Jumat, 19 Juli 2019
Doa Ketika Bekam
Ada hal yang sangat penting dilakukan ketika berbekam untuk mendapatkan manfaat secara maksimal adalah lagi-lagi dengan mengikuti panduan Rasululllah shallallahu alaihi wa sallam yakni berdoa. Selain berniat mengamalkan sunnah Rasul sebagai terapi kesembuhan penyakit hendaknya orang yang berbekam membaca doa dan memohon kesembuhan kepada Allah lantaran pada hakikatnya bukan bekam atau si tukang bekam yang menyembuhkan penyakit tetapi Allah Taala.
Imam Ibn as-Sunni meriwayatkan dari sayyidina Ali radiyallahu ‘anhu dia berkata: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ آيَةَ اْلكُرْسِيِّ عِنْدَ اْلحِجَامَةِ كَانَتْ مَنْفَعَةَ حِجَامَتِهِ
‘Siapa saja yang membaca ayat kursi ketika dia berbekam, maka bermanfaat bagi berbekamnya’.
Syekh Ibrahim Bin Abdurrahman al-Azraq dalam kitab Tashilul Manafi halaman 52 mengutip pendapat Imam Ibn Al-Jauziy rahimahullah yang mengatakan bahwa orang yang ingin dibekam sebelumnya hendaknya ia membaca surat al-Fatihah 7 kali dan membaca ayatul Kursiy. Sedangkan si tukang bekam ia dianjurkan membaca bagian ayat-ayat al-Qur'an (seperti surat-surat pendek qulhu, alfalaq, annas atau ayat-ayat kesembuhan) atau doa-doa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Setelah dibekam, hendaknya ia membaca doa;
اللَّهُمَّ إلَيْكَ أَشْكُو ضَعْفَ قُوَّتِي ؛ وَقِلَّةَ حِيلَتِي ؛ وَهَوَانِي عَلَى النَّاسِ ؛ أَنْتَ رَبُّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبِّي . اللَّهُمَّ إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهَّمُنِي أَمْ إلَى عَدُوٍّ مَلَّكْتَهُ أَمْرِي ؛ إنْ لَمْ يَكُنْ بِكَ غَضَبٌ عَلَيَّ فَلَا أُبَالِي ؛ غَيْرَ أَنَّ عَافِيَتَكَ أَوْسَعُ لِي ؛ أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِكَ الَّذِي أَشْرَقَتْ بِهِ الظُّلُمَاتُ ؛ وَصَلَحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ أَنْ يَنْزِلَ بِي سَخَطُكَ ؛ أَوْ يَحِلَّ عَلَيَّ غَضَبُكَ ؛ لَكَ
الْعُتْبَى حَتَّى تَرْضَى ؛ فَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِكَ
Ya Allah hanya kepadamu aku mengadukan kelemahan kekuatanku, Keterbatasan kemampuhanku dan kehinaanku dalam pandangan manusia wahai Dzat yang paling Penyayang. Engkaulah Tuhan orang-orang yang tertindas dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapakah Engkau akan menyerahkanku, apakah kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, atau kepada musuh yang Engkau menguasakan urusanku kepadanya?
Andaikan Engkau tidak marah kepadaku, maka aku tidak akan peduli. Akan tetapi sesungguhnya Ampunan-MU Maha Luas bagiku. Aku berlindung dengan Cahaya Dzat-MU yang menjadi terang bersinarkegelapan karenanya dan menjadi baik urusan dunia akhirat karenanya. Dari Kemarahan-MU yang menimpa diriku atau kemurkaan-MU yang terjadi terhadap diriku. Hanya milik-MU kerelaan sehingga Engkau Ridlo dan tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan Izin-MU.
Setelah selesai bekam, tukang bekam memegang kepala orang yang dibekam dengan tangan kanannya lalu membaca doa di bawah ini 7 kali;
اسأل الله العظيم رب العرش العظيم أن يشفيك
Aku mohon kepada Allah yang maha agung, pemilik arsy yang agung untuk menyembuhkanmu.
Orang yang dibekam menjawab dengan mengamini dia tersebut.
Riwayat dari Ahli Bait yakni dari Imam ar-Ridha menyebutkan Jika kalian ingin dibekam hendaknya kaluan duduk bersila lalu baca doa ini;
بسم الله الرحمن الرحيم، أعوذ بالله الكريم في حجامتي من العين في الدم، ومن كل سوء وأعلال وأمراض وأسقام وأوجاع، وأسألك العافية والمعافاة والشفاء من كل داء»
Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Aku mohon perlindungan Allah yang maha dermawan pada bekam ini dari segala kejahatan mata jahat pada darahku ini dan dari segala keburukan, penyakit dan penderitaan. Aku mohon kepadaMu mendapat afiat, kebaikan dan kesembuhan segala penyakit.
Syekh Ibrahim al-Azraqiy mengatakan; Waktu yang paling bagus untuk berbekam adalah saat matahari terbit dan telah naik setinggi gala (4 derajat) yakni setelah 16 menit dari waktu syuruq (terbit). Jika terbit matahari jam 6 pagi, maka 16 menit kemudian itu waktu yang paling bagus.
Orang yang baru selesai melakukan jima (hubungan seks) dilarang melakukan bekam kecuali antara jima dengan berbekam sudah berlalu masa 12 jam lebih. Dan setelah berbekam dianjurkan mencuci bagian badan yang dibekam dengan ae lingin (air dingin).
Bagi orang yang sudah berusia 40 tahun lebih lakukan bekam paling tidak setaun 2 kali. Adapun di bawah 40, lakukan bekam sesuai dengan kelipatan umurnya. Jika umurnya 30 tahun, lakukan tiap sebulan sekali. Bila 25 tahun, lakukan tiap 25 hari hal tersebut dilakukan jika memang perlu atau sangat mendesak. Bila tidak, atau mugkin dapat bikin kondisi fisiknya makin lemah, maka jangan dilakukan.
Berbekam di bagian antara dua paha dan di kedua betis dapat menghilangkan bisul dan darah hitam. Bekam dibagian pundak untuk mendatangan rangsangan pada panca indera, menyembuhkan kepala penat dan menghilangkan penyakit Pelor (asal nempel molor).
Adapun sanad Muttasil kepada Imam Ibnus Sunniy rahimahullah prngarang kitab Amalul Yaumi Wal Lailah hingga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sebagai berikut;
احمد بن احمد بن محمد الحسني عن العلامة المسند السيد صلاح الدين التجاني الحسني عن مسند الدنيا الشيخ محمد ياسين بن محمد عيسى الفاداني عن الشيخين العلامة الشيخ محمد علي بن حسين المالكي والشيخ عمر بن حمدان المحرسي عن الشيخ فالح بن محمد الظاهري عن الشيخ محمد بن علي الخطابي السنوسي عن الحافظ السيد مرتضى الزبيدي عن الشمس محمد سالم الحفني عن عبد العزيز الزيادي عن الشمس محمد بن العلاء البابلي عن الشيخ سالم بن محمد السنهوري عن النجم محمد بن احمد الغيطي عن القاضي زكريا الانصاري عن الحافظ احمد بن علي بن حجر العسقلاني عن ابي اسحاق ابراهيم بن احمد التنوخي عن ايوب بن نعمة الله النابلسي عن اسماعيل بن احمد القرافي عن عبد الرزاق بن اسماعيل القومسي عن ابي محمد عبد الرحمن بن احمد الدوني عن ابي نصر احمد حسين الكسار عن الحافظ ابي بكر احمد بن محمد اسحاق الدينوري المعروف بابن السني قالأخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ يَحْيَى بْنِ قِيرَاطٍ، ثنا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، ثنا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْخُرَاسَانِيُّ، ثنا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عن رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Jangan Tinggalkan Empat Kalimah Agung Ini
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كَلٌّ مِّنَ الصَّابِرِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Al Anbiya’: 85)
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَّبِيًّا . وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
“Dan ceritakanlah (wahai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Alquran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi.— Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS. Maryam: 56-57)
Diriwayatkan bahwa Nabi Idris adalah seorang yang pandai menjahit, tidaklah beliau menancapkan dan memasukan jarum untuk menjahit kecuali mengucapkan 4 kalimat:
سُبْحَانَ اللَّهِ . وَالْحَمْدُ لِلَّهِ . وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Allah Taala bertanya kepada Nabi Idris Alaihis Salam: “Wahai Idris, tahukah kamu dengan sebab apa Aku mengangkat derajatmu? Nabi Idris menjawab: Aku tak mengetahuinya Ya Rabb !! Allah Taala menjawab: Setiap hari amal ibadahmu diangkat oleh para malaikat, seimbang dengan amal separuh penghuni dunia lantaran dzikir yang selalu kau baca.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam banyak menyebutkan dalam sabdanya mengenai keutamaan membaca empat kalimat agung tersebut, di antaranya:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لأَنْ أَقُولَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ أَحَبُّ إِلَىَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ ».
Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Sesungguhnya membaca “subhanallah walhamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, dan Allah Maha Besar)” adalah lebih aku cintai daripada segala sesuatu yang terkena sinar matahari.” (HR. Muslim no. 2695).
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِى فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّى السَّلاَمَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الْجَنَّةَ طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ عَذْبَةُ الْمَاءِ وَأَنَّهَا قِيعَانٌ وَأَنَّ غِرَاسَهَا سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ »
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah shallallahu wa’alaihi wa sallam bersabda, “Aku pernah bertemu dengan Ibrahim pada malam ketika aku diisra`kan, kemudian ia berkata, ‘Wahai Muhammad, sampaikan salam dariku kepada umatmu, dan beritahukan kepada mereka bahwa Surga debunya harum, airnya segar, dan surga tersebut adalah datar, tanamannya adalah kalimat: Subhaanallaahi wal hamdu lillaahi laa ilaaha illaahu wallaahu akbar (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Allah Maha Besar).” (HR. Tirmidzi no. 3462)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِنَّ اللهَ اصْطَفَى مِنَ الْكَلَامِ أَرْبَعًا: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، فَمَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ، كَتَبَ اللهُ لَهُ عِشْرِينَ حَسَنَةً، أَوْ حَطَّ عَنْهُ عِشْرِينَ سَيِّئَةً، وَمَنْ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ، فَمِثْلُ ذَلِكَ، وَمَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، فَمِثْلُ ذَلِكَ، وَمَنْ قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ، كُتِبَتْ لَهُ ثَلَاثُونَ حَسَنَةً، أَوْ حُطَّ عَنْهُ ثَلَاثُونَ سَيِّئَةً "
Dari Abu Said al-Khudriy dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memilih empat perkataan: subhanallah (Maha suci Allah) dan alhamdulillah (segala puji bagi Allah) dan laa ilaaha illa allah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah) dan Allahu akbar (Allah maha besar). Barangsiapa mengucapkan subhaanallah, maka Allah akan menulis dua puluh kebaikan baginya dan menggugurkan dua puluh dosa darinya, dan barangsiapa mengucapkan Allahu Akbar, maka Allah akan menulis seperti itu juga, dan barangsiapa mengucapkan laa Ilaaha illallah, maka akan seperti itu juga, dan barangsiapa mengucapkan alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin dari relung hatinya maka Allah akan menulis tiga puluh kebaikan untuknya dan digugurkan tiga puluh dosa darinya.” (HR. Ahmad 2/302. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya shahih).
Adapun sanad muttasil kepada imam Ahmad Bin Hambal hingga Rasulullah shallahu alaihi wa sallam sebagai berikut;
احمد بن احمد بن محمد الحسني عن العلامة المحدث السيد عبد الله بن عبد القادر التليدي عن الحافظ السيد احمد بن محمد بن الصديق الغماري عن عبد الباقي بن علي اللكنوي عن فضل الرحمن بن اهل الله المرادبادي عن عبد العزيز بن احمد بن عبد الرحيم الدهلوي عن ابي الطاهر بن محمد بن ابراهيم بن حسن الكردي عن والده عن عبد الباقي الحنبلي عن عبد الرحمن بن يوسف البهوتي الحنبلي عن عبد الوهاب الشعراني عن زكريا الانصاري عن ابن حجر العسقلاني عن الصلاح محمد بن ابي عمر عن الفخر ابي الحسن علي بن احمد البخاري عن ابي اليمن زيد بن حسن الكندي عن ابي بكر محمد بن عبد الباقي الانصاري عن الحسن بن علي الجوهري عن ابي بكر احمد بن جعفر بن حمدان بن مالك القطيعي عن عبد الله بن الامام احمد عن والده الامام احمد بن حنبل الشيباني عن عبد الرجمن بن مهدي عن اسرائيل عن ابي سنان عن صالح الحنفي عن ابي سعيد الخدري وابي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم
Rabu, 17 Juli 2019
Bertaqwa Kepada Alloh Dengan Sepenuhnya Akan Membawa Pada Kesuksesan
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ}
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3)
Maksudnya, barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam semua apa yang diperintahkan kepadanya dan meninggalkan semua apa yang dilarang baginya, maka Allah akan menjadikan baginyajalan keluar dari urusannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Yakni dari arah yang tidak terdetik dalam hatinya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepadaku Kahmas ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Abus Salil, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3), hingga akhir ayat. Kemudian beliau Saw. bersabda:
"يَا أَبَا ذَرٍّ، لَوْ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَخَذُوا بِهَا كَفَتْهُمْ". وَقَالَ: فَجَعَلَ يَتْلُوهَا ويُرددها عَلَيَّ حَتَّى نَعَست، ثُمَّ قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، كَيْفَ تَصْنَعُ إِنْ أُخْرِجْتَ مِنَ الْمَدِينَةِ؟. "قُلْتُ: إِلَى السَّعَةِ وَالدَّعَةِ أَنْطَلِقُ، فَأَكُونُ حَمَامَةً مِنْ حَمَامِ مَكَّةَ. قَالَ: "كَيْفَ تَصْنَعُ إِنْ أُخْرِجْتَ مِنْ مَكَّةَ؟ ". قَالَ: قُلْتُ: إِلَى السَّعَةِ وَالدَّعَةِ، وَإِلَى الشَّامِ وَالْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ. قَالَ: "وَكَيْفَ تَصْنَعُ إِنْ أخرجتَ مِنَ الشَّامِ؟ ". قُلْتُ: إِذًا -وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ -أَضَعُ سَيْفِي عَلَى عَاتِقِي. قَالَ: "أَوَخَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ؟ ". قُلْتُ: أَوَخَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ؟ قَالَ: "تَسْمَعُ وَتُطِيعُ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا"
Hai Abu Zar, seandainya semua manusia mengamalkan ayat ini, niscaya mereka akan diberi kecukupan. Abu Zar melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah Saw. membaca ayat ini berulang-ulang kepadanya hingga ia merasa mengantuk. Kemudian beliau Saw. bersabda: Hai Abu Zar, apakah yang akan engkau lakukan bila engkau keluar dari Madinah? Aku menjawab, "Aku akan berangkat menuju kepada keluasan dan ketenangan, dan aku akan menjadi salah seorang dari pelindung kota Mekah." Rasulullah Saw. bertanya: Apakah yang akan engkau lakukan bila kamu keluar dari kota Mekah? Aku menjawab, "Aku akan berangkat menuju kepada keluasan dan ketenangan, yaitu ke negeri Syam dan Baitul Maqdis." Rasulullah Saw. bertanya lagi: Apakah yang akan engkau lakukan bila kamu keluar dari negeri Syam? Aku menjawab, "Kalau begitu, demi Tuhan yang telah mengutus engkau dengan hak, aku akan meletakkan pedangku dari pundakku (yakni berhenti berjihad)." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah ada yang lebih baik dari itu?" Aku balik bertanya, "Apakah ada yang lebih baik dari itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Kamu tunduk patuh (kepada pemimpinmu), sekalipun dia adalah seorang budak Habsyi (hamba sahaya dari negeri Habsyah).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Zakaria, dari Amir, dari Syittir ibnu Syakal yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan bahwa sesungguhnya ayat yang paling global dalam Al-Qur'an adalah firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh(kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90) Dan ayat yang paling besar mengandung jalan keluar dalam Al-Qur'an adalah firman Allah Swt.: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2)
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Mahdi ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Al-Wa!id ibnu Muslim, dari Al-Hakam ibnu Mus'ab, dari Muhammad ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu Abdullah ibnu Abbas) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مَنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمَنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ"
Barang siapa yang memperbanyak bacaan istigfar, maka Allah akan mengadakan baginya dari setiap kesusahan pemecahannya dan dari setiap kesempitan jalan keluar dan Allah memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) Bahwa Allah akan menyelamatkannya dari setiap kesusahan di dunia dan akhirat. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 3)
Ar-Rabi' ibnu Khaisam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) Maksudnya, jalan keluar dari setiap perkara yang menyempitkannya, yakni menyusahkannya.
Ikrimah mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan perceraian sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak.
Ibnu Mas'ud dan Masruq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) Yakni dia mengetahui bahwa jika Allah menghendaki, niscaya memberinya; dan jika Allah tidak menghendaki, niscaya Dia mencegahnya. dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 3) Maksudnya, dari arah yang tiada diketahuinya.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) Yaitu dari semua kesulitan urusannya dan kesusahan di saat menjelang kematiannya. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq:3) Yakni sesuai dengan apa yang dicita-citakannya, tetapi tidak terlintas dalam benaknya akan dapat diraih.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah. (Ath-Thalaq: 2) Yakni menjatuhkan talaknya sesuai dengan tuntunan sunnah dan merujuknya dengan tuntunan sunnah.
As-Saddi mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. yang dikenal dengan nama Auf ibnu Malik Al-Asyja'i mempunyai seorang putra yang tertawan di kalangan kaum musyrik. Dan anaknya itu berada di tangan kaum musyrik, sedangkan ayahnya selalu mendatangi Rasulullah Saw. mengadukan nasib yang dialami oleh putranya itu dan juga tentang kemiskinan yang menimpa dirinya. Dan Rasulullah Saw. selalu menganjurkan kepadanya untuk bersabar menghadapi semua musibah itu dan bersabda kepadanya: Sesungguhnya Allah akan menjadikan bagimu jalan keluar. Tidak lama kemudian ternyata putranya itu dapat meloloskan diri dari tangan musuh dan melarikan diri, kemudian ia bersua dengan iringan ternak kambing milik musuhnya, maka ia menggiring ternak kambing itu dan pulang ke rumah ayahnya dengan membawa ternak kambing hasil jarahannya. Lalu diturunkanlah ayat berikut berkenaan dengan peristiwa ini, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3)
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Telah diriwayatkan pula hal yang semisal secara mursal melalui jalur Salim ibnu Abul Ja'd. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Isa, dari Abdullah ibnu Abul Ja'd, dari Sauban yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصيبُه، وَلَا يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلَّا الْبِرُّ"
Sesungguhnya seseorang hamba benar-benar tersumbat rezekinya disebabkan suatu dosa yang dilakukannya. Dan tiada yang dapat menolak takdir selain doa. Dan tiada yang dapat menambah usia selain dari kebaikan.
Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Malik Al-Asyja'i datang kepada Rasulullah Saw., lalu melaporkan kepada beliau bahwa salah seorang anaknya yang bernama Auf ditawan oleh musuh. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:
"أَرْسِلْ إِلَيْهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ يَأْمُرُكَ أَنْ تُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ".
Sampaikanlah kepadanya, bahwa sesungguhnya Rasulullah menganjurkan kepadamu untuk memperbanyak ucapan, 'Tiada daya (untuk menghindar dari kemaksiatan) dan tiada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali dengan (pertolongan) Allah.”
Tersebutlah bahwa kaum musyrik telah mengikat anak Malik itu pada sebuah tiang, lalu tiang itu roboh dan ia dapat melepaskan diri dari ikatannya. Maka ia keluar melarikan diri. Tiba-tiba ia menjumpai seekor unta milik mereka, maka ia langsung menaikinya dan memacunya. Ketika di tengah jalan ia menjumpai sekumpulan ternak yang banyak jumlahnya milik kaum yang telah menawannya dan yang telah mengikatnya. Lalu ia menggiring ternak unta itu hingga semua ternak unta lari mengikutinya tanpa ada seekor unta pun yang tertinggal.
Tiada yang mengejutkan kedua orang tuanya kecuali seruan anaknya di depan pintu rumah mereka. Maka ayahnya berkata, "Dia Auf, demi Tuhan yang memiliki Ka'bah." Dan ibunya berkata, "Waduh, hebatnya si Auf, padahal dia telah diikat pada tiang oleh musuhnya." Lalu keduanya berebutan menuju ke pintu rumah dan juga pelayan keduanya, tiba-tiba mereka melihat Auf telah tiba dengan membawa ternak unta yang memenuhi halaman rumah mereka. Kemudian Auf menceritakan kepada kedua orang tuanya nasib yang dialaminya dan perihal ternak unta yang dibawanya itu. Maka ayahnya berkata, "Tahanlah sikapmu berdua, aku akan menghadap terlebih dahulu kepada Rasulullah Saw. untuk menanyakan apa yang harus kita lakukan dengan ternak unta ini." Ayahnya datang menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu menceritakan kepadanya berita tentang Auf anaknya dan ternak unta yang dibawanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Berbuatlah sesuka hatimu dengan ternak unta itu, ternak unta itu sekarang telah menjadi milikmu. Lalu turunlah firman Allah Swt. yang mengatakan: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Hatim.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ شَقِيقٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْأَشْعَثِ، حَدَّثَنَا الْفُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَين قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنِ انْقَطَعَ إِلَى اللَّهِ كَفَاهُ اللَّهُ كُلَّ مَئُونة، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنِ انْقَطَعَ إِلَى الدُّنْيَا وكَلَه إِلَيْهَا"
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Hasan ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Asy'as, telah menceritakan kepada kami Al-Fudail ibnu Iyad, dari Hisyam ibnul Hasan, dari Imran ibnul Husain yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang menghabiskan seluruh waktunya untuk Allah, maka Allah akan memberinya kecukupan dari semua biaya dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang menghabiskan seluruh waktunya untuk dunia, maka Allah menjadikan dunia menguasai dirinya.
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ}
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Ath-Thalaq: 3)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ، حَدَّثَنَا قَيْسِ بْنِ الْحَجَّاجِ، عَنْ حَنَش الصَّنْعَانِيِّ، عَنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّهُ رَكِبَ خَلْفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا غُلَامُ، إِنِّي مُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ، لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ، وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ، لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الْأَقْلَامُ، وَجَفَّتِ الصُّحُفُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepada kami Qais ibnu Hajjaj, dari Hanasy As-San'ani, dari Abdullah ibnu Abbas yang telah menceritakan kepadanya bahwa di suatu hari ia pernah dibonceng di belakang Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: hai para pemuda,sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Peliharalah (batasan-batasan) Allah, niscaya Dia akan memeliharamu. Ingatlah selalu Allah, niscaya engkau akan menjumpai-Nya di hadapanmu. Dan apabila kamu memohon, mohonlah kepada Allah; dan apabila kamu meminta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa umat ini seandainya bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak dapat memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Dan seandainya mereka bersatu untuk menimpakan mudarat terhadap dirimu, niscaya mereka tidak dapat menimpakan mudarat terhadapmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah akan menimpa dirimu. Qalam telah diangkat (takdir telah ditetapkan) dan semua lembaran telah kering (telah penuh dengan catatan).
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Lais" ibnu Sa'd dan Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا بَشِيرُ بْنُ سَلْمَانَ، عَنْ سَيَّارٍ أَبِي الْحَكَمِ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ نَزَلَ بِهِ حَاجَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ كَانَ قَمِنًا أَنْ لَا تُسَهَّل حَاجَتُهُ، وَمَنْ أَنْزَلَهَا بِاللَّهِ أَتَاهُ اللَّهُ بِرِزْقٍ عَاجِلٍ، أَوْ بِمَوْتٍ آجِلٍ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Sulaiman, dari Sayyar Abul Hakam, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang mempunyai suatu keperluan, lalu ia menyerahkannya kepada manusia, maka dapat dipastikan bahwa keperluannya itu tidak dimudahkan baginya. Dan barang siapa yang menyerahkan keperluannya kepada Allah Swt., maka Allah akan mendatangkan kepadanya rezeki yang segera atau memberinya kematian yang ditangguhkan (usia yang diperpanjang).
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Abdur Razzaq, dari Sufyan, dari Basyir, dari Sayyar alias Abu Hamzah. Selanjutnya Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad inilah yang benar, karena Sayyar Abul Hakam belum pernah meriwayatkan hadis dari Tariq.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ}
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. (Ath-Thalaq: 3)
Yakni melaksanakan ketetapan-ketetapan dan hukum-hukum-Nya terhadap makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki dan yang diinginkan-Nya.
{قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا}
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath-Thalaq: 3)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ}
Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. (Ar-Ra'd: 8)
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Pentingnya Ijazah Dalam Ilmu Hikmah
Jadi membaca shalawat wajib hukumnya, namun tak ada perintah untuk jumlah angkanya.
1. Ijazah ‘Ammah ( umum )
2. Ijazah Khususiyah ( Khususon )
3. Ijazah Ghoibiyah
Ijazah jenis ini sangat gampang di jumpai. Misalnya dari buku-buku doa yang menyampaikan informasi tentang bentuk suatu amalan wirid. Atau pun dari suatu majelis yang memberikan Ijazah untuk jamaahnya secara global. Biasanya Ijazah jenis ini tidak menyertakan jumlah hitungan dan sanadnya. Contohnya seorang Kyai memberikan keterangan tentang faedah suatu sholawat, dan menyarankan membacanya agar mendapatkan faedah yang dimaksud. Ijazah ‘ammah juga biasanya tidak melihat siapa yang menjadi pembacanya. Jadi siapapun bisa dan boleh mengamalkan wiridan tersebut.
Ijazah jenis ini lebih spesifik. Biasanya dilihat dari karakter sipengamal dan ijazah yang dikeluarkan. Jenis wirid yang dikeluarkan juga lebih khusus. Misalnya Hizib atau Asma. Semua karakter amalan yang mengandung tingkat karakteristik lebih ‘ panas ‘ biasanya di ijazahkan secara hati-hati. Ataupun suatu amalan yang notabene lebih ringan namun mempunyai tata cara khusus untuk sampai ke tingkat terbukanya Hijab / keterkabulan Hajat si pengamal. Beberapa hal yang menyertai Ijazah ini adalah adanya :
A. Sanad / mata rantai mujiz
Sanad ini pun terbagi dua :
• Sanad Sughro
Ijazah ini mempunyai sanad yang tidak terlalu panjang. Mungkin hanya sebatas 3 orang sampai 5 nama menyertakan Mujiz nya.
• Sanad Kubro
Ijazah ini mempunyai sanad yang lebih lengkap dan panjang juga biasanya disertai dengan beberapa nama khusus yang berkaitan dengan isi amalan wirid tersebut. Misalnya nama dari beberapa penjaga ( baca : Khodam ayat ) yang menyertai amalan itu. Untuk sanad yang seperti ini biasanya di punyai oleh Jama’ah Thoriqoh. Hanya saja tidak ada nama khodam ayat seperti dalam amalan hikmah.
B. Hitungan / jumlah
Untuk hitungan pun, ijazah jenis ini lebih disiplin. Sang Mujiz biasanya menyertakan sejumlah bentuk hitungan dalam bacaan tersebut. Ada hitungan ringan untuk harian yang terbagi menjadi 3 waktu dan Hitungan accident ( darurat.red )
Sebagai contoh pembagiannya seperti dibawah ini :
@. Hitungan Harian
• Hitungan ringan.
Wirid yang dibaca dalam satu waktu dalam sehari diwaktu tertentu. Misalnya : Ayat Qursyi yg dibaca 3 kali saat waktu maghrib.
• Hitungan sedang.
Wirid yang dibaca 2 kali dalam waktu tertentu. Misal : Ayat Qursyi dibaca 3 kali saat waktu maghrib dan shubuh.
• Hitungan berat.
Wirid yang dibaca setiap ba’da sholat fardhu. Misal : Ayat Qursyi dibaca 3 kali setiap ba’da sholat fardhu.
• Hitungan khusus yang berkaitan dengan saat Riyadhoh.
Hitungan ini biasanya hanya dibaca saat menjalani / melakoni Riyadhoh , selesai riyadhoh maka jumlah itu diturunkan untuk pengamalan harian.
• Hitungan khusus yang berkaitan dengan Hajat
Hanya dibaca satu kali saja dalam riyadhoh untuk mendapatkan Hajat. Ijazah jenis ini biasanya mempunyai dosis yang lumayan berat. Misalnya saya pernah mendapat Ijazah Sholawat Jibril dari KH. Kholil Bisri, rembang- yang mesti dibaca sebanyak 15.000 kali. Ijazah itu hanya dibaca sekali saja dalam satu majelis ( Walopun jika mau dan sanggup tidak ada salahnya di ulang ).
• Mengikuti sunah Rasul, bahwa belajar harus dengan bimbingan guru
• Mentaati perintah Guru, adanya hubungan batiniyah dengan mujiz
• Kemantapan hati dalam beramal. Karena mengerti tata caranya dengan baik.
• Mengikuti mata rantai / sanad ilmu yang semestinya.
• Menghilangkan kebingungan dan kebimbangan hati.
Sabtu, 13 Juli 2019
Wali Tanpa Gelar Yang Sering Diabaikan
Wali tanpa nama dan tanpa gelar itu adalah orangtuamu sendiri.
“Apakah kau tidak tahu tentang Uwaisy al Qarni, salah satu sahabat yang tidak pernah bertemu Nabi secara fisik dan juga seorang wali? Apa yang menyebabkan dia memiliki derajat yang begitu agung hingga namanya terkenal di langit walau di bumi tak ada seorang pun mengenalnya? Kau tahu!! Sahabat Uwaisy al Qarni berkata bahwa ibunya pernah berkata dan mendo’akannya ‘anakku Uwaisy aku tahu hatimu begitu sangat mencintai dan menginginkan dapat bertemu Nabi Muhammad SAW, namun kini kau datang padaku dengan wajah dirundung sedih karena tak berhasil menemui Rasulullah SAW dan kau memilih segera pulang karena memikirkan dan mengkhawatirkan aku. ibumu ini, Nak, dan aku ridho padamu, Ya Allah, Kau Maha Tahu, saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah ridha pada anakku, maka terimalah ridhoku ya Allah dan ridhoilah anakku Uwaisy‘,
Dan apa kau tidak kau tahu bahwa Sulthanul Aulya Syeikh Abdul Qadir Jailani di masa kecilnya ketika dirampok malah berkata jujur tentang kantung emas yang ia bawa, perampok itu heran mengapa ia malah jujur mengatakan kantung emas yang dibawanya padahal setiap orang yang mereka rampok selalu berbohong tentang bawaannya dan berusaha menyembunyikannya dari mereka, lalu kau tahu apa kata Syeikh Abdul Qadir Jailani? beliau berkata ‘ketika aku hendak bepergian menuntut ilmu, ibuku berpesan: anakku, bila engkau bertemu dengan siapa pun, maka jujurlah jangan berbohong, sungguh ibu lebih ridho bila engkau jujur sekalipun engkau harus kehilangan harta dan perbekalanmu daripada kau harus kehilangan kejujuranmu”.
“Lihatlah ibumu, berapa lama dia menanggung dirimu dalam perutnya? Apakah kau sanggup menahan perih dan pedih seperti dirinya hanya untuk menginginkan kau lahir di dunia hingga bertaruh nyawa agar kau terlahir sehat dan selamat? Bahkan ketika dalam kondisi darurat ia lebih rela menerima kematian agar kau tetap hidup, apakah kau pernah memikirkan hal ini? Kekuatan apa yang membuat ibumu sekuat dan setabah itu sebagaimana kekuatan awliya yang sanggup menerima dan menanggung beban yang berat? Itu kekuatan Allah SWT yang dianugerahkan kepada ibumu melalui Rahman dan Rahim-nya. Ini adalah sumber kekuatan para auliya”.
“lihat dirimu, kelak kau akan jadi seorang bapak, apakah kau tahu karomah bapakmu selama ini? Lihat tangannya, lihat punggungnya lihat kulitnya, setiap hari ia membanting tulang agar kau tetap bisa makan, tetap bisa tertawa, tetap tersenyum, bekerja siang dan malam hanya untuk mengabulkan segala macam pinta dan rengekmu. Ketika kau kecil, dirimu melakukan kesalahan, dialah orang yang paling depan membelamu. Ketika kau dalam bahaya, dia rela menghadapi bahaya itu untuk menyelamatkanmu, dia tanggung bebanmu dan ibumu di pundaknya, walau kian rapuh, dia tetap berusaha menopang. Tidakkah kau sadari bahwa bapakmu itu seorang Mujahid fi Sabilillah? Yang setiap hari berjuang menafkahi kehidupanmu bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun. Dia, bapakmu adalah mujahidin kebanggaanmu”.
“kau bangga dan takjub dengan karomah para wali tapi pernahkah kau banggakan dan takjub dengan karomah ibumu yang Allah SWT anugerahkan kepadamu? Pernahkah kau bangga dan takjub dengan karomah ibumu yang mengajarkan berkata-kata ketika masih bayi? Tidurnya sedikit karena kau selalu nangis dan rewel sebagaimana para auliya yang tidurnya sedikit karena memikirkan umat Nabi Muhammad SAW yang banyak berkeluh kesah dan merengek, air susunya seakan-akan tak pernah habis setiap kali kau merengek ingin netek, apakah kau tak tahu kalau itu adalah bukti karomah ibumu? Tidakkah kau pernah mendengar kalimat ini:
ridho orangtua adalah ridho nya ALlah. Para auliya, mereka menjadi wali Qutub dikarenakan ridho dari orangtua mereka. Tidakkah kau sadar bahwa doa dan harapan kedua orangtuamu hampir setara dengan wali Qutub?”
Keutamaan Sholawat Jibril
AGAR ILMU DAN AMAL SEMAKIN BERKAH
Syarah Rothib Al Haddad, Hal. 199
Semoga Allah swt. selalu melimpahkan shalawat keharibaan beliau Nabi Muhammad saw.
1. 313x habis sholat Shubuh dan Maghrib buat usaha dagang penglaris mau usaha online atau offline
2. 1071x khusus stelah sholat Maghrib biar Ndak kekosongan uang
3. 5000x tiap malam buat mendirikan bangunan rumah dll.
4. Buat pembuka rejeki magnet rejeki 5000x setelah sholat Dhuha
5. Hajat keperluan penting dibaca sekali masjlis 12.000x selama 40 malam berturut-turut .
6. Untuk kepentingan butuh uang mendesak dibaca 24 jam harus selesai 124.000x, tidak boleh makan dan minum dan tidur.
7. Agar mendapat modal/dana. Aapabila ada keinginan punya hajat besar membutuhkan dana yang besar ingin naik haji, buat hajatan anak, mau sekolahkan anak belum persiapan biayanya. Misal mau ada acara besar butuh biaya 1 atau 2 bulan lagi, bacalah sholawat " SHOLLALLAHU 'ALA MUHAMMAD sebanyak yang dimampu tutup dengan membaca ayat Al fath ayat 29, atau ayat terakhir dari surah Al fath jangan lebih jangan kurang 41x, boleh dilakukan setelah sholat fardlu, boleh sehari semalam. Insya Allah itu TAJRIB. Niatkan Saja buat acara apa agar bisa terpenuhi.
8. Buat keselamatan lahir dan batin dibaca 300.000x dalam satu Minggu harus selesai, mulai baca Sabtu 'Ashar hitungannya.
9. Agar mudah mustajab do'a dibaca dalam hati terus menerus tanpa hitungan, jalan, baring, duduk. Minimal satu tahun Istiqomah.
10. Amalkan dengan baik memohon ridho Allah, niat ibadah. Fadhilah diatas serahkan semua urusan sama Allah.
Kamis, 11 Juli 2019
Sholawat Munjiyat Yang Agung
Shalawat munjiyat adalah shalawat yang ditulis oleh ulama sufi dari tariqat Asy-Syadziliyah yaitu Syaikh Shalih Musa Al-Dharir. Kisah mendapatkan/terciptanya shalawat munjiyat ini adalah sebagai berikut:
عن الشيخ الصالح موسى الضرير رحمه الله، قال : ركبت البحر الملح وقامت علينا ريح قل من ينجو منها من الغرق وضج الناسفغلبتني عيني فنمت فرايت الني صلى الله عليه وسلم وهو يقول : قل لأهل المركب يقولوا ألف مرة { اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد صلاة تنجينا بها من جميع الأهوال والآفات وتقضي لنا بها جميع الحاجات ... االخ } فاستيقطت وأعلمت أهل المركب بالرؤيا فصلينا بها ثلثمائة مرة ففرج الله عنا
وللعلم انا جربتها في احدات ثورة 17 فبراير المجيدة وصليت بيها في حدود 200 مرة والحمد لله ربي تقبل مني ونجانا من طغيان ومكر الي مايتسمى هو واعوانه فأكثرو اخوتي منها حتى ينجينا الله من كل كرب وبلاء
Dari Syekh Sholeh Musa Al-Dhorir ia berkata: Aku menaiki perahu di lautan lalu kami diserang angin yang besar sehingga sedikit dari kami yang selamat dari karam. Aku merasa sangat ngantuk dan tertidur, lalu aku bermimpi bertemu Nabi beliau bersabda: Katakan pada para penumpang perahu untuk mengucapkan ini 1000 (seribu) kali [اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد صلاة تنجينا بها من جميع الأهوال والآفات .. dst] lalu aku terbangun dan mengajarkan bacaan tersebut pada seluruh penumpang kapal. Lalu kami membaca shalawat itu 300 kali lalu Allah menyelamatkan kami.
Shalawat al-Munjiyah
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ . صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلاَهْوَالِ وَاْلآفَاتِ . وَتَقْضِىْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ . وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ . وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ اَعْلَى الدَّرَجَاتِ . وَتُبَلِّغُنَا بِهَا اَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاتِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ .
Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat (rahmat) atas penghulu kami Nabi Muhammad dan keluarga beliau, semoga dengan berkah shalawat itu Engkau lepaskan kami dari segala bencana dan musibah, Engkau tunaikan segala hajat kami, Engkau bersihkan kami dari segala kejahatan dan Engkau tingkatkan derajat kami di sisi Engkau, Engkau sampaikan tujuan maksimal kami dari semua kebaikan kehidupan kami baik di dunia maupun sesudah wafat.”
Arti dari Shalawat Munjiyat sendiri adalah “Shalawat Penyelamat”. Penamaan bacaan shalawat di atas tidak terlepas dari kronologi ‘terciptanya’ bacaan shalawat tersebut yang berasal dari sebuah peristiwa yang dialami oleh salah satu orang ‘arif. Berikut kronologinya:
قال بعض العارفين كنت في مركب فعصفت علينا الريح فأشرفنا على الغرق فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم في منامي فقال قل لهم يقولون اَللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْآفَاتِ، وَتَقْضِيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ، وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ، وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ، وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِيْ الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ فاستيقظت فقلناها جميعا فسكن الريح بإذن الله تعالى
“Sebagian orang arif berkata: ‘aku berada di kapal, kemudian badai berembus kencang, hampir saja menyebabkan kami tenggelam. Lalu aku (tertidur dan) melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpi, beliau bersabda: Katakan pada mereka ‘Bacalah doa Allâhumma shalli ‘alâ Muhammadin shalâtan tunjînâ bihâ min jamî’il ahwâli wal âfât wa taqdhî lanâ bihâ jamî’al hâjat wa tuthahhirunâ bihâ min jamî’is sayyiât wa tarfa’unâ bihâ ‘indaka a’lad darajât wa tuballighunâ bihâ aqshal ghâyat min jamî’il khairâti fil hayâti wa ba’dal mamât, lalu aku terbangun dan kami ucapkan bacaan sholawat tersebut, lalu angin pun terdiam atas seizin Allah ta’ala,” (Abdurrahman bin Abdissalam Ash-Shafuri, Nudhah al-Majâlis wa Muntakhab an-Nafâis, hal. 284).
Dalam kitab lain, yakni kitab al-Fajr al-Munir fi as-Shalat ala al-Basyir wa an-Nadzir, menyebutkan lebih jelas bahwa orang arif yang dimaksud dalam referensi di atas adalah salah satu pemuka tarekat Syadziliyah, yakni Syekh As-Shalih Musa ad-Dlarir. Sebagaimana disampaikan dalam referensi berikut:
وأخبرني الشيخ الصالح موسى الضرير رحمه الله تعالى: أنه ركب في البحر؛ قال: وقامت علينا ريح تسمى: الأقلابية قلَّ من ينجو منها من الغرق، وضج الناس خوفاً من الغرق، قال: فغلبتني عيناي، فنمت، فرأيت النبي صلى الله عليه وآله وسلم وهو يقول: قل لأهل المركب يقولون ألف مرة:
اَللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْآفَاتِ، وَتَقْضِيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ، وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ، وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ، وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِيْ الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ
قال: فاستيقظت، وأعلمت أهل المركب بالرؤيا، فصلينا بها نحو ثلاثمائة مرة؛ ففرج عنا، هذا أو قريب منه، صلى الله عليه وسلم.
Syekh Shalih Musa ad-Dharir rahimahullah mengabarkan kepadaku bahwa beliau mengendarai perahu, lalu berkata: “Badai yang dikenal dengan sebutan Aqlabiyah menyerang kami, sangat sedikit orang yang selamat dari tenggelam sebab badai tersebut. Manusia berteriak karena khawatir akan tenggelam. Lalu aku diserang rasa kantuk, hingga akhirnya aku tertidur. Dalam mimpi Aku melihat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: ‘Katakan pada penumpang perahu, agar mereka membaca shalawat berikut: ‘Allâhumma shalli ‘alâ Sayyidinâ Muhammadin wa ‘alâ âli Sayyidinâ Muhammadin shalâtan tunjînâ bihâ min jamî’il ahwâli wal âfât wa taqdhî lanâ bihâ jamî’al hâjat wa tuthahhirunâ bihâ min jamî’is sayyiât wa tarfa’unâ bihâ ‘indaka a’lad darajât wa tuballighunâ bihâ aqshal ghâyat min jamî’il khairâti fil hayâti wa ba’dal mamât.’
Lalu Aku terbangun dan aku beritakan pada penumpang perahu tentang mimpi yang aku alami, kami pun membaca shalawat tersebut, dan ketika mencapai sekitar bilangan 300, badai pun reda,” (Syekh Umar bin ‘Ali bin Salim al-Fakihani, al-Fajr al-Munir fi as-Shalat ala ala al-Basyir wa an-Nadzir, hal. 25)
Keistimewaan dan keutamaan shalawat al-Munjiyat adalah:
1. Imam Dinawariy meriwayatkan; pada suatu ketika masyarakat muslim ditimpa kesusahan atau penyakit menular. Maka mereka kemudian membaca shalawat al-Munjiyah ini secara bersama-sama dan tidak berapa lama, masyarakat bebas dari penyakit. Shalawat ini diakui oleh banyak ulama, mendatangkan sangat banyak manfaat.
2. Syaikh Ali al-Buniy dan Imam al-Jazuliy mengatakan bahwa; “Siapa saja yang mempunyai hajat, baik hajat dunia, maupun hajat akhirat, bacalah shalawat ini sebanyak 1.000 kali, sebaiknya di waktu tengah malam, insya Allah akan dikabulkan hajatnya dengan segera. Shalawat al-Munjiyah lebih cepat dalam mendatangkan ijabah dari kilat yang menyambar, ia merupakan eklisir (bahan untuk mengubah logam murah menjadi emas) dan anti oksin yang mujarrab.”
Imam Umar Ibn Ali al-Lakhamiy al-Fakihaniy al-Malikiy dalam kitabnya al-Fajrul Munir Fi Shalawat Ala al-Nabiy al-Basyir al-Nadzir meriwayatkan bahwa: Syaikh Musa al-Dharir, seorang yang shaleh suatu ketika bercerita: “Aku sedang belayar menggunakan sebuah perahu besar yang terbuat dari kayu namun tiba-tiba ada angin besar yang disebut angin al-Iqlabiyyah, jarang sekali orang bisa selamat dari angin tersebut, sehingga menyebabkan perahu yang aku tumpangi menabrak karang dan hendak karam. Pada saat itu entah kenapa saya tidak panik seperti kebanyakan penumpang kapal. Saya malah dikuasai rasa kantuk yang berat. Antara sadar dan tidak, Rasulullah datang mengajarkan aku shalawat al-Munjiyah dan beliau berkata: ”Hendaknya orang-orang yang ada di perahu ini membaca sebanyak 1000 kali. Saya pun terbangun dan membaca di dalam hati. Saat saya sudah membaca sebanyak 300 kali, maka perahu yang awalnya mulai oleng hampir tenggelam itu perlahan kembali tegak seperti biasa dan pelayaran dilanjutkan seperti tidak terjadi bencana apapun.
Imam Muhammad Ibn Ya’qub Fairuz al-Abadiy mengatakan:” Telah mengabarkan kepadaku Syaikh Hasan Ibn Ali al-Aswaniy bahwa siapa saja yang membaca shalawat al-Munjiyah sebanyak 1000 kali, maka Allah akan mengabulkan segala hajatya dan Allah akan hilangkan kesusahan hidupnya.”
Sebagian ulama menyatakan “siapa saja yang membaca shalawat al-Munjiyah ketika naik kapal laut, maka akan selamat dari bahaya tenggelam. Siapa saja yang membacanya saat terjadi thaun (wabah), maka ia akan diberikan perlindungan dan rasa aman. Siapa saja yang membaca sebanyak 500 kali, maka ia akan mendapat manfaat besar dan hidup dalam kecukupan.
Habib Salim Ibn Hafizh Ibn Syaikh Abi Bakr Ibn Salim mengatakan: “Para ulama salaf telah mengamalkan amalan yang teruji coba khasiatnya sebagai mediasi menggapai cita-cita dan menolak segala mushibah diantaranya: membaca shalawat al-Munjiyah 1000 kali, melakukan ziarah Nabi Hud, membaca surat Yasin 40 kali, membaca kitab Shahih al-Bukhariy dan membaca 16.000 kali “Ya Lathif”.
Sebagian orang membaca shalat al-Munjiyah menggunakan lafaz (صَلاَةً تُنَجِّيْنَا ), lafaz (تُنَجِّيْنَا) adalah bentuk fiil Mudhari’ dari kata dasar fiil Madhi Mudha’af ( نَجَّى ), sedangkan lafaz ( تُنْجِيْنَا ) fiil Mudhari’ bentukan kata dasar fiil Madhi ( أَنْجَى ) dengan tambahan Hamzah. Lafaz Tunajjina ataupun Tunjina keduanya merupakan bentuk fiil Mudhari’ dari fiil Madhi Mutaaddiy (butuh kepada objek) yang memiliki arti menyelamatkan. Jadi bacaan Tunajjina atau Tunjina jangan diributkan karena keduanya memiliki arti yang sama. Hanya saja dari berbagai Naskah kumpulan kitab-kitab shalawat yang penulis miliki, seluruh kitab-kitab tersebut menggunakan lafaz Tunjina.
Imam Muhammad Mahdi al-Fasiy dalam kitab Syarh Dalail al-Khairat, Imam Muhammad Abdul Aziz al-Jazuliy ar-Rasmukiy dalam kitab Wardah al-Juyub Fi shalat Ala al-Habib al-Mahbub dan Sayyid Muhammad Ibn Alawiy al-Malikiy al-Hasaniy dalam kitab beliauSyawariq al-Anwar Min Ad’iyyah al-Sadah al-Akhyar pun mencatatkan shalawat al-Munjiyah dengan redaksi “Tunjiina”. Inilah yang menjadi alasan, kenapa penulis dalam buku ini memilih untuk menyebutkan redaksi (تُنْجِيْنَا) ketimbang redaksi (تُنَجِّيْنَا ).
Shalawat Munjiyat ini biasa dilafalkan pada awalan bacaan doa-doa, khususnya pada saat bacaan doa tahlil. Masyhur sekali bahwa doa yang diawali dengan membaca shalawat munjiyat ini akan cepat terkabulkan, tentu atas seizin Allah subhanahu wa ta’ala. Selain itu, bacaan shalawat munjiyat juga dianjurkan untuk dibaca sebagai dzikir pada saat setelah melaksanakan shalat hajat, dengan harapan agar hajat yang diinginkan segera terpenuhi.
Shalawat Munjiyat juga banyak tercantum dalam wirid-wirid dan hizib-hizib yang biasa diamalkan di banyak pesantren. Hal ini menunjukkan betapa dahsyatnya keutamaan membaca Shalawat Munjiyat ini. Namun meski begitu, akan lebih afdhal jika dalam mengamalkan shalawat munjiyat atas petunjuk dari seorang guru (mujiz) yang mengarahkan kita untuk mengamalkan membaca shalawat munjiyat, agar kadar bacaan yang kita amalkan dapat lebih efektif dan proposional.
Adapun sanad yang penulis dapatkan sebagai berikut:
احمد بن احمد بن محمد الحسني عن العلامة السيد أحمد بن أبي بكر بن أحمد الحبشي عن العلامة محدث الحرمين أبو حفص عمر بن حمدان المحرسي التونسي المالكي عن أحمد بن اسماعيل البرزنجي المدني عن السيد أحمد بن زيني دحلان المكي عن الشيخ عثمان بن حسن الدمياطي عن الشيخ عبد المنعم بن أحمد العمادي الأزهري عن الشيخ محمد بن عيسى الدفري عن الشيخ سالم بن عبد الله بن سالم البصري المكي عن والده عن المسند محمد بن سليمان الرداني والشيخ محمد بن علاء الدين البابلي عن العلامة شمس الدين محمد السخاوي عن ابن ظهيرة عن جمال الدين ابن عتيق بن حديدة الانصاري عن ابن الفاكهاني اللخمي عن الصالح موسى الضرير رضي الله تعالى عنه .
Arwah Para Ahli Kubur Bisa Saling Berkunjung
Bacaan Tahlil Arwah
إلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَلِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَأَوْلادِهِ وَذُرِّيَاتِهِ. اَلْفَاتِحَةْ
ثُمَّ إلَى حَضْرَةِ إِخْوَانِهِ مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَاْلأَوْلِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَاْلعُلَمَاءِ وَاْلمُصَنِّفِيْنَ وَجَمِيْعِ اْلمَلاَئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنْ خُصُوْصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخ عَبْدُالْقَادِرْ الَجَيْلانِى. الفاتحة………………………
ثُمَّ إليَ جَمِيْعِ أَهْلِ اْلقُبُوْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ اْلاَرْضِ وَمَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوْصًا اَبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادَنَا وَجَدَّاتِنَا وَمَشَايِخَنَا وَمَشَايِخَ مَشَايِخِنَا
وَلِمَنِ اجْتَمَعْنَا هَهُنَا بِسَبَبِهِ وَخُصُوْصًا......... اَلْفَاتِحَةْ
BACAAN TAHLIL
Bacaan-bacaan detail tahlil ada sedikit perbedaan antara satu daerah dengan daerah yang lain walaupun tidak begitu prinsip. Bacaan di bawah merupakan standar umum bacaan tahlil.
Catatan: Surat Al-Ikhlas dibaca 3x. Sedang surat Al Falaq dan An Nas masing-masing dibaca sekali.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ. قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ. اللَّهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَد.ْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَد.
لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ اَللهُ أَكْبَرْ وَلِلّهِ اْلحَمْدُ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ. قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ * مِن شَرِّ مَا خَلَقَ * وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ * وَمِن شَرِّ النَّفَّـثَـتِ فِى الْعُقَدِ * وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ اَللهُ أَكْبَرْ وَلِلّهِ اْلحَمْدُ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم.ِ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاس.ِ مَلِكِ النَّاس.ِ إِلَهِ النَّاس.ِ مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاس.ِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ. مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ.
لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ اَللهُ أَكْبَرْ وَلِلّهِ اْلحَمْدُ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّين أمِينْ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. الم ذَلِكَ اْلكِتَابُ لاَرَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ. اَلَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ.وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْاخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ. اُولئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَاُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ.
وَإِلهُكُمْ إِلهُ وَاحِدٌ لاَإِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ
اللهُ لاَ إِلَهَ اِلاَّ هُوَ اْلحَيُّ الْقَيُّوْمُ لاَتَأْخُذُه سِنَةٌ وَلاَنَوْمٌ. لَهُ مَافِى السَّمَاوَاتِ وَمَافِى اْلأَرْضِ مَنْ ذَالَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَابَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَيُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَلاَ يَؤدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ.
لِلّهِ مَافِى السَّمَاوَاتِ وَمَا في اْلأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوْا مَافِى أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللهِ فَيُغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ. وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. امَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا أُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَبَّهِ وَالْمُؤْمِنُوْنَ.
كُلٌّ امَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَنُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ.
لاَيُكَلِّفُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَتُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَ أَوْ أَخْطَعْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَطَاقَةَ لَنَا بِهِ
وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا 7
أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
إِرْحَمْنَا يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 7
أللّهمّ اصْرِفْ عَنَّا السُّوْءَ بِمَا شِئْتَ وَكَيْفَ شِئْتَ إِنَّكَ عَلَى مَاتَشَاءُ قَدِيْرُ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَا.
أَللّهُمَّ صَلِّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ عَلَى أَسْعَدِ مَخْلُوْقَاتِكَ نُوْرِ الْهُدَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ. عَدَدَ مَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ. وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ.
أَللّهُمَّ صَلِّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ عَلَى أَسْعَدِ مَخْلُوْقَاتِكَ شَمْسِ الضُّحَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْعَدَدَ مَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ. وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ
أَللّهُمَّ صَلِّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ عَلَى أَسْعَدِ مَخْلُوْقَاتِكَ بَدْرِ الدُّجَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ. عَدَدَ مَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ. وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ.
وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ سَادَتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ. وَحَسْبُنَا الله وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ. وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْم 3
أَفْضَلُ الذِّكْرِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ حَيٌّ مَوْجُوْدٌ
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ حَيٌّ مَعْبُوْدٌ
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ حَيٌّ بَاقٍ ,
اَإِلهَ إِلاَّ اللهُ 100
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ نَبِيُّ الله
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله
أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدْ أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدْ يَارَبِّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
سبحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ x3
أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ
أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ أَجْمَعِيْنَ. الفاتحة
DOA TAHLIL:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمن الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. أَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى اْلأَوَّلِيْنَ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى اْلأخِرِيْنَ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى اْلمَلَإِ اْلأَعْلَى إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . أَللّهُمَّ اجْعَلْ وَأَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ مِنَ اْلقُرْأنِ الْعَظِيْمِ . وَمَا هَلَّلْنَاهُ مِنْ قَوْلِ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَقَوْلِ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ وَمَا صَلَّيْنَاهُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فِى هذَااْلمَجْلِسِ اْلمُبَارَكِ هَدِيَّةً وَاصِلَةً إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِناَ وَنَبِيِّناَ وَمَوْلَناَ مُحَمَّدٍ ثُمَّ إِلَى أَرْوَاحِ أباَئِهِ وَإِخْوَانِهِ مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ وَاْلمُرْسَلِيْنَ وَأَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَاْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَالأَئِمَّةِ اْلمُجْتَهِدِيْنَ وَاْلعُلَمَاءِ اْلعَامِلِيْنَ وَأَهْلِ طَاعَتِكَ أَجْمَعِيْنَ . وَخُصُوْصًا إِلى رُوْحِ ( فُلَانْ إِبْنُ فُلَانْ ) أَللّهُمَّ اجْعَلْهُ فِدَاءً لَهُ مِنَ النَّارِ وَفِكَاكاً لَهُمْ مِنَ النَّارِ . أَللّهُمَّ اغْفِرْلَهُمْ وَعَافِهِمْ وَاعْفُ عَنْهُمْ وَوَالِدِيْنَا وَوَالِدِيْهِمْ وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ . أَللّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلَامَ وَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ اْلكَفَرَةَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ , وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلى يَوْمِ الدِّيْنِ , أَللّهُمَّ أَمِنَّا فِىْ دُوْرِنَا , وَأَصْلِحْ وَلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلِ اللّهُمَّ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَ وَاتَّقَاكَ . أَللّهُمَّ انْصُرْ سُلْطَانَنَا سُلْطَانَ اْلمُسْلِمِيْنَ , وَانْصُرْ وُزَرَاءَهُ وَوُكَلاَءَهُ وَعَسَاكِرَهُ وَعُلَمَاءَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَاكْتُبِ السَّلاَمَةَ وَاْلعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَعَلَى اْلحُجَّاجِ وَاْلغُزَاةِ وَاْلمُسَافِرِيْنَ وَاْلمُقِيْمِيْنَ فِى إِنْدُوْنَيْسِيَّا وَغَيْرِهِمْ مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَألِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَاْلحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ
أمين
Sanad Fiqih Kaum Nahdliyin Bersambung Sampai Rosululloh saw
Imam Malik bin Anas (w. 179 H, Pendiri Madzhab Malikiyah) berguru kepada ①Ibnu Syihab al-Zuhri (w. 124 H), ② Nafi’ Maula Abdillah bin Umar (w. 117 H), ③Abu Zunad (w. 136 H), ④ Rabiah al-Ra’y (w. 136H), dan ⑤ Yahya bin Said (w. 143 H)
Kesemuanya berguru kepada ①Abdullah bin Abdullah bin Mas’ud (w. 94 H), ② Urwah bin Zubair (w. 94 H), ③ al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar (w. 106 H), ④ Said bin Musayyab (w. 94 H), ⑤ Sulaiman bin Yasar (w. 107 H), ⑥Kharihaj bin Zaid bin Tsabit (w.100 H), ⑦ dan Salim bin Abdullah bin Umar (w.106 H).
Kesemuanya berguru kepada ① Umar bin Khattab (w. 22 H), ② Utsman bin Affan (w. 35 H),③ Abdullah bin Umar (w. 73 H), ④ Abdullah bin Abbas (w. 68 H), dan ⑤ Zaid bin Tsabit (w. 45 H).
Kesemua Sahabat dari Rasulullah Shalla Allahu Alaihi wa Sallama
Imam Syafii berguru kepada Muhammad bin al-Hasan (w. 189 H), berguru kepada Abu Hanifah (w. 150 H, Pendiri Madzhab Hanafiyah), berguru kepada Hammad bin Abi Sulaiman (w. 120 H).
Berguru kepada ① Ibrahim bin Yazid al-Nakhai (w. 95 H), ② al-Hasan al-Basri (w. 110 H), dan ③ Amir bin Syarahbil (w. 104 H).
Kesemuanya berguru kepada ① Syuraih bin al-Haris al-Kindi (w. 78 H), ②Alqamah bin Qais al-Nakhai (w. 62 H), ③ Masruq bin al-Ajda’ al-Hamdani (w. 62 H), ④ al-Aswad bin Yazid bin Qais al-Nakhai (w. 95 H).
Kesemuanya berguru kepada ①Abdullah bin Mas’ud (w. 32 H) dan ② Ali bin Abi Thalib (w. 40 H)
Kesemua Sahabat dari Rasulullah Shalla Allahu Alaihi wa Sallama
Abdullah bin Zubair Abu Bakar al-Humaidi (w. 219 H), Abu Ya’qub Yusuf bin Yahya al-Buwaithi (w. 231 H), Ishaq bin Rahuwaih (w. 238 H), Abu Utsman al-Qadhi Muhammad bin Syafi’i (w. 240 H), Ahmad bin Hanbal (w. 241 H, Pendiri Madzhab Hanbali), Harmalah bin Yahya bin Abdullah al-Tajibi (w. 243 H), Abu Ali al-Husain bin Ali bin Yazid al-Karabisi (w. 245 H), Abu Tsaur al-Kulabi al-Baghdadi (w. 246 H), Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman al-Tajibi (w. 250 H), al-Bukhari (w. 256 H), al-Hasan bin Muhammad bin al-Shabbah al-Za’farani (w. 260 H).
Abu Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H), Ahmad bin al-Sayyar (w. 268 H), al-Rabi’ bin Sulaiman (w. 270 H), Abu Dawud (w. 275 H), Abu Hatim (w. 277 H), al-Darimi (w. 280 H), Ibnu Abi al-Dunya (w. 281 H), Abu Abdillah al-Marwazi (w. 294 H), Abu Ja’far al-Tirmidzi (w. 295 H), Al-Junaid al-Baghdadi (w. 298 H).
al-Nasai (w. 303 H), Ibnu Suraij (w. 306 H), Ibnu al-Mundzir (w. 318 H), Abu Hasan al-Asy’ari (w. 324 H, Imam Ahlissunah Dalam Aqidah), Ibnu al-Qash (w. 335 H), Abu Ishaq al-Marwazi (w. 340 H), al-Mas’udi (w. 346 H), Abu Ali al-Thabari (w. 350 H), al-Qaffal al-Kabir al-Syasyi (w. 366 H), Ibnu Abi Hatim (w. 381 H), Al-Daruquthni (w. 385 H).
al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani (w. 403 H), Ibnu al-Mahamili (w. 415 H), Mahmud bin Sabaktakin (w. 422 H), Abu Muhammad al-Juwaini (w. 438 H), al-Mawardi (w. 458 H), Ahmad bin Husain al-Baihaqi (w. 458 H), al-Qadhi al-Marwazi (w. 462 H), Abu al-Qasim al-Qusyairi (w. 465 H), Abu Ishaq al-Syairazi (w. 476 H), Imam al-Haramain (w. 478 H), Al-Karmani (w. 500 H).
al-Ghazali (w. 505 H), Abu Bakar al-Syasyi (w. 507 H), al-Baghawi (w. 516 H), al-Hamdzani (w. 521 H), al-Syahrastani (w. 548 H), al-Amudi (w. 551 H), Ibnu Asakir (w. 576 H), Ibnu al-Anbari (w. 577 H), Abu Syuja’ al-Ashbihani (w. 593 H).
Ibnu al-Atsir (w. 606 H), Fakhruddin al-Razi (w. 606 H), Aminuddin Abu al-Khair al-Tibrizi (w. 621 H), al-Rafii (w. 623 H), Ali al-Sakhawi (w. 643 H), Izzuddin bin Abdissalam (w. 660 H), Ibnu Malik (w. 672 H), Muhyiddin Syaraf al-Nawawi (w. 676 H), Al-Baidhawi (w. 691 H).
Ibnu Daqiq al-Id (w. 702 H), Quthbuddin al-Syairazi (w. 710 H), Najmuddin al-Qamuli (w. 727 H), Taqiyuddin al-Subki (w. 756 H), Tajuddin al-Subki (w. 771 H), Jamaluddin al-Asnawi (w. 772 H), Ibnu Katsir (w. 774 H), Ibnu al-Mulaqqin (w. 804 H), al-Zarkasyi (w. 780 H).
Sirajuddin al-Bulqini (w. 805 H), Zainuddin al-Iraqi (w. 806 H), Ibnu al-Muqri (w. 837 H), Syihabuddin al-Ramli (w. 844 H), Ibnu Ruslan (w. 844 H), Ibnu Zahrah (w. 848 H), Ibnu Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H), Jalaluddin al-Mahalli (w. 864 H), Kamaluddin Ibnu Imam al-Kamiliyah (w. 874 H).
Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H), al-Qasthalani (w. 923 H), Zakariya al-Anshari (w. 928 H), Zainuddin al-Malibari (w. 972 H), Abdul Wahhab al-Sya’rani (w. 973 H), Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H), al-Khatib al-Syirbini (w. 977 H), Ibnu al-Qasim al-Ubbadi (w. 994 H).
Syamsuddin al-Ramli (w. 1004 H), Abu Bakar al-Syinwani (w. 1019 H), Syihabuddin al-Subki (w. 1032 H), Ibnu ‘Alan al-Makki (w. 1057 H), al-Raniri (w. 1068 H), Syihabuddin al-Qulyubi (w. 1070 H), Muhammad al-Kaurani (w. 1078 H), Ibrahim al-Maimuni (w. 1079 H), Ali al-Syibramalisi (w. 1078 H), Abdurrauf aS-Sinkili al-Fanshuri (w. 1094 H).
Najmuddin al-Hifni (w. 1101 H), Ibrahim al-Kaurani (w. 1101 H), Ilyas al-Kurdi (w. 1138 H), Abdul Karim al-Syarabati (w. 1178 H), Jamaluddin al-Hifni (w. 1178 H), Isa al-Barmawi (w. 1178 H), Athiyah al-Ajhuri (w. 1190 H), Ahmad al-Syuja’i (w. 1197 H).
Abdushomad al-Palimbani (w. 1203 H), Sulaiman al-Jamal (w. 1204 H), Sulaiman al-Bujairimi (w. 1221 H), Arsyad al-Banjari (w. 1227 H), Muhammad al-Syinwani (w. 1233 H), Muhammad al-Fudhali (w. 1236 H), Khalid al-Naqsyabandi (w. 1242 H), Abdurrahman Ba’alawi al-Hadhrami (w. 1254 H), Khatib al-Sanbasi (w. 1289 H), Ibrahim al-Bajuri (w. 1276 H).
Achmad Zaini Dahlan (w. 1303 H), al-Bakri Muhammad Syatha (w. 1310 H), Nawawi al-Bantani (w. 1315 H), Shalih Darat (w. 1321 H), Muhammad Amin al-Kurdi (w. 1332 H), Ahmad Khatib al-Minangkabawi (w. 1334 H), Mahfudz al-Tarmasi (w. 1338 H), Muhammad Khalil al-Bangkalani (w. 1345 H), Yusuf bin Ismail al-Nabhani (w. 1350 H).
KH Hasyim Asy’ari (w. 1367 H), Pendiri Jamiyah Nahdlatul Ulama
Selasa, 02 Juli 2019
Memotong Kuku Dalam Literatur Islam
Dalam beberapa literatur Islam, ada hari-hari yang dianjurkan untuk memotong kuku. Memotong kuku termasuk bagian dari perkara yang dianjurkan dalam Islam. Tidak diperkenankan untuk memanjangkan kuku tangan maupun kaki tanpa dipotong melebihi batas empat puluh hari. Laki-laki maupun perempuan ketika kuku tangan maupun kakinya sudah panjang, maka disunahkan untuk segera dipotong.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ
“Ada lima macam fitrah , yaitu : khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 258)
Kalau kuku ini tidak bersih, maka makan pun jadi tidak bersih dikarenakan kotoran yang ada di bawah kuku. Begitu pula dalam bersuci jadi tidak sempurna karena ada bagian kulit yang terhalang oleh kuku yang panjang. Karenanya memanjangkan kuku itu menyelisihi tuntunan dalam agama ini.
Ada riwayat dari Al Baihaqi dan Ath Thobroni bahwa Abu Ayyub Al Azdi berkata,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَأَلَهُ عَنْ خَبَرِ السَّمَاءِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« يَسْأَلُ أَحَدُكُمْ عَنْ خَبَرِ السَّمَاءِ ، وَهُوَ يَدَعُ أَظْفَارَهُ كَأَظْفَارِ الطَّيْرِ يَجْمَعُ فِيهَا الْجَنَابَةُ وَالتَّفَثُ ». لَفْظُ الأَسْفَاطِىِّ هَكَذَا رَوَاهُ جَمَاعَةٌ عَنْ قُرَيْشٍ.
“Ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bertanya pada beliau mengenai berita langit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ada salah seorang di antara kalian bertanya mengenai berita langit sedangkan kuku-kukunya panjang seperti cakar burung di mana ia mengumpulkan janabah dan kotoran.” (Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Al Matholib Al ‘Aliyah bahwa hadits tersebut mursal, termasuk hadits dhaif).
Hukum memanjangkan kuku adalah makruh menurut kebanyakan ulama. Jika memanjangkannya lebih dari 40 hari, lebih keras lagi larangannya. Bahkan sebagian ulama menyatakan haramnya. Pendapat terakhir ini dipilih oleh Imam Asy Syaukani dalam Nailul Author. Dasar dari pembatasan 40 hari tadi adalah perkataan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Anas berkata,
وُقِّتَ لَنَا فِى قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ وَنَتْفِ الإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Kami diberi batasan dalam memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketika, mencukur bulu kemaluan, yaitu itu semua tidak dibiarkan lebih dari 40 malam.” (HR. Muslim no. 258). Yang dimaksud hadits ini adalah jangan sampai kuku dan rambut-rambut atau bulu-bulu yang disebut dalam hadits dibiarkan panjang lebih dari 40 hari (Lihat Syarh Shahih Muslim, 3: 133).
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
وأما التوقيت في تقليم الاظفار فهو معتبر بطولها: فمتى طالت قلمها ويختلف ذلك باختلاف الاشخاص والاحوال: وكذا الضابط في قص الشارب ونتف الابط وحلق العانة:
“Adapun batasan waktu memotong kuku, maka dilihat dari panjangnya kuku tersebut. Ketika telah panjang, maka dipotong. Ini berbeda satu orang dan lainnya, juga dilihat dari kondisi. Hal ini jugalah yang jadi standar dalam menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan mencabut bulu kemaluan.” (Al Majmu’, 1: 158).
Ketika kita hendak memotong kuku, baik kuku tangan maupun kaki, kita dianjurkan untuk melakukannya di hari Jumat. Dalam riwayat lain disebutkan, dianjurkan pula di hari Kamis. Namun memotong di hari Jumat lebih diutamakan karena Nabi Saw. lebih sering memotong kuku di hari Jumat.
Dalam kitab Al-Sunanul Kubro, Imam Al-baihaqi menyebutkan sebuah riwayat yang menjadi dasar keutamaan dan anjuran memotong kuku di hari Jumat. Riwayat tersebut bersumber dari Abu Ja’far, dia berkata;
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ شَارِبِهِ وَأَظَافِرِهِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
“Nabi SAW. biasa mencukur kumis dan kukunya di hari Jumat.”
Imam Ibnu Qosim al-Ghazi, dalam kitabnya Hasyiyah al-Bajuri menjelaskan bahwa memotong kuku disunnahkan pada hari Jum’at, Senin, dan Kamis. Sebagaimana penjelasan dalam syair berikut;
:ومثل يوم الجمعة فى سن ذلك يوم الخميس ويوم الاثنين دون بقية الايام
“Seperti hari Jum’at, hari-hari seperti Kamis dan Senin disunnahkan untuk memotong kuku, adapun hari selainnya sebagai berikut;
قَصُّ الْأَظَافِرِ يَوْمَ السَّبْتِ اٰكِلَةٌ # تَبْدُوْ وَفِيْمَا يَلِيْهِ يُذْهِبُ الْبَرَكَهْ
“Memotong kuku hari Sabtu menimbulkan penyakit yang menggerogoti tubuh. Melakukan hal serupa pada hari Ahad menyebabkan hilangnya barokah.”
وَعَالِمٌ فَاضِلٌ يَبْدُوْ بِتَلْوِهِمَا # وَاِنْ يَكُنْ فِي الثُّلَاثَا فَاحْذَرِ الْهَلَكَهْ
“Memotong kuku pada hari senin menjadi orang alim dan mempunyai keutamaan, dan jika dilakukan di hari selasa menyebabkan kebinasaan.”
وَيُوْرِثُ السُّوْءَ فِي الْأَخْلَاقِ رَابِعُهَا # وَفِي الْخَمِيْسِ الْغِنٰى يَأْتِىْ لِمَنْ سَلَكَهْ
“Dan pada hari keempat, yaitu Rabu, memotong kuku dapat menyebabkan buruk akhlak. Dan di hari Kamis, melakukannya mendatangkan kekayaan.”
وَالْعِلْمُ وَالْحِلْمُ زِيْدَا فِىْ عُرُوْبَتِهَا # عَنِ النَّبِيِّ رُوَيْنَا فَاقْتَفُوْا نُسُكَهْ
“Dan menambah ilmu dan sifat santun, jika dilakukannya pada hari Jum’at. Demikianlah kami riwayatkan dari Nabi Saw.”
Namun ada juga riwayat yang mengatakan bahwa memotong kuku tidak dibatasi terhadap hari-hari tertentu saja, tetapi bebas dan baik dilakukan pada semua hari. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah;
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم عَن قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ السَّبْتِ خَرَجَ مِنْهُ الدَّاءُ وَدَخَلَ فِيْهِ الشِّفَاءُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الْأَحَدِ خَرَجَتْ مِنْهُ الْفَاقَةُ وَدَخَلَ فِيْهِ الْغِنَاءُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الاثْنَيْنِ خَرَجَتْ مِنْهُ الْعِلَّةُ وَدَخَلَتْ فِيْهِ الصِّحَّةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ خَرَجَ مِنْهُ الْبَرَصُ وَدَخَلَتْ فِيْهِ الْعَافِيَةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الأَرْبَعَاءِ خَرَجَ مِنْهُ الْوِسْوَاسُ وَالْخَوْفُ وَدَخَلَ فِيْهِ الْأَمْنُ وَالصِّحَّةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ الْخَمِيْسِ خَرَجَ مِنْهُ الْجُذَامُ وَدَخَلَ فِيْهِ الْعَافِيَةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ دَخَلَتْ فِيْهِ الرَّحْمَةُ وَخَرَجَ مِنْهُ الذُّنُوْبُ.
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rosulullah SAW pernah berkata; Barang siapa memotong kukunya pada hari Sabtu maka akan keluar darinya penyakit dan masuk ke dalamnya obat.Barang siapa memotong kukunya pada hari Ahad maka akan keluar darinya kemiskinan dan masuk ke dalamnya kekayaan. Barang siapa memotong kukunya pada hari Senin maka akan keluar darinya kecacatan dan masuk ke dalamnya kesehatan. Barang siapa memotong kukunya pada hari Selasa maka akan keluar darinya penyakit barosh dan akan masuk ke dalamnya kesembuhan. Barang siapa memotong kukunya pada hari Rabu akan keluar darinya penyakit waswas dan ketakutan dan akan masuk ke dalamnya keamanan dan kesehatan. Barang siapa memotong kukunya pada hari Kamis akan keluar darinya penyakit kusta dan akan masuk ke dalamnya kesembuhan. Barang siapa memotong kukunya pada hari Jumat maka akan masuk ke dalamnya rahmat dan keluar darinya dosa-dosa.” (HR. Ibnul Jauzi di dalam kitab Al-Maudhu’aat III/226, dan Imam As-Suyuthi di dalam Al-La-ali’ Al-Mashnu’ah Fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah II/227).
DERAJAT HADITS
Derajatnya hadis ini adalah Maudhu‘ (PALSU), karena di dalam sanadnya terdapat dua perawi pemalsu hadits, yaitu Abu ‘Ishmah Nuh bin Maryam dan Hannaad bin Ibrahim. Di antara mereka berdua terdapat beberapa perawi yang majhul (tidak dikenal jati diri dan kredibilitinya) dan perawi yang Dho’if (lemah). (Lihat Al-La-ali’ Al-Mashnu’ah karya imam As-Suyuthi II/227, dan al-Fawa-id al-Majmu’ah, karya imam Asy-Syaukani. I/197).
Imam Asy-Syaukani rahimahullah mengomentar: “Hadits ini PALSU kerana di dalam sanadnya terdapat dua perawi pemalsu hadis dan beberapa perawi yang majhul.” (Lihat al-Fawa-id al-Majmu’ah, I/197).
Imam As-Sakhowi rahimahullah mengomentari : “Tidak ada satu pun hadis yang sahih daripada Nabi shallallahu alaihi wasallam yang menerangkan tentang tatacara dan penetapan hari-hari tertentu untuk memotong kuku.” (Lihat Al-Maqoshid Al-Hasanah hal. 422).
Namun ulama-ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa hari yang paling baik untuk memotong kuku adalah hari Jum’at. Dan tidak ada larangan juga untuk selalu memotong kuku selain hari Jum’at, karena untuk membersihkan diri di anjurkan setiap hari dalam Islam, dan tidak terbatas pada hari-hari tertentu.
Imam Baihaqi meriwayatkan dari Nafi’:
أن عبد الله بن عمر كان يقلم أظفاره ويقص شاربه في كل جمعة
“Dahulu Abdullah bin Umar biasa memotong kuku dan memendekkan kumisnya setiap hari Jumat.” (As-Sunan al-Kubro, 3/244)
Al-Hafidz Ibnu Rajab menukilkan di dalam Fathul Bari (5/359) dari Rasyid bin Sa’ad, beliau berkata:
كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يقولون: من اغتسل يوم الجمعة، واستاك، وقلم أظفاره، فقد أوجب
“Dahulu para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa allam berkata:”Barang siapa yang mandi di hari Jumat, bersiwak, dan memotong kuku-kukunya, maka dia pantas mendapatkan pahala”.
Diriwayatkan juga dari ulama salaf dalam bab ini bahwa para ahli fiqih dari kalangan madzhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat tentang dianjurkannya memotong kuku setiap hari Jumat.
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
وقد نص الشافعي والأصحاب رحمهم الله على أنه يستحب تقليم الأظفار والأخذ من هذه الشعور يوم الجمعة
“Imam Syafi’i dan para ulama yang bermadzhab Syafi’i -rahimahumullah- dengan tegas (secara nash) berpendapat akan dianjurkannya memotong kuku dan memotong rambut-rambut ini di hari Jumat.” (Al-Maj’mu, 1/340)
Ini doa yang dianjurkan ketika memotong kuku
بسم الله وبالله وعلى سنة سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد
Bismillaah wa billaah, wa ‘alaa sunnati sayyidinaa Muhammad wa aali sayyidinaa Muhammad.
“Dengan menyebut nama Allah dan dengan pertolongan Allah, serta mengikuti jejak junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya.”
Apabila mencukur rambut, maka ditambahkan dengan doa ini.
اللهم اعطني بكل شعرة نورا يوم القيامة
Alloohumma a’thinii bi kulli sya’rotin nuuron yaumal qiyaamah.
“Ya Allah, semoga Engkau memberiku cahaya di tiap helai rambut pada Hari Kiamat.”
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda