Sesungguhnya Hari ‘Asyura (10 Muharram) merupakan hari bersejarah dan diagungkan dalam Islam. Hari ‘Asyura ini bersejarah karena pada hari ini Nabi Musa a.s. dan kaumnya terlepas dari kejaran Fir’aun laknatillah. Karena itu, menjadi tradisi bagi orang-orang Quraisy dan Yahudi pada masa Nabi Muhammad SAW melakukan puasa untuk dan mengenang dan sekaligus bersyukur terlepas dari musuh mereka. Nabi Muhammad SAW yang merupakan nabi terakhir melestarikan tradisi ini dengan melaksanakan puasa pada hari ini dan memerintah ummatnya melakukan hal serupa. Nabi SAW bersabda :
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
”Di zaman Jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa ’Asyura. Rasulullah SAW juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau melakukan puasa tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ’Asyura. (Lalu beliau mengatakan:) Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak berpuasa). (H.R. Bukhari)
Dari Ibnu Abbas r.a., beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.
“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah SAW mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah SAW bertanya, ”Hari yang kalian bepuasa ini hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, ”Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”. Rasulullah SAW lantas berkata,” Kami seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.”. Lalu setelah itu Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.”(H.R. Muslim)
Dua hadits ini menunjukkan bahwa suku Quraisy berpuasa pada hari ‘Asyura di masa Jahiliyah, dan sebelum hijrahpun Nabi SAW telah melakukan puasa pada hari ini. Kemudian sewaktu tiba di Madinah, beliau temukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu, maka Nabi-pun berpuasa dan mendorong umatnya untuk berpuasa. Karena ibadah puasa ‘Asyura dilakukan juga oleh Yahudi, maka Rasulullah menganjurkan puasa pada hari kesembilan Muharram (Tasu’a) untuk menyelisih ibadah Yahudi. Ibnu Abbas beliau berkata :
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ: فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
”Rasulullah SAW melaksanakan dan memerintah berpuasa pada Hari ’Asyuraa, ketika itu para sahabat berkata : ”Ya Rasulullah sesungguhnya hari Asyura itu merupakan hari yang dihormati oleh Yahudi dan Nashrani.” Rasulullah SAW menjawab : ”Apabila datang tahun depan, insya Allah kami berpuasa pada hari kesembilannya. Ibnu Abbas mengatakan : ”Tidak sempat datang tahun depan itu, karena Rasulullah SAW duluan wafat.” (H.R. Muslim)
Lalu bagaimana dengan tradisi masyarakat kita yang merayakan 10 Muharram (‘Asyura) dengan berbagai amalan seperti memberikan makanan kepada fakir miskin, mandi, berdoa dan lain-lain, - yaitu amalan amalan yang dianjurkan pada setiap waktu tanpa dikaidkan dengan waktu tertentu - dengan niat bersyukur kepada Allah Ta’ala dan mengenang sejarah terlepas Nabi Musa a.s. dan kaumnya dari kejaran Fir’aun ? jawabannya selama amalan-amalan itu tidak ada unsur maksiat dan tidak dilarang agama, maka itu menjadi amalan shalihah, karena amalan tersebut termasuk dalam keumuman anjuran bersyukur dan mengambil i’tibar dengan peristiwa-peristiwa masa-masa lalu, apalagi ini merupakan peristiwa sejarah sangat penting dalam perjalanan syari’at Allah Ta’ala. Menurut hemat kami, amalan-amalan yang dianjur pada setiap waktu seperti memberikan makanan kepada fakir miskin, mandi, berdoa dan lain-lain apabila dilakukan pada 10 Muharram, maka dapat diqiyaskan kepada ibadah puasa yang dianjurkan dilakukan pada 10 Muharram dengan jalan kesamaannya (‘illah-nya) sama-sama merupakan amalan dalam rangka mengungkap rasa syukur dan mengenang sejarah terlepas Nabi Musa a.s. dan kaumnya dari kejaran Fir’aun. Sehingga memperingati 10 Muharram ini sama dengan memperingati hari-hari besar Islam lainnya seperti Maulid Nabi SAW, Isra’ Mi’raj, Nuzul Qur’an yang dianjurkan dalam agama meskipun tidak ada contoh secara detil dari Nabi SAW dan para Sahabat. Namun karena ada dalil dan didukung oleh qawaid agama secara umum, maka termasuk dalam katagori bid’ah hasanah.
Tradisi yang biasa mereka lakukan itu memang termasuk salah satu masalah furu'iyah yang di dalamnya terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama yang timbulnya dikarenakan tidak adanya dalil yang sharih atau nash syar’i yang khusus menjelaskan tentang masalah itu. Namun dalam beberapa dalil syar'i, secara umum toh syari'at kita menganjurkan berbuat baik/beramal sholih, baik yang berupa ibadah mahdlah atau ibadah ghairu mahdlah, yang bersifat qauliyah, badaniyah, atau maliyah.
SOAL: Setiap hari Asyura atau tanggal sepuluh Muharram, umat Islam banyak melakukan tradisi Islami yang baik. Apakah hal tersebut ada keterangannya dalam kitab para ulama yang mu’tabar dan diakui?
JAWAB: Ya jelas banyak, antara lain dalam kitab I’anah al-Thalibin karya Sayyid Bakri Syatha al-Dimyathi, dan penjelasan Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus al-Makki, ulama Syafi’iyah terkemuka dan pengajar di Masjid al-Haram, dalam kitabnya Kanz al-Najah wa al-Surur fi al-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tasyrah al-Shudur, halaman 82, sebagai berikut:
فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ # بِهَا اثْنَتَانِ وَلَهَا فَضْلُ نُقِلْ
صُمْ صَلِّ صِلْ زُرْ عَالِمًا عُدْ وَاكْتَحِلْ # رَأْسَ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ
وَسِّعْ عَلىَ الْعِيَالِ قَلِّمْ ظَفَرَا # وَسُوْرَةَ اْلإِخْلاَصِ قُلْ أَلْفًا تَصِلْ
Pada hari Asyura terdapat dua belas amalan yang memiliki keutamaan
1) Puasa
2) Memperbanyak ibadah shalat
3) Shilaturrahmi dengan keluarga dan family
4) Berziarah kepada ulama
5) Menjenguk orang sakit
6) Memakai celak mata
7) Mengusap kepala anak yatim
8) Bersedekat kepada fakir miskin
9) Mandi
10) Membuat menu makanan keluarga yang istimewa
11) Memotong kuku
12) Membaca surah al-Ikhlash 1000 kali.
Dalam kitab Nihayatuz Zain hal. 196 disebutkan :
وَنُقِلَ عَنْ بَعْضِ اْلأَفَاضِلِ أَنَّ اْلأَعْمَالَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ اثْنَا عَشَرَ عَمَلاً: الصَّلاَةُ، وَاْلأَوْلَى أَنْ تَكُوْنَ صَلاَةُ التَّسْبِيْحِ، وَالصَّوْمُ، وَالصَّدَقَةُ، وَالتَّوْسِعَةُ عَلَى الْعِيَالِ وَاْلاِغْتِسَالُ، وَزِيَارَةُ الْعَالِمِ الصَّالِحِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضِ، وَمَسْحُ رَأْسِ الْيَتِيْمِ، وَاْلاِكْتِحَالُ، وَتَقْلِيْمُ اْلأَظَافِرِ، وَقِرَاءَةُ سُوْرَةِ اْلإِخْلاَصِ أَلْفَ مَرَّةٍ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ. وَقَدْ وَرَدَتْ اْلأَحَادِيْثُ فِي الصَّوْمِ وَالتَّوْسِعَةِ عَلَى الْعِيَالِ. وَأَمَّا غَيْرُهُمَا فَلَمْ يَرِدْ فِي اْلأَحَادِيْثِ. وَقَدْ ذَكَرَ إِمَامُ الْمُحَدِّثِيْنَ ابْنُ حَجَرٍ الْعَسْقَلاَنِيِّ فِيْ شَرْحِ الْبُخَارِيْ كَلِمَاتٍ مَنْ قَالَهَا فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ، وَهِيَ: سُبْحَانَ اللهِ مِلْءُ الْمِيْزَانِ .... إِلى أن قال: وَنَقَلَ سَيِّدِيْ عَلِيْ اْلأَجْهُوْرِيْ أَنَّ مَنْ قَالَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ سَبْعِيْنَ مَرَّةً: حَسْبِيَ اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ، كَفَاهُ اللهُ تَعَالَى شَرَّ ذَلِكَ الْعَامِ.
"Diriwayatkan dari sebagian orang-orang yang mempunyai sifat utama bahwa amalan pada hari asyura'/10 Mkuharram itu ada dua belas macam, yakni : shalat, -yang afdlol shalat tasbih- puasa, bersedekah, membuat anggota keluarga merasa gembira, mandi, manziarahi orang alim/orang shalih, menjenguk orang sakit mengusap kepala/menyantuni anak yatim, memakai celak, memotong kuku, membaca surat al-Ikhlash 1.000 x dan silaturrahim. Mengenai anjuran puasa dan membuat gembira kepada anggota keluarga ada hadits yang menerangkannya. Selain dua hal tersebut tidak ada hadits yang menerangkannya. Imam Ibnu Hajar menyebutkan bahwa barang siapa yang membaca kalimat ini pada hari Asyura', maka hatinya tidak mati, yaitu subhanallah mil'al mizan dan seterusnya. Sayyid Al-Ajhuri meriwayatkan bahwa barang siapa yang membaca hasbiyallah wani'mal wakil, ni'mal maula wa ni'man nashir 70 x pada hari Asyura' maka Allah akan menghindarkan orang tersebut dari keburukan dalam tahun ini.
Dalam kitab Asnal Mathalib fi Ahaditsa Mukhtalifatil Maratib juz II hal 586 disebutkan:
(أَحَادِيْثُ فَضْلِ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ) ثَبَتَ مِنْهَا أَحَادِيْثُ الصِّيَامِ، فَفِي الْبُخَارِي وَمُسْلِمٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ تَصُوْمُهُ قُرَيْشٌ فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَصُوْمُهُ فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ عَاشُوْرَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ. وَأَمَّا حَدِيْثُ التَّوْسِعَةِ وَلَفْظُهُ: مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ سَنَتِهِ كُلِّهَا، فَفِيْهِ خِلاَفٌ.
"(Beberapa hadits tentang keutamaan hari Asyura') Telah tercatat dalam beberapa hadits antara lain tentang puasa (Asyura'). Dalama kitab shahih Bukhari dan Muslim dari A'isah ra, dia berkata : bahwa kaum Quraisy di zaman Jahiliyah berpuasa pada hari Asyura'. Rasulullah SAW. juga berpuasa pada hari itu. Sewaktu beliau hadir/hijrah ke Madinah masih juga beliau melakukan dan memerintahkan puasa Asyura' tetapi ketika puasa Ramadlan telah diwajibkan, beliau meninggalkannya, barang siapa menghendaki puasa disilahkan berpuasa, dan barang siapa yang menghendaki tidak berpuasa boleh meninggalkannya. Adapun hadits "tausi'ah" yang lafdznya : barang siapa membuat gembira kepada keluarganya pada hari Asyura', maka Allah akan memberikan kelapangan kepadanya sepanjang tahun. Hadits tersebut masih diperselisihkan oleh para ahli hadits tentang keshahihannya.
Dalam kitab I'anatut Thalibin juz II hal. 266 diterangkan :
قَالَ الْعَلاَّمَةُ اْلأَجْهُوْرِيْ: وَلَقَدْ سَأَلْتُ بَعْضَ أَئِمَّةِ الْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ عَنِ الْكُحْلِ، وَطَبْخِ الْحُبُوْبِ، وَلُبْسِ الْجَدِيْدِ، وَإِظْهَارِ السُّرُوْرِ، فَقَالَ: لَمْ يَرِدْ فِيْهِ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلاَ عَنْ أَحَدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَلاَ اسْتَحَبَّهُ أَحَدٌ مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ.
“Imam Ajhuri berkata : sungguh saya telah menanyakan kepada sebagian dari para imam ahli hadits dan ahli fiqih tentang memakai celak, menanak biji-bijian, memakai pakaian yang serba baru dan memperlihatkan kegembiraan, beliau menjawab : mengenai hal itu tidak ada riwayat hadits yang shahih dari Nabi atau salah seorang sahabat dan tidak ada salah seorang pun dari para pemimpin Islam yang menganjurkannya”.
Walaupun demikian, karena sudah menjadi tradisi, maka hal tersebut bisa saja dilestarikan (jangan ditinggalkan), namun dengan catatan : bagi yang melakukannya jangan mempunyai i'tikad/anggapan bahwa yang dilakukan itu merupakan anjuran khusus dari Rasulullah SAW. kecuali beberapa amalan yang memang sudah dinash dalam hadits nabi. Ketentuan ini sesuai dengan keterangan dalam kitab mafahim yang ditulis oleh Sayyid Muhammad Alawi, hal. 314 :
جَرَتْ عَادَاتُنَا أَنْ نَجْتَمِعَ لإِحْيَاءِ جُمْلَةٍ مِنَ الْمُنَاسَبَاتِ التَّارِيْخِيَّةِ كَالْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ، وَذِكْرَى اْلإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ، وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، وَالْهِجْرَةِ النَّبَوِيَّةِ، وَذِكْرَى نُزُوْلِ الْقُرْآنِ وَذِكْرَى غَزْوَةِ بَدْرٍ. وَفِي اعْتِبَارِنَا أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ عَادِيٌّ لاَ صِلَةَ لَهُ بِالدِّيْنِ، فَلاَ يُوْصَفُ بِأَنَّهُ مَشْرُوْعٌ أَوْ سُنَّةٌ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُعَارِضًا لأَصْلٍ مِنْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ، لأَنَّ الْخَطَرَ هُوَ فْي اعْتِقَادِ مَشْرُوْعِيَّةِ شَيْءٍ لَيْسَ بِمَشْرُوْعٍ.
"Kita mempunyai tradisi yang sudah berlaku yaitu kita berkumpul untuk perayaan sejumlah hari-hari yang bernilai sejarah, seperti kelahiran nabi, peringatan Isra' Mi'raj, malam NishfuSya'ban, peringatan hijrahnya nabi, malam nuzulul qur'an dan peringatan perang badar. Menurut anggapan kita, perkara semacam itu merupakan suatu tradisi semata tidak ada sangkut pautnya dengan syari'at agama, maka tidak bisa dikatakan bahwa hal tersebut disyari'atkan atau disunnatkan. Namun amalan tadi sama sekali tidak bertentangan dnegan prinsip-prinsip agama. Karena yang menjadi kekhawatiran itu hanya lah timbulnya anggapan adanya anjuran syari’at terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak disyari’atkan.
SOAL: Maaf, itu kan keterangan dari ulama muta’akhkhirin, bukan ulama ahli hadits terdahulu. Kami ingin keterangan dari ulama ahli hadits masa lalu? Karena kami khawatir itu justrru tradisi Syiah, bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
JAWAB: Justru menurut ulama ahli hadits terdahulu, tradisi Asyura lebih banyak dari pada keterangan di atas. Misalnya seperti yang telah dijelaskan oleh al-Imam al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, (508-597 H/1114-1201 M), seorang ulama ahli hadits terkemuka bermadzhab Hanbali, yang menjelaskan dalam kitabnya al-Majalis sebagai berikut:
فَوَائِدُ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ
اَلْفَائِدَةُ اْلأُوْلَى: يَنْبَغِيْ أَنْ تَغْسِلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَقَدْ ذُكِرَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْرِقُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ زَمْزَمَ إِلىَ سَائِرِ الْمِيَاهِ، فَمَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَئِذٍ أَمِنَ مِنَ الْمَرَضِ فِيْ جَمِيْعِ السَّنَةِ، وَهَذَا لَيْسَ بِحَدِيْثٍ، بَلْ يُرْوَى عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اْلفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: الصَّدَقَةُ عَلىَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ. اْلفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَمْسَحَ رَأْسَ الْيَتِيْمِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ أَنْ يُفَطِّرَ صَائِمَا. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ أَنْ يُسْقِيَ الْمَاءَ. اَلْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ أَنْ يَزُوْرَ اْلإِخْوَانَ. اَلْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ: أَنْ يَعُوْدَ الْمَرِيْضَ. اَلْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ أَنْ يُكْرِمَ وَالِدَيْهِ وَيَبُرَّهُمَا. الْفَائِدَةُ التَّاسِعَةُ أَنْ يَكْظِمَ غَيْظَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْعَاشِرَةُ أَنْ يَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْحَادِيَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنَ الصَّلاَةِ وَالدُّعَاءِ وَاْلاِسْتِغْفَارِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّانِيَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّالِثَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُمِيْطَ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُصَافِحَ إِخْوَانَهُ إِذَا لَقِيَهُمْ. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ قِرَاءَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ قَرَأَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ وَمَنْ نَظَرَ إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا.
Beberapa faedah amalan shaleh pada hari Asyura
1) Mandi pada hari Asyura. Telah disebutkan bahwa Allah SWT membedah komunikasi air Zamzam dengan seluruh air pada malam Asyura’. Karena itu, siapa yang mandi pada hari tersebut, maka akan aman dari penyakir selama setahun. Ini bukan hadits, akan tetapi diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
2) Bersedekah kepada fakir miskin.
3) Mengusap kepala anak yatim.
4) Memberi buka orang yang berpuasa.
5) Memberi minuman kepada orang lain.
6) Mengunjungi saudara seagama.
7) Menjenguk orang sakit.
8) Memuliakan dan berbakti kepada kedua orang tua.
9) Menahan amarah dan emosi.
10) Memaafkan orang yang telah berbuat aniaya.
11) Memperbanyak ibadah shalat, doa dan istighfar.
12) Memperbanyak dzikir kepada Allah.
13) Menyingkirkan apa saja yang mengganggu orang di jalan.
14) Berjabatan tangan dengan orang yang dijumpainya.
15) Memperbanyak membaca surat al-Ikhlash sampai seribu kali. Karena atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, barangsiapa yang membaca 1000 kali surah al-Ikhlash pada hada hari Asyura, maka Allah akan memandang-Nya. Siapa yang dipandang oleh Allah, maka Dia tidak akan mengazabnya selamanya. (Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, kitab al-Majalis halaman 73-74, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).
Jadi tradisi-tradisi tersebut bukan tradisi Syiah. Tetapi murni Islami dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan ahli hadits.
SOAL: Sebagian masyarakat Nusantara berbagi-bagi bubur pada hari Asyura. Apakah hal tersebut ada dalilnya?
JAWAB: Ya, berbagi bubur kepada tetangga itu kan bagian dari sedekah. Jelas ada dalilnya. Berkaitan dengan tradisi membuat makanan Bubur Syuro pada hari Asyura ini, ada hadits shahih yang mendasarinya.
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ سَنَتِهِ كُلِّهَا. حديث صحيح (رواه الطبرانى، والبيهقى).
“Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya (dalam hal belanja dan makanan) pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun tersebut.” Hadits shahih. (HR. al-Thabarani dan al-Baihaqi).
Status hadits ini dikuatkan oleh banyak ulama seperti dari Mufti Universitas Al Azhar Mesir yang mengutip dari al Hafidz as Suyuthi:
وَقَالَ الْبَيْهَقِى إِنَّ أَسَانِيْدَهُ كُلَّهَا ضَعِيْفَةٌ ، وَلَكِنْ إِذَا ضُمَّ بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ أَفَادَ قُوَّةً ، قَالَ الْعِرَاقِى فِى أَمَالِيْهِ : لِحَدِيْثِ أَبِى هُرَيْرَةَ طُرُقٌ صَحَّحَ بَعْضَهَا ابْنُ نَاصِرٍ الْحَافِظُ ، وَأَوْرَدَهُ ابْنُ الْجَوْزِى فِى الْمَوْضُوْعَاتِ . وَذَلِكَ لأَنَّ سُلَيْمَانَ بْنَ أَبِى عَبْدِ اللهِ الرَّاوِى عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ مَجْهُوْلٌ ، لَكِنْ جَزَمَ الْحَافِظُ فِى تَقْرِيْبِهِ بِأَنَّهُ مَقْبُوْلٌ ، وَذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِى الثِّقَاتِ وَاْلحَدِيْثُ حَسَنٌ عَلَى رَأْيِهِ . قَالَ الْعِرَاقِى : وَلَهُ طُرُقٌ عَنْ جَابِرٍ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ أَخْرَجَهَا ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ فِى “اْلاِسْتِيْعَابِ ” وَهِىَ أَصَحُّ طُرُقِهِ . (فتاوى الأزهر –ج 9 / ص 256)
”Al Baihaqi berkata: Sanad hadis ini secara keseluruhan adalah dlaif. Namun jika diakumulasikan maka menjadi kuat. Al ‘Iraqi berkata dalam al Amali: Hadis Abu Hurairah memiliki banyak jalur riwayat yang sebagiannya disahihkan oleh al Hafidz Ibnu Nashir. Dan Ibnu al Jauzi memasukkan dalam kitab al-Maudlu’at. Sebab Sulaiman bin Abi Abdillah seorang perawi dari Abu Hurairah adalah majhul. Namun al-Hafidz Ibnu Hajar secara tegas menyatakan dalam kitab Taqribnya bahwa ia perawi yang diterima. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Maka hadis ini adalah hasan menurutnya. Al ‘Iraqi berkata: Hadis ini memiliki riwayat lain dari Jabir sesuai syarat Muslim yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam al-Isti’ab. Dan ini adalah riwayat yang paling sahih”
Al Hafidz Ibnu Hajar menambahkan riwayat berikut sebagai lanjutan hadits di atas:
قَالَ جَابِرٌ جَرَّبْنَاهُ فَوَجَدْنَاهُ كَذَلِكَ وَقَالَ أبُوْ الزُّبَيْرِ: مِثْلَهُ وَقَالَ شُعْبَةٌ: مِثْلَهُ وَشُيُوْخُ ابْنِ عَبْدِ الْبَرِّ الثَّلاَثَةِ مُوَثَّقُوْنَ وَشَيْخُهُمْ مُحَمَّدُ بْنُ مُعَاوِيَةَ هُوَ ابْنُ اْلأَحْمَرِ رَاوِي السُّنَنِ عَنِ النَّسَائِي وَثَّقَهُ ابْنُ حَزْمٍ وَغَيْرُهُ (لسان الميزان – ج 2 / ص 293)
”Jabir berkata: Kami mencobanya maka kami menemukannya seperti itu (diluaskan rezekinya). Abu Zubair dan Syu’bah berkata demikian. Guru-guru Ibnu Abdil Barr yang tiga dinilai terpercaya. Guru mereka Muhammad bin Muawiyah adalah Ibnu al-Ahmar perawi sunan dari Nasai, yang dinilai tsiqah oleh Ibnu Hazm dan lainnya” (Lisan al-Mizan 2/293)
Berkaitan dengan hadits tersebut, al-Imam al-Hafizh Ahmad al-Ghumari menulis kitab khusus tentang keshahihannya berjudul, Hidayah al-Shaghra’ bi-Tashhih Hadits al-Tausi’ah ‘ala al-‘Iyal Yauma ‘Asyura’. Bahkan al-Imam al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, murid Syaikh Ibnu Taimiyah, berkata dalam kitabnya Lathaif al-Ma’arif, sebagai berikut:
وَقَالَ ابْنُ مَنْصُوْرٍ: قُلْتُ لأَحْمَدَ: هَلْ سَمِعْتَ فِي الْحَدِيْثِ: ( مَنْ وَسَّعَ عَلىَ أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ السَّنَةِ) فَقَالَ: نَعَمْ رَوَاهُ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ جَعْفَرٍ اْلأَحْمَرِ عَنْ إِبْرَاهِيْمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنِ الْمُنْتَشِرِ وَ كَانَ مِنْ أَفْضَلِ أَهْلِ زَمَانِهِ أَنَّهُ بَلَغَهُ: أَنَّهُ مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ فقَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: جَرَّبْنَاهُ مُنْذُ خَمْسِيْنَ سَنَةً أَوْ سِتِّيْنَ سَنَةً فَمَا رَأَيْنَا إِلاَّ خَيْرًا. (الإمام الحافظ ابن رجب الحنبلي، لطائف المعارف، ص ١٣٧-١٣٨).
“Ibn Manshur berkata, “Aku berkata kepada Imam Ahmad, “Apakah Anda mendengar hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama setahun?” Ahmad menjawab, “Ya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari Ja’far al-Ahmar, dari Ibrahim bin Muhammad, dari al-Muntasyir –orang terbaik pada masanya-, bahwa ia menerima hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun penuh”. Sufyan bin Uyainah berkata, “Aku telah melakukannya sejak 50 atau 60 tahun, dan selalu terbukti baik.” (al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 137-138).
Mengapa sebagian ulama Syafi’iyah menganjurkan 10 amal di atas dilakukan pada 10 Muharram? Sebab para sahabat sudah melakukan amal-amal saleh di bulan-bulan mulia, dan 10 Muharram termasuk di dalamnya:
وَذَكَرْنَا عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ الْعَمَلَ الصَّالِحَ وَاْلأَجْرَ فِي هَذِهِ الْحُرُمِ أَعْظَمُ … وَقَدْ كَانَ كَثِيْرٌ مِنَ السَّلَفِ يَصُوْمُ اْلأَشْهُرَ الْحُرُمَ كُلَّهَا رُوِيَ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَالْحَسَنَ الْبَصْرِي وَأَبِي إِسْحَاقَ السَّبِيْعِي وَقَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِي : اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ يُصَامَ مِنْهَا (لطائف المعارف –ج 1 / ص 279)
“Telah kami sebutkan dari Abdullah bin ‘Abbas bahwa amal shaleh dan pahala di bulan-bulan mulia ini sangatlah agung. Dan sungguh banyak ulama Salaf berpuasa di bulan-bulan mulia tersebut, kesemuanya, yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Hasan Al Bashri, dan Abu Ishaq As Sabii. Sufyan Ats Tsauri berkata: Bulan-bulan mulia lebih saya senangi untuk melakukan puasa darinya” (al-Hafidz Ibnu Rajab, Lathaif al-Ma’arif, 1/279).
Perhatikan, ternyata tradisi sedekah Asyura telah berlangsung sejak generasi salaf.
SOAL: Berarti kelompok yang enggan melakukan tradisi Asyura dan bahkan hanya bisa mencela dan membid’ahkan tidak punya dasar ya?
JAWAB: Ya jelas tidak punya dasar.
SOAL: Apa sih gunanya mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura?
JAWAB: Pertanyaan Anda dijelaskan dalam hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ. رواه أحمد. قال الحافظ الدمياطي ورجاله رجال الصحيح.
Dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki mengeluhkan hatinya yang keras kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu beliau bersabda: “Usaplah kepala anak yatim, dan berilah makan orang miskin.” (HR. Ahmad [9018]. Al-Hafizh al-Dimyathi berkata: “Para perawinya adalah para perasi hadits shahih.” Lihat, al-Hafizh al-Dimyathi, al-Matjar al-Rabih fi Tsawab al-‘Amal al-Shalih, hlm 259 [1507]).
Perhatikan, dalam hadits di atas, mengusap kepala anak yatim dan bersedekah makanan kepada kaum miskin termasuk kita yang jitu yang mengatasi hati yang keras. Kita perhatikan, orang yang tidak suka mengusap kepala anak yatim, dan membid’ahkan orang yang gemar selamatan, hatinya selalu keras, meskipun ribuan dalil disampaikan, masih saja hatinya menolak kebenaran.
Saudaraku yang kumuliakan, marilah kita berdoa, semoga Allah SWT berkenan menolong kita untuk bisa memuliakan segala hal yang dimuliakan-Nya, seperti empat bulan yang mulia ini. Harapan kita semua, semoga Allah SWT meridloi dan menerima semua amal ibadah kita, dan mengampuni semua kesalahan dan dosa kita. Semoga Allah SWT berkenan meninggikan derajat kita di sisi-Nya, dan menempatkan kita kelak bersama Rasulullah SAW di surga-Nya.
Hadaanallaahu waiyyaakum. Amin.
“Wahai para ulama’ yang fanatik terhadap madzhab-madzhab atau terhadap suatu pendapat, tinggalkanlah kefanatikanmu terhadap perkara-perkara furu’, dimana para ulama telah memiliki dua pendapat yaitu; setiap mujtahid itu benar dan pendapat satunya mengatakan mujtahid yang benar itu satu akan tetapi pendapat yang salah itu tetap diberi pahala.
Tinggalkanlah fanatisme dan hindarilah jurang yang merusakkan ini (fanatisme). Belalah agama Islam, berusahalah memerangi orang yang menghinal al-Qur’an, menghina sifat Allah dan perangi orang yang mengaku-ngaku ikut ilmu batil dan akidah yang rusak. Jihad dalam usaha memerangi (pemikiran-pemikiran) tersebut adalah wajib”
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
ASSALAMU ALAIKUM WR.WB
BalasHapusAPAKAH ANDA INGIN MENANGKAN TERMASUK DALAM KATEGORI INI:
1:PELET PUTIH/PENGASIHAN JARAK JAUH.
2:PENGLARISAN/JIMAT GOIB BISNIS DLL.
3:MENAKLUKKAN LAWAN JENIS.
4:PESUGIHAN,PUTIH.
5:PESUNGIHAN,TUYUL.
6:DILILIT HUTANG
7:SELALU KALAH DALAM BERMAIN TOGEL
8:BUTUH MODAL DALAM BUKA USAHA
9:ANGKA JITU 100% TEMBUS
10:BARANG BERHARGA ANDA SUDAH HABIS
BUAT JUDI TOGEL/MAU SUKSES DAN CEPAT KAYA DAN DAPAT MENYEMBUHKAN SEGALA PENYAKIT APAPUN.
TERUTAMA YANG LAGI MERANTAU DI LUAR NEGRI MAU PULANG TAK PUNYA MODAL
ANDA SUDAH KEMANA MANA TAPI TIDAK MENDAPATKAN
SOLUSI YANG TEPAT,JANGAN ANDA RAGU JALAN PINTAS MENUJU KESUKSESAN
ATAU MENGHUBUNGI LANGSUNG AKY MANGKUBONO
DI NOMOR HP: (((-085_203-333-887))) DAN MUDAH MUDAHAN
INI SUDAH BISA MENJADI SOLUSI ANDA YANG SANGAT TEPAT...
Terima kasih Mbah, MANGKUBONO angka yg diberikan sma Mbah,tembus lagi ahirnya saya sudah buktikan 3x kemenangan main togel,jika anda sering kala main togel hub:Mbah MANGKUBONO No. (((-085_203-333-887))) JAMIN TIDAK KECEWA 100% pasti terbukti