Kamis, 01 September 2016

Waspadai Bentuk Pemikiran Destruktif Dalam Agama

Rasululloh telah bersabda dalam hadist yang berderajat Hasan:

عن أبي ثعلبة الخشني رضي الله عنه ، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، قال
" إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى فَرَضَ فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوهَا ، وَحَدَّ حُدُودًا فَلاَ تَعْتَدُوهَا ، وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلاَ تَنْتَهِكُوهَا ، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً بِكُمْ ، غَيْرَ نِسْيَانٍ ، فَلاَ تَبْحَثُوا عَنْهَا " .
. حديث حسن ، رواه الدارقطني وغيره‎

Dari Abi Tsa’labah, dari Rasululloh SAW, beliau bersabda: “Sesungguhnya Alloh telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah kalian tinggalkan, dan Alloh telah menetapkan suatu ketetapan hukum, maka jangan langgar, dan Alloh telah mengharamkan beberapa perkara maka jangan kalian terjang, dan Alloh DIAM atas beberapa perkara karena sayang kepada kalian bukan karena lupa, maka jangan kalian membahas- bahasnya”.
Hadist Hasan riwayat Daruquthni dan lainnya.‎

Kita bisa melihat bukti dinegara- negara yang termakan hasutan pola pikir merusak ini mereka saling menghalalkan darah saudaranya sesama “Ahli Qiblat” dengan alasan kafir atau “keluar dari jama’ah”, padahal merekalah yang telah keluar dari jama’ah karena mereka muncul belakangan.

Para Ulama Ahlussunnah Waljama’ah Mutawassithoh (moderat) dalam kurun waktu yang lama telah menetapkan berbagai pilar yang mantap berdasarkan kaedah- kaedah Al- Qur’an dan hadist- hadist Nabi sehingga tercapai kestabilan politik dan kestabilan tatanan masyarakat dalam jangka waktu relative lama sehingga sebagai efeknya adalah tercapainya kemakmuran dan ketinggian keilmuan kaum muslimin dan kemajuan di berbagai bidang .
Namun sejak beberapa decade yang lalu mulai dimunculkan beberapa pola pikir merusak yang kemudian terbukti menimbulkan berbagai kegaduhan baik internal  maupun berskala internasional, yang jika tidak cepat cepat kita sadari akan dapat meruntuhkan Citra dan keagungan Islam.
Kita sepertinya dibuat lelah dan memuakkan ketika menyaksikan gerakan-gerakan brutal-sadis yang mengatasnamakan agama. Gerakan-gerakan tersebut tampaknya tidak pernah berhenti dari dahulu hingga sekarang, dan mungkin sampai akan datang. Kita menyaksikan tontonan tidak manusiawi tersebut hampir diseluruh lini kehidupan kita, mulai dari agama sampai pada persoalan ekonomi, politik dan sosial budaya. Anehnya gerakan-gerakan tersebut dikemas dengan dan atas nama agama, sehingga menghentakkan sebagian orang serta merta menjadi pendukung dan pembelanya. Padahal perbuatan-perbuatan tersebut sudah diluar agama, alias perbuatan terkutuk dari orang-orang yang telah dikuasai syahwat jelek. Bahkan juga Tuhan dan manusia yang waras ikut mengutuk perbuatan tersebut karena telah merusak kemanusiaan semesta atau mendatangkan bencana kemanusiaan universal.

Kita semua faham bahwa kehadiran agama apapun agama itu bertujuan untuk riwayat almasalih al-ummah (menciptakan kebaikan umat). Sehingga kalau ada agama yang mengajarkan perbuatan-perbuatan destruktif tersebut itu pastikan bukan agama yang benar melainkan hanya keinginan orang-orang tertentu yang mengatasnamakan agama. Agama hanya mentolelir perang dengan segala resikonya. Kalau diperangi, dan itupun masih mempunyai etika kemanusiaan seperti dilarang membunuh orang yang sedang membunuh orang yang tidak sedang membunuh atau memerangi kita, orang-orang tua, harta benda, hewan ternak juga tidak boleh diganggu, alias dipelihara. Ini artinya perang dalam agama hanya bersifat prefentif untuk mempertahankan diri walaupun ada strategi yang mengatakan bahwa “pertahanan yang paling baik itu adalah menyerang”. Tetapi persoalannya bukan strategi melainkan faktual, yaitu perintah memerangi orang-rang yang memerangi kita hanya untuk mempertahankan diri (self difence), karena perang hanya “membunuh atau dibunuh”

Jadi pembunuhan dan kekerasan diluar itu sungguh agama mengutuknya karena bertentangan tujuan akhirnya agama dalam kehidupan manusia. Karenanya membuat statement menghalalkan darah antara sesama itu merupakan statement orang-orang tidak waras alias gila beneran karena melampaui batas agama dan kemanusiaan. Memang diakui paling mudah menggerakkan perbuatan destruktif dengan atas nama agama, sehingga istilah “jihad” yang begitu mulia maknanya, yaitu berjuang dijalan Allah untuk kemanusiaan semesta bisa berubah menjadi “jahat”. Disebut demikian Karena selain perbuatan jahat yang terkutuk itu juga menyebabkan tragedi kemanusiaan yang tidak bisa diterima oleh orang masih waras akalnya. Jadi, perbuatan destruktif atas nama agama itu sejatinya makar setan yang wajib dijauhi. Jika tidak maka bencana kemanusiaan akan terus terjadi dan melanda di-mana-mana dan itu merupakan ancaman yang sangat membahayakan bagi manusia semesta.

Memang ada motif-motif tertentu dari perbuatan destruktif atas nama agama itu, hanya saja motif-motif tersebut telah membutakan mata hati untuk menari diatas penderitaan orang lain. Disinilah pentingnya memfungsikan hati, mata, telinga untuk merasakan dan mendengarkan panggilan kebaikan/kebenaran supaya keberadaan manusia tetap terjaga sebagai makhluk Allah yang mulia. Bila tidak, maka keberadaan manusia tersebut lebih sesat dari pada hewan. Perhatikanlah firman Allah: 

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (179)

“Dan sesungguhnya Kami jadikan isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tapi tidak dipergunakannya (untuk memahami ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS. Al-A’raf: 179). 

Perhatikan petunjuk ayat tersebut diatas, betapa hinanya orang yang tidak memfungsikan nikmat Tuhan yang melekat padanyauntuk jalan-jalan yang benar. Ini satu peringatan serius dari Yang Maha Kuasa kepada kita agar tetap terjaga martabat kemanusiaan kita sebagai hambaNya yang mulia. Tanpa hal tersebut kita akan menjadi makhluk Tuhan yang sama bahkan lebih hina dari makhluk-makhluk lain. Nuasnya singa masih lebih baik dari pada buasnya manusia. Singa yang kelihatan buas itu bila mengejar mangsanya hanya satu yang dimangsanya, tetapi  buasnya manusia orang banyak bisa menjadi korban kebuasan seorang. Inilah yang disebut bahwa manusia lebih sesat dari hewan itu (bal hum adhal). Maka jalan keluarnya adalah kembali pada agama sebagai pedoman dan petunjuk hidup untuk meraih kebahagiaan.
Di dalam kitab Sahih Muslim pula telah disebutkan melalui hadis Aisyah binti Talhah, dari bibinya (yaitu Siti Aisyah r.a., Ummul Mu’minin). Dia telah menceritakan: 
دُعِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى جِنَازَةِ صَبِيٍّ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ طُوبَى لَهُ، عُصْفُورٌ مِنْ عَصَافِيرِ الْجَنَّةِ، لَمْ يَعْمَلِ السُّوءَ وَلَمْ يُدْرِكْهُ. فَقَالَ [رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] أَوَ غَيْرَ ذَلِكَ يَا عَائِشَةُ؟ إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْجَنَّةَ، وَخَلَقَ لَهَا أَهْلًا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبَائِهِمْ، وَخَلَقَ النَّارَ، وَخَلَقَ لَهَا أَهْلًا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبَائِهِمْ"

bahwa Nabi Saw. diundang untuk menghadiri pemakaman jenazah seorang bayi dari kalangan kaum Ansar. Lalu Siti Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah, beruntunglah dia, dia akan menjadi burung pipit surga, dia tidak pernah berbuat keburukan dan tidak menjumpainya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai Aisyah, tidaklah seperti itu. Sesungguhnya Allah telah menciptakan surga dan Dia telah menciptakan pula para penghuninya, sedangkan mereka masih berada di dalam sulbi bapak-bapak mereka. Dan Allah telah menciptakan neraka, dan Dia telah menciptakan pula para penghuninya, sedangkan mereka masih berada di dalam sulbi bapak-bapak mereka.
Di dalam kitab Sahihain, melalui hadis Ibnu Mas'ud disebutkan seperti berikut:


ثُمَّ يَبْعَثُ إِلَيْهِ الْمَلِكَ، فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، فَيَكْتُبُ: رِزْقَهُ، وَأَجَلَهُ، وَعَمَلَهُ، وَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ".

Kemudian Allah mengirimkan malaikat kepadanya, malaikat diperintahkan untuk mencatat empat kalimat. Maka dicatatlah rezekinya, ajalnya, dan amalnya serta apakah dia orang yang Celaka ataukah orang yang berbahagia

Ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjadi khalifah, gejala lemahnya umat untuk beramar-ma’ruf dan nahi-mungkar ini mulai muncul, maka beliau berkata kepada orang-orang, “Wahai manusia, sesungguhnya kamu telah membaca ayat ini;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105)

Artinya, “Wahai kaum mukmin, peliharalah diri kalian dengan baik. Orang yang sesat tidak akan dapat merugikan kalian jika kalian sudah mendapatkan hidayah. Kelak kalian akan kembali kepada Allah, lalu di akhirat kelak, Allah akan mengabarkan kepada kalian apa yang telah kalian lakukan di dunia.” (QS. al-Maidah, 5 : 105)

tetapi kamu telah meletakkan ayat ini bukan pada tempatnya, sedangkan aku mendengar Rasulullah saw bersabda;

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْمُنْكَرَ ، وَلا يُغَيِّرُونَهُ أَوْشَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلََّ أَنْ يَعُمَّهُمْ بِعِقَابِهِ

Artinya, “Sesungguhnya jika manusia melihat kemungkaran tetapi mereka tidak mau merubahnya, maka lambat laun Allah ‘azza wajalla akan menimpakan azab (siksa) keatas mereka seluruhnya.” (HR. Imam Ahmad)‎

Mentafsirkan ayat diatas, Abu Bakar ash-Siddiq Radhiyallahu ‘anhu berkata;

 أَيُّهَا النَّاسُ ، إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّهُ مُجَانِبُ الإِيمَانِ

Artinya, “Wahai manusia, jauhilah olehmu kedustaan, karena kedustaan itu akan menjauhkan keimanan.” (HR. Imam Ahmad)

Asar ini telah diriwayatkan oleh Ashabus Sunan yang empat dan Ibnu Hibban di dalam kitab Sahih-nya serta lain-lainnya melalui berbagai jalur yang cukup banyak dari sejumlah perawi yang banyak melalui Ismail ibnu Abu Khalid dengan lafaz yang sama secara muttasil lagi marfu. Di antara mereka ada yang meriwayatkannya dari Ismail ibnu Abu Khalid secara mauquf hanya sampai pada Abu Bakar r.a.
Tetapi Imam Daruqutni dan lain-lainnya men-tarjih predikat marfu-nya, dan kami telah menyebutkan semua jalurnya. Pembahasan mengenainya cukup panjang lebar disebutkan di dalam musnad Abu Bakar As-Siddiq.
قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَعْقُوبَ الطَالَقَاني، وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، حَدَّثَنَا عُتْبَةُ بْنُ أَبِي حَكِيمٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ جَارِيَةَ اللَّخْمِيُّ، عَنْ أَبِي أُمَيَّةَ الشَّعْباني قَالَ: أَتَيْتُ أَبَا ثَعْلَبَةَ الخُشَنِي فَقُلْتُ لَهُ: كَيْفَ تَصْنَعُ فِي هَذِهِ الْآيَةِ؟ فَقَالَ: أيَّة آيَةٍ؟ قُلْتُ: قَوْلُهُ [تَعَالَى] {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ} فَقَالَ: أَمَا وَاللَّهِ لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْهَا خَبِيرًا، سألتُ عَنْهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "بَلِ ائْتَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ، وَتَنَاهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ، حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحّا مُطاعًا، وهَوًى مُتَّبعًا، وَدُنْيَا مُؤْثَرة، وإعجابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيهِ، فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ، وَدَعِ الْعَوَامَّ، فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ القَبْضِ عَلَى الجَمْرِ، لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مثلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ كَعَمَلِكُمْ" -قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ: وَزَادَ غَيْرُ عُتْبَةَ: قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَجْرُ خَمْسِينَ رَجُلًا مِنْهُمْ أَوْ مِنَّا؟ قَالَ: "بَلْ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُمْ".

Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Ya'qub At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu Abu Hakim, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Jariyah Al-Lakhami, dari Abu Umayyah Asy-Sya'bani yang mengatakan bahwa ia pernah datang kepada Abu Sa'labah Al-Khusyani, lalu bertanya kepadanya, "Bagaimanakah sikapmu terhadap ayat ini (Al-Maidah: 105)?" Abu Sa'labah bertanya, "Ayat apakah yang kamu maksudkan?" Ia menjawab, "Yang kumaksud adalah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk' (Al-Maidah: 105)." Abu Sa'labah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya kamu menanya­kannya kepada orang yang mengetahuinya. Aku pernah menanyakannya kepada Rasulullah Saw., maka beliau Saw. bersabda: 'Tidak, tetapi tetaplah ber-amar ma’ruf dan bernahi munkar hingga kamu melihat sifat kikir ditaati, hawa nafsu diikuti, duniawi dipentingkan(diprioritaskan), dan setiap orang merasa kagum dengan pendapatnya sendiri, maka (saat itulah)kamu harus memperhatikan dirimu sendiri dan tinggalkanlah orang-orang awam. Karena sesungguhnya di balik itu kalian akan mengalami berbagai macam cobaan, yaitu di hari-hari di mana orang yang bersikap sabar dalam menjalani masa itu sama dengan seseorang yang menggenggam bara api. Orang yang beramal (kebaikan) di masa itu beroleh pahala semisal dengan pahala lima puluh orang lelaki yang beramal seperti amal kalian". Abdullah ibnul Mubarak mengatakan bahwa yang lainnya selain Atabah menambahkan seperti berikut: Bahwa ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah pahala lima puluh orang lelaki itu dari kalangan kami ataukah dari kalangan mereka?" Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, bahkan pahala lima puluh orang dari kalian.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib sahih.‎

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui jalur Ibnul Mubarak. Dan Ibnu Majah, Ibnu Jarir serta Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya dari Atabah ibnu Abu Hakim.‎‎

Permasalahan pencapaian demokratisasi di Indonesia kian hari diperhambat dengan berbagai anomali yang lahir dari rahim dehumanisasi. Wibawa negara sebaga institusi “akbar” yang seyogyanya wajib memenuhi hak dasar warga negara seakan-akan sirna di depan permasalahan itu. Kekuatan negara secara organisasional yakni monopoli, memaksa dan menyeluruh  itu semakin mengangkat tangan bahkan terkesan diam-terbungkam dengan kekuatan dalam upaya mencoreng wajah demokrasi pancasila berbasis kebhinekaan kita. Salah satu permasalahan yang selama ini menginjeksi virus-virus menuju karakter antidemokrasi yakni radikalisme agama atau lebih tepatnya kita labelkan dengan Fundamentalisme agama. Pembungkaman demokrasi yang selama ini mencuat hampir di seluruh daerah di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh indoktrinisasi kebenaran positivistik dari beberapa sekte agama besar namun cenderung “garis keras”.  Berbagai bentuk kekerasan atas nama kebenaran agama di dalam beberapa diskursus pluralism maupun demokrasi modern mengasumsi bahkan diyakini sebagai akar penyebab dalam menumbrai spirit pancasilais sebagai substansi republik ini. Fakta-fakta yang terjadi seperti pembantaian terhadap minoritas kaum syiah di sampang Madura, warga ahmadiyah di tasikmalaya, serta beberapa aliran agama nasrani di kota bogor yang di cekal dalam melaksanakan ritual ibadah sebagai bukti bahwa kekerasan beragama masih menjadi permasalahan prioritas yang perlu diselesaikan oleh negara.

Kekerasan dengan dalil agama selama ini terjadi bukan tanpa ada sebab. Menjamurnya gerakan-gerakan fundamentalisme agama dianggap merupakan salah satu dari sekian sebab yang memicu bara api kebencian terhadap keyakinan minoritas. Stigmatisasi ”sesat dan menyesatkan” dengan dalil otoritas wahyu (kitab Suci) dilekatkan kepada golongan yang dianggap di jalur lain dengan kepercayaan atau keyakinan mereka, entah dalam perspektif akidah sebagai konsep beragama maupun ranah ritual sebagai impelemtasi dari akidah itu.

Ada 5 (lima) hal penyebab terjadinya destruktif agama, baik agama samawi (berdasarkan pemahaman wahyu), maupun agama ardhi (agama yang lahir secara proses kultural), 

Pertama mengklaim kebenaran mutlak sehingga agama terkesan kaku dan cenderung skriptualistik. Padahal jika kita lihat agama dengan pendekatan multiperspektif, maka agama bukan hanya menjawab permasalahan teologis saja, melainkan pula menjawab segala bentuk permasalahan kemanusiaan (humanism universal). Firman (otoritas) Illahi yang termaktub dalam kitab suci akan diinterpretasikan sesuai dengan perspektif (sudut pandang) dari sang interpreter dalam menentukan cara beragamanya. Maka perbedaan beragama dan berkeyakinan sudah menjadi suatu sunatullah (hukum alam) yang tak bisa ditumbangkan dengan cara apapun oleh segelintir orang atau kelompok tertentu. 

Kedua, Ketaatan buta terhadap pemimpin yang menyebabkan patrunisasi dalam beragama. Sebagai contoh, dalam fakta dinamika masyarakat, ajaran agama sering digunakan oleh penguasa atau pemimpin untuk melegitimasi kekuasaan. Dalam sejarah peradaban manusia, pemimpin yang zalim (dictator) selalu mencampur-baurkan nilai agama yang seyogyanya “suci” dengan kekuasaan politik yang cenderung bermain kotor dalam mewujudkan tirani kekuasaan. Imbasnya, makna kesakralan agama terlihat keruh karena hanya dimanfaatkan dalam membentengi kebengisan rezim (pemimpin). 

Ketiga,keinginan yang kuat kembali ke zaman ideal. Dalam pandangan fundamentalisme agama, zaman ideal diinterpretasikan sebagai sistem khilafah yang dianggap sangat perfeksionis dalam bentuk ketatanegaraan pasca wafatnya Rasulullah SAW. Akan tetapi, menurut Ayumardi Azra, khilafah secara historis memiliki kelemahan dalam perjalanannya, seperti adanya unsur nepotisme dalam kekhalifahan di zaman Bani Ummayah sehingga memantik konflik kepentingan yang memicu perpecahan dalam tubuh umat islam. Atau dengan kata lain, Rasulullah SAW itu merupakan individu yang  ideal, namun yang jadi pertanyaan besar, apakah kita akan hidup ideal baik secara politik, hukum, dan ekonomi jika kita kembali ke sistem khilafah itu dengan keadaan sudah tidak ada Rasulullah sebagai individu ideal itu (Suri tauladan yang baik)? Sehingga tidak berlebihan jika muncul berbagai argumentasi bahwa khilafah sudah tidak layak dijadikan sebagai entitas politik di zaman modern ini. 

Keempat, menghalalkan segala cara demi satu tujuan tertentu. Sering kita temukan berbagai bentuk kejahatan yang berujung kekerasan bahkan pembunuhan dengan alasan “darahnya halal”. Namun dalam ajaran agama manapun, tidak pernah mengafirmasi tindakan kekerasan apalagi pembunuhan dalam kepentingan individu ataupun golongan. 

Kelima,mengumandangkan perang suci yang melahirkan pandangan untuk memancing kekacauan dan peperangan dengan dalil perintah Illahi. Kila lihat saja berbagai konflik yang terjadi di beberapa belahan dunia seperti di timur tengah, konflik bersenjata yang memicu peperangan diklaim agama sebagai akar penyebabnya. Namun jika dilihat dalam pendekatan ekonomi politik, konflik yang terjadi selama ini disana lebih cenderung akibat dari perebutan sumber energy (kilang Minyak).

Indonesia merupakan negara yang memiliki karakteristik demokrasi yang secara konseptual berbeda dengan negara demokrasi pada umumnya. Demokrasi pancasila yang secara konseptual itu seperti diketahui selama ini berupaya dalam menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia dan penegakan supremasi hukum seharusnya mampu menjawab segala bentuk patologi sosial yang bersumber dari radikalisme atau fundamentalisme agama. Selain itu, pendidikan pluralisme agama sebagai turunan dari Ideologi Pancasila sudah diimplementasi secara dini kepada generasi penerus bangsa sebagai pintu dalam menuju cita-cita bangsa Indonesia sebagai bangsa berketuhanan dan berperikemanusiaan. Perlunya suatu badan negara serta regulasi yang dilahirkan terkait mendukung kebebasan dalam beragama sehingga baik secara yuridis maupun non yuridis (politik, sosial, dll), kekerasan atas nama Tuhan mampu diminimalisir bahkan dihilangkan dari wajah Indonesia yang telah bertopeng Demokrasi Pancasila itu.‎

Kita jangan mudah tertipu oleh klaim seseorang yang dikenal sebagai kyai khas atau wali, bahwa ia telah melihat, baik melalui mimpi atau dengan mata hati(kasyaf)-nya, tentang masalah kebenaran.Karena bisa saja yang telah dilihatnya adalah gambar buatan Iblis nenek moyang setan. 

Dalam hal ini Syaikh Abdul Wahhab Sya’roni rh berkata:

ﻓﻘﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﺩﺧﻞ ﻛﺸﻔﻪ ﺍﻟﺘﻠﺒﻴﺲ ﻣﻦ ﺇﺑﻠﻴﺲ، ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﺪ ﺃﻗﺪﺭ ﺇﺑﻠﻴﺲ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻳﻘﻴﻢ ﻟﻠﻤﻜﺎﺷﻒ ﺻﻮﺭﺓ ﺍﻟﻤﺤﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺄﺧﺬ ﻋﻠﻤﻪ ﻣﻨﻪ ﻣﻦ ﺳﻤﺎﺀ ﺃﻭ ﻋﺮﺵ ﺃﻭ ﻛﺮﺳﻲ ﺃﻭ ﻗﻠﻢ ﺃﻭ ﻟﻮﺡ ﻓﺮﺑﻤﺎ ﻇﻦ ﺍﻟﻤﻜﺎﺷﻒ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻋﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺄﺧﺬ ﺑﻪ ﻓﻀﻞ ﻭﺃﺿﻞ، ﻓﻤﻦ ﻫﻨﺎ ﺃﻭﺟﺒﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻜﺎﺷﻒ ﺃﻥ ﻳﻌﺮﺽ ﻣﺎ ﺃﺧﺬﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﻛﺸﻔﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﻓﺈﻥ ﻭﺍﻓﻖ ﻓﺬﺍﻙ ﻭﺇﻻ ﺣﺮﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺑﻪ . ‏( ﺍﻟﻤﻴﺰﺍﻥ ﺍﻟﻜﺒﺮﻯ، ﺝ 1 ، ﺹ 12 ).
“Bisa saja tipuan Iblis memasuki dunia kasyafnya (melihat perkara ghaib), karena Alloh SWT telah memberikan kesanggupan kepada Iblis –sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ghazali dan lainnya- untuk membuat bagi mukasyif (orang yang melihat perkara ghaib) gambar tempat dimana ia mengambil ilmu dari tempat itu, seperti langit, ‘Arasy, Kursi, Qalam, atau Lauh Mahfudz. Maka terkadang mukasyif menyangka bahwa ilmu itu dari Alloh SWT, lalu ia mengambilnya, lalu ia tersesat dan menyesatkan. Oleh karenanya, para ulama telah mewajibkan atas mukasyif supaya menghadapkan ilmu yang telah diambilnya melalui kasyaf kepada al-Kitab (Qur’an) dan Sunnah. Ketika sesuai dengan al-Kitab dan Sunnah, maka diamalkan. Dan ketika tidak sesuai, maka haram mengamalkannya”. (al-Mizan al-Kubro, 1/12).

Jadi ketika Iblis mampu membuat gambar Arasy sebagai makhlunya Alloh yang terbesar dan tertinggi, maka membuat gambar kejadian alam tentu lebih mudah bagi Iblis, juga dengan memasukkan gambar itu ke dalam dunia mimpi seorang ulama atau kyai khash yang daya akalnya lemah dan rapuh.‎

Ketika Rasululloh hampir wafat, para sahabat memohon agar diberikan wasiyat tentang siapa penerus beliau sebagai khalifah selanjutnya. Nabi diam tidak menjawab. Ini memilik arti bahwa model khilafah dan kepemimpinannya diserahkan kepada kebijaksanaan ummat (walau ada yang berpendapat bahwa Nabi pernah berwasiyat tentang masalah ini di “Ghodir Khum”, namun para cendekia menganggap peristiwa ini sejatinya tak pernah terjadi dengan berbagai argument yang amat kuat).
Rasululloh bersabda sebelum wafatnya:
قال عند وفاته ‏:‏ إن استخلف فقد استخلف من هو خير مني ، وإن أتركهم فقد تركهم من هو خير مني ، فعرف الناس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يستخلف أحداً ‏. السيرة النبوية ابن هشام
“ Jika (aku) menentukan pengganti (khalifah), sungguh sudah ada orang (Nabi) yang lebih baik dari saya yang memilih pengganti (seperti Nabi Dawud digantikan putranya Sulaiman), jika aku membiarkan ummat (untuk mencari penggantI) maka juga sudah ada orang yang lebih baik dari aku yang membiarkan ummat mencari pennganti”.‎ 

Maka ketika itu menjadi jelas bagi manusia (para sahabat) dan menjadi tahu bahwa sesungguhnya Rasululloh tidak menentukan pengganti dengan siapapun (Siroh Nabawiyyah Ibnu Hisyam).‎

Dalam keyakinan Ahlussunnah Waljama’ah Mutawassithoh (moderat), loyalitas kepada pemimpin itu sebuah kewajiban yang  bersifat mengikat yang harus dita’ati, kecuali perintah untuk berbuat maksiyat. Bahkan ummat Islam dilarang oleh Nabi  untuk mengadakan perlawanan dan pemberontakan kepada pemimpin yang ada walau bersifat zalim selama mereka msih menegakkan sholat berdasarkan banyak- hadist- hadist yang bernilai sohih.

عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : " خِيَارُكُمْ وَخِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ ، وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ ، وَشِرَارُكُمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ ، وَتُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَلا نُنَابِذُهُمْ ؟ قَالَ : لا ، مَا صَلَّوْا لَكُمُ الْخَمْسَ ، أَلا وَمَنْ كَانَ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعَاصِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، فَلْيُنْكِرْ مَا أَتَى مِنْ ذَلِكَ ، وَلا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ " رواه مسلم

Dari 'Auf bin Malik ra, Aku telah mendengar Rasululloh SAW bersabda:
"Sebaik- baik kalian dan sebaik- baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka para pemimpin itu mencintai kalian, kamu sekalian mendo'akan mereka dan mereka mendo'akan kalian. Dan seburuk- buruk kalian dan para pemimpin kalian adalah yang kamu sekalian membenci mereka dan mereka para pemimpin itu membenci kalian. Kalian pun mengutuk mereka, mereka pun mengutuk kalian".
Para sahabat berkata: "Wahai rasulalloh, bolehkah kami memberontak kepada mereka?"
Nabi menjawab: "Tidak, selama mereka masih melaksanakan sholat lima waktu". "Ingat, barang siapa memiliki pemimpin yang melakukan sebagian maksiyat kepada Alloh, maka hendaklah ia (rakyat) mengingkari (jangan menyetujui) apa yang mereka lakukan, namun jangan kalian mengangkat tangan kalian dari janji setia (ta'at kepada pemimpin itu)"..
Hadist riwayat Muslim.

Terlalu banyak hadist- hadist yang senada dengan ini yang dipegang teguh oleh kaum Ahlussunnah Waljama’ah Mutawassithoh (moderat), namun kini muncul pola pikir merusak yang menghantam nilai- nilai ini sehingga memporak porandakan satabilitas dinegara- negara yang dilandanya. Kata- kata nasehat para ulama sudah tidak digubris karena mereka telah berhasil men- delegitimasi para ulama, bahkan tak ragu untuk menghabisi ulama caliber dunia sekalipun sebagaimana terjadi padaSyekh Al- Buthi di Suriah, menghalalkan terror, pembunuhan dan saling bom antar kelompok karena telah berhasil men – diskreditasi ummat dalam kelompok yang dianggapnya ahli bid’ah dan ahli kebathilan karena tidak sefaham dengan mereka dan akhirnya negara porak poranda diterjang gelombang pemberontakan setelah mereka berhasil men- destabilisasi negara- negara yang dikehendaki, bertentangan dengan wasiyat- wasiyat Nabi SAW tentang larangan“bughot” dan pemberontakan kepada pemimpin yang telah diangkatnya.

Maka kita kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah Mutawassithoh dan pemerintah harus mewaspadai 3 pola pkir yang merusak itu, yakni:delegitimasi – diskreditasi dan de stabilsasi, dan memperingatkan ummat serta generasi muda tentang bahayanya  3 pola pikir yang merusak itu.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
    saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
    jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus