Jumat, 19 Februari 2021

Rahasia Huruf Dalam Hitungan Wirid

 

Pernah terjadi anak muda mengamalkan ilmu metafisika dari buku dan akhirnya dirawat. Tragedi itu jika diruntut alurnya, dari keinginan yang kuat untuk belajar, dan ketika ada isi buku yang tak dipahami, banyak pertanyaan tak terjawab, dan tak ada tempat bertanya, akhirnya jiwanya terguncang.

Belajar metafisika bagi pemula perlu pembimbing. Bahkan pada ilmu hikmah ada rahasia amalan yang berkaitan dengan sirri atau rahasia huruf hijaiyah berdasarkan petunjuk hitungan “Bi ‘adadi huruufihaa” yaitu sesuai jumlah hurufnya. Misalnya basmalah 19 kali atau ayat kursi 170 kali. Bi’adadi kalimaatihaa, sesuai jumlah kalimatnya.

Misalnya, membaca ayat Kursi 50 kali. Bi’adadi abjadi huruufiha, sesuai jumlah “abajadun”, atau  membaca Ya Latiif 129 kali. Tafaul dan tabaruk mengikuti labet atau atsar ngalap berkah dari khususiyah jumlah hitungan, misalnya 313 sesuai jumlah ashabul badr, dan jumlah Nabi dan Rasul.

Hal itu buah dari tersingkapnya hijab rahasia hitungan suatu amalan atau aurad bagi penggagas dan pengamalnya. Sedangkan untuk hitungan ganjil mengikuti hadits, Allah yuhibbul witr (menyukai yang ganjil).

Ada juga pendapat wirid itu seperti gigi kunci, jika tidak pas, pintunya sulit dibuka, seperti resep obat, kurang dan lebihnya menjadikan kurang bermanfaat.  Ulama berijtihad, jumlah hitungan dan aturan wirid mana yang lebih cepat terkabul, hingga disebut wirid tajribiah (sudah teruji).

Jadi, masalahnya bukan pada hitungan, melainkan kecocokan. Maka, ada ustad dapat ijazah hizib. Ketika akan mengamalkan, oleh Guru  dipesan jika nanti mendapati sesuatu yang berbeda pada tubuhmu, jangan dilanjut.

Karena ketika tubuh merasa ada yang kurang nyaman, sebaiknya dihentikan. Sebab, walau caranya benar,  jika wadahnya tidak kuat, bisamengganggu fisik dan psikis. Karena itu, orang zaman dulu, mau mengamalkan hizib, wadahnya dipersiapkan dulu, ada khidmah dan riyadhah dulu agar mampu menerima.

Bacaan zikir dan wirid pun memiliki makna, bahkan biji tasbih 99 pun dibagi tiga, masing-masing berjumlah 33. Hitungan 33 itu mewakili setiap ruas tulang belakang manusia. Jika diulang tiga kali, totalnya 99, sejumlah asmaul husna.

Termasuk rahasia angka tujuh, itu ada pada penciptaan langit dan bumi yang memiliki tujuh lapisan dan mewakili jumlah hari. Sedangkan hitungan 313 digunakan wirid untuk power (kesaktian) ini berkaitan jumlah pasukan pada perang badar dan jumlah Rasul. Angka tujuh bisa dikaitan  3 + 1 + 3 = 7.

Namun, ada wirid yang tidak sesuai “hisab jumal”. Yang ini kembali kepada gurunya. Karena bisa jadi dari sumber lain. Misalnya, wirid sembilan kali dikaitkan Wali Sanga. Angka sembilan memiliki arti “keabadian” atau 11 “Sewelas” bermakna welas (kasih sayang) dan angka  40 diyakini “keramat” karena  sejumlah pasukan pada perang badar, dan  jumlah Rasul.

Kenapa Dihitung?

Ada pertanyaan, kenapa wirid harus dihitung? Bukankah Tuhan tidak mewajibkan dan ada kesan tidak ikhlas. Ada perbedakan antara wirid dan zikir. Zikir adalah aktivitas ibadah kepada-Nya, sedangkan wirid berkaitan permohonan kepada-Nya.

Karena zikir untuk memuji dan mendekatkan diri kepada-Nya, tidak harus dihitung, sesuai perintah Alquran, mengingat Allah sebanyak-banyaknya, sedangkan wirid punya tujuan khusus. Diumpamakan, Tuhan memiliki perbendaharaan rezeki dan segala yang diperlukan manusia itu tersimpan didalamnya. Untuk membukanya perlu kunci yang sasuai gemboknya.

Hitungan itu ibarat jumlah gerigi kunci, harus sesuai gemboknya.  Karena itu para ahli hikmah mengajarkan wirid sesuai jumlah tertentu  agar dapat membuka gudang perbendaharaan itu.

Dalam ilmu huruf, angka adalah batinnya huruf, jadi huruf laksana batang tubuh. Karena itu, peran angka sangat penting seperti mengonversi huruf kedalam angka-angka yang harmonis. Dalam wifiq tujuannya agar dunia batin yang terkait alam empiris mengambil alih dunia lahir yang terbatas.

Begitu juga wirid, jumlahnya berasal dari numerik lafal yang dibaca itu diharapkan pelaku dapat mengakses aspek batin secara maksimal. Hal itu dapat dilihat pada alam raya yang hakikatnya ruang dan waktu adalah angka, bahkan sistem komputerisasi pun basicnya angka.

Penerapan angka yang tepat itu bukan asal pilih. Seperti PIN yang jika harusnya enam digit, lalu ditambah sembilan digit maka tidak akan terbuka, bahkan bisa terkunci, dan jika dibaca lebih, tetap dapat pahala zikir, namun tujuannya belum tentu tercapai.

Versi Tradisi

Meyakini angka dan waktu ada yang dikemas secara tradisional. Di Jawa, lazimnya menggunakan rumus jumlah hari pasaran yang dapat dikembangkan menjadi cabang ilmu yang dapat membangkitkan spirit, namun juga bisa menumbuhkan rasa “takut” (hati-hati) bagi yang meyakininya.

Misalnya, murid belajar ilmu yang sama, tirakat dan maharnya  berdasarkan weton atau hari kelahirannya. Misalnya, weton Jumat Wage, puasa 10 hari,  yang Sabtu Pahing 18 hari. Ini berpedoman pada : Ahad (5) Senin (4) Selasa (3) Rabu (7) Kamis (8) Jumat (6) Sabtu (9) dan pasaran : Kliwon (8) Legi (5) Pahing (9) Pon (7) Wage (4).

Begitu juga soal mahar. Misalnya, yang lahir Selasa Wage ( 3+4) maharnya Rp.340.000,- tirakat 7 hari. Yang lahir Sabtu Pahing (9+9) maharnya Rp.990.000,- tirakat 18 hari. Kesimpulannya?

Tradisi dalam konsep metafisik bersifat “lokal domestik” dan tidak berlaku secara umum. Kesimpulannya? Asal mantab, insya Allah suskses! Karena Tuhan mengikuti apa yang menjadi persangkaan hamba-Nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar