Minggu, 10 Februari 2019

Sejarah Gelar Adipati Kolopaking

Trah Kolopaking dengan diawali dengan menikahnya R. Ayu Pambayun Putri Panembahan Senopati dengan Ki Ageng Mangir IV Wonoboyo dan melahirkan Bagus Maduseno yang masa kecilnya yatim piatu karena ayahnya meninggal di Mataram sedangkan ibunya meninggal saat melahirkannya. Pada masa remaja mengembara ke arah barat dan meenetap (tinggal) di daerah Waja diambil menantu Pangeran Hadi dan mempunyai anak Bagus Bodronolo. Dalam pengembaraan Bagus Bodronolo menjadi murid Ki Ajar Geseng dan di ambil menantu oleh Ki Buyut Wanapatra, dan mempunyai anak Ki Bagus Kertasuta, beliau mempunyai anak Ki Bagus Curigo dan menurunkan Ki Bagus Kertodipo dan Ki Bagus Kertowongso. Tokoh terakhir inilah yang kemudian dapat gelar Kolopaking I.

Kisah pemberian gelar Kolopaking sebagai Bupati pada Sunan Amangkurat I dikalahkan oleh Trunajaya, kemudian meninggalkan istana untuk mencari bantuan Kompeni. Perjalanannya ke barat melalui daerah Panjer ( Kebumen sekarang ). Pada saat di Kali Panjer kondisi fisik sedang sakit dan lemah, waktunya malam dan hujan. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, perjalanan tidak mungkin dilanjutkan dan kemudian singgah di kediaman Ki Kertowongso. Pada malam itu Sunan Amangkurat meminta diambilkan kelapa muda untuk diminumnya, tetapi karena suasana malam dan hujan oleh Ki Kertowongso diambilkan kelapa yang sudah kering. Namun begitu di minum, Sunan Amangkurat I langsung sembuh dan badannya segar kembali. Sebagai hadiah kepada Ki Kertowongso adalah pertama diberi gelar dan pangkat R. Tumenggung Kolopaking, dan diberi kekuasaan sebagai Adipati Panjer. Yang kedua diberi hadiah, putrinya yang bernama Dewi Mulat (Klenting Abang). Dinasti Kolopaking dimulai sejak tahun 1677 sampai dengan 1833.

Pada saat akhir pemerintahan di bawah Kolopaking IV bersamaan dengan perang Diponegoro, Kadipaten Panjer di bawah pimpinan Raden Tumenggung Kolopaking IV. Menyatakan diri ada dibelakang perjuangan Pangeran Diponegoro kalah dan tertangkap, keluarga Kolopaking disingkirkan oleh Belanda. Apapun yang berbau Kolopaking baik nama, cerita atau adat harus dihilangkan. Walaupun begitu keluarga Kolopaking tetap berjuang dengan gigih melawan Belanda dan akhirnya Belanda merasa kewalahan.

Salah satu kisah menyebutkan pertempuran prajurit Kolopaking melawan Belanda, disebelah utara (kota Kebumen sekarang) ada Gunung Pogog. Karena gunung tersebut pada mulanya tinggi oleh Kolopaking gunugn tersebut dipotong dengan kerisnya untuk menutup celah perlindungan sehingga gunung yang dipotong tersebut menjadi pogog. Potongan gunung itu oleh Arungbinang IV dicongkel memakai tongkat pusakanya dan dilempar ke arah timur jatuh dipersawahan menjadi Gunung Gendek (gundukan) yang sekarang menjadi perumahan RSS Jatimulyo dan di sebut pula dengan nama Gunung Malang Kencana.

Pada tahun 1870 didapati kesepakatan Kolopaking IV sanggup berhenti berperang dan tidak masuk kembali ke dalam struktur Birokrasi/Kepemerintahan Kabupaten Kebumen apabila kedua anaknya lelaki dijadikan bupati pemegang wilayah. Disini nampaknya Kolopaking IV sedikit lebih mawas diri dengan sikap ksatrianya bahwa ia merasa tidak diberi mandat oleh Kraton Kasunanan Surakarta sebagai Adipati –walaupun Kraton hanya sebagai simbol karena hakekatnya Kompenilah yang berdaulat dan berkuasa atas semua keputusan Kraton−. Atau memang ia tidak minat lagi menduduki jabatan Adipati seperti leluhurnya dahulu –Ki Bagus Badranala dan anak turunnya−, dan meminta haknya diberikan kepada anak-anaknya serta peperangan yang sudah dilalui lebih termotif hanya untuk melawan Kompeni seperti halnya ayahnya, Kolopaking IV yang merupakan senopati perang laskar Diponegaran. Hasil perundingan tersebut disetujui Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia pada tahun 1875. Tahun 1878 Putra Kolopaking IV yang bernama Ki Atmodipuro diangkat menjadi Bupati Banjarnegara bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Jayanegara I menggantikan Bupati Raden Arya Dipodiningrat. Sedang yang bernama Ki Sukadis diangkat menjadi Bupati Karanganyar –bukan Karanganyar timur Solo tetapi Karanganyar yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Kebumen sebagai Kecamatan Karanganyar− bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Kertonegoro menggantikan Bupati Kanjeng Raden Tumenggung Jayadiningrat.

Selain kisah pertempuran antara Kolopaking IV dan Arungbinang IV di tengah persawahan, keduanya mempunyai kekuatan berimbang. Setelah pertempuran berjalan cukup lama, lengan Kolopaking IV tergores tombak Arungbinang IV dan mengeluarkan darah. Sepengetahuan Arungbinang IV siapa yang terkena tombaknya sampai luka pasti langsung mati, namun Kolopaking IV tidak, dan darah yang jatuh menjelma menjadi ular-ular berbisa dan memburu Arungbinang IV melarikan diri menghindari kejaran ular-ular berbisa tersebut. Karena pertempurannya sangat kuat (kenceng) maka tempat tersebut dinamakan Si Kenceng ( dekat Stadion Candradimuka sekarang).

Makam KRAT Kolopaking

Kompleks Makam Tumenggung Kalapaking Kalijirek Kebumen berada di perbukitan kecil di Desa Kalijirek, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Gerbang candi bentar yang menjadi akses masuk ke dalam kompleks Makam Tumenggung Kalapaking Kalijirek Kebumen itu dicapai dengan menapaki sekitar sebelas anak tangga. Tulisan "Makam Tumenggung Kolopaking" terlihat menggantung diantara kedua pilar gerbang, dan lambang Kabupaten Kebumen ikut dipasang pada dinding pilar gerbang makam.

Ada makam bersisian, yang sebelah kiri bertulis "Rd. Ng. Mangoenatmodjo wafat pada 10 Oktober 1928", dan di sebelahnya makam bertulis "Rd Ayu Mangoenatmodjo wafat pada 31 Juli 1932". Kedua makam itu terbuat dari batu pualam, nisannya berbentuk bunga dengan lingkaran di tengahnya. Tak saya temukan informasi mengenai siapa kedua mendiang ini. Lalu ada makam tunggal ukuran 2x2,5 meter dengan tinggi 1 m. Yang menarik adalah pada nisannya terdapat relief lambang bulan sabit bintang, dan bertulis huruf Arab dan Jawa.

Untuk mencapai pintu Makam Tumenggung Kalapaking Kalijirek Kebumen ini setidaknya ada 15 undakan yang harus dilewati. Pintunya terkunci, sehingga bisa masuk ke dalam hanya jika ditemani kuncen. Di atas pintu makam terdapat tengara Makam Tumenggung Kalapaking. Daun Pohon Kamboja kering tampak bertebaran di anak tangga, menunggu dibersihkan.

Cungkup Makam Tumenggung Kalapaking berbentuk bangunan segi empat memanjang ke arah kiri dan di bagian sebelah kiri dindingnya tidak tertutup rapat, hanya dibatasi dengan kisi-kisi. Dari atas kisi-kisi itu pejalan masih bisa melongok ke dalam area makam dan melihat isinya meskipun tidak bisa masuk ke dalam cungkup mendekati kuburnya.

Di dalam makam terdapat silsilah Kalapaking. Dimulai dari Dewi Retno Pembayun, puteri Panembahan Senopati, yang menikah dengan Ki Ageng Mangir Wonoboyo dan berputra RM Madusena, lalu berputra RM Badranala, berputra RM Kertasuta, berputra Kyai Curiga, dan berputra RT Kalapaking I (R Kertawangsa).

Kalapaking I menikahi BRAJ Mulat (Kletingabang, puteri Amangkurat I), berputra RT Kalapaking II (RM Mandingan), berputra Kalapaking III (RM Suleman Kertawangsa), berputra RT Kalapaking IV (RM Endang Kertawangsa).

8 komentar:

  1. Memperkaya khasanah sejarah dan sepak terjang para leluhur kita yang patut diteladani.

    BalasHapus
  2. la moro wijoyo atau ki belas itu siapa.???trus honggo wijoyo siapa

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum mohon maaf ijin bertanya mas, disebutkan Pangeran Hadi yg dimaksud tersebut dari trah mana ya? Apakah pangeran Hadi putra Sunan Kalijaga?

    BalasHapus
  4. Nuunsewu... Mas Admin Wiyonggo Seto napa gadah silsilah keturunan RM. Kolopaking 4 yang menurunkan R. Wirokerti, R. Kertadrana, R. Singa Wedana, R. Singa Menggala. Maturnuwun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas, Ngapunten by pass...saya lagi cari silsilah R Singamenggala keatas...apakah kita bisa ngobrol? kalau iya mgkn bisa email saya. Maturnuwun

      Hapus
    2. Selamat siang mas Sigit bisa tolong kirim no kontak wa atau telp ke email adituber86@gmail.com? saya ingin konfirmasi tentang silsilah ini

      Hapus
  5. Selamat siang mas Sigit bisa tolong kirim no kontak wa atau telp ke email adituber86@gmail.com? saya ingin konfirmasi tentang silsilah

    BalasHapus