Minggu, 16 Januari 2022

Sejarah Kabupaten Gadingrejo Pada Abad 17

 Sejarah Kabupaten Gadingrejo (1604-1611 M)

Di sebelah selatan Ponorogo tepatnya di desa Campursari Sambit pernah berdiri sebuah kabupaten bernama Gading Rejo. Pada Tahun 1911 M dusun Gading,Judel dan Bedali dijadikan 1 dan dinamakan desa Campursari.

Awal Mula Gadingrejo

Ketika Panembahan Senopati wafat pada hari Jum'at Pon 30 Juli 1601 bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari, jasad beliau dimakamkan di pemakaman Kotagede disamping ayahanda Ki Ageng Pamanahan (Ki Gede Mataram). Sebagai penggantinya ditunjuk Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyokrowati, putra keempat Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Mas Waskito Jawi, putri Sulung Ki Ageng Penjawi, penguasa Pati.

Pada awal pemerintahannya (1602), sang kakak Raden Mas Kentol Kejuron atau Pangeran Puger putra Panembahan Senopati dengan Rara Semangkin atau Nyai Adisara, putri Raden Bagus Mukmin (Sunan Prawoto)  memisahkan diri dari Kotagede karena merasa lebih berhak atas tahta daripada adiknya Mas Jolang karena ia adalah putra laki-laki tertua Panembahan Senopati kala itu karena kakaknya Raden Ronggo wafat di usia muda.

Setelah pemberontakan Pangeran Puger yang didukung oleh Adipati Gending dan Adipati Panjer  dapat diatasi dengan mengirim Tumenggung Suronoto ( Ki Gede Mestoko) pada 1605, muncul gejala-gejala baru, beberapa kadipaten ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram, diantaranya Kadipaten Ponorogo yang dipimpin oleh Tumenggung Ronggo Wicitro.

Untuk mengamankan daerah bang wetan serta mengawasi pergerakan Adipati Ponorogo, maka diutuslah Mas Barthotot atau Pangeran Djoyorogo putra Panembahan Senopati dengan selir dari Kajoran. Pangeran Djoyorogo membuka Kadipaten baru di selatan Ponorogo yaitu Kadipaten Gadingrejo. Lama kelamaan Kadipaten ini semakin berkembang dengan hasil bumi yang melimpah.

Masa Akhir Kadipaten Gadingrejo

Bersama berjalannya waktu, Pangeran Djoyorogo pun melatih para pemuda dan pamong praja Gadingrejo dengan ilmu ketangkasan dan keprajuritan. Pangeran Djoyorogo kemudian kemudian mengangkat dirinya dan bergelar Pangeran Djoyonegoro yang didukung oleh para penguasa dari bang wetan yaitu  Pangeran Ronggo, Panji Wirobumi, Ngabehi Malang serta Demang Noyohito.

Perkembangan Kadipaten Gadingrejo dan munculnya gejala akan melepaskan diri Pangeran Djoyonegoro dari kekuasaan Mataram kemudian diketahui dan dilaporkan oleh Adipati Ponorogo Tumenggung Ronggo Wicitro kepada penguasa Mataram Panembahan Hanyokrowoti di Kotagede.

Panembahan Hanyokrowoti pun segera merespons dengan mengirim Pangeran Pringgoloyo, putra Panembahan Senopati dengan Kanjeng RetnoDumilah, putri Adipati Madiun Ronggo Jumeno didampingi Tumenggung Mertoloyo. Keduanya bergabung dengan Adipati Ponorogo Tumenggung Ronggo Wicitro bergerak ke Kadipaten Gadingrejo, selatan Ponorogo.

Setelah berhasil mengatasi perlawanan Pangeran Djoyonegoro, Pangeran Pringgoloyo menasehati kakaknya bahwa tindakannya keliru. Pangeran Djoyonegoro kemudian di asingkan ke sebuah gunung batu berbentuk masjid yang disebut gunung Loreng. Tempat diasingkannya Pangeran Djoyonegoro sekarang bernama Slahung yang berasal dari Selong atau pengasingan. Adapun Kadipaten Gadingrejo pada 1611 disowak atau ditiadakan.

Pangeran Djoyonegoro dan keluarganya menetap di daerah gunung batu tersebut sampai akhir hayatnya pada Ahad Pon bulan Syawal tahun Wawu 1677 M. Makamnya berada di sebuah bukit di kaki gunung Loreng yang disebut bukit Tumpak Swangon. Salah satu putra beliau adalah Raden Buntoro atau dikenal sebagai Ki Dugel Kesambi atau Kyai Kasan Buntoro yang kemudian berputra Kyai Nursalim. 

Salah satu putri Kyai Nursalim kelak diperistri oleh pendiri Pondok Pesantren Gebang Tinatar Tegalsari yaitu Ki Ageng Muhammad Besari. Dari keduanya kelak menurunkan bupati Ponorogo yaitu KRMT. Adipati Cokronegoro yang berputra RM. Cokroamiseno dan berputra HOS. Cokroaminoto, guru dan ayah mertua Sukarno (putra Susuhunan Pakubuwono X yang diasuh oleh RM Panji Soemosewojo di Ndalem Pojok Kediri).

Adapun Pangeran Pringgoloyo, adik Pangeran Djoyorogo kemudian menetap di Ponorogo barat di daerah Semanding, Kauman, Somoroto. Pangeran Pringgoloyo berputra Raden Mertosono yang menetap di daerah Tosanan dan Raden Prawirotuno yang menetap di Tegalombo, Makam keduanya  berada di kecamatan Kauman Ponorogo.

1 komentar:

  1. Mantap... ada nama lain dari Raden Mertosono dan Raden Prawiro Mas?
    Soalnya dalam data lain ada putra P. Pringgoloyo yang bernama Pangeran Padurekso. terima kasih.

    https://www.facebook.com/photo/?fbid=4481060908644465&set=bc.Abr5IEqc-tEJfGnWMtXUZp9PByxzYf7EWr0ZMQDD0mrWiG66SaJhBqnPIKWLQL1Yk9ljjf4FrReIJt_HWqBCE3ggfYO1ZcSNyUr9KjI3DzQEtRQj6TnVeEMEr-fyHSVuH_iFtmNZ7QboaWYOrKOLWzKO&opaqueCursor=AbqS7MDhGda0YUEYqnDGhzpZ7oxMdLZzwU84fXBFOgqNqEs5VLimNMCcPQAnjGBM6GJSDXQ4VrV3kplinFdDaVBzYXnI9GoEBU15DDkTsi1Np-ooxbYhNQ2nm4fhjmAdQcdvI2u0NfdZqkEysBAM1QfrUW0pJANntxsCfC12zlfpLWmWlb5nT4-8QUinoAiCTRuX6aqTMCfo0Jfj7QyQT_PbnP_pEWEdj4g3h2l6cPYMeKhDwFXTLWpEiwTHVB6Lny4uDSCRPml5NT4Wnnt-x8faGyJGAQ4uAI8-z3DM5AD6USgYzYkKW1RNvA9ABLKiswae_GjskzVSuOv98UZpiVS2GSqZJxfy7mNYZ2T2jkq3a55s4TUbFDwL4o6V4-FJrx4Y6z1HIWgU9xikzILD-njeqcey61zTKgggbnjF1bgTQOD3k-PozHUJbwklhyH-QDzmnblKJq_QX_jYCSJrENdM2L19-pZ2fgUA5eDm3sT2zv7UiMw4mim9bDF-KF2gDMQJJ0UOAs6Fjv0W22GZfOm6qVQdi44c1VrglzvR556GfA2jodG-zij0NajozStYsFonk7xcddX89RvdUuw6jCv5VDQbGxyR7hIPXj0Bda7NlH6GLDKo9YVW-dI5WzG81viouOHgDFfdiXhe3KNv2xM5pOvAc_HQXV42PO45rmZPGg

    BalasHapus