Senin, 21 Januari 2019

Makam Kesultanan Palembang Darussalam

Palembang sebagai tempat bernaungnya kerajaan Sriwijaya tentu menyimpan banyak peninggalan budaya dan sejarah, seperti halnya Kawah Tekurep, sebuah makam yang diperuntukkan khusus bagi raja, abdi dalem serta keturunannya. Secara etimologi Kawah Tekurep berasal dari kata Kawah yang bermakna suatu alat yang menyerupai wadah untuk menanak nasi, dan Tekureb memiliki padanan makna terbalik. Jadi secara harfiah Kawah Tekurep dapat dimaknai sebagai wadah terbalik yang digunakan sebagai makam dan tempat pertemuan para wali dan sunan.

Asal Usul dari keturunan Raja-Raja dan Sultan-Sultan Pelembang itu ada 3 (tiga) Jalur, yaitu sebegai berikut ini :

1. JALUR RADEN FATTAH (SULTAN DEMAK)

Raja pelembang baru yang pertama adalah Ki Hang Suro Tuo Sangaji Lor yang memerintah dari tahun 1550 s/d 1555 masehi. Beliau adalah cucu dari Raden Fattah Sultan Demak atau anak dari Raden sedakali Pangeran Seberang Lor seda Ing Lautan Pati Unus sultan Demak II.
Jika pada masa pemerintahan Prabu Ariodillah (Ariodamar) Kerajaan Pelembang dinamakannya PELIMBANGAN yang lokasinya adalah kampung tatang 36 ilir Pelembang sekarang ini. Maka pada masa Ki Hang Suro Tuo, nama PELIMBANGAN digantinya menjadi PELIMBANG BARU Yang berlokasi di batu Hampar seberang ilir pelembang lama sekarang ini.
Ki Hang Suro Tuo Sangaji Lor wafat pada tahun 1555 masehi,

2. JALUR KETURUNAN SUNAN AMPELDENTA

Raja Pelimbanga ke II
KI GEDE ING SURO MUDO SANGAJI WETAN

Disebabkan KI HANG SURO TUO (atau KI GEDE ING SURO TUO) tidak mempunyai anak, maka Raja Pelimbang ke II ialah kemenakannya sendiri yang bernama Ki Gede ing Suro Mudo anak dari Sunan Ampel Denta Surabaya dan ibunya Nyai Gede ing ilir adik dari Ki Gede Ing suro Tuo. Ki Gede Ing Suro Mudo meninggal dunia pada tahun 1589 setelah memerintah selama 34 tahun (1555 – 1589) dan dimakamkan dipemakaman Batu Hampar dekat makam Ki Gede ing Suro Tuo.

Raja Pelimbang ke III
KI MAS ADIPATI ANGSOKO
Bin KI GEDE ING SURO MUDO

Raja Pelimbang Baru berikutnya yang ke III adalah anak Ki Gede ing Suro Mudo, yaitu Ki Mas Adipati Angsoko bin Ki Gede ing Suro Mudo yang memerintah selama 5 tahun saja (1589-1594) Lokasi Istana kerajaannya tidak lagi di Batu Hampar tetapi dipindahkan ke TALANG JAWA LAMA.

(Raja Pelimbang ke IV)
PANGERAN MADI ANGSOKO
Bin KI GEDE ING SURO MUDO

Oleh karena ketika Ki Mas Adipati Angsoko meninggal dunia, anaknya yang bernama Pangeran Seda ing Kenayan masih kecil, maka Tahta Raja Pelimbang ke IV jatuh kepada saudaranya sendiri bernama PANGERAN MADI ANGSOKO yang memerintah selama 30 tahun (1594 – 1624) dan ketika meninggal tidak meninggalkan anak, maka tahta diserahkan kepada adiknya bernama PANGERAN MEDI ALIT ANGSOKO.

Raja Pelimbang ke V
PANGERAN MEDI ALIT ANGSOKO
Bin KI GEDE ING SURO MUDO

Raja Pelimbang baru yang ke V ini hanya memerintah selama satu tahun saja (1624-1625) dan tidak juga mempunyai anak, dan Beliau digantikan oleh adiknya yang.bernama PANGERAN SEDA ING PURO ANGSOKO

Raja Pelimbang ke VI
PANGERAN SEDA ING PURO ANGSOKO
Bin KI GEDE ING SURO MUDO

Pengeran Seda Ing Puro Angsoko memerintah selaku Raja Pelimbang selama 7 tahun (1625 – 1632) dan Beliaupun tidak ada meninggalkan anak, Kedudukannya digantikan oleh anak Kakaknya (KI MAS ADIPATI ANGSOKO) yang bernama PANGERAN SEDA ING KENAYAN.

Raja Pelimbang ke VII
PANGERAN SEDA ING KENAYAN SABO ING KINGKING
Bin KI MAS ADIPATI ANGSOKO

Pangeran seda Ing Kenayan adalah Anak Ki Mas Adipati Angsoko (Raja ke III) Pangeran Seda Ing Kenayan tidak lagi meneruskan dinasti Angsoko tetapi telah membuat dinasti baru yaitu dinasti Sabo Ing King King, Beliau memerintah selama 12 tahun (1632 – 1644) lokasi istananya dipindah pula ke daerah Sabo KingKing Kelurahn 1 ilir Palembang lama sekarang Pangeran Seda ing Kenayan Sabo ing KingKing beristrikan saudara misan / sepupuhnya sendiri yaitu Ratu Sinuhun Simbur Cahaya, Merekapun tidak memiliki anak. Dengan demikian habislah Keturunan ki Gede ing Suro Mudo atau keturunan Sunan Ampel Denta Surabaya

3. JALUR KETURUNAN SUNAN GIRI GERSIK

Raja Pelimbang ke VIII
PANGERAN MOH ALI SEDA ING PASAREAN SABO ING KINGKING

Oleh karena Suami Istri Pangeran Seda Ing Kenayan dan ratu sinuhun simburcahaya tidak menurunkan anak maka Tahta kerajaan dilimpahkan kepada saudara tua (kakak) Ratu Sinuhun bernama Pangeran Moh.Ali Seda ing Pasarean gelar Sultan Jamaluddin Mangkurat V turunan ke 4 dari Raden Paku Moh.Ainulyakin Prabusatmoto joko samudro Sunan Giri gresik Wali songo bin Maulana Ishak Mahdum Syech Awalul Islam Samudra Pasai Aceh.
Pangeran Moh.Ali Seda Ing Pasarean atau Sultan Jamaluddin Mangkurat V ini hanya memerintah selama satu tahun (1644-1645) karena mati terbunuh (diracun) oleh pegawai Keraton Sabo kingking sendiri.

Raja Pelimbang ke IX
PANGERAN SEDA ING RAZAK (SULTAN ABDURROHIM JAMALUDDIN MANGKURAT VI)
Bin Mohammad ali Seda Ing Pasarean

Turunan ke – 5 dari Sunan Giri Gresik walisongo, Pangeran Seda ing Razak ini adalah Dinasti Sabo KingKing terakhir, Istana Sabo KingKing dibumi hangus oleh Angkatan Laut Belanda, maka Sultan Abdurrohim Jamaluddin Mangkurat VI ini beserta keluarganya berhijrah ke Indralaya OKI. Dan Beliau menjadi Sultan di Indralaya. Adapun sebab perang dengan Belanda karena Seda ing Razak tidak mau mengakui VOC dan tidak mau menandatangani kontrak, akhirnya Loji VOC di batu hamper dibakar oleh rakyat atas perintah Sultan. Beliau dimakamkan di desa SAKA TIGA Beliau memerintah selaku Raja Pelimbang ke IX selama 14 tahun (1645-1659) dan memerintah selaku Sultan di Indralaya selama 32 tahun (1659 – 1691).

Raja Pelimbang ke X
KI MAS HINDI (SULTAN ABDURRAHMAN JAMALUDDIN MANGKURAT VII)
Bin Mohammad Ali Seda Ing Pasarean
( Sultan Pelimbang Darussalam ke I )

Beliau adalah adik dari Seda ing Razak atau Sultan Abdurrohim yang hijrah ke Indralaya, Beliau dinobatkan menjadi Raja Pelimbang menggantikan kakaknya dimasa Gubernur Jendral Mr.Johan maaetsuiycker pada bulan juli 1659. Pada tahun 1675 Beliau mendirikan KeSultanan Pelimbang Darussalam, dan oleh karena kakaknya selaku Sultan di indralaya maka beliau memproklamirkan dirinya selaku SUSUHUNAN Pelimbang Darussalam. Lokasi istananya adalah pada lokasi sekolah HIS Kebon Duku 24 ilir Palembang di zaman Hindia Belanda. Atau lokasi SMP Negeri Kobon Duku Palembang. Beliau dimakamkan di pemakaman Cinde Walang di belakang pasar Cinde. Sultan Abdurrahman memerintah selaku Raja Pelimbang ke X selama 16 tahun, (1659 – 1675) dan memerintah Selaku Sultan Pelimbang Darussalam selama 23 tahun (1675 – 1698)

Sultan Pelimbang Darussalam ke II
SULTAN MOHAMMAD MANSYUR
Bin Sultan Abdurrahman Cinde Walang

Sultan Mohammad masyur atau Raden Ario ini adalah anak kedua dari susuhunan Abdurrahman Cinde walang, beliau memerintah selaku Sultan selama 12 Tahun (1698 – 1710) Lokasi istananya dikelurahan KEBON GEDE 32 ilir Palembang dan dimakamkan dilokasi ini juga. Beliau memerintah di Zaman Gubernur Jenderal Hindia Belanda Willem Van Outhoorn, Johan van Hoorn, dan mininggal dunia di masa Abraham van Riebeek, Sultan Muhammad Mansyur ini selanjutnya digantikan oleh anaknya yang
bernama Ratu Purboyo, tetapi yang hanya satu hari menjadi Sultan karena wafat diracun.

Sultan Pelimbang Darussalam ke III
SULTAN AGUNG KOMARUDDIN SRI TERUNO
Bin Sultan Abdurrahman Cinde Walang

Raden Uju adalah adik kandung dari Sultan Mohammad Mansur, memerintah selaku Sultan Pelembang Darussalam selama 12 Tahun (1710 – 1722) dengan Gelarnya SULTAN AGUNG KOMARUDDIN SRI TERUNO, Lokasi Istananya di kelurahan 1 ilir Palembang dan bermakam ditempat ini juga. Beliau memerintah pada zaman Gubernur Jenderal Abraham van Riebeek, Christoffel van swoll dan hendrik van zwaardekroon.

SULTAN DEPATI ANOM
Bin Sultan Mohammad Masyor

Sultan Depati Anom adalah Kemenakan dari Sultan Agung Komaruddin, atau anak dari Sultan Mohammad Mansyur Kebon Gede. Sultan Depati Anom ini adalah “Sultan intermezzo” karena memaksakan diri menjadi Sultan. Sehingga Sultan Agung Komaaruddin terpaksa mengangkatnya menjadi Sultan, dan Sultan Agung Komaruddin menjadi Sultan AGUNG.

Sultan Depati Anom pada mulanya telah meracuni kakaknya sendiri yaitu Pangeran Purbaya karena ingin menjadi Putra Mahkota, sedangkan adiknya sendiri Pangeran Jaya warakrama (Kemudian hari menjadai Sultan Mahmud Badaruddi I) dimusuhinya pula, hingga Pangeran Jaya Wirakrama hijrah ke Johor Malaya. Sultan Depati Anom bermakam di desa belida kecamatan Gelumbang, ia sempat menjadai Sultan selam 9 tahun (1713 – 1722).

Sultan Pelimbang Darussalam ke IV
SULTAN MAHMUD BADARUDDIN LEMABANG

Sultan Mahmud Badaruddin I adalah Pangeran Ratu Jaya Wikrama, anak ke 3 dari Sultan Mohammad Mansyur. Beliau memindahkan lokasi Istananya ke 3 ilir Palembang, dan bermakam di lokasi ini pula, Makamnya disebut Masyarakat sebagai Makam KAWAH TEKUREP.

Beliau membangun Pasar koto 10 ilir, Membangun masjid Agung, membangun kraton kuto Lamo, dan membangun kraton Koto Besak, yang ketika hayatnya baru mencapai 60%.Sultan Mahmud Badaruddin I memerintah selama 34 tahun (1722 – 1756). Dimasa gubernur jenderal Hendrik Van Zwaardek roon, Mettheus de haan, Diederik Van Durven, van Cloon, Abraham Patras, Adriaan P. De Valckenier, Johannes Theedens, Gustaaf willem Baron Van Imhoff dan Jacob Moseel

Sultan Pelimbang Darussalam ke V
SULTAN AHMAD NAJAMUDDIN LEMABANG
Bin Sultan Mahmud Badaruddin

Dizaman Sultan Ahmad Najamuddin ini tidak banyak perubahan kecuali merehabilitir masjid Agung, Beliau memerintah selaku Sultan Pelembang Darussalam selama 24 tahun (1756 – 1780) dimasa Gubernur jenderal Jacob mossel, Petrus Albertus Van der Parra, jeremias Van Riemsdijk dan Reinier de Klerk, Sultan Ahmad Najamuddin dimakamkan dikomplek pemakaman Lemabang.

Sultan Pelimbang Darussalam ke VI
SULTAN MUHAMMAD BAHAUDDIN LEMABANG
Bin Sultan Ahmad Najamuddin

Memerintah selaku Sultan selama 27 tahun (1780 – 1807) dimasa gubernur jenderal rainier de klerk, mr.Willem Arnold alting, mr.Peter Gerardus van Overstraten, Johannes Sieberg,dan Albertus henricus wise. Beliau bermakam di Lemabang.

Sultan Pelimbang Darussalam ke VII
SULTAN MAHMUD BADARAUDDIN (II) LEMABANG
Bin Sultan Muhammad Bahauddin

Sultan Mahmud Badaruddin II atau RADEN HASAN memerintah selama 14 tahun (1807 – 1821) Semasa Gubernur Jenderal Albertus HW, Herman Willem Daendels, Jan Willem Jansens, Lord E.O, Sir Thomas Stamford Raffles, John fendall dan Mr. G.A.G Ph Van der Capellen. Beliau amat anti kepada Inggris dan Belanda, hingga beberapa tahun berperang barulah beliau dapat ditangkap dan ditawan oleh Belanda hingga diasingkan ke Ternate dan wafat disana. Beliaulah Sultan Palembang Darussalam yang sudah diakui sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan SK Presiden RI No.063/TK/tahun 1984 tertanggal 29 oktober 1984.
L Sultan Pelimbang Darussalam ke VIII ukisan
SULTAN HUSIN DIA’UDDIN SOAKBATO
(Sultan Ahmad Najamuddin II)

Sultan Husin dia’uddin adalah Pangeran Dipati atau adik kandung dari Sultan Mahmud Badarauddin II, Dengan diasingkannya Sultan Mahmud Badaruddin II ke ternate maka habislah dinasti Lemabang. dan berdirilah Dinasti baru yaitu DINASTI SOAK BATO. Sultan Husin Dia’uddin adalah Sultan yang diangkat oleh Pemerintahan Inggris, berhubung KRATON KUTO BESAK dikuasai Inggris maka Sultan Husin Dia’uddin membangun Kraton di Soakbato sekarang masuk kampong 26 ilir Palembang, Sementara itu Kraton Kadipaten masih tetap berdiri di Kadipatenan yang lokasinya ditempati oleh rumah Ong Boen Tjit di SEKANAK / SUNGI TAWAR. Setelah Belanda berkuasa kembali di Pelembang, Belanda menurunkan Sultan Husin Diauddin dan menobatkan kembali Sultan Mahmud Badaruddin II. Sultan Husin Diauddin Wafat di kampong KRUKUT Jakarta setelah sebelumnya ditawan dan diasingkan oleh Belanda ke Cianjur dan dibawa kembali kebatavia. Beliau memerintah selam 9 tahun (1812 – 1821).

SULTAN AHMAD NAJAMUDDIN (II) PANGERAN RATU
Bin Sultan Mahmud Badaruddin II

Beliau adalah anak Sultan Mahmud Badaruddin II, Beliau memangku jabatan selaku Sultan “Intermezo” selama 5 tahun (1816 – 1821) Beliau adalah Panglima Perang saat bersama ayahnya melawan Belanda, Tapi akhirnya Pangeran Ratu ditanggap dan dibuang ke Cianjur, lalu dibuang ke pulau Banda hingga akhir hayatnya dan bermakam disana

SULTAN AHMAD NAJAMUDDIN (III) PRABU ANOM
( Sultan ke Pelimbang Darussalam ke IX )

Raden Ahmad adalah anak Sultan Husin Dia’uddin, memerintah selaku Sultan Palembang Darussalam yang ke IX atau yang terakhir. (1821 – 1825). Dengan gelarnya SULTAN AHMAD NAJAMUDDIN (III) PRABU ANOM. Pada tahun 1823 Sultan beserta rakyatnya melakukan pemberontakan terhadap Belanda, tetapi akhirnya dapat dihancurkan oleh Belanda dengan bantuan “Penghianat-Penghianat” hingga Sultan terpaksa Hijrah ke Muara Enim, tetapi akhirnya setelah dibujuk dan dilakukan penipuan-penipuan dengan perantaraan para penghianat, dapatlah ditawan dan diasingkan ke kampung Krukut Jakarta menyusul Sultan Tua yang sudah lebih dahulu ditawan disana hingga wafatnya.Dengan itu semua, maka berakhirlah riwayat KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM karena sejak itu BELANDA telah memerintah penuh : selaku penjajah ! Dan banyak Sultan-Sultan Palembang Darussalam yang ditawan dan dibuang dari Palembang oleh BELANDA.

Makam Kesultanan Palembang

Kompleks pemakaman kesultanan menjadi bukti bahwa nilai-nilai Islam begitu kuat di masa Kesultanan Palembang Darussalam. Masyarakat Palembang mengenal kompleks pemakaman ini dengan sebutan Kawah Tekurep. Nama tersebut berasal dari bentuk atap bangunan utama pemakaman yang berbentuk cungkup (kubah) melengkung berwarna hijau. Jika diperhatikan dengan seksama, maka bentuknya menyerupai wajan yang terbalik atau dalam bahasa lokalnya kawah tekurep.

Berdasarkan informasi dari kuncen (juru kunci) makam, pemakaman ini dibangun tahun 1728 atas perintah Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikramo. Kemudian dilanjutkan pembangunan Gubah Tengah di areal pemakaman oleh Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo. Keunikan arsitektur bangunan makam menjadi keindahan yang berhasil menggabungkan gaya arsitektur Melayu, India, dan China. Untuk bisa memasuki kompleks pemakaman, kita harus melewati gerbang utama yang letaknya di sisi selatan atau bagian yang berhadapan langsung dengan Sungai Musi. Setelah melewati gapura, maka di depan bangunan makam kita bisa melihat silsilah keluarga Kesultanan Palembang Darussalam yang terukir di batu marmer.

Di dalam kompleks pemakaman terdapat empat cungkup. Tiga cungkup diperuntukkan bagi makam para sultan dan satu cungkup untuk putra-putri sultan, para pejabat dan hulubalang. Di cungkup pertama terdapat makam Sultan Mahmud Badaruddin I (yang wafat di tahun 1756), Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah. Kemudian ada makam Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia), ada juga makam Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari China-Melayu. Selain itu ada juga makam Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari I Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Palembang Lamo), dan makam Imam Sayyid Idrus Al-Idrus dari Yaman yang tak lain guru dari Sultan.

Cungkup kedua, kita dapat melihat makam Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755), di sebelahnya terdapat makam Ratu Mudo (istri dari Pangeran Kamuk), dan makam Sayyid Yusuf Al-Angkawi (imam sultan). Sementara itu, makam Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776), makam Masayu Dalem (istri Najamuddin), dan makam Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (Imam Sultan dari Yaman), berada di cungkup ketiga.

Adapun cungkup keempat terdapat makam Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803), makam Ratu Agung (istri Bahauddin), makam Datuk Murni Hadad (imam sultan dari Arab Saudi), dan beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya. Selain keempat cungkup tersebut, masih ada beberapa makam seperti makam Susuhunan Husin Diauddin, yang wafat dalam pembuangan Belanda di Jakarta, 4 Juli 1826. Semula, Husin Diauddin dimakamkan di Krukut tetapi kemudian dipindahkan ke Palembang.

Perlu kita ketahui bahwa, Sultan-sultan Palembang Darussalam merupakan seorang Habaib.

Disini saya dapat menarik kesimpulan bahwa, pada masa Kesultanan Palembang Darussalam dapat kita lihat dari sedikit cerita dan bukti sejarah yang menggambarkan betapa pentingnya kedudukan para Ulama dan Auliya’ di dalam pemerintahan Kesultanan. Mulai dari penasehat Kesultanan, guru dan disetiap makam kesultanan pasti terdapat Imam kubur yakni dari Ulama.

Baik Ulama maupun Auliya’, jumlahnya sangat banyak terdapat di Palembang. Namun kebanyakan dari Wali yang ada di Palembang bersifat mastur (tidak terkenal) karna mereka selalu menutupi keutamaan yang ada pada diri mereka. Palembang pernah dijuluki “Hadramaut Tsani” (Hadramaut kedua) karena banyaknya Ulama & Auliya’ dan masyarakat keturunannya. Hadramaut pertama terletak di Yaman.

Hal penting yang tidak banyak diketahui bahwa Kebudayaan Islam yang berkembang di Kota Palembang yakni“Tradisi Haul dan Ziarah Kubra”. Ziarah Kubra Palembang merupakan ziarah terbesar kedua setelah Yaman, dimana Tradisi ini dilakukan rutin tahunan yang dilaksanakan masyarakat Palembang (Habaib, Ulama dan para Muhibbin) secara bersama-sama pada hari Minggu awal di bulan Sya’ban. Tak hanya dari Indonesia saja, dari luar Indonesia pun banyak Ulama yang datang untuk melakukan ziarah ini.

Setelah saya melakukan sedikit perjalanan ziarah, timbul rasa kecewa dalam diri saya. Ulama dan Auliya’ sangatlah dihargai dan sangat penting peranannya pada masa Pemerintahan Kesultanan Palembang. Namun sekarang sudah sangat berbeda, sejarah Islam di Palembang sudah tidak terdengar lagi, kecuali bagi mereka yang mencari tahu. Padahal sejarah itu sangat dekat dengan kita. Banyak makam-makam Ulama dan Auliya yang tidak terurus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar