukhârî), dia ('Utsmân bin Abî Syaibah) berkata: "Jarîr telah bercerita kepada kami (kepada 'Utsmân bin Abî Syaibah), dari Manshûr, dari al-Minhâl, dari Sa'îd bin Jubair, dari 'Abdullâh bin 'Abbâs, dia ('Abdullâh bin 'Abbâs) berkata: "Dahulukala Nabi SAW. pernah mengisti'adzahi Hasan dan Husain (cucu Nabi SAW). Kemudian beliau SAW. bersabda: "Sesungguhnya bapak/ moyang kalian berdua (yaitu Nabi Ibrâhîm) dahulukala pernah mengisti'adzahi (Nabi) Ismâ'îl dan (Nabi) Ishâq (dengan doa): "A'ûdzu bi Kalimâtillâhittammâti min Kulli Syaithânin wa Hâmmah, wa Min Kulli 'Ainin Lâmmah".
{HR. Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3120). At-Tirmidzî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 1986). Abû Dâwud dalam Sunan Abî Dâwudnya (No. Hadis: 4112). An-Nasâ-î dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 7679 dan 10778). Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 2308). Al-Hâkim dalamal-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 4781 dan 8282). Ath-Thabrânîdalam al-Mu’jam al-Awsathnya (No. Hadis: 2275, 4793, 4899, dan 9183). Al-Bayhaqî dalam al-Asmâ wa ash-Shifâtnya (No. Hadis: 401). Al-Bazzâr dalam Musnad al-Bazzâr al-Mansyûrnya (No. Hadis: 5099). Ibnu Abî Syaibah dalam al-Kitâb al-Mushannaf fî al-Ahâdîts wa al-Âtsârnya (No. Hadis: 23577, 29497, dan 29498). Ath-Thahhâwî dalam Syarh Musykil al-Âtsârnya (No. Hadis: 2885). Ibnu Baththah dalamal-Ibânah al-Kubrânya (No. Hadis: 30). Ibnu 'Asâkir dalam Mu'jam asy-Syuyûkhnya (No. Hadis: 408). Al-Baghawî dalam Syarh as-Sunnahnya (No. Hadis: 1417). Dan Ibnu as-Sunnî dalam 'Amal al-Yaum wa al-Laylah Sulûk an-Nabî ma'a Rabbihi 'Azza wa Jalla wa Mu'âsyaratihi ma'a al-'Ibâdnya (No. Hadis: 634)}
Kita bisa meniru doa wanita sholihah, istri Imran ini. Hanya saja, perlu disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Karena perbedaan kata ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan.
a. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, Anda bisa baca,
اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
b. Jika bayi yang lahir laki-laki, kita bisa membaca,
اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهُ بِكَ وَذُرِّيَّتَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Artinya dua teks doa ini sama,
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk.”
Kita juga bisa memohon perlindungan untuk anak dari gangguan setan, dengan doa seperti yang pernah dipraktekkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mendoakan cucunya: Hasan dan Husain.
Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya,
أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu serta dari pAndangan mata buruk. (HR. Abu Daud 3371, dan dishahihkan al-Albani).
Kita bisa meniru doa beliau ini, dengan penyesuaian jenis kelamin bayi.
a. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, Anda bisa baca,
أُعِيذُكِ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
U’iidzuki …..
b. Jika bayi yang lahir laki-laki, kita bisa membaca,
أُعِيذُكَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
U’iidzuka …..
Berbeda pada kata ganti; ‘…ka’ dan ‘…ki’
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ، وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ، وَدَفَعَهُ إِلَيَّ
“Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku. (HR. Bukhari 5467 dan Muslim 2145).
Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi inipun dibawa ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Asma mengatakan,
ثُمَّ دَعَا بِتَمْرَةٍ فَمَضَغَهَا، ثُمَّ تَفَلَ فِي فِيهِ، فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ دَخَلَ جَوْفَهُ رِيقُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ دَعَا لَهُ، وَبَرَّكَ عَلَيْهِ
“..Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya.” (HR. Bukhari 3909).
Bayi yang baru saja dilahirkan dianjurkan untuk segera diisti'âdzahi, agar Bayi tersebut terlindung dari godaan dan gangguan Setan yang terkutuk; sebagaimana isteri 'Imrân yang mengisti'âdzahi puterinya Maryam, Nabi Ibrâhîm yang mengisti'âdzahi kedua puteranya yaitu: Nabi Ismâ'îl dan Nabi Ishâq, serta sebagaimana Nabi Muhammad yang mengisti'âdzahi kedua cucunya yaitu: Hasan dan Husain.
Salah satu diantara contoh hal ini adalah apa yang dipraktekkan oleh istri Imran, yang merupakan ibunya maryam. Allah menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam,
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36).
Satu hal yang istimewa, karena doa ibunda Maryam ini, ketika Maryam lahir, dia tidak diganggu setan, demikian pula ketika Nabi Isa dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ بَنِي آدَمَ مَوْلُودٌ إِلَّا يَمَسُّهُ الشَّيْطَانُ حِينَ يُولَدُ، فَيَسْتَهِلُّ صَارِخًا مِنْ مَسِّ الشَّيْطَانِ، غَيْرَ مَرْيَمَ وَابْنِهَا
Setiap bayi dari anak keturunan adam akan ditusuk dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis, karena disentuh setan. Selain Maryam dan putranya. (HR. Bukhari 3431). Kemudian Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, membaca surat Ali Imran ayat 36 di atas.
Al-Hâfizh al-Hâkim meriwayatkan dalam al-Mustadrak 'alâ ash-Shahîhaynya (No.Hadis: 4158):
أَخْبَرَنِيْ إِسْمَاعِيْلُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْفَضْلِ بْنِ مُحَمَّدٍ الشَّعْرَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا جَدِّيْ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُوْ ثَابِتٍ مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ الْمَدَائِنِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ يَزِيْدَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُسَيْطٍ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ وَلَدِ آدَمَ الشَّيْطَانُ نَائِلٌ مِنْهُ تِلْكَ الطَّعْنَةَ, وَلَهَا يَسْتَهِلُّ الْمَوْلُوْدُ صَارِخًا، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ مَرْيَمَ وَابْنِهَا. فَإِنَّ أُمَّهَا حِيْنَ وَضَعَتْهَا يَعْنِيْ أُمَّهَا قَالَتْ: إِنِّيْ أُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. فَضَرَبَ دُوْنَهَا الْحِجَابَ فَطَعَنَ فِيْهِ. فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُوْلٍ حَسَنٍ, وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا. وَهَلَكَتْ أُمُّهَا فَضَمَّتْهَا إِلَى خَالَتِهَا أُمِّ يَحْيَى.
قَالَ الْحَاكِمُ: هَذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحُ الْإِسْنَادِ, وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ. فَوَافَقَهُ الذَّهَبِيْ.
"Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ telah mengabarkan saya (mengabarkan al-Hâkim), dia (Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) berkata: "Kakekku (namanya yaitu: al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) telah bercerita kepada kami (kepada Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ), dia (al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) berkata: "Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ telah bercerita kepada kami (kepada al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ), dia (Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ) berkata: "Ismâ'îl bin Ja'far telah bercerita kepada kami (kepada Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ), dari Yazîd bin 'Abdullâh bin Qusaith, dari bapaknya (namanya yaitu: 'Abdullâh bin Qusaith), dari Abû Hurayrah, dia (Abû Hurayrah) berkata: "Rasûlullâh SAW. bersabda: "Setiap anak-cucu (Nabi) Âdam (ketika dilahirkan) ditusuk-tusuk Setan, (karena tusukan Setan tersebut) Bayi (tersebut menangis) sambil berteriak dengan keras; kecuali Maryam dan anaknya (yaitu: Nabi 'Îsâ). Karena sesungguhnya Ibunya (Ibunya Maryam) ketika telah melahirkannya (telah melahirkan Maryam) Ibunya (Ibunya Maryam) berkata: "Sesungguhnya saya (Ibunya Maryam) memohon perlindungan untuknya (untuk Maryam) serta anak-anak keturunannya (anak-anak keturunan Maryam) kepada (pemeliharaan) Engkau (Allâh) dari Setan yang terkutuk. Maka Setan mengganggu pada anggota tubuh lain yang tidak terhijab, kemudian Setan menusuk-nusuk bagian tubuh tersebut. Maka Allâh SWT. mengabulkan doa Ibu Maryam. Kemudian Ibu Maryam mendidik dan mengasuh Maryam hingga tumbuh dewasa dan menjadi wanita yang shâlehah (baik). Ketika Ibu Maryam wafat, Maryam dititipkan ke Bibinya yaitu: Ummu Yahyâ".
"Al-Hâfizh al-Hâkim berkata: "Hadis ini sanadnya shahîh, (akan tetapi) al-Hâfizh al-Bukhârî dan Muslim tidak meriwayatkan sebagaimana periwayatan al-Hâfizh al-Hâkim. Dan disetujui oleh al-Hâfizh adz-Dzahabî".{HR. Al-Hâkim dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 1015). Al-Bayhaqî dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 12485). Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (5/339). Dan al-Mizzî dalam Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâlnya (No. 7051 atau 32/177)
Al-Imâm al-Hâfizh Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3120):
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ, قَالَ: حَدَّثَنَا جَرِيْرٌ, عَنْ مَنْصُوْرٍ, عَنِ الْمِنْهَالِ, عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ, عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا, قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ. وَيَقُوْلُ: إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيْلَ وَإِسْحَاقَ أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ.
"'Utsmân bin Abî Syaibah telah bercerita kepada kami (kepada al-Bukhârî), dia ('Utsmân bin Abî Syaibah) berkata: "Jarîr telah bercerita kepada kami (kepada 'Utsmân bin Abî Syaibah), dari Manshûr, dari al-Minhâl, dari Sa'îd bin Jubair, dari 'Abdullâh bin 'Abbâs, dia ('Abdullâh bin 'Abbâs) berkata: "Dahulukala Nabi SAW. pernah mengisti'adzahi Hasan dan Husain (cucu Nabi SAW). Kemudian beliau SAW. bersabda: "Sesungguhnya bapak/ moyang kalian berdua (yaitu Nabi Ibrâhîm) dahulukala pernah mengisti'adzahi (Nabi) Ismâ'îl dan (Nabi) Ishâq (dengan doa): "A'ûdzu bi Kalimâtillâhittammâti min Kulli Syaithânin wa Hâmmah, wa Min Kulli 'Ainin Lâmmah".
{HR. Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3120). At-Tirmidzî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 1986). Abû Dâwud dalam Sunan Abî Dâwudnya (No. Hadis: 4112). An-Nasâ-î dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 7679 dan 10778). Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 2308). Al-Hâkim dalamal-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 4781 dan 8282). Ath-Thabrânîdalam al-Mu’jam al-Awsathnya (No. Hadis: 2275, 4793, 4899, dan 9183). Al-Bayhaqî dalam al-Asmâ wa ash-Shifâtnya (No. Hadis: 401). Al-Bazzâr dalam Musnad al-Bazzâr al-Mansyûrnya (No. Hadis: 5099). Ibnu Abî Syaibah dalam al-Kitâb al-Mushannaf fî al-Ahâdîts wa al-Âtsârnya (No. Hadis: 23577, 29497, dan 29498). Ath-Thahhâwî dalam Syarh Musykil al-Âtsârnya (No. Hadis: 2885). Ibnu Baththah dalamal-Ibânah al-Kubrânya (No. Hadis: 30). Ibnu 'Asâkir dalam Mu'jam asy-Syuyûkhnya (No. Hadis: 408). Al-Baghawî dalam Syarh as-Sunnahnya (No. Hadis: 1417). Dan Ibnu as-Sunnî dalam 'Amal al-Yaum wa al-Laylah Sulûk an-Nabî ma'a Rabbihi 'Azza wa Jalla wa Mu'âsyaratihi ma'a al-'Ibâdnya (No. Hadis: 634)}
Kita bisa meniru doa wanita sholihah, istri Imran ini. Hanya saja, perlu disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Karena perbedaan kata ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan.
a. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, Anda bisa baca,
اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
b. Jika bayi yang lahir laki-laki, kita bisa membaca,
اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهُ بِكَ وَذُرِّيَّتَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Artinya dua teks doa ini sama,
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk.”
Kita juga bisa memohon perlindungan untuk anak dari gangguan setan, dengan doa seperti yang pernah dipraktekkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mendoakan cucunya: Hasan dan Husain.
Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya,
أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu serta dari pAndangan mata buruk. (HR. Abu Daud 3371, dan dishahihkan al-Albani).
Kita bisa meniru doa beliau ini, dengan penyesuaian jenis kelamin bayi.
a. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, Anda bisa baca,
أُعِيذُكِ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
U’iidzuki …..
b. Jika bayi yang lahir laki-laki, kita bisa membaca,
أُعِيذُكَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
U’iidzuka …..
Berbeda pada kata ganti; ‘…ka’ dan ‘…ki’
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
PENTINGNYA ISTI'ADZAH DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI
Secara bahasa isti’adzah berarti doa untuk memohon perlindungan dan penjagaan. Secara istilah isti’adzah adalah kalimat yang dimaksudkan untuk memohon perlindungan dan penjagaan kepada Tuhan yang Maha Pelindung dari bisikan dan godaan syaitan.
Ia bagaikan tabir untuk menghalangi datangnya keburukan yang tidak tampak, keburukan yang bersifat batiniah. Nabi secara tegas mengajarkan kepada dua sahabat yang sedang bertikai untuk membaca isti’adzah agar amarah dan angkuh dalam jiwanya melebur menjadi ketenangan.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa membaca isti’adzah merupakan permohonan agar terhindar dari hal-hal negatif yang bersifat batiniah, dan untuk mendatangkan kebaikan. Membaca isti’adzah merupakah anjuran yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, ia boleh dibaca kapan saja, lebih-lebih dibaca saat membaca Al-Qur’an.
Isti’aadzah berarti memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari kejahatan setiap yang jahat. Adapun istilahal-‘iyaadzah (العياذة) adalah isitilah (permohonan pertolongan) dalam usaha untuk menolak kejahatan. Danal-liyaad (اللياذ) adalah istilah (permohonan pertolongan) yang digunakan dalam upaya memperoleh kebaikan.
A’uudzubillaahi minasy-syatithaanir-rajiim, berarti aku memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk agar ia tidak membahayakan diriku dalam urusan agama dan duniaku, atau menghalangiku untuk mengerjakan apa yang telah Dia perintahkan. Atau agar ia tidak menyuruhku mengerjakan apa yang Dia larang, karena tidak ada yang mampu mencegah godaan syaithan itu kecuali Allah.
Oleh karena itu, Allah ta’ala memerintahkan manusia agar menarik dan membujuk hati setan jenis manusia dengan cara menyodorkan sesuatu yang baik kepadanya, sehingga dapat berubah tabiat dari kebiasaannya mengganggu orang lain. Selain itu, Allah juga memerintahkan untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari setan dari jenis jin, karena dia tidak menerima pemberian dan tidak dapat dipengaruhi oleh kebaikan. Tabiat mereka jahat dan tidak ada yang dapat mencegahnya dari dirimu kecuali Rabb yang menciptakannya.
Inilah makna yang terkandung dalam tiga ayat Al-Qur’an. Pertama adalah firman-Nya dalam surat Al-A’raaf :
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”[QS. Al-A’raf : 199].
Makna di atas berkenaan dengan muamalah terhadap musuh dari kalangan manusia.
Kemudian (yang kedua), Allah ta’ala berfirman :
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
”Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan, maka berlindunglah kepada Allah ( = dengan membaca : a’uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajiim). Sesunggunya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-A’raaf : 200].
Sedangkan dalam Surat Al-Mukminuun, Allah ta’ala berfirman :
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ (96) وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ (97) وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ (98)
”Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah : ‘Ya Rabbku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaithan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku” [QS. Al-Mukminuun : 96-98].
Dan dalam surat Al-Fushshilat, Allah ta’ala berfirman :
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35) وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (36)
”Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-oleh telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-Fushshilat : 34-36].
Dalam bahasa Arab, kata setan (الشيطان) berasal dari kata “شطن” (syathana), yang berarti ‘jauh’. Jadi tabiat setan itu sangat jauh dari tabiat manusia, dan karena kefasikannya dia sangat jauh dari segala macam kebaikan.
Ada juga yang mengatakan bahwa kata syaithan (الشيطان) itu berasal dari kata “ شاط” (syaatha) ( = terbakar), karena ia diciptakan dari api. Dan ada juga yang mengatakan bahwa kedua makna tersebut benar, tetapi makna yang pertama adalah lebih benar.
Menurut Imam Sibawaih (seorang ulama pakar bahasa), bangsa Arab biasa mengatakan = “ تشيطن فلان” (tasyaithana fulaanun), jika Fulan itu berbuat seperti perbuatan setan. Jika kata setan itu berasal dari kata “ شاط”, tentu mereka akan mengatakan “ تشيط”.
Jadi menurut pendapat yang benar, kata setan (الشيطان) itu berasal dari kata “ شطن” yang berarti jauh. Oleh karena itu, mereka menyebut syaithan untuk setiap pendurhaka, baik jin, manusia, maupun hewan.
Berkenaan dengan hal ini, Allah ta’ala berfirman :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلّ نِبِيّ عَدُوّاً شَيَاطِينَ الإِنْسِ وَالْجِنّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىَ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً
”Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” [QS. Al-An’aam : 112].
Dalam Musnad Ahmad, disebutkan hadits dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu :
قال رسول الله ﷺ يا أبا ذر «تعوذ بالله من شياطين الإنس والجن» فقلت أوَ للإنس شياطين ؟ قال «نعم»
Rasulullah ﷺ bersabda : “Wahai Abu Dzarr, mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaithan-syaithan dari jenis manusia dan jin”. Lalu aku bertanya : “Apakah ada syaithan dari jenis manusia ?”. Beliau menjawab : “Ya”.
Dalam Shahih Muslim, masih dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata:
قال رسول الله ﷺ «يقطع الصلاة المرأة والحمار والكلب الأسود» فقلت يا رسول الله ما بال الكلب الأسود من الأحمر والأصفر ؟ فقال: «الكلب الأسود شيطان»
Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Yang dapat membatalkan shalat itu adalah wanita, keledai, dan anjing hitam”. Aku berkata : “Ya Rasulullah, mengapa anjing hitam dan bukan anjing merah atau kuning?”. Beliau ﷺ menjawab : “Anjing hitam itu adalah setan”.
Kata “الرّجيم”, berwazan فعيل (subjek), tapi bermakna مفعول(objek), yang berarti setan itu terkutuk (marjuum) dan terusir dari semua kebaikan. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ
”Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan” [QS. Al-Mulk : 5].
Allah ta’ala berfirman :
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ * إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ
”Jika kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya syaithan itu tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang beriman dan bertawakal kepada Rabb-nya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) itu hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya menjadi pemimpin dan atas- orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah” [QS. An-Nahl : 98-100].
Yang masyhur menurut jumhur ulama’ bahwa isti’adzah dilakukan sebelum membaca Al-Qur’an untuk mengusir gangguan setan. Menurut mereka, ayat yang berbunyi:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
‘Jika kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk’
artinya : Jika engkan hendak membaca, sebagaimana firman-Nya ta’ala:
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ
‘Jika kamu hendak mendirikan shalat, maka basuhlah wajah dan kedua tanganmu’ [QS. Al-Maaidah : 6].
Artinya, jika kalian bermaksud mendirikan shalat.
Penafsiran seperti ini didasrkan pada beberapa hadits dari Rasulullah ﷺ. Al-Imaam Ahmad bin Hanbal rahimahullah meriwayatkan dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Apabila Rasulullaah ﷺ hendak mendirikan shalat malam, maka beliau ﷺ membuka shalatnya dan bertakbir seraya mengucapkan :
سبحانك اللهم وبحمدك، وتبارك اسمك، وتعالى جدك، ولا إله غيرك " . ويقول: " لا إله إلا الله " ثلاثًا، ثم يقول: " أعوذ بالله السميع العليم، من الشيطان الرجيم، من هَمْزه ونَفْخِه ونَفْثه
”Maha Suci Engkau, Ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Maha Agung nama-Mu dan Maha Tinggi kemuliaan-Mu. Tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau”. Kemudian beliau mengucapkan : “Laa ilaha illallaah (Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah)” - sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau ﷺ mengucapkan (isti’aadzah) : ”Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari godaan, tiupan, dan hembusannya”.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh empat penyusun kitab As-Sunan dari riwayat Ja’far bin Sulaimaan, dari ‘Aliy bin ‘Aliy Ar-Rifaa’iy. At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan hadits ini merupakan hadits yang paling masyhur dalam masalah ini. Kata al-hamz (الْهَمْزُ) ditafsirkan sebagai cekikan (sampai mati); an-nafkh (الْنَفْخُ) sebagai kesombongan; dan an-nafts(الْنَفْثُ) sebagai syه’ir.
Al-Bukhaariy rahimahullah meriwayatkan (dengan sanadnya) dari Sulaiman bin Shurad radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
استب رجلان عند النبي صلى الله عليه وسلم، ونحن عنده جلوس، فأحدهما يسب صاحبه مغضَبًا قد احمر وجهه، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: " إني لأعلم كلمة لو قالها لذهب عنه ما يجد، لو قال: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم " فقالوا للرجل: ألا تسمع ما يقول رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إني لست بمجنون
”Ada dua orang yang saling mencela di hadapan Nabi ﷺ, sedangkan kami sedang duduk di sisi beliau ﷺ. Salah seorang dari keduanya mencela yang lain dalam keadaan marah sehingga mukanya memerah. Maka Nabi ﷺbersabda : ”Sesungguhnya aku akan mengajarkan suatu kalimat yang jika seseorang mengucapkannya, niscaya akan hilang semua yang dirasakannya itu. Yaitu jika ia mengucapkan : a’uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim”. Maka para shahabat berkata kepada orang tersebut : ”Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan Rasulullah ﷺ ?”. Ia menjawab : ”(Aku mendengarnya), dan sesungguhnya aku bukan orang gila”.
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’i melalui beberapa jalan, dari Al-A’masy.
Hukum Isti'aadzah
1. Jumhur ulama berpendapat isti’aadzah hukumnya sunnah dan bukan suatu kewajiban yang menyebabkan dosa bagi orang yang meninggalkannya. Diriwayatkan dari Maalik, bahwasannya ia tidak membaca ta’awudz dalam mengerjakan shalat wajib, namun mengucapkannya ketika shalat tarawih pada bulan Ramadlaan di awal malamnya.
2. Dalam kitab Al-Imlaa’, Asy-Syaafi’iy mengatakan ta’awwudz dibaca jahr (keras), namun jika dibaca sir (pelan) tidak apa-apa. Sedangkan dalam kitab Al-Umm, beliau rahimahullah mengatakan : Diberikan pilihan, karena Ibnu ‘Umar membacanya sirr, sedangkan Abu Hurairah jahr.
Jika orang yang memohon perlindungan itu membaca a’uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajiim; maka cukuplah baginya.
3. Menurut Abu Hanifah dan Muhammad (bin Al-Hasan), ta’awwudz dalam shalat adalah untuk membaca Al-Qur’an; sedangkan Abu Yuusuf rahimahumullah berpendapat ta’awwudz itu justru dibaca untuk shalat.
Berdasarkan hal ini, seorang makmum membaca ta’awwudz. Hendaknya ia juga membacanya dalam shalat ‘Ied setelah takbiratul-ihraam dan sebelum membaca takbir-takbir ‘Ied. Menurut jumhur ulama, ta’awwudz itu dibaca setelah takbir sebelum qira’ah/membaca (Al-Faatihah atau surat Al-Qur’an).
Diantara manfaat ta’awwudz adalah untuk menyucikan dan mengharumkan mulut dari kata-kata yang tidak mengandung faidah dan buruk. Ta’awwudz ini digunakan untuk membaca firman-firman Allah ta’ala; yaitu : memohon pertolongan kepada Allah ta’ala sekaligus memberikan pengakuan atas kekuasaan-Nya, kelemahan dirinya sebagai hamba, dan ketidakberdayaannya dalam melawan musuh yang sesungguhnya (yaitu setan), yang bersifat baathiniyyah, yang seorang pun tidak mampu menolak dan mengusirnya kecuali Allah ta’ala yang telah menciptakannya. Hal itu sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah ta’ala :
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلا
”Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Rabbmu sebagai penjaga” [QS. Al-Israa’ : 65].
Dan para malaikat telah turun untuk memerangi musuh dari kalangan manusia. Barangsiapa dibunuh oleh musuh yang bersifat lahiriyyah yang berasal dari kalangan manusia, maka ia meninggal sebagai syahid; dan barangsiapa yang dibunuh oleh musuh yang bersifat baathiniyyah (setan), maka ia sebagai thariid. Barangsiapa yang dikalahkan oleh musuh manusia biasa, maka akan mendapatkan pahala; dan barangsiapa yang dikalahkan oleh musuh baathiniyyah, maka ia tertipu atau menanggung dosa. Hal itu dikarenakan setan dapat melihat manusia, sedangkan manusia tidak dapat melihatnya; sehingga ia memohon perlindungan kepada Rabb yang melihat setan, dan setan tidak dapat melihat-Nya.
Imam Khalaf al-Hasaniy bersenandung lewat bait syair:
إذَا مَا أَرَدْتَ الدَّهْرَ تَقْرَأُ فَاسْتَعِذْ ** وَبالْجَهْرِ عِنْدَ الْكُلِّ فِى الْكُلِّ مُسْجَلاً
بشَرْطِ اسْــتِمَاعٍ وَابْتِدَاءِ دِرَاسَةٍ ** وَلاَ مُـخْفِيًا أَوْ فىِ الصَّلاَةِ فَفَصَّـــلاَ
Sementara merendahkan suara dianjurkan apabila:
• Seorang qori’ bermaksud membaca dengan suara rendah, baik dalam suatu majlis atau sendirian.
• Tidak dalam keramaian, baik hendak membaca dengan suara rendah atau tinggi.
• Jika berada dalam shalat, baik shalat jahriyah maupun sirriyah.
• Membaca ketika berada di tengah-tengah jama’ah yang belajar al-Quran. Misalnya membaca bergiliran dalam maqra’ah (majlis penghafal Al-Qur’an).
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Ia bagaikan tabir untuk menghalangi datangnya keburukan yang tidak tampak, keburukan yang bersifat batiniah. Nabi secara tegas mengajarkan kepada dua sahabat yang sedang bertikai untuk membaca isti’adzah agar amarah dan angkuh dalam jiwanya melebur menjadi ketenangan.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa membaca isti’adzah merupakan permohonan agar terhindar dari hal-hal negatif yang bersifat batiniah, dan untuk mendatangkan kebaikan. Membaca isti’adzah merupakah anjuran yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, ia boleh dibaca kapan saja, lebih-lebih dibaca saat membaca Al-Qur’an.
Isti’aadzah berarti memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari kejahatan setiap yang jahat. Adapun istilahal-‘iyaadzah (العياذة) adalah isitilah (permohonan pertolongan) dalam usaha untuk menolak kejahatan. Danal-liyaad (اللياذ) adalah istilah (permohonan pertolongan) yang digunakan dalam upaya memperoleh kebaikan.
A’uudzubillaahi minasy-syatithaanir-rajiim, berarti aku memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk agar ia tidak membahayakan diriku dalam urusan agama dan duniaku, atau menghalangiku untuk mengerjakan apa yang telah Dia perintahkan. Atau agar ia tidak menyuruhku mengerjakan apa yang Dia larang, karena tidak ada yang mampu mencegah godaan syaithan itu kecuali Allah.
Oleh karena itu, Allah ta’ala memerintahkan manusia agar menarik dan membujuk hati setan jenis manusia dengan cara menyodorkan sesuatu yang baik kepadanya, sehingga dapat berubah tabiat dari kebiasaannya mengganggu orang lain. Selain itu, Allah juga memerintahkan untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari setan dari jenis jin, karena dia tidak menerima pemberian dan tidak dapat dipengaruhi oleh kebaikan. Tabiat mereka jahat dan tidak ada yang dapat mencegahnya dari dirimu kecuali Rabb yang menciptakannya.
Inilah makna yang terkandung dalam tiga ayat Al-Qur’an. Pertama adalah firman-Nya dalam surat Al-A’raaf :
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”[QS. Al-A’raf : 199].
Makna di atas berkenaan dengan muamalah terhadap musuh dari kalangan manusia.
Kemudian (yang kedua), Allah ta’ala berfirman :
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
”Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan, maka berlindunglah kepada Allah ( = dengan membaca : a’uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajiim). Sesunggunya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-A’raaf : 200].
Sedangkan dalam Surat Al-Mukminuun, Allah ta’ala berfirman :
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ (96) وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ (97) وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ (98)
”Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah : ‘Ya Rabbku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaithan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku” [QS. Al-Mukminuun : 96-98].
Dan dalam surat Al-Fushshilat, Allah ta’ala berfirman :
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35) وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (36)
”Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-oleh telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-Fushshilat : 34-36].
Dalam bahasa Arab, kata setan (الشيطان) berasal dari kata “شطن” (syathana), yang berarti ‘jauh’. Jadi tabiat setan itu sangat jauh dari tabiat manusia, dan karena kefasikannya dia sangat jauh dari segala macam kebaikan.
Ada juga yang mengatakan bahwa kata syaithan (الشيطان) itu berasal dari kata “ شاط” (syaatha) ( = terbakar), karena ia diciptakan dari api. Dan ada juga yang mengatakan bahwa kedua makna tersebut benar, tetapi makna yang pertama adalah lebih benar.
Menurut Imam Sibawaih (seorang ulama pakar bahasa), bangsa Arab biasa mengatakan = “ تشيطن فلان” (tasyaithana fulaanun), jika Fulan itu berbuat seperti perbuatan setan. Jika kata setan itu berasal dari kata “ شاط”, tentu mereka akan mengatakan “ تشيط”.
Jadi menurut pendapat yang benar, kata setan (الشيطان) itu berasal dari kata “ شطن” yang berarti jauh. Oleh karena itu, mereka menyebut syaithan untuk setiap pendurhaka, baik jin, manusia, maupun hewan.
Berkenaan dengan hal ini, Allah ta’ala berfirman :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلّ نِبِيّ عَدُوّاً شَيَاطِينَ الإِنْسِ وَالْجِنّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىَ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً
”Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” [QS. Al-An’aam : 112].
Dalam Musnad Ahmad, disebutkan hadits dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu :
قال رسول الله ﷺ يا أبا ذر «تعوذ بالله من شياطين الإنس والجن» فقلت أوَ للإنس شياطين ؟ قال «نعم»
Rasulullah ﷺ bersabda : “Wahai Abu Dzarr, mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaithan-syaithan dari jenis manusia dan jin”. Lalu aku bertanya : “Apakah ada syaithan dari jenis manusia ?”. Beliau menjawab : “Ya”.
Dalam Shahih Muslim, masih dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata:
قال رسول الله ﷺ «يقطع الصلاة المرأة والحمار والكلب الأسود» فقلت يا رسول الله ما بال الكلب الأسود من الأحمر والأصفر ؟ فقال: «الكلب الأسود شيطان»
Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Yang dapat membatalkan shalat itu adalah wanita, keledai, dan anjing hitam”. Aku berkata : “Ya Rasulullah, mengapa anjing hitam dan bukan anjing merah atau kuning?”. Beliau ﷺ menjawab : “Anjing hitam itu adalah setan”.
Kata “الرّجيم”, berwazan فعيل (subjek), tapi bermakna مفعول(objek), yang berarti setan itu terkutuk (marjuum) dan terusir dari semua kebaikan. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ
”Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan” [QS. Al-Mulk : 5].
Allah ta’ala berfirman :
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ * إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ
”Jika kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya syaithan itu tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang beriman dan bertawakal kepada Rabb-nya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) itu hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya menjadi pemimpin dan atas- orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah” [QS. An-Nahl : 98-100].
Yang masyhur menurut jumhur ulama’ bahwa isti’adzah dilakukan sebelum membaca Al-Qur’an untuk mengusir gangguan setan. Menurut mereka, ayat yang berbunyi:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
‘Jika kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk’
artinya : Jika engkan hendak membaca, sebagaimana firman-Nya ta’ala:
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ
‘Jika kamu hendak mendirikan shalat, maka basuhlah wajah dan kedua tanganmu’ [QS. Al-Maaidah : 6].
Artinya, jika kalian bermaksud mendirikan shalat.
Penafsiran seperti ini didasrkan pada beberapa hadits dari Rasulullah ﷺ. Al-Imaam Ahmad bin Hanbal rahimahullah meriwayatkan dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Apabila Rasulullaah ﷺ hendak mendirikan shalat malam, maka beliau ﷺ membuka shalatnya dan bertakbir seraya mengucapkan :
سبحانك اللهم وبحمدك، وتبارك اسمك، وتعالى جدك، ولا إله غيرك " . ويقول: " لا إله إلا الله " ثلاثًا، ثم يقول: " أعوذ بالله السميع العليم، من الشيطان الرجيم، من هَمْزه ونَفْخِه ونَفْثه
”Maha Suci Engkau, Ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Maha Agung nama-Mu dan Maha Tinggi kemuliaan-Mu. Tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau”. Kemudian beliau mengucapkan : “Laa ilaha illallaah (Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah)” - sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau ﷺ mengucapkan (isti’aadzah) : ”Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari godaan, tiupan, dan hembusannya”.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh empat penyusun kitab As-Sunan dari riwayat Ja’far bin Sulaimaan, dari ‘Aliy bin ‘Aliy Ar-Rifaa’iy. At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan hadits ini merupakan hadits yang paling masyhur dalam masalah ini. Kata al-hamz (الْهَمْزُ) ditafsirkan sebagai cekikan (sampai mati); an-nafkh (الْنَفْخُ) sebagai kesombongan; dan an-nafts(الْنَفْثُ) sebagai syه’ir.
Al-Bukhaariy rahimahullah meriwayatkan (dengan sanadnya) dari Sulaiman bin Shurad radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
استب رجلان عند النبي صلى الله عليه وسلم، ونحن عنده جلوس، فأحدهما يسب صاحبه مغضَبًا قد احمر وجهه، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: " إني لأعلم كلمة لو قالها لذهب عنه ما يجد، لو قال: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم " فقالوا للرجل: ألا تسمع ما يقول رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إني لست بمجنون
”Ada dua orang yang saling mencela di hadapan Nabi ﷺ, sedangkan kami sedang duduk di sisi beliau ﷺ. Salah seorang dari keduanya mencela yang lain dalam keadaan marah sehingga mukanya memerah. Maka Nabi ﷺbersabda : ”Sesungguhnya aku akan mengajarkan suatu kalimat yang jika seseorang mengucapkannya, niscaya akan hilang semua yang dirasakannya itu. Yaitu jika ia mengucapkan : a’uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim”. Maka para shahabat berkata kepada orang tersebut : ”Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan Rasulullah ﷺ ?”. Ia menjawab : ”(Aku mendengarnya), dan sesungguhnya aku bukan orang gila”.
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’i melalui beberapa jalan, dari Al-A’masy.
Hukum Isti'aadzah
1. Jumhur ulama berpendapat isti’aadzah hukumnya sunnah dan bukan suatu kewajiban yang menyebabkan dosa bagi orang yang meninggalkannya. Diriwayatkan dari Maalik, bahwasannya ia tidak membaca ta’awudz dalam mengerjakan shalat wajib, namun mengucapkannya ketika shalat tarawih pada bulan Ramadlaan di awal malamnya.
2. Dalam kitab Al-Imlaa’, Asy-Syaafi’iy mengatakan ta’awwudz dibaca jahr (keras), namun jika dibaca sir (pelan) tidak apa-apa. Sedangkan dalam kitab Al-Umm, beliau rahimahullah mengatakan : Diberikan pilihan, karena Ibnu ‘Umar membacanya sirr, sedangkan Abu Hurairah jahr.
Jika orang yang memohon perlindungan itu membaca a’uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajiim; maka cukuplah baginya.
3. Menurut Abu Hanifah dan Muhammad (bin Al-Hasan), ta’awwudz dalam shalat adalah untuk membaca Al-Qur’an; sedangkan Abu Yuusuf rahimahumullah berpendapat ta’awwudz itu justru dibaca untuk shalat.
Berdasarkan hal ini, seorang makmum membaca ta’awwudz. Hendaknya ia juga membacanya dalam shalat ‘Ied setelah takbiratul-ihraam dan sebelum membaca takbir-takbir ‘Ied. Menurut jumhur ulama, ta’awwudz itu dibaca setelah takbir sebelum qira’ah/membaca (Al-Faatihah atau surat Al-Qur’an).
Diantara manfaat ta’awwudz adalah untuk menyucikan dan mengharumkan mulut dari kata-kata yang tidak mengandung faidah dan buruk. Ta’awwudz ini digunakan untuk membaca firman-firman Allah ta’ala; yaitu : memohon pertolongan kepada Allah ta’ala sekaligus memberikan pengakuan atas kekuasaan-Nya, kelemahan dirinya sebagai hamba, dan ketidakberdayaannya dalam melawan musuh yang sesungguhnya (yaitu setan), yang bersifat baathiniyyah, yang seorang pun tidak mampu menolak dan mengusirnya kecuali Allah ta’ala yang telah menciptakannya. Hal itu sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah ta’ala :
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلا
”Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Rabbmu sebagai penjaga” [QS. Al-Israa’ : 65].
Dan para malaikat telah turun untuk memerangi musuh dari kalangan manusia. Barangsiapa dibunuh oleh musuh yang bersifat lahiriyyah yang berasal dari kalangan manusia, maka ia meninggal sebagai syahid; dan barangsiapa yang dibunuh oleh musuh yang bersifat baathiniyyah (setan), maka ia sebagai thariid. Barangsiapa yang dikalahkan oleh musuh manusia biasa, maka akan mendapatkan pahala; dan barangsiapa yang dikalahkan oleh musuh baathiniyyah, maka ia tertipu atau menanggung dosa. Hal itu dikarenakan setan dapat melihat manusia, sedangkan manusia tidak dapat melihatnya; sehingga ia memohon perlindungan kepada Rabb yang melihat setan, dan setan tidak dapat melihat-Nya.
Imam Khalaf al-Hasaniy bersenandung lewat bait syair:
إذَا مَا أَرَدْتَ الدَّهْرَ تَقْرَأُ فَاسْتَعِذْ ** وَبالْجَهْرِ عِنْدَ الْكُلِّ فِى الْكُلِّ مُسْجَلاً
بشَرْطِ اسْــتِمَاعٍ وَابْتِدَاءِ دِرَاسَةٍ ** وَلاَ مُـخْفِيًا أَوْ فىِ الصَّلاَةِ فَفَصَّـــلاَ
Sementara merendahkan suara dianjurkan apabila:
• Seorang qori’ bermaksud membaca dengan suara rendah, baik dalam suatu majlis atau sendirian.
• Tidak dalam keramaian, baik hendak membaca dengan suara rendah atau tinggi.
• Jika berada dalam shalat, baik shalat jahriyah maupun sirriyah.
• Membaca ketika berada di tengah-tengah jama’ah yang belajar al-Quran. Misalnya membaca bergiliran dalam maqra’ah (majlis penghafal Al-Qur’an).
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda