Seringkali untuk menyadarkan kesalahan dan keburukan yang kita tidak sadari, kita simpan rapat-rapat, atau sudah berakar sangat kuat dalam hati kita, Allah Swt memunculkannya mewujud menjadi persoalan dalam kehidupan kita, sebagai cermin untuk kita menyadarinya.
Contohnya, seseorang yang pendengki. Orang lain tidak ada yang tahu kalau ia seorang pendengki, bahkan istrinya. Ia menutupnya dengan rapat, sehingga tidak ada orang yang mengetahuinya. Namun Allah Yang Maha Mengetahui, tidak menginginkan sifat dengki ini bersemayam dalam hati seorang hamba. Apalagi jika ia orang yang ingin bertaubat. Maka Allah menyadarkan orang tersebut tentang sifat dengkinya, melalui persoalan kehidupan. Apakah berupa tetangga-tetangganya yang lebih berhasil dari dia, atau teman-teman kantornya yang mendapat penghargaan walaupun tidak bekerja lebih baik dari dia. Ada lagi seorang yang kikir, dimana agar ia menyadarinya, Allah menghadirkan permasalahan kehidupan seperti sering ditipu orang, memiliki barang yang mudah rusak, dan lain sebagainya.
Semua sifat-sifat buruk kita yang tidak disukai Allah, akan dimunculkan oleh Allah melalui persoalan-persoalan kehidupan, agar kita menyadari dan selanjutnya men-taubatinya. Dapat kita bayangkan jika kita memiliki 1000 keburukan yang tersimpan di hati, maka Allah Swt akan memberikan 1000 jenis musibah untuk menyadarkan kita tentang keburukan-keburukan tersebut. Satu per satu musibah diberikan, sampai akhirnya tidak ada lagi sebuah keburukan pun dalam hati seorang hamba. Dalam kondisi seperti inilah seseorang dapat selamat sejahtera, ketika kembali kepada Allah Swt.
Beratnya urusan ini menyebabkan sangat sedikit orang yang ingin menempuh jalan taubat ini. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh mencintai Allah dan Rasul-Nya yang bersedia menapaki jalan ini. Jalaluddin Rumi mengatakan jalan ini adalah jalan para ksatria, karena sesungguhnya hanya para ksatria yang rela berperang, hidup susah dan penuh penderitaan, agar bangsa dan tanah airnya merdeka.
ماتاب عبد لله إﻻ وامتحن الله صدق توبته بتسهيل السبيل للذنب الذي تاب منه .
"Tidaklah seorang hamba bertaubat kepada Allah Azza wa jalla, melainkan Allah Azza akan kembali menguji kejujuran taubatnya dengan memudahkan jalan baginya menuju dosa yang pernah dia lakukan sebelumnya."
Semoga Allah mengaruniakan pada kita taubat nasuha.
Allah Azza wa jalla berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ. وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
(QS: al-'Ankabuut Ayat: 2-3)
Maksudnya dengan ujian tersebut akan tampak siapa yang benar dalam imannya dan siapa yang dusta dalam imannya. Allah mengetahui kedua golongan tersebut. Karena itu jangan tertipu dengan ketaatan kita selama ini, sebelum kita malalui masa-masa pengujian.
Ujian adalah sunnah kauniyah (ketetapan Allâh Azza wa Jalla yang pasti terjadi) bagi setiap Muslim. Seorang Muslim tidak mungkin mengelak dari ujian tersebut. Oleh karena itu, Allâh memberi penekanan pada firman-Nya لَتُبْلَوُنَّ dengan menggunakan dua huruf (yaitu huruf lam dan nun yang bertasydid, sehingga makna kalimat tersebut, kamu sungguh sungguh atau benar-benar akan diuji).”
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Firman Allâh (yang artinya), “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu” seperti firman-Nya (yang artinya) : Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Inna lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn'[5] . Seorang Mukmin pasti akan diuji pada harta, jiwa, anak dan keluarganya.”
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
ذَٰلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ
Demikianlah, apabila Allâh menghendaki niscaya Allâh akan membinasakan mereka, tetapi Allâh hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain [Muhammad/47: 4]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ عَلَى الْقَبْرِ فَيَتَمَرَّغُ عَلَيْهِ وَيَقُولُ: يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَكَانَ صَاحِبِ هَذَا الْقَبْرِ وَلَيْسَ بِهِ الدِّينُ إِلَّا الْبَلَاءُ
Demi yang jiwaku berada di tangannya! Dunia ini tidak akan fana, kecuali setelah ada seseorang yang melewati sebuah kuburan dan merenung lama di dekatnya seraya berkata, ‘Seandainya aku dulu seperti penghuni kubur ini.” Bukan agama yang mendorong dia melakukan ini namun hanya ujian saja”
Kekokohan Iman Dan Kadar Ujian Selalu Berbanding Lurus
Semakin kuat iman seseorang, maka ujian yang akan diberikan oleh Allâh akan semakin besar. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh Sa’d bin Abî Waqqâsh Radhiyallahu anhu :
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ
“Ya Rasûlullâh! Siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para Nabi kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar (kekuatan) agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan diuji sesuai kadar kekuatan agamanya”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allâh mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya.
Kewajiban kita adalah bersabar dan bersabar. Ganjaran bersabar sangat luar biasa. Ingatlah janji Allah,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10).
Al Auza’i mengatakan bahwa ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. Ibnu Juraij mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar pahala bagi mereka tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi akan diberi tambahan dari itu. Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar adalah surga.
Makna asal dari sabar adalah “menahan”. Secara syar’i, pengertian sabar sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim,
فَالصَّبْرُ حَبْسُ النَّفْسِ عَنِ الجَزْعِ وَاللَِّسَانِ عَنِ التَّشَكِّي، وَالجَوَارِحِ عَنْ لَطْمِ الخُدُوْد وَشَقِّ الثِيَابِ وَنَحْوِهِمَا
“Sabar adalah menahan diri dari menggerutu, menahan lisan dari mengeluh, dan menahan anggota badan dari menampar pipi, merobek-robek baju dan perbuatan tidak sabar selain keduanya.”Jadi, sabar meliputi menahan hati, lisan dan anggota badan.
Semoga kita semua tergolong sebagai orang yang bertaubat dan bersabar. Amiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar