Selasa, 16 Februari 2021

Legenda Kyai Kebo Landoh

 

Kebo Landoh merupakan salah satu legenda ternama di Kabupaten Pati. Warga di daerah ini sudah tak asing dengan cerita kebo ini yang berkait erat dengan Syekh Jangkung atau Saridin.

Apalagi, sampai saat ini, kulit Kebo Landoh dipercaya mempunyai kekuatan magis. Dalam sejarahnya, kebo landoh merupakan hewan yang kuat.

Bahkan, siapa yang memilikinya, kekuatannya tidak tertandingi. Sehingga, Kebo Landoh ini pun banyak menjadi perhatian. Sampai saat ini banyak yang berburu kulit atau lulang yang diyakini bagian dari kebo ini.

Apa itu Kebo Landoh? Belum banyak orang yang tahu khasiat jimat Lulang Kebo Landoh. Bahkan mendengar namanya saja mungkin masih terasa asing. Jimat ini sangat langkah, tidak gampang orang dapat memilikinya. Pasalnya, jimat Lulang Kebo Lando konon tidak bisa dijual belikan. Sedang mereka memiliki jimat ini dipercayai kebal terhadap berbagai jenis senjata.

Bagaimana jimat ini bisa ada?

Menurut cerita yang diwariskan dari mulut ke mulut jimat memiliki daya tangkal ampuh ini disebut Lulang Kebo Landoh karena tempat asal-usulnya dari Desa Landoh, Desa Landoh, Kayen, Pati. Dulu ajimat ini tidak langsung ada atau berasal dari alam secara gaib, melainkan ada kisah cukup unik yang tanpa sengaja tahu kalau lulang kebo asal Landoh ternyata jimat kekebalan.

Dituturkan dalam cerita, semasa kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung mempunyai seorang kawulo yang bernama Saridin yang lantas dikenal dengan julukan Syech Jangkung. Ketika usia Syech Jangkung mendekati senja ia memilih hidup sebagai petani dengan membuka perkampungan baru di kawasan Pati, Jawa Tengah.

Dalam perjalanan mencari perkampungan sampailah ia di Desa Lose. Di sini, ia bertemu dengan 7 orang yang sedang memperbaiki atap sebuah rumah. Dari sinilah Syech Jangkung ingin membuktikan kebaikan perilaku ketujuh orang tersebut. Lantas, dia mengalihkan perhatian mereka dengan bertanya apakah ada warga sekitar yang akan menjual kerbau. Maksud Syech jika ada maka dia ingin membeli 2 ekor dengan alasan untuk keperluan membajak sawah.

Ke-7 orang melihat pakaian Syech Jangkung yang compang-camping tidak mengindahkan pertanyaan tersebut. Malah menghinanya dengan jawabannya yang menyakitkan. Mereka mengatakan di desanya tidak akan ada orang menjual kerbau padanya. Namun, bila mau ia akan diberi kerbau yang sudah mati. Di luar perkiraan ke-7 orang itu, Syech Jangkung menerima tawaran mereka.

Lalu berangkatlah mereka bersama menuju tempat kerbau mati. Syech Jangkung lantas menatap seonggok kerbau yang sudah tidak bergerak-gerak itu. Badannya sangat besar dengan tanduk yang sudah melengkung. Melihat kerbau itu, Syech Jangkung lantas sholat dan meminta kepada Allah agar kerbau itu dihidupkan kembali. “ Sekarang bangunlah, ” ujar Syech Jangkung sambil mengelus-elus tanduk kerbau itu. Aneh bin ajaib, tiba-tiba kerbau itu mengibaskan ekornya menandakan dia hidup kembali.

Tahu kejadian ajaib itu serta merta ke-7 orang yang semula meremehkan diri Syech Jangkung langsung bersujud untuk menyampaikan permintaan maafnya. Sejak itu Syech Jangkung membuka perkampungan di tempat ke-7 orang tersebut. Yang lantas dikenal dengan nama Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Pati. Apalagi setelah kabar Syech Jangkung menghidupkan kerbau yang telah mati sampai akhirnya ke telinga Sultan Agung. Yang lantas mengirimnya dua ekor kebau. Dari sini tekad Syech Jangkung mendiami desa Landoh yang mantap. Akhirnya, dia memilih menjadi seorang petani di desa tersebut.
Sebelum meninggal dunia, Syech Jangkung berpesan agar kelak kerbau itu disembelih dan dibagikan kepada seluruh penduduk. Tapi, ketika ia meninggal dunia, kerbau itu menghilang dan baru muncul pada hari ke 40. Oleh anaknya, kerbau itu disembelih dan dibagikan kepada penduduk Landoh. Sementara itu, kulitnya ( lulang) disimpan dengan rapi.

Suatu ketika ada seorang pedagang yang kehilangan sabuk pengikat barang dagangan. Ia mengadu kepada Tirtokusumo, anak Syech Jangkung yang akhirnya memberikan lulang kerbau peninggalan ayahnya. Namun, di pinggir kampung sapi yang mengenakan lulang kerbau itu mengamuk. Tak seorang pun yang berhasil pembunuhnya. Anehnya, sapi itu tiba-tiba menjadi kebal terhadap senjata.

Ketika sapi itu kelelahan, Tirokusumo mengambil lulang kerbau. Dan, sapi itupun dengan mudah bisa dibunuh dengan tombak. Dari kejadian tersebut, akhirnya masyarakat yakin jika Lulang Kebo Landoh adalah jimat sakti untuk kekebalan. Tirtokusumo kemudian membagikan lulang-lulang itu ( dalam ukuran kecil, red) kepada penduduk Desa Landoh, termasuk kepada pihak Kasultanan Mataram..

Kisah Sebagian Perjalanan Syaikh Jangkung

Syech Jangkung juga dikenal di wilayah Semarang, yakni di daerah Wiyono, sebab di sana ia pernah bertapa dan mendirikan tempat pengajian untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Dalam perjalanannya, Syech Jangkung juga sempat bertemu dengan seorang Kyai dari Krendetan (Kabupaten Purworejo) bernama Kiai Projaguna.

Dalam pertemuan itu, Syech Jangkung minta kepada Kiai Projaguna dua buah kelapa yang sebuah untuk bibit dan yang satu lagi akan digunakan untuk perahu. Bermodal perahu itu Syech Jangkung mengembara menuju daerah seberang (Palembang).

Sampai di Palembang, bersamaan timbulnya malapetaka wabah penyakit yang sangat ganas dengan memakan banyak korban sebagian besar penduduk setempat. Syech Jangkung kembali bersemedi yang secara kebetulan diketahui oleh penduduk di daerah setempat.

“Sempat dituduh sebagai penyebar wabah yang menimbulkan malapetaka, Syech Jangkung ditantang membuktikan bahwa dirinya bukan penyebar wabah, dengan syarat bisa memberantas wabah yang terjadi. Syech Jangkung berhasil meredakan wabah yang menyerang penduduk Palembang, kemudian menikah dengan Putri Palembang. Sebagai hasil dari perkawinan itu lahirlah seorang putra yang diberi nama Raden Mukmin,”.

Setelah beberapa lama tinggal di Palembang, Syech Jangkung melanjutkan syiar Islam di pesisir utara (Cirebon). Sampai di Kota Udang itu juga tengah terjadi peperangan antara Cirebon dengan Banten. Sultan Cirebon memanggil Syech Jangkung dan diangkat sebagai Senopati sekaligus dijadikan menantu Sultan Cirebon karena berhasil membantu mengalahkan Banten.

“Hasil perkawinan dengan Putri Cirebon lahir seorang putra bernama Raden Wilopo. Seperti halnya di Palembang, setelah meninggalkan anak istrinya dengan tujuannya menyebarkan agama Islam, Syech Jangkung sampai di Tlaga Krapyak Mataram. Mataram pada waktu itu diperintah oleh Sultan Agung,”.

Di Telaga Krapyak, kesaktian Syech Jangkung didengar oleh Sultan Agung yang kemudian mengangkatnya sebagai saudara tua. Mempererat tali persaudaraan, Syech Jangkung kemudian dinikahkan dengan kakak perempuannya yang bernama RA Retno Jumali/Jinoli.

Dalam penggalan jejak Syech Jangkung, ia sempat diharapkan tinggal di Keraton oleh Sultan Agung, setelah mampu membantu menggagalkan rencana serangan dari Mesir. Namun permintaan tinggal di Keraton ditolak, dengan alasan ingin lebih leluasa mengamalkan ajaran Agama Islam di luar keraton. Syech Jangkung kemudian meminta Sultan Agung agar diberi tanah di daerah sebelah barat Sungai Progo. Permohonan dikabulkan, Syech Jangung kembali bertapa dan oleh murid-muridnya mendapat nama baru, Kiai Landoh. Asal mula nama Landoh berawal dari Syech Jangkung mempunyai seekor kerbau kesayangannya, Kebo Landoh (kerbau yang tanduknya ke bawah) yang digunakan sebagai kendaraannya.

“Hingga pada akhirnya Syech Jangkung mengatakan kepada murid-muridnya kelak di kemudian hari daerah ini akan saya beri nama Landoh. Dari kata Landoh inilah kini dikenal dengan nama Lendah,”

Bagi sebagian besar masyarakat mungkin masih bertanya-tanya tentang asal-usul nama Lendah yang sekarang dipakai untuk nama Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo. Seperti daerah-daerah lainnya, ternyata nama Lendah berasal dari legenda cerita masa lalu yang panjang. Artinya Lendah merupakan daerah yang dibangun oleh sejarah masa lalu dan memiliki akar budaya yang kuat.

Bagi masyarakat sekitar Lendah, cerita Kyai Landoh tentu tak asing lagi khususnya di Desa Jatirejo. Di desa ini, terdapat sebuah makam kuno dimana Kyai Landoh di makamkan. Siapakah Kyai Landoh? Kyai Landoh adalah nama lain dari Syech Jangkung, beliau adalah karib Sultan Agung yang bertugas untuk menyebarkan agama Islam di wilayah  selatan. Banyak versi cerita tentang Syech Jangkung, antara lain di Kudus, Palembang, Cirebon, Mesir dan wilayah yang lain, tetapi akhir hidup Syekh Jangkung ada di Desa Jatirejo, di sanalah beliau dimakamkan. Selama menyebarkan agama Islam di daerah tersebut Syech Jangkung sangat dihormati dan disegani karena kesaktiannya dan sifat-sifat baik beliau,  yang paling menonjol adalah suka menolong dan menyembuhkan orang sakit.

Adapun Makam Syaikh Jangkung diyakini berada di beberapa tempat baik di wilayah Kabupaten Pati, Semarang, Batang, Kulon Progo,  Cirebon, Palembang dll.

Itulah sedikit Sejarah Tentang Kyai Kebo Landoh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar