Sabtu, 30 Januari 2021

Jlegong Nama Daerah Sederhana Yang Penuh Makna

 JLEGONG. Asal nama Jlegong – Lugong – Silugong – Silugonggo ( sungai suci / sungai yang disucikan ). Pada jaman dahulu setiap ada orang mati penyuciannya dengan air sungai Jlegong dengan mengambil 7 sumber.


Desa ini sudah ada sebelum datangnya Mbah Sayyid (Sayyid Abdurrohman bin Sunan Bejagung), Beliau menggunakan nama Samaran dengan sebutan Kyai Cablik. Dengan adanya bukti situs-situs kuno seperti halnya WATU KENTENG ,LINGGA YONI. 

Orang-orang juga masih kebingungan denga asal muasal desa ini. 

Desa ini telah ada sejak Zaman Mataram Kuno, namun sempat kosong waktu terjadinya meletusnya Gunung Merapi tahun 1010M serta pemindahan pusat kerajaan Mataram ke daerah Jawa Timur. 

Dan dimasa Walisongo Era Majapahit diutuslah Sayyud Abdurrohman putra Kanjeng Sunan Bejagung oleh Syaikh Maulana Maghrib (Paman Sayyid Abdurrohman) untuk dakwah serta mendirikan pemukiman di wilayah bekas Kerajaan Mataram Kuno bersama tokoh-tokoh lain pada Waktu itu, diantaranya Sayyid Abdullah Quthbuddin di Candi Wonosobo,  Kyai Ageng Makukuhan, Kyai Ageng Wot Sinom,  Kyai Ageng Suro Dilogo dll. 

Hingga sampailah Mbah Sayyid sampai di sebuah lembah berbukit  yang bernama PUNTHUK  TEJOLAYU (nama masa itu) Beliau beserta rombongan mukim di tempat tersebut  hingga beberapa generasi. Adapun riwayat perjuangan Beliau tidak bisa diketahui secara luas dikarenakan pada masa itu awal perjuangan penyebaran Agama Islam ke pelosok pegunungan. 


Pada era generasi ke 3 tepatnya saat Desa Jlegong dipimpin oleh Cucu Mbah Sayyid yang bernama Raden Tholabuddin tempat pemukiman terjadi longsor hingga akhirnya Raden Tholabuddin berinisiatif memindahkan lokasi pemukiman ke arah timur yang menjadi kampung Jlegong sekarang ini. 


Dari masa ke masa zaman ke zaman di Desa Jlegong banyak tokoh Sakti maupun Ulama' ya berperan aktif di wilayah tersebut,  seperti halnya  Kyai Suto Drono, Kyai Jazuli, Ki Maryono, Ki Wongso Kromo,  Ki Wongso Wikarto dll. Namun penulis belum berani untuk menceritakan riwayat sejarah para tokoh-tokoh tersebut. 


Pada masa penjajahan di Desa ini pun menjadi salah satu basis perjuangan serta tempat pengungsian,  diantaranya bukti adalah situs Igir Gongso serta beberapa lokasi perlindungan bagi pengungsi yang tersebar di berbagai lokasi,  namun sangat disayangkan tempat tempat tersebut sudah tidak seperti semula dikarenakan adanya pemukiman serta lahan pertanian. 

Di desa ini terdapat suatu tradisi yaitu Manganan (makan bersama), yang di laksanakan pada bulan Sya'ban. 

Tempatnya sendiri di Punden Mbah Sayyid. Tradisi Sadranan di Punden Mbah Sayyid memiliki bentuk ritual Tradisi, simbol dan makna tradisi, fungsi tradisi, serta faktor-faktor pendorong terjadinya tradisi Sadranan di Punden Mbah Sayyid. Bentuk ritual tradisi terdapat dalam prosesi pelaksanaan tradisi Sadranan yang terdiri dari lima bentuk yaitu: ritual persiapan, ritual istighosah, acara sambutan, ritual tahlil bersama, dan makan bersama. 

Simbol dan makna tradisi yang terdapat dalam tradisi manganan yaitu bubur merah dan putih mempunyai makna tentang asal muasal diciptakannya manusia, daun berjajar mempunyai makna tata cara orang shalat berjamaah, kembang setaman bermakna tentang menjaga nama baik, kemenyan mempunyai makna sarana seseorang untuk memanjatkan doa, nasi dan lauk pauk bermakna ungkapan rasa syukur pada Tuhan, sayur bening mempunyai makna bersih jiwa dan raga ketika beribadah, jadah pasar bermakna bahwa manusia hidup tidak sendiri, dan ingkug mempunyai makna manusia di hadapan Tuhan harus bersujud. 

Fungsi yang terdapat dalam tradisi Sadranan adalah sebagai sistem proyeksi, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan anak, sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat, dan fungsi meningkatkan perasaan solidaritas. 

Faktor-faktor pendorong dilaksanakannya tradisi Sadranan adalah faktor kekerabatan, faktor pendidikan, dan faktor religi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar