Senin, 25 Februari 2019

Penjelasan Tentang Kisah Israiliyat

Israiliyat adalah berita yang dinukil dari orang Bani Israil, baik yang beragama Yahudi atau Nasrani. Dan umumnya berasal dari masyarakat Yahudi.

Sudut Pandang Kualitas Sanad

Sudut pandang ini memperlihatkan dua bagian, yaitu isrȃȋliyȃt yang shahȋh dan isrȃȋliyȃt yang dha’ȋf.

a.    Isrȃȋliyȃt yang shahȋh, seperti riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya dari Ibnu Jarir al-Thabari, dari al-Mutsanna, dari ‘Usman bin ‘Umar, dari Fulaih, dari Hilal bin Ali, dari Atha’ bin Abi Rabbah. Atha’ berkata:

لقيت عبد الله بن عَمْرو بن العاص، فقلت: أخبرني عن صفة رسول الله صلى الله عليه وسلم في التوراة. فقال: أجل، والله إنه لموصوف في التوراة بصفته في القرآن: يا أيها النبي إنا أرسلناك شاهدًا ومبشرًا ونذيرًا، وحرزًا للأميين، وأنت عبدي ورسولي، سميتك المتوكل، لا فظٍّ ولا غليظ ، ولا يدفع بالسيئة السيئة ولكن يعفو ويغفر، ولن يقبضه حتى يقيم به الملة العوجاء، بأن يقولوا: لا إله إلا الله. فيفتح به أعينا عُمْيًاوآذانًا صُمًّا، وقلوبا غُلْفًا

Artinya:”Aku bertemu ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash dan berkata kepadanya:ceritakanlah olehmu kepadaku tentang sifat Rasulullah yang diterangkan dalam kitab Taurat!, ‘Abdullah bin ‘Amr berkata: Ya, demi Allah sesungguhnya sifat Rasulullah di dalam Taurat sama seperti yang diterangkan di dalam al-Qur’an:”Wahai Nabi “Sesungguhnya kami (Allah) mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan, dan pemelihara orang-orang yang Ummi, engkau hambaku dan Rasulku, Aku menamakanmu dengan al-Mutawakil, engkau (Muhammad) tidak kasar dan tidak pula keras, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi memaafkan dan mengampuni, dan Allah tidak akan mencabut nyawanya sebelum agama Islam tegak dan lurus, yaitu dengan ucapan:” laa Ilaaha illa Allah”. Lalu Allah akan membuka mata yang buta, membuka telinga yang tuli, membuka hati yang tertutup”.

b.    Isrȃȋliyȃt yang dha’ȋf, seperti atsaryang diriwayatkan oleh Abu Muhammad bin ‘Abdurrahman dari Abi Hȃtim al-Rȃziy, kemudian di-nukil-kan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya ketika menguraikan surat Qaf (50):1. Kemudian ia berkata:”Sesungguhnya atsar tersebut adalah atsar yang gharȋb yang tidakshahȋh, dan ia menganggapnya sebagai cerita khurafat Bani Israil”.

إن الإمام أبا محمد عبد الرحمن بن أبي حاتم الرازي، رحمه الله، أورد هاهنا أثرا غريبا لا يصح سنده عن ابن عباس فقال:حدثنا أبي قال: حدثت عن محمد بن إسماعيل المخزومي: حدثنا ليث بن أبي سليم، عن مجاهد، عن ابن عباس قال: خلق الله من وراء هذه الأرض بحرًا محيطًا، ثم خلق من وراء ذلك جبلا يقال له "ق" السماء الدنيا مرفوعة عليه. ثم خلق الله من وراء ذلك الجبل أرضا مثل تلك الأرض سبع مرات. ثم خلق من وراء ذلك بحرا محيطًا بها، ثم خلق من وراء ذلك جبلا يقال له "ق" السماء الثانية مرفوعة عليه، حتى عد سبع أرضين، وسبعة أبحر، وسبعة أجبل، وسبع سموات. قال: وذلك قوله: { وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ }.


Artinya:”................dari Ibnu ‘Abbas semoga Allah meridhoinya berkata”Allah telah menciptakan di bawah ini laut yang melingkupnya, di dasar laut ia menciptakan sebuah gunung yang disebut gunung Qaf, langit dunia ditegakkan di atasnya. Di bawah gunung tersebut Allah menciptakan bumi seperti bumi ini yang jumlahnya tujuh lapis, kemudian di bawahnya Ia menciptakan laut yang melingkupnya. Di bawahnya lagi ia menciptakan sebuah gunung lagi yang bernama gunung Qaf. Langit jenis kedua diciptakan di atasnya sehingga jumlah semuanya tujuh lapis langit. Kemudian ia berkata”uraian ini merupakan maksud dari firman Allah:

 وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ (Q.S: Luqman:27)

Sudut Pandang Kaitannya dengan Islam

Ditinjau dari statusnya, israiliyat dibagi menjadi 3:

Pertama, berita yang diakui kebenarannya dalam Islam. Berita israiliyat semacam ini boleh dibenarkan. Dan yang menjadi standar dalam hal ini adalah dalil Alquran atau hadis shahih.

Di antara contohnya adalah hadis dari Ibnu Mas’ud, bahwa ada seorang pendeta Yahudi yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengatakan,

يا محمد، إنا نجد أن الله يجعل السماوات على إصبع، وسائر الخلائق على إصبع فيقول: أنا الملك

“Wahai Muhammad, kami mendengar bahwa Allah menjadikan langit di satu jari dan semua makhluk juga di salah satu jari. Lalu Allah berfirman: “Sayalah Raja.”

Mendengat hal ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung tertawa, sehingga terlihat gigi geraham beliau, karena membenarkan ucapan si pendeta. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah,

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعاً قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)

(HR. Bukahri no. 4811 dan Muslim 2786)

Kedua, berita yang didustakan dalam Islam; berita semacam ini statusnya batil, dan wajib diingkari. Misal, Nabi Isa adalah putra Allah, atau seperti yang disebutkan dalam hadis Jabir berikut:

كانت اليهود تقول إذا جامعها من ورائها، جاء الولد أحول

“Orang Yahudi mengatakan, jika seorang suami mendatangi istrinya dari belakang maka anaknya nanti juling.”

Kemudian Allah dustakan anggapan orang Yahudi ini dengan menurunkan firman-Nya:

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ

“Istri kalian addalah ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian, dari mana saja yang kalian inginkan.” (QS. Al-Baqarah: 223)

(HR. Bukhari 4528 dan Muslim 1435)

Ketiga, berita yang tidak dibenarkan dan tidak didustakan dalam Islam. Status berita semacam ini disikapi pertengahan (tawaquf), tidak boleh didustakan, karena bisa jadi itu benar, dan tidak dibenarkan, karena bisa jadi itu dusta.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Orang ahli kitab membaca Taurat dengan bahasa ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada kaum muslimin.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم، وقولوا: آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ

“Janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakannya, namun ucapkan: Kami beriman dengan kitab yang diturunkan kepada kami (alquran) dan kitab yang diturunkan kepada kalian.” (HR. Bukhari, 4485)

Hanya saja, dalam syariat kita, dibolehkan menceritakan berita Bani Israil, tanpa untuk tujuan diimani dan dibenarkan atau didustakan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بلغوا عني ولو آية، وحدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج، ومن كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده م النار

“Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat. Sampaikan kabar dari Bani Israil, dan tidak perlu merasa berat. Siapa yang berdusta atas namaku, hendaknya dia siapkan tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari 3461)

Dan umumnya, kabar israiliyat ini tidak memiliki banyak manfaat penting dalam agama. Hanya sebatas cerita atau dongeng, seperti warna bulu anjing Ashabul Kahfi, siapa namanya, kisah tentang keluarga nabi-nabi masa silam, yang itu jika diketahui, tidak menambah amal kita.

Contoh kriteria yang pertama, yakni yang sesuai dengan syariat kita, adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dengan redaksi dari Imam Bukhari ia berkata: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukhari ia berkata: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukhari, dari Lais, dari Khalid, dari Sa’id bin Abu Hilal, dari Zaid bin Aslam, dari Ata’ bin Yasir, dari Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata, bahwa Rasulullah telah bersabda:

تكون الارض يوم القيامة خبزة واحدة يتكفؤها الجبار بيده كما يكفأ احدكم خبزته ف السفر نزلالاهل الجنة فاتي رجل من اليهود، فقال: بارك الرحمان عليك يأبا القاسم، الا اخبرك بنزل الجنة يوم القيامة؟ قال بلي، قال: تكون الارض خبزة واحيدة كما قال النبي صلي الله عليه و سلم : فنظر النبي صلي الله عليه و سلم الينا، ثم ضحك حلي بدت نواجذه...

Artinya:
“Adalah bumi itu pada hari kiamat nanti seperti segenggan roti. Allah memegangnya dengan kekuasan-Nya, sebagaimana seseorang menggenggam sebuah roti di perjalanan. Ia merupaka tempat bagi ahli sruga. Kemudian datanglah seorang laki-laki dari Yahudi, dan berkata: Semoga Allah menganggungkan engkau wahai Abal Qasim, tidaklah aku ingin menceritakan kepadamu tempat ahli surga pada hari kiamat nanti? Rasul menjawab ya tentu. Kemudian laki-laki tadi menyatakan bahwasanya bumi ini seperti segenggam roti sebagaimana dinyatakan Nabi, kemudian Rasul melihat kepada kami semua, lalu tertawa sampai terlihat geraham giginya”.

Contoh cerita Israiliyat kriteria kedua, yakni yang bertentangan dengan syariat kita, keterangan yang telah kita ketahui terdahulu dalam Kitab Safarul-Khuruj bahwasanya harun as. Adalah Nabi yang membuat anak sapi untuk Bani Israil, lalu ia mengajak mereka untuk menyebahknya. Demikian pula riwayat yang telah kita dapati dari Kitab Safarut-Takwim, bahwasanya Allah menyelesaikan seluruh pekerjaan-Nya pada hari yang ketujuh, lalu bersitirahatlah pada hari yang ketujuh tersebut. Demikian pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam Tafsirnya, ketika menerangkan firman Allah dalam Quran surat Shad ayat 34:

ولقد فتنا سليمان والقينا علي كرسيه جسدا ثم اناب

Artinya:
“Dan sesungguhnya kami telah menguji Sulaiman dan kami jadikan (dia) tergeletak di atas krusinya sebagai tubuh yang lemah (karena sakti), kemduian ia bertobat”. (QS. Shad: 34).

Contoh cerita Israiliyyat ketiga, yakni yang didiamkan oleh syariat kita, dalam arti tidak ada yang memperkuat ataupun menolaknya, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Kasir dari Su’udi di dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat-ayat tetnang sapi betina, sebagaimana dinyatakan di dalam Quran surat Al-Baqarah ayat 67-74. Keterangannya adalah: “Seorang laki-laki dari Bani Israil, memiliki harta yang banyak dan memiliki seorang anak wanita. Ia mempunyai pula seorang anak laki-laki dari saudara laki-lakinya yang miskin. Kemudian anak laki-laki tersebut melamar anak perempuan itu. Akan tetapi saudara laki-laki tersebut enggan mengawinkannya, dan akibatnya, pemuda tadi menjadi marah, dan ia berkata: Demi Allah akan kubunuh pamannya, bertepatan dengan datangnya sebagian pedagang Bani Israil. Ia berkata kepada pamannya: Wahai pamanku, berjalanlah bersamaku, aku akan minta pertolongan kepada para pedagang Bani Israil, mudah-mudahan aku berhasil, dan jika mereka melihat engkau bersamaku pasti akan memberinya. Kemudian keluarlah pemuda itu beserta pamannya pada suatu malam, dan ketika mereka sampai disuatu gang, maka si pemuda tadi membunuh pamannya kemudian ia kembali kepada keluarganya. Ketika datang waktu pagi, seolah-olah ia tidak mengetahui di mana pamannya itu berada, dan berkata: Kalian membunuh pamanku, bayarlah diyatnya. Kemudian ia menangis sambil melempar-lempar tanah ke atas kepalanya dan berteriak: Wahai paman! Lalu ia melaporkan persoalannya kepada Nabi Musa dan Nabi Musa menetapkan diyat bagi pedagang tersebut. Mereka berkata kepada Musa: Wahai Rasulullah, berdoalah engkau kepada Tuhan, mudah-mudahan Tuhan memberi petunjuk kepada kita, siapa yang melakukan hal ini, nanti keputusan diberikan kepada pelaku. Demi Allah, sesungguhnya membayar diyat itu bagig kami adalh sangat mudah, akan tetapi kami sangat malu dengan perbuatan tersebut”.

Peristiwa tersebut dinyatakan Allah dalam Quran surat Al-Baqarah ayat 72:


Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama Ini kamu sembunyikan.” (QS. Al-baqarah: 72).

SIKAP PARA ULAMA TERHADAP ISRAILIYYAT

Para ulama, terlebih lagi para ahli tafsir berbeda-beda sikapnya, dalam masalah ini terdapat empat macam.

1. Ada yang banyak membawakan riwayat Israiliyyat dengan disertai sanadnya, dia memandang, bahwa dengan menyebutkan sanad, maka dia dapat keluar dari lingkup larangannya, seperti Ibnu Jarir Ath-Thabari.

2. Ada yang banyak membawakan riwayat Israiliyyat tanpa disertai sanad, maka dia seperti penyulut api di tengah malam, misalnya : Al-Baghawi yang di katakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang tafsirnya : “Tafsirnya adalah ringkasan dari tafsir Ats-Tsa’labi, akan tetapi dia menjaganya dari hadits-hadits palsu dan pandangan-pandangan bid’ah”, beliau mengatakan tentang Ats-Tsalabi : “Dia adalah penyulut api di tengah malam, dia menukil apa yang dia dapati dalam kitab-kitab tafsir dari riwayat-riwayat shahih,dhaif atau palsu”.

3. Ada yang banyak menyebutkannya, namun sebagian besar yang disebutkan diberi komentar dha’if atau diingkari, seperti Imam Ibnu Katsir.

4. Ada yang berlebih-lebihan dalam menolaknya sehingga tidak menyebutkan riwayat Israiliyyat sedikitpun sebagai penafsiran bagi Al-Qur’an, seperti Muhammad Rasyid Ridha.

Hukum Menceritakan Riwayat Israiliyat

Sebelum mengemukakan hukum meriwayatkan kisah-kisah Isrȃȋliyȃt, terlebih dahulu penulis kemukakan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi Saw. yang ada kaitannya dengan kedudukan periwayatan Isrȃȋliyȃt.

1.    Dalil-dalil yang melarang

Adapun dalil-dalil yang melarang meriwayatkan isrȃȋliyȃt, di antaranya:

a.    Banyaknya ayat-ayat al-Quran yang menyatakan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani telah merubah dan menyembunyikan kebenaran isi kitab suci mereka, dan mereka sangat berambisi sekali untuk mengacaukan akidah umat Islam, serta pengetahuan mereka sebenarnya hanyalah berupa angan-angan, dugaan, dan ilusi belaka yang menyebabkan mereka tidak dapat dipercayai sebagai sumber sejarah. Seperti firman Allah Swt:

 وَمِنَ الَّذِينَ هِادُواْ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِن بَعْدِ مَوَاضِعِهِ يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَـذَا فَخُذُوهُ وَإِن لَّمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُواْ وَمَن يُرِدِ اللّهُ فِتْنَتَهُ فَلَن تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللّهِ شَيْئًا أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللّهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Artinya:”........dan di antara orang-orang Yahudi itu sangat suka mendengar (berita-berita) bohong, dan sangat suka mendengar (perkataan-perkataan) orang lain yang belum pernah datang kepadamu. Mereka mengubah kata-kata (Taurat) dari makna yang sebenarnya. Mereka mengatakan,”jika ini yang diberikan kepadamu (yang sudah diubah-ubah) terimalah, dan jika kamu diberi bukan yang ini, maka hati-hatilah. Barang siapa dikehendaki Allah untuk dibiarkan sesat, sedikitpun engkau tidak akan mampu meolak sesuatupun dari Allah (untuk menolongnya). Mereka itu adalah orang-orang yang tidak dikehendaki Allah untuk menyucikan hati mereka. Di dunia mereka mendapat kehinaan dan di akhirat akan mendapat azab yang besar”. (al-Ma’idah:41).

وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لاَ يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلاَّ أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَظُنُّونَ

Artinya:”Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak memahami kitab (Taurat), kecuali hanya berangan-angan dan mereka hanya menduga-duga”. (al-Baqarah: 78).

b.    Rasulullah Saw. melarang umat Islam secara terang-terangan untuk mengambil  sesuatu dari kaum Yahudi. Sebagaimana diriwayatkan oleh imam Bukhȃriy:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ أَخْبَرَنَا عَلِىُّ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِى كَثِيرٍ عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ كَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ ، وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لأَهْلِ الإِسْلاَمِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « لاَ تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ ، وَقُولُوا ( آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ ) الآيَةَ

Artinya:”Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, menceritakan kepada kami ‘Usman bin ‘Umar, membertahukan kepada kami ‘Ali bin al-Mubarak dari Yahya bin Katsir dari Abi Salamah dari Abi Hurairah RA berkata:”pada suatu hari ahl al-kitȃb membaca Taurat dengan bahasa ‘Ibrani dan diuraikan dengan bahasa Arab kepada orang-orang Islam, maka Rasulullah Saw. bersabda:”janganlah kamu membenarkan (perkataan) ahl al-kitȃb dan jangan pula kamu dustakan mereka, berkatalah kamu sekalian “kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami (ayat al Qur’an)”.

c.    Rasulullah Saw. menegur Umar bin Khattab ketika melihat lembaran dari ahl al-kitȃb ada pada Umar.

حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا مُجَالِدٌ عَنِ الشَّعْبِيِّ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْضِ أَهْلِ الْكُتُبِ فَقَرَأَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ فَقَالَ أَمُتَهَوِّكُونَ فِيهَا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوا بِهِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِيِ.

Artinya:”Telah menceritakan kepada kami Suraij bin al-Nu’mȃn, menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengkabarkan kepada kami Mujȃlid dari al Sya’bȋ, dari Jabir bin ‘Abdillah bahwa ‘Umar bin al-Khattȃb Ra. datang kepada Nabi SAW dengan membawa sebuah kitab yang didapatnya dari sebagian ahl al kitȃb, lalu dibacakannya kepada beliau, maka serta merta Rasulullah Saw. marah seraya mengatakan”apakah kamu ragu dan bimbang padanya wahai ibn al-Khattȃb?, demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku telah datang kepadamu dengan membawa ajaran yang putih dan jernih. Janganlah kamu bertanya kepada mereka tentang sedikitpun, maka mereka memberitahukan kepadamu dengan kebenaran, lalu kamu mendustakannya, atau memberitahukan kepadamu dengan kebatilan, lalu kamu membenarkannya. Demi yang jiwaku di tangan-Nya, kalau Musa Aa. hidup niscaya ia akan mengikuti”.

d.   Para sahabat menegur orang yang pergi kepada Bani Israil dan mengambil cerita Isrȃȋliyȃt dari mereka. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhȃriy dari ‘Abdullah bin ‘Abbȃs:

  حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يُونُسَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - قَالَ يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ ، كَيْفَ تَسْأَلُونَ أَهْلَ الْكِتَابِ ، وَكِتَابُكُمُ الَّذِى أُنْزِلَ عَلَى نَبِيِّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَحْدَثُ الأَخْبَارِ بِاللَّهِ ، تَقْرَءُونَهُ لَمْ يُشَبْ ، وَقَدْ حَدَّثَكُمُ اللَّهُ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ بَدَّلُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ وَغَيَّرُوا بِأَيْدِيهِمُ الْكِتَابَ ، فَقَالُوا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ، لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً أَفَلاَ يَنْهَاكُمْ مَا جَاءَكُمْ مِنَ الْعِلْمِ عَنْ مُسَاءَلَتِهِمْ ، وَلاَ وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا مِنْهُمْ رَجُلاً قَطُّ يَسْأَلُكُمْ عَنِ الَّذِى أُنْزِلَ عَلَيْكُمْ.

Artinya:”Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bakir, menceritakan kepada al Laits bin Yunus, dari Ibnu Syihȃb dari Ibnu ‘Abbas Ra. berkata:”Wahai umat Islam, bagaimana kalian bertanya kepada ahl al kitȃb? padahal kitab suci kalian yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya Muhammad Saw. adalah yang paling banyak menceritakan cerita dengan (wahyu) Allah, yang mana kalian membacanya tidak akan usang, dan Allah telah mengatakan kepada kalian bahwa ahl al kitȃb telah mengubah-ubah yang ditulis Allah dan menganti-ganti dengan tangan mereka, lalu mereka mengatakan:” ini adalah (kitab) yang datang dari Allah, untuk membeli dengannya harga yang murah, apakah yang telah datang kepada kalian dari ilmu pengetahuan (al Qur’an) itu tidak menghentikan kalian dari bertanya kepada mereka (ahl al kitȃb)? Tidak! Demi Allah, tidaklah pernah sama sekali seorangpun dari kalangan mereka menanyakan kepada kalian tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian”.

Berdasarkan dalil-dalil di atas adanya larangan untuk mengambil informasi dariahl al-kitȃb karena kitab Taurat dan Injil yang sampai kepada generasi sekarang sudah tidak asli lagi, sehingga kebenaran informasi tersebut dikeragui, apalagi watak dan karakter orang-orang Yahudi dan Nasrani yang jelek sebagaimana digambarkan dalam ayat-ayat di atas mengindikasikan bahwa informasi dari mereka tidak dapat dipercayai.

2.    Dalil-dalil yang membolehkan

Ayat-ayat al Quran dan hadis-hadis Nabi Saw. secara tegas dan eksplisit ada yang membolehkan untuk mengembalikan sebagian persoalan kepada ahl al-kitȃb dan membolehkan juga bertanya tentang suatu yang ada pada mereka. Hal ini dapat dilihat pada ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi Saw.  berikut:

a.    Allah menyuruh Nabi Muhammad Saw. untuk bertanya kepada ahl al-kitȃb.Sebagaimana firman Allah Swt. SuratYunus ayat 94:

فَإِن كُنتَ فِي شَكٍّ مِّمَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ فَاسْأَلِ الَّذِينَ يَقْرَؤُونَ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكَ لَقَدْ جَاءكَ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

Artinya:”Maka jika engkau (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang yang membaca kitab sebelummu. Sungguh telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang ragu”.

Allah mengizinkan kepada Nabi-Nya untuk bertanya kepada ahl al-kitȃb, demikian pula mengizinkan kepada umatnya untuk bertanya kepada meraka. Hal ini berdasarkan suatu ketetapan syara’, bahwa semua perintah Allah kepada Nabi-Nya, juga diperintahkan kepada umatnya, selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya.

b.    Perintah mengembalikan persoalan kepada Taurat. Sebagaimana firman Allah swat.  surat Ali Imran ayat 93:

كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِـلاًّ لِّبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلاَّ مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِن قَبْلِ أَن تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ قُلْ فَأْتُواْ بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

Artinya:” semua makanan itu halal bagi Bani Israil, kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) atas dirinya sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah (Muhammad), maka bawalah Taurat dan bacalah, jika kamu orang-orang yang benar”.

c.    Penegasan bahwa Allah menjadi saksi antara Nabi Muhammad Saw. dan orang-orang yang mempunyai ahl al-kitȃb.Sebagaimana firman Allah Swt. Surat ar-Ra’du ayat 43:

 وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَسْتَ مُرْسَلاً قُلْ كَفَى بِاللّهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَمَنْ عِندَهُ عِلْمُ الْكِتَابِ

Artinya:”Dan orang-orang kafir berkata (Engkau Muhammad) bukanlah seorang Rasul. Katakanlah cukuplah Allah dan orang yang menguasai ilmu al kitȃb menjadi saksi antara aku dan kamu”.

Yang dimaksud dengan orang yang mempunyai ilmu al-kitȃb menurut pandangan mufassir adalah setiap ahl al-kitȃb yang mempunyai ilmu tentang Taurat dan Injil. Itu semua menunjukkan kebolehan mengembalikan persoalan kepada mereka. Hal ini sejalan dengan maksud firman Allah:

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِن كَانَ مِنْ عِندِ اللَّهِ وَكَفَرْتُم بِهِ وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِّن بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى مِثْلِهِ فَآمَنَ وَاسْتَكْبَرْتُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Artinya:”Katakanlah,”terangkanlah kepadaku bagaimana pendapatmu jika sebenarnya (al Qur’an) ini datang dari Allah, dan kamu menginkarinya, padahal ada seorang saksi dari Bani Israil yang mengakui (kebenaran) yang serupa denga (yang disebut dalam) al Qur’an lalu dia beriman; kamu menyombongkan diri sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim”. (Al Ahqaf:10).

d.   Hadis yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhȃriy dalam kitab shahȋh-nya:

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي كَبْشَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Artinya:”Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ȃshim al Dhahhȃk bin Makhlad, mengkabarkan kepada kami al Auzȃ’ȋ, menceritakan kepada kami Hassan bin ‘Athiyah dari Abi Kabsyah dari ‘Abdillah bin ‘Amru bahwasannya Nabi SAW berkata:” sampaikanlah olehmu apa saja yang berasal dariku walau satu ayat, ceritakanlah olehmu apa yang kamu peroleh dari Bani Israil (hal itu) tidak ada salahnya, siapa saja yang berbuat kedustaan atas namaku, maka bersiaplah untuk menempati tempat di neraka”.


e.    Hadis yang diriwayatkan imam Ahmad dalam Musnad-nya bahwa Nabi Saw. mendengar sebagian orang Yahudi yang sedang membaca kitab.

حَدَّثَنَا رَوْحٌ وَعَفَّانُ الْمَعْنَى قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ عَفَّانُ عَنْ أَبِيهِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ ابْتَعَثَ نَبِيَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإِدْخَالِ رَجُلٍ إِلَى الْجَنَّةِ فَدَخَلَ الْكَنِيسَةَ فَإِذَا هُوَ بِيَهُودَ وَإِذَا يَهُودِيٌّ يَقْرَأُ عَلَيْهِمْ التَّوْرَاةَ فَلَمَّا أَتَوْا عَلَى صِفَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْسَكُوا وَفِي نَاحِيَتِهَا رَجُلٌ مَرِيضٌ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَكُمْ أَمْسَكْتُمْ قَالَ الْمَرِيضُ إِنَّهُمْ أَتَوْا عَلَى صِفَةِ نَبِيٍّ فَأَمْسَكُوا ثُمَّ جَاءَ الْمَرِيضُ يَحْبُو حَتَّى أَخَذَ التَّوْرَاةَ فَقَرَأَ حَتَّى أَتَى عَلَى صِفَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمَّتِهِ فَقَالَ هَذِهِ صِفَتُكَ وَصِفَةُ أُمَّتِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ ثُمَّ مَاتَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ لُوا أَخَاكُمْ

Artinya:” Telah menceritakan kepada kamu Rȗh dan ‘Affȃn al Ma’nȃ berkata, menceritakan kepada kami Hamȃd bin salamah dari ‘Ȃthȃ’ bin al Sȃ’ȋb dari Abȋ ‘Ubaidah bin ‘Ȃbdillah bin Mas’ud, ‘Affȃan berkata dari ayahnya Ibnu Mas’ȗd berkata:”sesungguhnya Allah Swt. mengutus NabiNya untuk memsukkan orang kesyurga. Kemudian Nabi Saw. masuk ke dalam kanisah (tempat ibadah Yahudi), ternyata ada seorang Yahudi yang sedang membaca kitab Taurat kepada mereka. Ketika mereka tiba pada sifat-sifat Nabi, mereka diam semuanya. Di antara mereka terdapat seorang yang sakit, lalu Nabi bertanya kepada mereka: mengapa kamu sekalian berhenti?, Orang sakit itu berkata: Mereka telah sampai pada bagian yang menjelaskan tentang sifat Nabi, lalu mereka diam. Lalu orang sakit itu merangkak untuk mengambil kitab Taurat, lalu dibacakannya sampai pada bagian yang menjelaskan sifat Nabi Saw. dan umatnya. Kemudian orang itu berkata “ ini adalah sifat engkau dan umat engkau, aku brsaksi tiada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi pula bahwa engkau adala utusanNya. Kemudian ia meninggal dunia, maka Nabi Saw. berkata kepada sahabatnya, dia adalah saudara kamu”.


f.     Telah menjadi ketetapan bahwa sebagian sahabat mengembalikan sebagian persoalan kepada ahl al-kitȃb yang telah masuk Islam, bertanya tentang sebagian isi dari kitab-kitab mereka, seperti Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas, Ibnu Mas’ud maupun sahabat-sahabat lainnya.

Dalil-dalil di atas menerangkan bahwa dalam kitab Taurat maupun Injil yang asli terkandung informasi tentang Nabi Muhammad Saw. dan nabi-nabi sebelumnya, sehingga ketika orang-orangahl al-kitȃb masih meragukan kebenaran yang disampaikan Nabi Muhammad Saw., maka dipersilakan untuk melihat kepada kitab-kitab mereka, pasti mereka akan mendapatkan kebenaran itu.

3.    Menyelesaikan antara dalil-dalil yang melarang dan membolehkan

Adanya dalil-dalil yang melarang dan dalil-dalil yang lahirnya membolehkan menerima periwayatan dari ahl al-kitȃb yang dikenal dengan isrȃȋliyȃt menunjukkan, bahwa dalam hal-hal tertentu periwayatan itu bisa saja dibenarkan dan dalam hal-hal tertentu juga dilarang untuk menerimanya. Untuk menyelaraskan apa yang telah dikemukakan di atas, imam al-Dzahabiy mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

a.    Pengetahuan dalam Islam tidak hanya terbatas di sekitar ruang lingkup kaum muslimin dan di sekitar batasan syariat yang khusus dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan sejarah kehidupan dan perjuangan yang panjang saja, akan tetapi pengetahuan itu berkaitan dengan umat-umat terdahulu dan agama-agama yang telah lalu. Pengetahuan Islam mengambil dari ahl al- kitȃb dalam rangka memperkuat kebenaran ajaran Islam, serta membuang kebatilan yang tidak sesuai dengan petunjuk Islam.

Adanya ayat-ayat al-Quran yang mengandung perintah untuk mengembalikan sebagian persoalan kepadaahl al-kitȃb adalah untuk menegaskan bahwa adanya Rasul sebelum Nabi Muhammad Saw. yang diberikan wahyu dan mukjizat kepada mereka sebagaimana halnya Nabi Muhammad Saw. diberikan wahyu oleh Allah. Kemudian ayat-ayat tersebut juga berisi tantangan bagi orang-orang yang masih meragukan, bahwa al-Quran itu benar-benar berasal dari Allah. Kebenaran itu terbukti, bahwa apa yang diinformasikan dalam al-Quran ternyata sama dengan apa yang telah menjadi pengetahuan orang-orang Yahudi dan Nasrani terutama yang berkaitan dengan agama mereka. Sebab itu, di sini dapat dipahami bahwa tujuan penginformasian itu adalah untuk memperlihatkan kebenaran-kebenaran terutama bagi ahl al-kitȃb yang dengannya diharapkan mereka mau mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.

b.    Adanya perintah Allah kepada Nabi-Nya untuk bertanya kepada ahl al-kitȃb, menunjukkan kebolehan mengembalikan persoalan kepada mereka, akan tetapi tidak dalam semua masalah. Yaitu pada berita-berita yang dibenarkan al-Quran, serta untuk menegakkan hujjah kepada orang-orang yang mengingkarinya. Jika mereka menjelaskan keterangan yang terdapat dalam diri mereka sesuai dengan apa yang datang dari Allah, maka tegakkan hujjah tersebut. Jika mereka berusaha untuk menyamarkan atau menyembunyikannya, maka Allah mengingatkan Nabi-Nya terhadap perbuatan mereka, sehingga mereka terhalang dengan keinginannya.

c.    Dalam penerimaan terhadap informasi dari ahl al-kitȃb, tidak boleh menerimanya dengan mutlak, begitupula sebaliknya tidak boleh menolaknya dengan mutlak. Kaum muslimin boleh menerima sesuatu yang sesuai dengan al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. Kesesuaian ini menunjukkan bahwa apa yang diterima itu, bersih dari pergantian dan perubahan. Mereka pun harus menolaknya bila hal itu bertentangan dengan apa yang terdapat dalam al-Quran dan Sunnah Nabi Saw., atau tidak sesuai dengan akal sehat. Atas dasar itu, maka semua berita dari Bani Israil yang sesuai dengan syariat Islam, boleh meriwayatkannya. Adapun yang bertentangan dengan syariat Islam atau bertentangan akal sehat, harus ditinggalkan. Sedangkan isrȃȋliyȃt yang didiamkan oleh syariat Islam tidak ada alasan yang membenarkan atau mendustakan, akan tetapi mengandung kemungkinan antara keduanya, maka hukumnya juga didiamkan, karena ada kemungkinan benar atau salah.

d.   Apabila berita yang didiamkan syariat Islam tidak diperkuat dan tidak pula disalahkan, dan kedatangannya dibawa oleh sahabat yang bukan berasal dari ahl al-kitȃb atau tidak dikenal sebagai orang yang suka mengambil berita dari mereka, maka apabila dipastikan kebenarannya, hukumnya sama dengan bagian pertama, yaitu harus diterima dan jangan ditolak. Tetapi jika berita yang tidak pasti itu diterima dari tabi’in, maka hukumnya harus dibiarkan, maksudnya jangan diputuskan benar atau salahnya, sebab besar kemungkinan orang tersebut menerima dari ahl al-kitȃb.

e.    Selama ada halangan untuk mengambil riwayat dari ahl al-kitȃb sebagaimana pada permulaan Islam, yaitu khawatir terjadinya fitnah, maka sebagaimana telah ditetapkan syariat, bahwasannya halangan (illat) itu akan bergerak sama dengan yang dihalanginya (ma’lȗl), baik keberadannya maupun ketiadaannya. Pada masa sekarang ini tetap dilarang untuk mengambil ataupun meriwayatkannya. Sedangkan bagi orang-orang yang telah dalam ilmunya, tajam pandangannya yang dengannya bisa membedakan yang hak dengan yang batil, maka tidak dilarang baginya untuk mengambil ataupun meriwayatkan dalam aturan batas syara’.

Jadi, menurut uraian al-Dzahabiy di atas, hukum meriwayatkan isrȃȋliyȃt  yang sesuai dengan syariat, dapat dibenarkan dan dibolehkan. Akan tetapi yang bertentangan dengan syariat harus ditolak dan diharamkan meriwayatkannya, kecuali untuk menerangkan kesalahannya. Sedangakan yang didiamkan oleh syariat jangan dihukumi dengan apapun, baik membenarkan maupun mendustakan, dan boleh meriwayatkannya karena sebagian besar yang diriwayatkan itu kembali kepada cerita-cerita dan berita-berita bukan kepada masalah akidah ataupun masalah hukum. Cara meriwayatkannya hanyalah sekedar mengemukakan hikayatnya saja, sebagaimana terdapat dalam kitab-kitabnya tanpa melihat apakah cerita itu benar atau salah.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar